Pengaruh Biblioterapi Terhadap Kecemasan Anak yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan

(1)

Pengaruh Biblioterapi Terhadap Kecemasan Anak Usia Sekolah

yang di Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan

SKRIPSI

Oleh

Siti Aprahul Hanum 111101004

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

SKRIPSI

Oleh

Siti Aprahul Hanum 111101004

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Biblioterapi Terhadap Kecemasan Anak yang di Rawat Inap di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan“.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan. Namun, berkat adanya bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih ynag sebesar- besarnya kepada yang terhormat :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns., M.Kep selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Nur Asiah, S.Kep., Ns., M.Biomed selaku penguji 1 5. Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp., MARS selaku penguji 2

6. Para staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 7. Teristimewa kepada kedua orang tuaku, Ayahanda Alm. Abdul Malik


(6)

2011.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan , oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.

Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri semoga kita selalu dalam lindungan serta limpahan rahmat-Nya dengan kerendahan hati penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

Medan , Juli 2015


(7)

DAFTAR ISI

halaman

Halaman judul ... i

Lembar pernyataan orisinalitas ... ii

Halaman persetujuan ... iii

Kata pengantar ... iv

Daftar isi ... vi

Daftar tabel ... viii

Daftar skema ... ix

Abstrak ... x

Abstrack ... xi

Bab I Pendahuluan ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 5

3. Pertanyaan Penelitian ... 5

4. Tujuan Penelitian ... 5

5. Manfaat Penelitian ... 6

Bab II Tinjauan Pustaka ... 7

1. Biblioterapi ... 7

1.1 Defenisi ... 7

1.2 Tahapan Biblioterapi ... 7

2. Kecemasan ... 9

2.1 Defenisi ... 9

2.2 Tanda dan Gejala Kecemasan ... 9

2.3 Klasifikasi Tingkat Kecemasan ... 10

2.4 Faktor Predisposisi Kecemasan ... 11

2.5 Faktor Pencetus ... 12

2.6 Respon Terhadap Kecemasan ... 13

2.7 Kecemasan Anak Yang di Hospitalisasi ... 14

3. Anak usia sekolah ... 15

3.1 Defenisi anak usia sekolah ... 15

3.2 Tugas perkembangan anak usia sekolah ... 16

4. Hospitalisasi ... 20

4.1 Defenisi hospitalisasi ... 20

4.2 Stressor hospitalisasi ... 20

4.3 Reaksi anak usia sekolah ... 24

4.4 Dampak rawat inap ... 26

Bab III Kerangka konseptual ... 28

1. Kerangka penelitian ... 28

2. Defenisi operasional ... 29

3. Hipotesis penelitian ... 30

Bab IV Metodologi Penelitian ... 31

1. Desain penelitian ... 31

2. Populasi dan sampel penelitian ... 32


(8)

9. Analisis data ... 38

Bab V Hasil dan Pembahasan ... 40

1. Hasil Penelitian ... 40

1.1 Analisa Univariat ... 40

1.2 Analisa Bivariat ... 45

2. Pembahasan ... 46

2.1 Kecemasan responden sebelum diberikan terapi ... 46

2.2 Kecemasan responden setelah diberikan terapi ... 47

2.3 Perubahan kecemasan anak sebelum dan sesudah pemberian biblioterapi ... 47

3. Keterbatasan Penelitian ... 49

Bab VI Kesimpulan dan Saran ... 50

1. Kesimpulan ... 50

2. Saran ... 50

Daftar pustaka ... 52

Lampiran 1. Inform consent ... 54

Lampiran 2. Instrumen penelitian ... 56

Lampiran 3. Prosedur Penelitian ... 58

Lampiran 4. Surat Validitas ... 60

Lampiran 5. Surat Etik ... 61

Lampiran 6. Surat izin penelitian ... 62

Lampiran 7. Hasil Uji SPSS ... 69

Lampiran 8. Terjemahan Abstrak Asli ... 93

Lampiran 9. Lembar bukti bimbingan ... 94

Lampiran 10. Jadwal Penelitian ... 96


(9)

Daftar Tabel

Halaman Tabel 3.2 Defenisi operasional ... 29 Tabel 5.1 Frekuensi dan persentase demografi responden ... 41 Tabel 5.2 Frekuensi dan persentase hasil kuesioner kecemasan anak

sebelum pemberian blibioterapi ... 42 Tabel 5.3 Frekuensi dan persentase hasil kuesioner kecemasan anak

sesudah pemberian blibioterapi ... 43 Tabel 5.4 Frekuensi dan persentase responden berdasarkan kecemasan

anak sebelum diberikan biblioterapi ... 44 Tabel 5.5 Frekuensi dan persentase responden berdasarkan kecemasan

anak sesudah diberikan biblioterapi ... 45 Tabel 5.6 Pengaruh biblioterapi terhadap kecemasan anak ... 45


(10)

(11)

Judul : Pengaruh Biblioterapi Terhadap Kecemasan Anak Usia Sekolah yang di Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Nama Mahasiswa : Siti Aprahul Hanum

Nim : 111101004

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Rawat inap merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali. Perawatan anak selama di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya serta menimbulkan kecemasan. Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh biblioterapi terhadap kecemasan anak usia sekolah yang di rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian ini adalah

quasi eksperimen dengan pendekatan pre-post test design terdiri dari satu kelompok intervensi. Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling

dengan jumlah 32 anak. Analisis data menggunakan uji statistik wilcoxon. Hasil penelitian ini menunjukkan dari 32 anak terdapat 30 orang anak yang skor kecemasannya lebih kecil setelah intervensi dibandingkan sebelum intervensi dan terdapat 2 anak yang skor kecemasannya sama sebelum dan sesudah intervensi.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,001. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biblioterapi berpengaruh terhadap kecemasan anak usia sekolah yang dirawat inap. Maka dapat disarankan kepada perawat untuk menerapkan biblioterapi sebagai salah satu intervensi asuhan keperawatan khususnya anak usia sekolah sehingga akan mempercepat proses penyembuhan anak.


(12)

Department : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep) Academic Year : 2015

ABSTRACT

Inpatient is a process because of planning or emergency reason requires a child to be hospitalized, treating with therapy and treatment until coming out from the hospital. A child’s treatment in the hospital has caused him to be separated from his family he loves and from his social group which causes him to be apprehensive. He is now facing a new environtment which causes him to be uncomfortable and insecure, feeling depressed from losing something. The objective of the research was to identify the influence of bibliotherapy on school-aged children’s apprehensiveness in the Inpatient Wards of RSUD dr. Pirngadi Medan. The research was quasi experiment with pretest-posttest design, consisting of one intervention group. The samples were 32 children, taken by using purposive sampling technique. The data were analyzed by using Wilcoxon statistic test. The result of the research showed that 30 respondents had lower score in apprehensiveness after the intervention, and 2 respondents had the same score in apprehensiveness before and after the intervention. The result of the statistic test showed that p-value =0,001 which indicated that there was the influence of bibliotherapy on school-aged children’s apprehensiveness hospitalized in the bibliotherapy on school-aged children’s apprehensiveness hospitalized in the Inpatient Wards. It is recommended that nurses apply bibliotherapy as one of the interventions of health care, especially in school-aged children in order to expedite their recovery.


(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Biblioterapi Terhadap Kecemasan Anak yang di Rawat Inap di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan“.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan. Namun, berkat adanya bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih ynag sebesar- besarnya kepada yang terhormat :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns., M.Kep selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Nur Asiah, S.Kep., Ns., M.Biomed selaku penguji 1 5. Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp., MARS selaku penguji 2

6. Para staf pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 7. Teristimewa kepada kedua orang tuaku, Ayahanda Alm. Abdul Malik


(14)

2011.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan , oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.

Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri semoga kita selalu dalam lindungan serta limpahan rahmat-Nya dengan kerendahan hati penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

Medan , Juli 2015


(15)

DAFTAR ISI

halaman

Halaman judul ... i

Lembar pernyataan orisinalitas ... ii

Halaman persetujuan ... iii

Kata pengantar ... iv

Daftar isi ... vi

Daftar tabel ... viii

Daftar skema ... ix

Abstrak ... x

Abstrack ... xi

Bab I Pendahuluan ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 5

3. Pertanyaan Penelitian ... 5

4. Tujuan Penelitian ... 5

5. Manfaat Penelitian ... 6

Bab II Tinjauan Pustaka ... 7

1. Biblioterapi ... 7

1.1 Defenisi ... 7

1.2 Tahapan Biblioterapi ... 7

2. Kecemasan ... 9

2.1 Defenisi ... 9

2.2 Tanda dan Gejala Kecemasan ... 9

2.3 Klasifikasi Tingkat Kecemasan ... 10

2.4 Faktor Predisposisi Kecemasan ... 11

2.5 Faktor Pencetus ... 12

2.6 Respon Terhadap Kecemasan ... 13

2.7 Kecemasan Anak Yang di Hospitalisasi ... 14

3. Anak usia sekolah ... 15

3.1 Defenisi anak usia sekolah ... 15

3.2 Tugas perkembangan anak usia sekolah ... 16

4. Hospitalisasi ... 20

4.1 Defenisi hospitalisasi ... 20

4.2 Stressor hospitalisasi ... 20

4.3 Reaksi anak usia sekolah ... 24

4.4 Dampak rawat inap ... 26

Bab III Kerangka konseptual ... 28

1. Kerangka penelitian ... 28

2. Defenisi operasional ... 29

3. Hipotesis penelitian ... 30

Bab IV Metodologi Penelitian ... 31

1. Desain penelitian ... 31

2. Populasi dan sampel penelitian ... 32


(16)

9. Analisis data ... 38

Bab V Hasil dan Pembahasan ... 40

1. Hasil Penelitian ... 40

1.1 Analisa Univariat ... 40

1.2 Analisa Bivariat ... 45

2. Pembahasan ... 46

2.1 Kecemasan responden sebelum diberikan terapi ... 46

2.2 Kecemasan responden setelah diberikan terapi ... 47

2.3 Perubahan kecemasan anak sebelum dan sesudah pemberian biblioterapi ... 47

3. Keterbatasan Penelitian ... 49

Bab VI Kesimpulan dan Saran ... 50

1. Kesimpulan ... 50

2. Saran ... 50

Daftar pustaka ... 52

Lampiran 1. Inform consent ... 54

Lampiran 2. Instrumen penelitian ... 56

Lampiran 3. Prosedur Penelitian ... 58

Lampiran 4. Surat Validitas ... 60

Lampiran 5. Surat Etik ... 61

Lampiran 6. Surat izin penelitian ... 62

Lampiran 7. Hasil Uji SPSS ... 69

Lampiran 8. Terjemahan Abstrak Asli ... 93

Lampiran 9. Lembar bukti bimbingan ... 94

Lampiran 10. Jadwal Penelitian ... 96


(17)

Daftar Tabel

Halaman Tabel 3.2 Defenisi operasional ... 29 Tabel 5.1 Frekuensi dan persentase demografi responden ... 41 Tabel 5.2 Frekuensi dan persentase hasil kuesioner kecemasan anak

sebelum pemberian blibioterapi ... 42 Tabel 5.3 Frekuensi dan persentase hasil kuesioner kecemasan anak

sesudah pemberian blibioterapi ... 43 Tabel 5.4 Frekuensi dan persentase responden berdasarkan kecemasan

anak sebelum diberikan biblioterapi ... 44 Tabel 5.5 Frekuensi dan persentase responden berdasarkan kecemasan

anak sesudah diberikan biblioterapi ... 45 Tabel 5.6 Pengaruh biblioterapi terhadap kecemasan anak ... 45


(18)

(19)

Judul : Pengaruh Biblioterapi Terhadap Kecemasan Anak Usia Sekolah yang di Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Nama Mahasiswa : Siti Aprahul Hanum

Nim : 111101004

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2015

ABSTRAK

Rawat inap merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali. Perawatan anak selama di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya serta menimbulkan kecemasan. Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh biblioterapi terhadap kecemasan anak usia sekolah yang di rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian ini adalah

quasi eksperimen dengan pendekatan pre-post test design terdiri dari satu kelompok intervensi. Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling

dengan jumlah 32 anak. Analisis data menggunakan uji statistik wilcoxon. Hasil penelitian ini menunjukkan dari 32 anak terdapat 30 orang anak yang skor kecemasannya lebih kecil setelah intervensi dibandingkan sebelum intervensi dan terdapat 2 anak yang skor kecemasannya sama sebelum dan sesudah intervensi.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,001. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biblioterapi berpengaruh terhadap kecemasan anak usia sekolah yang dirawat inap. Maka dapat disarankan kepada perawat untuk menerapkan biblioterapi sebagai salah satu intervensi asuhan keperawatan khususnya anak usia sekolah sehingga akan mempercepat proses penyembuhan anak.


(20)

Department : S1 (Undergraduate) Nursing (S.Kep) Academic Year : 2015

ABSTRACT

Inpatient is a process because of planning or emergency reason requires a child to be hospitalized, treating with therapy and treatment until coming out from the hospital. A child’s treatment in the hospital has caused him to be separated from his family he loves and from his social group which causes him to be apprehensive. He is now facing a new environtment which causes him to be uncomfortable and insecure, feeling depressed from losing something. The objective of the research was to identify the influence of bibliotherapy on school-aged children’s apprehensiveness in the Inpatient Wards of RSUD dr. Pirngadi Medan. The research was quasi experiment with pretest-posttest design, consisting of one intervention group. The samples were 32 children, taken by using purposive sampling technique. The data were analyzed by using Wilcoxon statistic test. The result of the research showed that 30 respondents had lower score in apprehensiveness after the intervention, and 2 respondents had the same score in apprehensiveness before and after the intervention. The result of the statistic test showed that p-value =0,001 which indicated that there was the influence of bibliotherapy on school-aged children’s apprehensiveness hospitalized in the bibliotherapy on school-aged children’s apprehensiveness hospitalized in the Inpatient Wards. It is recommended that nurses apply bibliotherapy as one of the interventions of health care, especially in school-aged children in order to expedite their recovery.


(21)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Anak adalah tunas bangsa, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa. Oleh karena itu anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, serta perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak (Undang-Undang Perlindungan Anak, 2002).

Anak usia sekolah yaitu anak yang berusia 6 sampai 11 tahun atau 12 tahun. Pada periode ini, anak mempunyai lingkungan lain selain keluarga. Anak banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial, belajar tentang nilai moral dan budaya dari lingkungan selain keluarganya (Wong, 2007). Pada masa pertengahan ini di letakkan landasan untuk peran individu dewasa dalam pekerjaan, rekreasi, dan interaksi sosial. Identitas dan konsep diri menjadi semakin kuat dan lebih terindividualisasi (Potter & Perrry, 2009).

Pada anak usia sekolah didapati banyak masalah kesehatan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Masalah kesehatan tersebut meliputi gangguan kesehatan umum, gangguan perkembangan, gangguan perilaku, dan gangguan belajar (Judarwanto, 2005). Menurut Wong (2007) populasi anak yang di rawat di rumah sakit mengalami peningkatan yang dramatis. Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012 penduduk indonesia yang mempunyai keluhan kesehatan sebanyak 28,02 % dari keseluruhan jumlah penduduk. Sedangkan jumlah pasien yang di rawat inap sebanyak 789,853 orang


(22)

untuk provinsi Sumatera Utara. Semua rentang usia dapat terkena penyakit dan di rawat di rumah sakit. Aidar (2011) mengatakan, rata-rata anak mendapat perawatan selama enam hari. Selain membutuhkan perawatan yang spesial dibandingkan pasien lain, anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan karakteristik tersendiri karena anak-anak bukanlah miniatur dari orang dewasa atau dewasa kecil. Dan waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 20-45% lebih banyak daripada waktu untuk merawat orang dewasa.

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi (rawat inap) pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkatan usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun keluarga yang mendampingi selama perawatan (Nursalam dkk, 2005).

Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah. Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Perawatan anak selama di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan (Supartini, 2004)


(23)

3

Kecemasan merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi atau menyertai kondisi situasi kehidupan dan berbagai gangguan kesehatan (Dalami dkk, 2009). Reaksi tersebut dapat mengganggu kenyamanan anak selama di rawat di rumah sakit dan menimbulkan koping yang tidak efektif pada anak.

