Tujuan Penelitian Tinjauan Umum Jati

sampai dengan pemasaran hasil hutannya dan seluruh kawasan hutan berada dalam tekanan. Permasalahan ini tidak hanya dari segi teknis saja tetapi juga menyangkut berbagai aspek ekonomi, sosial dan budaya hingga kebijakan pemerintah. Terjadinya perubahan tatanan bangsa yang menyentuh ke seluruh elemen kehidupan berbangsa dan bernegara mempunyai dampak yang sangat besar terhadap keberadaan hutan. Laju kerusakan hutan pada periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hatahun. Laju kerusakan tersebut semakin parah dan tidak terkendali pada awal era reformasi 1997-2000 dengan laju degradasi sebesar 2,8 juta hatahun dengan aktivitas penebangan liar, penyelundupan kayu, dan konversi kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain yang semakin merajalela tanpa mengindahkan kaidah-kaidah pengelolaan hutan yang lestari. Kerusakan hutan berdampak langsung terhadap perkembangan pengusahaan kayu jati, dimana perkembangan bisnis kayu jati merupakan salah satu aset negara yang berharga. Untuk mengembangkan pengusahaan kayu jati, informasi tentang pasar komoditi kayu jati mempunyai peranan penting untuk menentukan harga jual kayu jati. Oleh karena itu, kelestarian hutan pun harus diperhatikan sebab dapat mempengaruhi pasar. Masalah biaya produksi dalam pengusahaan kayu jati yang semakin meningkat karena terbatasnya bahan baku menjadi salah satu penyebab sulit berkembangnya bisnis perkayuan. Untuk itu perlu adanya kajian tentang sistem pengusahaan dan bisnis perkayuan di Indonesia yang menguntungkan tanpa merusak kelestarian hutan yang nantinya akan menurunkan harga pasaran kayu jati. Salah satu alternatifnya adalah menelusuri mata rantai nilai pertambahan kayu jati mulai dari proses produksi kayu jati, pemasaran kayu jati hingga bisnis perkayuan jati.

1.2 Tujuan Penelitian

1 Mengetahui alur rantai nilai kayu jati mulai dari pohon di hutan hingga ke konsumen akhir. 2 Menganalisis nilai tambah yang diperoleh para aktor yang terlibat dalam rantai nilai kayu jati. 3 Menyusun model rantai nilai kayu jati. 4 Menyusun skenario alternatif kebijakan bagi para aktor dalam sistem rantai nilai kayu jati secara proporsional.

1.3 Manfaat Penelitian

1 Memberikan informasi tentang peluang keberlangsungan Industri Kayu Jati terkait dengan semakin langkanya bahan baku. 2 Memberikan masukan bagi aktor-aktor rantai nilai dalam menyusun strategi agar industri mebel ini dapat menunjukkan eksistensinya di pasar global mebel. 3 Memberikan masukan bagi Perhutani agar mampu menyeimbangkan rasio kelestarian hutan terutama kelas perusahaan jati. 4 Diharapkan mampu menggerakkan rakyat dalam pengembangan Hutan Tanaman Rakyat HTR untuk memenuhi kebutuhan kayu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Jati

