B B
A A
B B
I I
P P
E E
N N
D D
A A
H H
U U
L L
U U
A A
N N
1.1 Latar Belakang
Hutan bukan hanya sekumpulan pepohonan yang mampu menghasilkan kayu, tetapi lebih dari itu hutan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai
harganya, karena hutan sesungguhnya merupakan ekosistem penyangga kehidupan. Hutan tidak hanya menyangga kehidupan masyarakat setempat, tetapi juga bagi
seluruh bangsa Indonesia bahkan masyarakat internasional. Jika hutan dikelola dengan baik, niscaya akan membawa kebaikan bagi kehidupan masyarakat, namun
jika terjadi salah pengelolaan maka akan menjadi bencana bagi rakyat Indonesia, bahkan bagi generasi yang akan datang. Oleh karena itu, sudah sepantasnya apabila
konstitusi dan undang-undang yang berlaku mengamanatkan agar kekayaan alam, termasuk hutan dikuasai oleh negara, bukan saja karena fungsinya yang strategis,
namun lebih dari itu hutan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa. Sektor kehutanan menjadi jaring pengaman ekonomi ketika terjadi krisis
ekonomi yang parah. Sebagai contoh, selama krisis ekonomi tahun 1997-1998, sejumlah rumah tangga di sekitar hutan memperoleh penghasilan dari sumber daya
hutan dengan penyumbang terbesar dari kayu dan rotan. Hal ini berarti bahwa sektor kehutanan digunakan sebagai alternatif mata pencaharian ketika terjadinya kesulitan
ekonomi. Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama
pembangunan ekonomi nasional yang memberi dampak positif antara lain terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja, dan mendorong pengembangan
wilayah dan pertumbuhan ekonomi. Namun sejalan dengan berkembangnya peradaban, kondisi seperti ini sudah semakin sulit dijumpai di masa sekarang.
Kondisi yang justru menonjol dewasa ini adalah hutannya semakin rusak, sementara masyarakat di sekitarnya tidak sejahtera.
Peran sektor kehutanan dalam perekonomian nasional kini meredup seiring dengan makin kompleksnya permasalahan dan kejahatan kehutanan yang
menghancurkan sumber daya hutan. Sektor kehutanan saat ini menghadapi masalah yang sangat kompleks mulai dari kegiatan produksi penanaman dan pemeliharaan
sampai dengan pemasaran hasil hutannya dan seluruh kawasan hutan berada dalam tekanan. Permasalahan ini tidak hanya dari segi teknis saja tetapi juga menyangkut
berbagai aspek ekonomi, sosial dan budaya hingga kebijakan pemerintah. Terjadinya perubahan tatanan bangsa yang menyentuh ke seluruh elemen kehidupan
berbangsa dan bernegara mempunyai dampak yang sangat besar terhadap keberadaan hutan. Laju kerusakan hutan pada periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hatahun. Laju
kerusakan tersebut semakin parah dan tidak terkendali pada awal era reformasi 1997-2000 dengan laju degradasi sebesar 2,8 juta hatahun dengan aktivitas
penebangan liar, penyelundupan kayu, dan konversi kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain yang semakin merajalela tanpa mengindahkan kaidah-kaidah
pengelolaan hutan yang lestari. Kerusakan hutan berdampak langsung terhadap perkembangan pengusahaan
kayu jati, dimana perkembangan bisnis kayu jati merupakan salah satu aset negara yang berharga. Untuk mengembangkan pengusahaan kayu jati, informasi tentang
pasar komoditi kayu jati mempunyai peranan penting untuk menentukan harga jual kayu jati. Oleh karena itu, kelestarian hutan pun harus diperhatikan sebab dapat
mempengaruhi pasar. Masalah biaya produksi dalam pengusahaan kayu jati yang semakin meningkat
karena terbatasnya
bahan baku menjadi
salah satu penyebab sulit berkembangnya bisnis perkayuan. Untuk itu perlu adanya kajian tentang sistem pengusahaan dan
bisnis perkayuan di Indonesia yang menguntungkan tanpa merusak kelestarian hutan yang nantinya akan menurunkan harga pasaran kayu jati. Salah satu alternatifnya
adalah menelusuri mata rantai nilai pertambahan kayu jati mulai dari proses produksi kayu jati, pemasaran kayu jati hingga bisnis perkayuan jati.
1.2 Tujuan Penelitian