Aktivitas perawat anak untuk menurunkan kecemasan selama hospitalisasi pada anak usia sekolah di rumah sakit di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini terjadi karena adanya kendala pembiayaan sarana dan prasarana dan keterbatasan staf. Sementara fakta di lapangan menunjukkan anak mengalami kecemasan selama hospitalisasi. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aidar (2011) dengan tujuan untuk mengidentifikasi hubungan peran keluarga dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 tahun) yang mengalami hospitalisasi di Ruang III Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, dengan desain deskriptif korelatif diperoleh hasil dari 36 anak yang di rawat inap sebanyak 61,6 % anak mengalami kecemasan sedang, 33,3 % anak mengalami kecemasan ringan dan 5,6 % anak mengalami kecemasan berat.

Pemberi pelayanan kesehatan harus memberikan pelayanan yang komprehensif dalam memenuhi kebutuhan untuk menunjang proses penyembuhannya. Jadi diperlukan intervensi untuk mengatasi kecemasan anak agar anak dapat mengespresikan kecemasannya. Salah satu intervensi yang bisa di lakukan yaitu dengan biblioterapi.


(24)

Menurut Wong (2007), biblioterapi adalah tehnik komunikasi yang kreatif dengan anak. Dimana buku digunakan dalam proses terapeutik dan supportif. Dengan biblioterapi pemberi layanan kesehatan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi suatu kejadian yang hampir sama dengan kejadian yang mereka alami dengan versi berbeda agar anak tidak terlalu terfokus terhadap kejadian tersebut dan agar anak tetap berada dalam kontrol.

Anak usia sekolah sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang dewasa. Perbendaharaan kata sudah mulai banyak dikuasai dan anak sudah mampu berpikir secara konkret (Supartini, 2004). Apabila kecemasan anak selama hospitalisasi dapat teratasi diharapkan anak dapat kooperatif dalam setiap prosedur tindakan dan akan menunjang proses penyembuhan anak.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Apriliawati (2011) dengan tujuan mengidentifikasi pengaruh biblioterapi terhadap tingkat kecemasan anak yang menjalani hospitalisasi, dengan desain penelitian nonequivalent control group pre test-post test design diperoleh hasil terdapat pengaruh biblioterapi terhadap penurunan tingkat kecemasan anak usia sekolah yang menjalani hospitalisasi dimana setiap anak yang mendapatkan biblioterapi maka tingkat kecemasannya akan menurun 6,005 setelah dikontrol oleh variabel tingkat kecemasan sebelum intervensi, usia anak dan pengalaman dirawat sebelumnya. Dan tidak terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, lama rawat, frekuensi membaca, pengalaman dirawat dengan tingkat kecemasan anak sekolah yang menjalani hospitalisasi.


(25)

5

Berdasarakan latar belakang diatas, penelitian mengenai biblioterapi belum pernah dilakukan di Rumah Sakit di Sumatera Utara. Maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian ini agar diperoleh hasil yang lebih akurat dan nyata tentang pengaruh biblioterapi dalam menurunkan kecemasan anak usia sekolah tersebut selama anak di rawat inap di rumah sakit.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disimpulkan rumusan masalah pada penelitian ini adalah adakah pengaruh biblioterapi terhadap kecemasan anak usia sekolah yang di rawat inap di RSUD Pirngadi Medan. 3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana pengaruh biblioterapi terhadap kecemasan anak usia sekolah yang di rawat inap di RSUD DR. Pirngadi?

4. Tujuan Penelitian 4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh biblioterapi terhadap kecemasan anak usia sekolah yang di rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan. 4.2 Tujuan Khusus

4.2.1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik anak usia sekolah yang dirawat inap (usia, jenis kelamin, lama di rawat dan pengalaman di rawat inap). 4.2.2. Untuk mengidentifikasi kecemasan pada anak usia sekolah yang dirawat

inap sebelum dilakukan biblioterapi.

4.2.3. Untuk mengidentifikasi kecemasan pada anak usia sekolah yang dirawat inap sesudah dilakukan biblioterapi.


(26)

4.2.4. Untuk membandingkan kecemasan pada anak sebelum dan sesudah diberikan terapi biblioterapi pada anak yang dirawat inap.

5. Manfaat penelitian

5.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mensosialisasikan kepada mahasiswa mengenai pengaruh biblioterapi terhadap kecemasan anak usia sekolah yang dirawat inap. Karena secara teori sudah banyak dibuat dibeberapa literatur keperawatan anak.

5.2 Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai informasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak bahwa pemberian biblioterapi dapat menurunkan kecemasan anak akibat rawat inap di rumah sakit dan memberikan pengetahuan bahwa biblioterapi perlu di laksanakan untuk mendukung proses penyembuhan. 5.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan dan bahan masukan yang berguna bagi pengembangan penelitian keperawatan berikutnya terutama yang berhubungan dengan pengaruh biblioterapi terhadap kecemasan anak usia sekolah akibat rawat inap di rumah sakit.


(27)

BAB II TINJAUAN TEORI 1. Biblioterapi

1.1 Defenisi

Biblioterapi merupakan tehnik komunikasi yang kreatif dengan anak. Biblioterapi juga diartikan menggunakan buku dalam proses terapeutik dan suportif. Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi suatu kejadian yang hampir sama dengan kejadian yang mereka alami dengan versi berbeda agar anak tidak terlalu terfokus terhadap kejadian tersebut dan agar anak tetap berada dalam kontrol (Wong, 2008). Biblioterapi merupakan penggunaan buku atau literatur untuk meningkatkan ekspresi perasaan, koping, pemecahan masalah atau wawasan (Bulecheck et all, 2013).

1.2 Tahapan biblioterapi

Biblioterapi terdiri dari tiga tahapan, yaitu identifikasi, katarsis dan wawasan mendalam (insight) (Suparyo, 2010) : (1) Identifikasi, anak mengidentifikasi dirinya dengan karakter dan peristiwa yang ada pada buku, baik yang bersifat nyata ataupun fiktif. Bila bahan bacaan yang disarankan tepat, maka klien akan mendapatkan karakter yang mirip atau mengalami peristiwa yang sama dengan dirinya. Digunakan buku yang sesuai dengan tahapan perkembangan usia anak dan mirip dengan situasi yang dialami anak; (2) Katarsis, anak menjadi terlibat secara emosional dalam kisah dan menyalurkan emosi yang terpendam dalam dirinya (melalui diskusi atau karya seni). Selain diikuti dengan diskusi memungkinkan bagi anak yang sulit mengungkapkan perasaannya secara verbal


(28)

menggunakan cara lain yaitu tulisan, mewarnai, menggambar, drama dengan menggunakan boneka atau bermain peran; (3) Wawasan mendalam (insight), anak menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi bisa diselesaikan. Permasalahan anak mungkin saja ditemukan dalam karakter tokoh dalam buku sehingga dalam menyelesaikan masalah dengan mempertimbangkan langkah-langkah yang ada dalam cerita.

Menurut Wong (2008) petunjuk umum untuk menggunakan biblioterapi adalah : (1) Kaji perkembangan emosional dan kognitif perkembangan anak guna mengkaji kesiapan anak untuk memahami pesan dari buku tersebut, (2) Kenalilah isi buku (pesan atau tujuan yang terkandung) dan untuk usia berapa buku itu ditulis, (3) Bacakan buku tersebut pada anak jika anak tidak mampu membaca, (4) Eksplorasi makna buku itu bersama anak dengan cara meminta anak untuk: menceritakan kembali isi cerita, membaca bagian khusus dengan perawat atau orang tua, membuat gambar yang berhubungan dengan cerita dan mendiskusikan gambar tersebut, bicarakan karakter-karakternya, dan rangkum pesan moral atau makna dari cerita tersebut.

Menurut Suparyo (2010), aplikasi biblioterapi dilakukan dengan cara : (1) Mengidentifikasi kebutuhan anak. Dilakukan melalui pengamatan, berbicara dengan orang tua, penugasan untuk menulis dan pandangan dari sekolah atau fasilitas-fasilitas yang berisi rekam hidup anak, (2) Menyesuaikan anak dengan bahan bacaan yang tepat, (3) Memutuskan susunan waktu, sesi, serta bagaimana sesi diperkenalkan pada anak, (4) Merancang aktivitas tindak lanjut setelah membaca seperti diskusi, menulis, menggambar atau drama, (5) Memotivasi anak


(29)

9

dengan aktivitas pengenalan seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan pokok dan mulai berdiskusi tentang bacaan. Secara berkala, simpulkan yang terjadi secara mendetail, (6) Memberi jeda waktu beberapa menit agar anak bisa merefleksikan bacaannya, (7) Mendampingi anak mengakhiri terapi melalui diskusi dan menyusun daftar jalan keluar yang mungkin atau aktivitas lainnya. 2. Kecemasan

2.1 Defenisi

Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik (Stuart,2005). Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak di dukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan di timpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Ansietas merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu (Videbeck,2008).