Menurut Martawijaya, dkk 1981, jati memiliki nama daerah diantaranya daleg, dodolan, jate, jatih, jatos, kiati, kulidawa jw. Sedangkan di negara lain jati dikenal dengan nama giati Venezuela, teak Myanmar, India, Thailand, USA, Jerman, kyun Myanmar, sagwa India, maisak Thailand, teck Perancis dan teca Brasil. Dalam tulisan ini selanjutnya disebut dengan nama jati. Jati tersebar di seluruh Jawa, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat Sumbawa, Maluku dan Lampung. Jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Di Indonesia, jati digolongkan sebagai kayu mewah Fancy wood dan memiliki kelas awet tinggi yang tahan gangguan rayap serta jamur, dan awet mampu bertahan hingga 500 tahun. Klasifikasi tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub-kelas : Dicotyledonae Ordo : Verbenales Famili : Verbenaceae Genus : Tectona Spesies : Tectona grandis Linn. F Tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30-45 m. Dengan pemangkasan, batang bebas cabang dapat mencapai 15-20 m. Diameter batang dapat mencapai 220 cm. Menurut Dirjen Kehutanan 1976 dalam Martawijaya, dkk 1981, mengemukakan bahwa pada umur 100 tahun pohon jati mencapai tinggi 25- 30 m, tetapi di daerah yang subur dengan kondisi lingkungan yang baik tingginya dapat mencapai 50 m dan diameter 150 cm. Secara umum, jati memiliki ciri-ciri yaitu warna kayu teras coklat muda, coklat kelabu sampai coklat merah tua atau merah coklat sedangkan kayu gubalnya berwarna putih atau kelabu kekuning-kuningan. Teksturnya agak kasar dan tidak merata. Arah seratnya lurus atau kadang-kadang agak terpadu. Permukaan kayu jati licin atau agak licin dan kadang-kadang seperti berminyak. Lingkaran tumbuh pada kayu jati nampak jelas baik pada bidang transversal maupun radial sehingga menimbulkan gambar yang indah. Kayu jati berbau bahan penyamak yang mudah hilang. Struktur kayu jati, pada porinya, sebagian besar atau seluruhnya soliter dalam susunan tata lingkar, diameter 20-40 ยต, frekuensi 3-7 per mm2. Parenkim kayu ini termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap. Disamping itu terdapat pula parenkim apotrakeal berbentuk pita tangensial pendek atau panjang. Parenkim terminal terletak pada batas lingkaran tumbuh. Kayu jati termasuk kelas awet II, berdasarkan hasil percobaan laboratoris terhadap Cryptotermes cynocephalus Light dan percobaan kuburan terhadap jamur dan rayap tanah. Jenis kayu ini juga dilaporkan tahan terhadap serangan jamur. Kayu jati mudah dikerjakan, baik dengan mesin maupun dengan alat tangan. Jika alat-alat yang digunakan cukup tajam dapat dikerjakan sampai halus, tetapi bidang transversal harus dikerjakan dengan hati-hati karena kayunya agak rapuh. Kayu jati dapat divernis dan dipelitur dengan baik. Karena sifat-sifatnya yang baik, jati merupakan jenis kayu yang paling banyak dipakai untuk berbagai jenis keperluan terutama di Pulau Jawa. Kayu jati praktis sangat cocok untuk segala jenis konstruksi seperti tiang, balok, dan gelagar pada bangunan rumah dan jembatan, rangka atap, kosen pintu dan jendela, tiang dan papan bendungan dalam air tawar, bantalan dan kayu perkakas kereta api, mebel, alat-alat yang memerlukan perubahan bentuk yag kecil, kulit dan dek kapal, lantai papan dan parket dan sirap. Meskipun kayu jati mempunyai kegunaan yang luas, tetapi karena sifatnya yang agak rapuh, kurang baik untuk digunakan sebagai bahan yang memerlukan kekenyalan tinggi seperti tangkai perkakas, alat olah raga, peti pengepak, dan sebagainya. Jati merupakan kayu yang paling baik untuk pembuatan kapal dan biasa dipakai untuk papan kapal, terutama kapal yang berlayar di daerah tropis. Kayu jati dapat juga dipakai untuk tong, pipa dalam industri kimia dan mempunyai daya tahan terhadap berbagai bahan kimia. Untuk dijadikan venir, jati perlu mendapatkan perlakuan pendahuluan sebelum dikupas. Venir yang dihasilkan cukup baik dan mudah direkat. Sedangkan untuk kayu lapis, karena memberikan gambar yang indah, kayu jati banyak dipakai untuk venir muka. Jati tumbuh baik pada tanah sarang, terutama pada tanah yang mengandung kapur. Jenis ini tumbuh di daerah dengan musim kering yang nyata, tipe curah hujan C-F, jumlah hujan rata-rata 1200-2000 mmth, pada ketinggian 0-700 mdpl. Permudaan alam mudah terjadi dan dapat membentuk tegakan murni setelah mengalami kebakaran. Selain itu, mudah pula tumbuh tunas tunggak, tetapi permudaan semacam ini jarang dilakukan karena akan menghasilkan kayu yang berkualitas rendah. Karena itu, untuk jati umumnya berlaku sistem tebang habis dengan permudaan buatan. Permudaan buatan dilakukan langsung dengan biji yang ditanam pada permulaan musim hujan dengan jarak tanam 3 m x 1 m sampai 3 m x 3 m tergantung pada bonita tanah.

2.2 Konsep Rantai Nilai

Dokumen yang terkait

Kajian kelestarian produksi hasil hutan kayu jati (Tectona grandis L.f) KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

1 15 55

Model simulasi rasio kelestarian hutan produksi kelas perusahaan jati (Tecfona grandis l.f) di kesatuan pemangkuan hutan Sumedang perum perhutani unit III Jawa Barat dan Banten

0 35 81

Kajian Kelestarian Hasil Hutan Kayu Kelas Perusahaan Jati (Tectona grandis L.f.) KPH Saradan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 11 69

Model Simulasi Rasio Kelestarian Hutan Produksi Kelas Perusahaan Jati (Tectona grandis L.f) di Kesatuan Pemangkuan Hutan Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

0 12 81

Evaluasi Perubahan Kelas Hutan Produktif Tegakan Jati (Tectona grandis L.f.) (Kasus di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

5 55 75

Studi laju degradasi hutan jati (Tectona grandis) KPH Bojonegoro perum perhutani unit II Jawa Timur

0 10 100

Studi Pemanfaatan Citra IKONOS dalam Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 9 79

Penyusunan tabel volume lokal pohon dan sortimen jati (Tectona grandis L.f ) di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

2 14 117

Pendugaan Nilai Tegakan dan Analisis Nilai Tambah Jati (Tectona grandis L.f.) di KPH Pemalang Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah

1 6 33

. Penyusunan Tabel Volume Lokal Kayu Pertukangan Jenis Jati Plus Perhutani (Tectona Grandis L.F.) Di Kph Ngawi Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur

0 5 29