2.2 Tanda dan Gejala Kecemasan

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan, seperti : (1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung; (2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut; (3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, (4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan; (5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat; (6) Keluhan-keluahn somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran


(30)

berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya (Hawari, 2001).

2.3 Klasifikasi Tingkat kecemasan

Menurut Videbeck (2008), ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Ansietas dapat dilihat dalam rentang ringan, sedang, berat sampai panik. Setiap tingkat menyebabkan perubahan fisiologis dan emosional.

Menurut Stuart (2006), ada empat tingkat kecemasan yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

1. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari hari, ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

2. Kecemasan sedang memungkinkan individu berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.

3. Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain. semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.


(31)

11

4. Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Jika tingkat ansietas ini berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.

2.4 Faktor predisposisi kecemasan

Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas, yaitu: 1. Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi

antara dua elemen kepribadian: id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami ansietas yang berat.

3. Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang


(32)

diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan yang dipelajari sebagai suatu keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya.

4. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam keluarga.

5. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan neurolegulator inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA), yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas. Kesehatan umum individu dan riwayat ansietas pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stresor.

2.5 Faktor pencetus

Stuart (2006) menyatakan faktor kecemasan dapat berasal dari sumber eksternal dan internal. Faktor pencetus dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu : (1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologik yang akan terjadi atau penurunan kemapuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari, (2) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.


(33)

13

2.6 Respon terhadap kecemasan

Menurut Stuart (2006), respon terhadap kecemasan meliputi :

1. Respon fisiologis, terlihat pada perubahan sistem tubuh, seperti pada kardiovaskuler terjadi palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat atau menurun, rasa ingin pingsan, pingsan dan denyut nadi menurun. Pada pernafasan terjadi napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik dan terengah-engah. Pada neuromuskular terjadi refleks meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan umum, tungkai lemah dan gerakan yang janggal. Pada gastrointestinal terjadi kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati, dan diare. Pada saluran perkemihan terjadi, tidak dapat menahan kencing atau sering berkemih. Pada kulit terjadi wajah tampak kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat dan berkeringat seluruh tubuh.

2. Respon perilaku, meliputi gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah. Menghindar, hiperventilasi, sangat waspada.

3. Respon kognitif, meliputi perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, lapang persepsi menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri,


(34)

kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian, kilas balik dan mimpi buruk.

4. Respon afektif, meliputi mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah dan malu.

2.7 Kecemasan anak yang di hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berncana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut sangat individual dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimiliki (Supartini, 2004). Pada anak-anak stressor yang dihadapi ketika dirawat di rumah sakit adalah lingkungan yang baru dan asing, pengalaman yang menyakitkan dengan petugas, menghadapi prosedur tindakan keperawatan, prosedur diagnostik, prosedur terapi, berpisah dengan mainan, teman bermain dan berpisah dengan orang tua dalam arti sementara (Rasmun, 2004). Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong dalam Supartini, 2004). Perawatan anak usia sekolah di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Adanya pembatasan aktivitas membuat anak kehilangan kontrol. Hal ini berdampak pada perubahan peran dalam


(35)

15

keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermainatau pergaulan sosial, perasaan takut mati dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak sudah mampu mengkomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakuanya terhadap nyeri, yaitu dengan menggigit bibir atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat (Supartini, 2004).

3. Anak usia sekolah

3.1 Defenisi Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah adalah anak yang berumur 6 sampai 12 tahun yang masih duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan perkembangan sesuai usainya (Wong, 2008).

Pertumbuhan lebih cepat di bandingkan dengan masa prasekolah, keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain berkelompok dengan jenis kelamin yang sama (Narendra dkk, 2008). Periode usia pertengahan atau usia sekolah, dimulai dari masuknya anak ke lingkungan sekolah yang memiliki dampak signifikan dalam perkembangan dan hubungan anak dengan orang lain. Anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanak-kanak, dan menggabungkan diri ke dalam kelompok sebaya yang merupakan hubungan dekat pertama di luar kelompok keluarga. Periode masa kanak-kanak pertengahan, antara pertumbuhan yang cepat di masa kanak-kanak awal dan ledakan pertumbuhan di masa prapubertas, adalah saat pertumbuhan dan


(36)

perkembangan terjadi secara bertahap dengan peningkatan yang lebih besar pada aspek fisik dan emosional (Wong, 2008).

3.2 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah 3.2.1 Perkembangan Biologis

Selama masa kanak-kanak pertengahan, pertumbuhan tinggi dan berat badan terjadi lebih lambat tetapi pasti jika dibandingkan dengan masa sebelumnya. Anak usia sekolah akan mengalami pertumbuhan sekitar 5 cm pertahun unutk mencapai tinggi badan 30-60 cm dan berat badannya akan bertambah hampir dua kali lipat, bertambah 2-3 kg pertahun. Tinggi rata-rata anak usia 6 tahun adalah sekitar 116 cm dan berat badanya sekitar 21 kg, tinggi rata-rata anak usia 12 tahun adalah sekitar 150 cm dan berat badannya mendekati 40 kg (Wong, 2008).

Perubahan dalam proporsi adalah salah satu diantara perubahan fisik yang paling dikemukakan dalam masa kanak-kanak tengah dan akhir (Santrock, 2007). Pertumbuhan lebih cepat di bandingkan dengan masa prasekolah, keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain berkelompok dengan jenis kelamin yang sama (Narendra dkk, 2008).

3.2.2. Perkembangan Psikoseksual

Masa kanak-kanak pertengahan adalah periode perkembangan psikoseksual yang dideskripsikan oleh Freud sebagai periode laten, yaitu waktu tenang antara fase odipus pada masa kanak-kanak awal dan erotisme masa remaja. Selama waktu ini, anak-anak membina hubungna dengan teman sebaya sesama jenis setelah pengabdian pada tahun-tahun sebelumnya dan didahului ketertarikan pada lawan jenis yang menyertai pubertas (Wong, 2008). Tahap laten terjadi


(37)

17

antara sekitar usia 6 tahun hingga masa puber. Selama periode ini anak menekan seluruh minat seksual dan mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual. Aktivitas ini mengarahkan anak ke dalam bidang yang aman secara emosional dan membantu anak melupakan konflik tahap phallic yang sangat menekan (Santrock, 2007).

3.2.3. Perkembangan Kognitif

Tahap operasional konkret yang berlangsung mulai dari sekitar 7 hingga 11 tahun, merupakan tahap perkembangan kognitif menurut J.Piaget. Anak sekarang dapat menalar secara logis mengenai kejadian konkret dan menggolongkan benda ke dalam kelompok yang berbeda-beda (Santrock, 2007). Pada tahap operasional konkret anak mampu menggunakan proses berpikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan. Selama tahap ini anak mengembangkan pemahaman mengenai hubungan antara sesuatu hal dengan ide. Anak mengalami kemajuan dari membuat penilaian berdasarkan apa yang mereka lihat (pemikiran perseptual) membuat penilaian berdasakan alasan mereka (pemikiran konseptual) (Wong, 2008).

3.2.4. Perkembangan Moral

Perkembangan moral menurut Kohlberg anak usia sekolah bergerak melalui tahap perkembangan kesadaran diri dan standar moral. Walaupun anak usia 6 sampai 7 tahun mengetahui peraturan dan perilaku yang diharapkan dari mereka, mereka tidak memahami alasannya. Penguatan dan hukuman mengarahkan penilaian mereka. Anak usia 6 sampai 7 tahun kemungkinan menginterpretasikan kecelakaan dan ketidakberuntungan sebagai hukuman


(38)

kesalahan atau akibat tindakan buruk yang dilakukan anak. Anak usia sekolah yang lebih besar lebih mampu menilai suatu tindakan berdasarkan niat dibandingkan akibat yang dihasilkannya. Mereka mampu memahami dan menerima konsep memperlakukan orang lain seperti bagaimana mereka ingin diperlakukan (Wong, 2008).

3.2.5. Perkembangan Spiritual

Anak-anak pada usia ini berpikir dalam batasan yang sangat konkret tetapi merupakan pelajar yang sangat baik dan memiliki kemauan besar untuk mempelajari Tuhan. Mereka sangat tertarik dengan konsep neraka dan surga dan dengan perkembangan kesadaran diri dan perhatian terhadap peraturan, anak takut akan masuk neraka karena kesalahan dalam berperilaku. Mereka merasa nyaman dengan berdoa atau melakukan ritual agama lainnya, dan jika aktifitas ini merupakan bagian sehari-hari anak, hal ini dapat membantu anak melakukan koping dalam menghadapi situasi yang mengancam. Permohonan anak kepada Tuhannya dalam beribadah cenderung untuk mendapat balasan nyata (Wong, 2008).

3.2.6. Perkembangan Sosial

Salah satu agen sosialisasi terpenting dalam kehidupan anak usia sekolah adalah kelompok teman sebaya. Anak usia sekolah senang dengan perbedaan sudut pandang, menjadi senditif terhadap norma sosial, dan membentuk hubungan dengan teman sebaya merupakan hal penting dalam perkembangan sosial selama masa sekolah. Anak-anak juga memerlukan orang tuanya sebagai orang dewasa, bukan sebagai teman. Anak-anak memerlukan tempat yang stabil dan aman yang


(39)

19

disediakan oleh orang dewasa yang telah matang, sebagai tempat anak dapat berpaling selama ada masalah dalam hubungan dengan teman sebaya (Wong, 2008).

Setiap kesuksesan kecil akan meningkatkan citra diri anak. Konsep diri yang positif membuat anak merasa senang, berharga dan mampu memberikan kontribusi dengan baik. Perasaan seperti itu menyebabkan penghargaan diri, kepercayaan diri dan perasaan bahagia secara umum. Anak usia sekolah memiliki persepsi yang cukup akurat dan positif tentang keadaan fisik diri mereka sendiri, tetapi umumnya mereka kurang menyukai keadaan fisiknya seiring dengan pertambahan usia. Citra tubuh dipengaruhi oleh orang lain yang penting bagi anak. Merupakan hal penting bahwa anak mengetahui fungsi tubuhnya dan orang dewasa mengoreksi pemahaman anak yang salah tentang tubuhnya (Wong, 2008). 3.2.7. Perkembangan Psikososial

Pengembangan rasa industri adalah tahap perkembangan Erikson yang keempat, terjadi disekitar tahun sekolah dasar. Inisiatif anak membawa mereka berhubungan dengan banyak pengalaman baru. Mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual (Santrock, 2007). Anak-anak usia sekolah ingin sekali mengembangkan keterampilan dan berpartisipasi dalam pekerjaan yang berarti dan berguna bagi sosial. Meluasnya ketertarikan anak pada tahun-tahun pertengahan, dan dengan tumbuhnya rasa kemandirian, anak ingin terlibat tugas yang dapat dilakukan sampai selesai. Anak usia sekolah tidak dipersiapkan untuk memikul tanggung jawab yang terkait


(40)

dengan perkembangan rasa pencapaian, perasaan kurang berharga dapat timbul dari anak itu sendiri dan dari lingkungan sosialnya (Wong, 2008).

4. Hospitalisasi

4.1 Defenisi Hospitalisasi

Hospitalisasi adalah suatu proses karena suatu alasan yang terencana atau darurat, yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit. Menjalani terapi dan perawatan sampai akhirnya akan dipulangkan kembali ke rumah (Wong, 2008).

4.2 Stressor hospitalisasi

Menurut Wong (2008), stressor anak usia sekolah terhadap hospitalisasi berupa cemas akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri. 4.2.1 Cemas akibat perpisahan

Meskipun secara umum anak usia sekolah lebih mampu melakukan koping terhadap perpisahan, stres dan seringkali disertai regresi akibat penyakit atau hospitalisasi dapat meningkatkan kebutuhan mereka akan keamanan dan bimbingan orangtua. Hal ini terutama terjadi pada anak usia sekolah yang masih kecil. Anak-anak usia sekolah pertengahan dan akhir dapat lebih bereaksi terhadap perpisahan dengan aktifitas mereka yang biasa dan teman sebaya daripada ketidakhadiran orangtua. Kesepian, bosan, isolasi dan depresi umum terjadi. Reaksi-reaksi semacam itu terjadi lebih sebagai akibat dari perpisahan daripada akibat dari kekhawatiran terhadap penyakit, pengobatan atau lingkungan rumah sakit.


(41)

21

Karena tujuan memperoleh kemandirian merupakan hal yang sangat penting bagi mereka, maka mereka enggan untuk meminta bantuan langsung guna mengatasi rasa takut karena mereka akan tampak lemah. Anak laki-laki cenderung bereaksi terhadap stres dengan stiokisme, menarik diri, atau penerimaan pasif. Seringkali kebutuhan untuk mengekspresikan sikap bermusuhan, marah, atau perasaan negatif lainnya muncul dengan cara yang lain, seperti iritabilitas dan agresi terhadap orangtua, menarik diri dari petugas rumah sakit, tidak mampu berhubungan dengan teman sebaya, menolak sibling atau masalah perilaku disekolah.

4.2.2 Kehilangan kendali

Kurangnya kendali akan meningkatkan persepsi ancaman dan dapat mempengaruhi keterampilan koping anak-anak. karena mereka berusaha keras memperoleh kemandirian dan produktivitas, anak usia sekolah biasanya rentan terhadap kejadian-kejadian yang dapat mengurangi rasa kendali dan kekuatan mereka. Secara khusus, perubahan peran keluarga, ketidakmampua fisik, takut terhadap kematian, penelantaran atau cedera permanen, kehilangan penerimaan kelompok sebaya,kurangnya produktifitas, dan ketidakmampuan untuk menghadapi stres sesuai harapan budaya yang ada dapat menyebabkan kehilangan kendali.

Bagi anak usia sekolah, aktivitas ketergantungan seperti tirah baring yang dipaksakan, penggunaan pispot, ketidakmampuan memilih menu, kurangnya privasi, bantuan mandi di tempat tidur, atau berpindah dengan kursi roda atau brankar dapat menjadi ancaman langsung bagi rasa aman mereka. Selain


(42)

lingkungan rumah sakit penyakit juga bisa menyebabkan kehilangan kendali. Salah satu masalah yang paling signifikan dari anak-anak dalam kelompok usia ini berpusat pada kebosanan. Jika keterbatasan fisik atau yang dipaksakan menghalangi kemampuan mereka untuk merawat diri sendiri atau untuk terlibat dalam aktivitas yang di sukainya, anak-anak usia sekolah biasanya berespon dengan depresi, bermusuhan, atau frustasi. Penekanan area kendali dan pemanfaatan aktivitas tenang, terutama hobi dapat meningkatkan penyesuaian mereka terhadap pembatasan fisik.

4.2.3 Cedera tubuh dan nyeri

Ketakutan mendasar terhadap sifat fisik dari penyakit muncul pada saat ini. Anak perempuan cenderung mengekspresikan ketakutan yang lebih banyak dan lebih kuat dibandingkan dengan anak laki-laki, dan hospitalisasi sebelumnya tidak berdampak pada frekuensi atau intensitas ketakutan tersebut. Anak usia sekolah waspada terhadap pentingnya berbagai penyakit yang berbeda, pentingnya anggota tubuh tertentu, kemungkinan bahaya pengobatan, konsekuensi seumur hidup akibat cedera permanen atau kehilangan fungsi tubuh, dan makna kematian. Anak biasanya sangat berminat secara aktif terhadap kesehatan atau penyakit mereka. Pencarian informasi cenderung menjadi salah satu cara koping atau mempertahankan rasa kendali walau stres dan kondisinya yang tidak pasti.

Anak usia sekolah mulai menunjukkan kekhawatiran terhadap kemungkinan efek menguntungkan atau merugikan suatu prosedur. Anak usia sekolah ingin tahu untuk apa prosedur itu, bagaimana prosedur tersebut dapat membuat anak lebih baik, dan cedera atau bahaya apa yang dapat terjadi. Anak usia sekolah merasa


(43)

23

takut terhadap apa yang akan terjadi pada saat mereka tidur, apakah mereka akan bangun kembali, dan apakah mereka akan mati. Anak praremaja juga merasa khawatir tentang prosedur itu sendiri, terutama jika prosedur tersebut dapat menyebabkan perubahan tampilan tubuh yang dapat dilihat. Kekhawatiran terhadap privasi lebih nyata dan signifikan.

Anak usia 9 atau 10 tahun secara umum telah mempelajari metode koping untuk menghadapi rasa tidak nyaman, seperti berpegangan yang erat, mengepalkan tangan atau mengatupkan gigi, atau mencoba bertindak berani dengan meringis. Jika anak menunjukkan tanda-tanda resisrensi yang terbuka, seperti menggigit, menendang, menarik, mencoba melarikan diri, menagis atau tawar menawar, mereka akan menyangkal reaksi tersebut kemudian, terutama dihadapan teman-teman sebayanya karena takut malu.

Anak usia sekolah mengkomunikasikan nyeri yang mereka alami berkaitan dengan letak, intensitas, dan deskripsinya. Anak usia sekolah juga menggunakan kata-kata untuk mengendalikan reaksi mereka terhadap nyeri. Sebagian besar menghargai penjelasan mengenai prosedur yang akan diberikan dan tampak tidak begitu takut jika mereka mengetahui apa yang akan terjadi. Sebaliknya, anak yang lain berusaha untuk mendapatkan kendali dengan berupaya menunda kejadian tersebut.

Anak usia sekolah akan jarang memulai percakapan tentang perasaan mereka atau meminta seseorang untuk menemani mereka disaat periode kesendirian atau stres. penampilan ketenangan dan penerimaan mereka yang terlihat serinng kali menyamarkan kebutuhan mereka terhadap dukungan.


(44)

4.3 Reaksi Anak Usia Sekolah

Wong (2008) mengatakan reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : perkembangan anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembanagn anak. Berkaitan dengan umur anak, semakin muda anak maka akan semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri mereka tentang pengalaman dirumah sakit; pengalaman rawat inap dirumah sakit sebelumnya, apabila anak pernah mengalami yang tidak menyenangkan saat dirawat inap akan menyebabkan anak takut dan trauma, dan sebaliknya apabila saat dirawat inap anak mendapatkan perawatan yang baik dan menyenangkan maka anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter, dukungan keluarga: anak akan mencari dukungan dari orangtua, saudara kandungnya untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya; dan perkembangan koping dalam menangani stresor pada anak baik dalam menerima keadaan bahwa anak harus dirawat inap, maka akan lebih kooperatif anak tersebut dalam menjalani perawatan di rumah sakit.

Anak menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri (Supartini, 2004).

Proses perawatan yang seringkali butuh waktu lama akhirnya menjadikan anak berusaha mengembangkan perilaku atau strategi dalam menghadapi penyakit


(45)

25

yang dideritanya. Perilaku ini menjadi salah satu cara yang dikembangkan anak untuk beradaptasi terhadap penyakitnya. Menurut Aidar (2011), beberapa perilaku itu antara lain :

1. Penolakan (avoidance)

Perilaku dimana anak berusaha menghindar dari situasi yang membuatnya tertekan. Anak berusaha menolak treatment yang diberikan, seperti tidak mau disuntik, tidak mau dipasang infus, menolak minum obat, bersikap tidak kooperatif kepada petugas medis.

2. Mengalihkan perhatian

Anak berusaha mengalihkan perhatian dari pikiran atau sumber yang membuatnya tertekan. Perilaku yang dilakukan anak misalnya membaca buku cerita saat di rumah sakit, menonton televisi (TV) saat dipasang infus, atau bermain mainan yang disukai.

3. Berupaya aktif (active)

Anak berusaha mencari jalan keluar dengan melakukan sesuatu secara aktif. Perilaku yang sering dilakukan misalnya menanyakan tentang kondisi sakitnya kepada tenaga medis atau orang tuanya, bersikap kooperatif terhadap petugas medis, minum obat teratur, beristirahat sesuai dengan peraturan yang diberikan. 4. Mencari dukungan (support seeking)

Anak mencari dukungan dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta dukungan kepada orang yang dekat dengannya, misalnya dengan permintaan anak untuk ditunggui


(46)

selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment padanya, dan minta dipeluk atau dielus saat merasa kesakitan.

4.4 Dampak Rawat Inap

Anak usia sekolah mendefenisikan penyakit sebagai serangkaian gejala nyata dan banyak. Pemahaman pada kelompok usia yang lebih muda, penyakit terjadi akibat kontak fisik atau karena anak tersebut terlibat dalam tindakan yang membahayakan dan menjadi terkontaminasi. Akibatnya perasaan menyalahkan diri sendiri dan rasa bersalah dapat berkaitan dengan alasan menjadi sakit (Wong, 2008).

Perawatan dirumah sakit merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, kecemasan, bagi anak. Dampak rawat inap yang dialami bagi anak dan orangtua akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Efek dan jumlah stres tergantung pada persepsi anak dan orangtua terhadap diagnosa penyakit dan pengobatan (Wong, 2008).

Dampak negatif yang paling sering terjadi karena hospitalisasi adalah kecemasan. Pada anak usia 6 sampai 10 tahun, kecemasan akan lebih mudah terlihat. Kecemasan dapat membuat anak terganggu dan teralihkan tanpa adanya penyebab tertentu. Sampai beberapa tahun terakhir, para pakar psikologi biasanya menghubungkan reaksi negatif pada hospitalisasi sepenuhnya dengan kecemasan karena perpisahan (Taylor, 2009).

Anak sering menganggap sakit adalah hukuman untuk perilaku buruk, hal ini terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan koping. Anak juga mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa


(47)

27

bermain dengan teman sebayanya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga mereka harus ke rumah sakit dan harus mengalami rawat inap. Reaksi anak tentang hukuman yang harus diterimanya dapat bersifat tidak kooperatif, menyebabkan anak menjadi marah. Sehingga anak kehilangan kontrol sehubungan terganggunya fungsi motorik yang mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak, sehingga tugas perkembangan yang sudah dicapai akan terhambat (Wong, 2008).


(48)

Kerangka konseptual penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoadmodjo, 2010). Kerangka konseptual dalam penelitian ini menggambarkan bahwa variabel dependen yaitu kecemasan anak usia sekolah yang dirawat inap dipengaruhi oleh variabel independen yaitu biblioterapi.

Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Dependen

Variabel Independen

Skema 1 : Kerangka konsep penelitian.

Keterangan : Variabel yang diteliti

Hubungan

Anak usia sekolah yang di rawat inap

Kecemasan anak : - Tidak Cemas - Ringan - Sedang - Berat Tindakan


(49)

29

2. Defenisi Operasional

Tabel 3.2 Defenisi Operasional Variabel Penelitian Variabel

Penelitian

Defenisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Biblioterapi Tehnik komunikasi

pada anak usia sekolah 6-12 tahun dengan media buku bergambar untuk membantu anak mengungkapkan kecemasan serta mengurangi

kecemasan anak yang di rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi. Anak diberikan buku yang sebelumnya sudah dipilih untuk dibaca kemudian dilanjutkan dengan

diskusi yang

dilakukan 2 sesi pertemuan, masing-masing sesi pertemuan selama 25 menit.

- - - -

Kecemasan anak

Kecemasan yang dialami anak usia sekolah 6-12 tahun yang menjalani rawat inap di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi.

Kuesioner yang terdiri

dari 20

pernyataan.

Wawancara 1. Bila skor jawaban responden terhadap kuesioner kecemasan yang diberikan antara 20-34 maka tidak ada cemas, 2. Bila skor jawaban responden terhadap kecemasan yang Ordinal


(50)

diberikan antara 35-49 maka cemas ringan

3. Bila skor jawaban responden terhadap kecemasan yang diberikan antara 50-65 maka cemas sedang 4. Bila skor jawaban responden terhadap kecemasan yang diberikan antara 66-80 maka cemas berat.

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesa penelitian ini adalah hipotesa alternatif, yaitu ada pengaruh biblioterapi terhadap kecemasan anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.


(51)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen dengan pendekatan pre-post test design. Penelitian ini menggunakan satu kelompok subjek dimana kelompok tersebut diobservasi sebelum dilakukan intervensi kemudian diobservasi lagi sesudah intervensi.

Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut Pre Test Perlakuan Post Test

01 x 02

Keterangan :

01 = Pengukuran kecemasan anak yang dirawat inap sebelum diberikan biblioterapi

02 = Pengukuran kecemasan anak yang dirawat inap setelah diberikan biblioterapi


(52)

2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah anak yang berusia 6 sampai 12 tahun yang di rawat inap di Ruang Melati RSUD Pirngadi Medan. Dari data bulan Januari-November 2014 terdapat 535 orang anak (diperoleh dari buku rawatan ruang rawat inap Melati Tahun 2014).

2.2 Sampel

Tehnik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah 10% dari populasi. Jadi jumlah sampel untuk penelitian ini sebanyak 53 orang. Namun pada penelitian ini peneliti hanya mendapatkan sampel sebanyak 32 orang. Dikarenakan keterbatasan waktu penelitian dan sedikitnya sampel yang memenuhi kriteria penelitian.

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah pasien anak usia 6-12 tahun, anak bersedia menjadi responden, lama hari rawat minimal 2 hari, dapat berbahasa Indonesia dengan baik, dapat diajak berkomunikasi, tingkat kesadaran compos mentis dan orangtua setuju anaknya menjadi responden. Kriteria eksklusi dari penelitian ini meliputi anak tidak kooperatif, kondisi anak sangat lemah, kesadaran menurun, anak dengan kejang, mengantuk berat, anak mengalami luka bakar dan bedrest total dan yang dirawat di ruang isolasi.

3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2014 sampai bulan Juni 2015 di ruang rawat inap Melati Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan. Dilakukan


(53)

33

di rumah sakit ini karena merupakan rumah sakit tipe B rujukan wilayah Sumatera Utara merupakan rumah sakit umum daerah, rumah sakit pendidikan dan penelitian, lokasi rumah sakit yang strategis dan pengurusan surat izin penelitian yang mudah sehingga dapat memudahkan peneliti mengambil sampel sesuai dengan kriteria sampel yang sudah peneliti tentukan.

4. Pertimbangan Etik

Pertimbangan etik dalam penelitian ini bertujuan agar peneliti dapat menjaga dan menghargai hak asasi para respondennya. Penelitian ini dilakukan setelah mendapat surat rekomendasi dari bagian pendidikan yaitu dekan. Selanjutnya mengirimkan surat permohonan untuk mendapatkan izin penelitian ke Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan melalui Badan Diklat dan Litbang lalu ke ruangan yang dituju. Setelah mendapat ijin dari kepala ruangan baru boleh langsung ke responden.

Setelah mendapat izin persetujuan kemudian melakukan penelitian dengan menekankan pertimbangan etik, meliputi: (1) prinsip kemanfaatan/beneficien, penerapan prinsip kemanfaatan dalam penelitian ini adalah peneliti telah berupaya melindungi responden, menghindari kerugian dan ketidaknyamanan responden sehingga tindakan yang dilakukan bermanfaat bagi anak dan keluarga yaitu menurunkan kecemasan anak dengan pemberian biblioterapi; (2) prinsip menghargai hak asasi manusia/respect for human dignity, hak ini meliputi untuk ikut atau tidak menjadi responden (right to determination), anak atau orang tua anak mempunyai hak untuk memutuskan apakah merela bersedia menjadi responden atau tidak. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang


(54)

diberikan (right to full disclosure), peneliti menjelaskan secara rinci tentang prosedur biblioterapi dan bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi pada anak.

informed concent, peneliti mendapatkan persetujuan dari anak atau orang tua setelah sebelumnya peneliti menjelaskan tujuan penelitian; (3) prinsip keadilan/justice, responden mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan hak untuk mendapatkan privacy. Peneliti menjaga kerahasiaan responden dengan tidak mencantumkan nama responden pada kuesioner (anonimity) dan semua informasi yang diperoleh dijaga kerahasiaannya serta informasi dan data yang di dapat hanya akan digunakan sebagai hasil penelitian (confidentiality). 5. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan bagian dari penelitian. Dalam penelitian ini instrumen berbentuk kuesioner. Kuesioner penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu berisi data demografi dan kuesioner untuk kecemasan anak yang di rawat inap. Kuesioner kecemasan disusun berdasarkan kuesioner Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS) yang dimodifikasi oleh peneliti sendiri. Kuesioner telah diterjemahkan di Pusat Bahasa Universitas Sumatera Utara.

5.1 Kuesioner Data Demografi

Instrumen penelitian tentang pengumpulan data demografi anak seperti: jenis kelamin, umur serta data yang berhubungan dengan karakteristik responden yaitu: lama perawatan di rumah sakit, pengalaman di rumah sakit sebelumnya dan jenis penyakit sekarang.


(55)

35

5.2 Kuesioner Kecemasan

Instrumen penelitian tentang tingkat kecemasan anak. Kuesioner kecemasan anak usia sekolah yang dirawat inap terdiri dari 20 pertanyaan. Skala pengukuran data yang digunakan adalah skala Likert. Dengan interpretasi penilaian untuk setiap pernyataan yaitu Selalu (SL), mendapat nilai 4, Sering (SR) mendapat nilai 3, Kadang-Kadang (KK) mendapat nilai 2 dan Tidak Pernah (TP) mendapat nilai 1. Maka nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 20 dan nilai tertinggi adalah 80. Perhitungan data hasil pengukuran berdasarkan rumus statistika menurut Sudjana (2005).

Panjang kelas

=

=

= 15

Dengan demikian, maka kecemasan anak usia sekolah yang dirawat inap dikategorikan sebagai berikut : tidak ada cemas dengan skor 20-34 , cemas ringan dengan skor 35-49, cemas sedang dengan skor 50-65 dan cemas berat dengan skor 66-80.

6. Uji Validitas

Peneliti menggunakan tehnik content validity yang membuktikan instrumen lebih sahih yang telah dilakukan oleh orang yang ahli dalam keperawatan anak dari Fakultas Keperawatan USU yaitu ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep., Ns., M.Kep dengan nilai CVI adalah 0,88 maka dikatakan kuesioner ini valid.

7. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur sasaran yang akan diukur, sehinggga dapat


(56)

digunakan untuk penelitian dalam lingkup yang sama. Uji reliabilitas untuk kuesioner dilakukan dengan program komputerisasi yaitu analisis cronbach alpha

dimana koefisien α harus > 0,7 agar reliabel, sehingga kuesioner ini layak digunakan. Uji reliabilitas telah dilakukan pada 10 orang anak usia sekolah (6-12 tahun) di ruang rawat inap Rumah Sakit Islam Malahayati, dimana bukan sampel yang diteliti. Uji reliabilitas dilakukan pada tanggal 18 Maret sampai 9 April 2015. Hasil analisis dengan cronbach alpha diperoleh nilai yaitu 0,89.

8. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di ruang rawat inap Melati RSUD Dr. Pirngadi Medan selama bulan April sampai dengan Juni 2015. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah yaitu mengajukan permohonan izin kepada dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Kemudian mengajukan permohonan izin kepada direktur RSUD Pirngadi Medan. Setelah mendapat izin dari direktur RSUD Pirngadi yang melalui Badan Diklat dan Litbang lalu ke ruangan. Setelah mendapat ijin dari kepala ruangan, peneliti mendata anak yang dirawat inap yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan responden. Kemudian peneliti menjelaskan kepada keluarga dan calon responden tentang tujuan, manfaat penelitian dan proses penelitian yang akan dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan setelah proses pengumpulan data.

Setelah anak bersedia menjadi responden maka peneliti memberikan lembaran

informed consent sebagai bentuk persetujuan kepada orang tua responden. Orang tua responden memberikan tanda tangannya pada lembar persetujuannya tersebut.


(57)

37

Kemudian peneliti melakukan wawancara selama 20 menit untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik responden dan kuesioner untuk mengetahui apakah anak mengalami kecemasan akibat rawat inap sebelum dilakukan biblioterapi (pre test pada hari pertama), kuesioner diisi langsung oleh peneliti. Setelah peneliti selesai mengisi lembar kuesioner maka selanjutnya peneliti memberikan biblioterapi yang pertama. Peneliti mempersiapkan beberapa buku cerita dengan judul Bahagianya Berbagi, Si Kancil dan Raja Hutan, Kisah Seekor Anak Kucing, Aku dan Pengasuhku, Manis atau Pahit, dan Aji Saka yang Suka Menolong serta Putri Tadampalik yang Tabah, kemudian meminta anak untuk memilih buku cerita yang ingin dibaca. Lalu peneliti memberikan waktu pada anak untuk membaca. Setelah anak selesai membaca , peneliti meminta kembali responden menyebutkan tokoh dalam buku cerita dan pesan-pesan yang terkandung dalam cerita. Selanjutnya peneliti meminta responden untuk menyampaikan perasaannya setelah mengikuti biblioterapi. Biblioterapi dilakukan secara perorangan selama 25 menit.

Pada hari ke dua diberikan lagi biblioterapi dengan waktu yang sama namun judul buku yang dipilih anak berbeda dengan buku pada saat biblioterapi pertama. Setelah selesai membaca, peneliti meminta kembali responden menyebutkan tokoh dalam buku dan pesan-pesan yang terkandung dalam buku dan juga menanyakan bagaimana perasaannya setelah mengikuti biblioterapi. Setelah dilakukan biblioterapi sebanyak 2 kali, pada hari kedua (hari itu juga) peneliti melakukan post test dengan mewawancarai responden untuk mengetahui


(58)

respon anak setelah diberikan biblioterapi. Kuesioner yang digunakan saat post test sama dengan kuesioner yang digunakan saat pre test.

Proses penelitian ini dilakukan selama 2 bulan dikarenakan sedikitnya sampel penelitian pada bulan pertama penelitian maka peneliti melanjutkan penelitian menjadi 2 bulan. Dan selama proses penelitian peneliti tidak menemukan adanya responden yang mengundurkan diri.

9. Analisis Data

Semua data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan data dengan memeriksa semua kuesioner. Pengolahan data dilakukan dengan melewati beberapa tahapan, yaitu : (1) Editing, peneliti melakukan pengecekan isian kuesioner, apakah jawaban yang ada pada kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten; (2) Coding, peneliti memberi kode pada isian keusioner secara manual sebelum diolah dengan menggunakan komputer; (3) Scoring dan Entry

data, memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu diberi penilaian dan memasukkan data yang telah dikumpulkan. Dalam memasukkan data ketelitian perlu diperhatikan untuk mencegah kesalahan dalam memasukkan data dan memaknai data; (4) Tabulating, peneliti memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam tabel dan selanjutnya dianalisis secara statistik sesuai dengan tujuan data yang akan dianalisis.

Analisis data dibedakan menjadi 2, yaitu : 9.1 Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan pada setiap variabel dari penelitian. Analisis univariat yang digunakan adalah analisa statistik deskriptif. Pada analisis ini


(59)

39

diketahui distribusi frekuensi mengenai karakteristik umur responden, jenis kelamin, lama hari rawat, riwayat pernah di rawat di rumah sakit dan skor kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan biblioterapi ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

9.2 Analisis bivariat

Analisis menggunakan uji statistik Wilcoxon karena skala yang digunakan adalah ordinal. Taraf signifikan (α) yang digunakan adalah 95% dengan dasar pengambilan keputusan jika nilai p < 0.05 maka Ho ditolak dan jika nilai p > 0.05 maka Ha gagal ditolak. Hasil disajikan dalam bentuk tabel.


(60)

Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 21 April sampai dengan 21 Juni 2015. Jumlah sampel yang didapat sebagai responden yang memenuhi kriteria penelitian ini adalah sebanyak 32 responden. Penyajian data meliputi deskriptif karakteristik responden, kuesioner kecemasan akibat rawat inap sebelum dan sesudah diberikan terapi biblioterapi.

Pada bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perngaruh biblioterapi terhadap kecemasan anak usia sekolah yang di rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

1.1 Analisa Univariat

a. Karakeristik Responden

Responden dalam penelitian ini berjumlah 32 orang yang diberi perlakuan biblioterapi selama 45 menit. Dengan karakteristik yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pengalaman dirawat dan lama dirawat.


(61)

41

Tabel 5.1

Distribusi responden berdasarkan data demografi anak usia sekolah di RSUD Dr. Prngadi Medan 2015 ( n=32)

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) 1. Umur 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10 Tahun 11 Tahun 12 Tahun 2. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

3. Pengalaman Dirawat Belum Pernah Sudah Pernah: 1 kali 2 kali 3 kali 4. Lama Dirawat 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 3 2 6 3 5 9 4 18 14 18 14 9 4 1 8 11 9 3 1 9,4 6,2 18,8 9,4 15,6 28,1 12,5 56,2 43,8 56,2 43,8 64,2 28,5 7,14 25 34,4 28,1 9,4 3,1

Hasil penelitian berdasarkan karakteristik responden diperoleh data mayoritas berusia 11 tahun sebanyak 9 orang (28,1 %), jenis kelamin laki-laki sebanyak 18 orang (56,2 %), belum pernah dirawat sebanyak 18 orang (56,2 %) dan sudah pernah dirawat satu kali sebanyak 9 orang (64,2 %) serta lama rawat selama 3 hari sebanyak 11 orang (34,4 %).


(62)

b. Distribusi hasil kuesioner kecemasan saat pre test

Tabel 5.2

Distribusi hasil kuesioner kecemasan anak usia sekolah yang dirawat inap sebelum pemberian biblioterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=32)

No Pernyataan Tidak

Pernah

Kadang-kadang

Sering Selalu

f % f % f % f %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

Merasa lebih gugup dari pada biasanya.

Merasa takut tanpa alasan sama sekali.

Mudah sekali merasa terganggu.

Merasa kurang fokus Merasa semua baik-baik saja dan tidak ada hal buruk yang terjadi.

Tangan dan kaki gemetar. Terganggu dengan sakit di bagian kepala, leher atau punggung

Merasa lemah dan mudah lelah

Merasa tenang dan bisa duduk dengan tenang Merasa jantung berdetak dengan cepat

Merasa terganggu dengan pusing yang datang tiba-tiba

Tiba-tiba merasa pingsan Bisa bernafas dengan mudah

Jari kaki dan tangan kesemutan

Terganggu oleh rasa sakit di perut

Sering buang air kecil Tangan kering dan hangat Wajah terasa panas dan memerah

Mudah sekali tertidur dan tidur nyenyak di malam hari

Mengalami mimpi buruk

5 1 4 7 8 9 14 2 8 7 12 26 1 16 18 1 4 4 15 16 15,6 3,1 12,5 21,9 25,0 28,1 43,8 6,2 25,0 21,9 37,5 81,2 3,1 50,0 56,2 3,1 12,5 12,5 46,9 50,0 12 9 6 11 14 21 14 8 19 12 16 6 11 12 11 9 17 18 12 12 37,5 28,1 18,8 34,4 43,8 65,6 43,8 25,0 59,4 37,5 50,0 18,8 34,4 37,5 34,4 28,1 53,1 56,2 37,5 37,5 14 17 16 12 3 2 4 18 4 12 4 0 13 4 3 22 8 8 1 3 43,8 53,1 50,0 37,5 9,4 6,2 12,5 56,2 12,5 37,5 12,5 0 40,6 12,5 9,4 68,8 25,0 25,0 3,1 9,4 1 5 6 2 7 0 0 4 1 1 0 0 7 0 0 0 3 2 4 1 3,1 15,6 18,8 6,2 21,9 0 0 12,5 3,1 3,1 0 0 21,9 0 0 0 9,4 6,2 12,5 3,1


(63)

43

Hasil penelitian diperoleh data mayoritas responden yang menjawab tidak pernah pada item pertanyaan no. 12 sebanyak 26 orang (81,2 %), yang menjawab kadang-kadang pada pernyataan no. 6 sebanyak 21 orang (65,6 %), yang menjawab sering pada pernyataan no. 16 sebanyak 22 orang (68,8 %) dan yang menjawab selalu pada pertanyaan no. 5 dan 13 sebanyak 7 orang (21,9 %).

c. Distribusi hasil kuesioner kecemasan saat post test Tabel 5.3

Distribusi hasil kuesioner kecemasan anak usia sekolah yang dirawat inap setelah pemberian biblioterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=32)

No Pernyataan Tidak

Pernah

Kadang-kadang

Sering Selalu

f % f % f % f %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Merasa lebih gugup dari pada biasanya.

Merasa takut tanpa alasan sama sekali.

Mudah sekali merasa terganggu.

Merasa kurang fokus Merasa semua baik-baik saja dan tidak ada hal buruk yang terjadi.

Tangan dan kaki gemetar. Terganggu dengan sakit di bagian kepala, leher atau punggung

Merasa lemah dan mudah lelah

Merasa tenang dan bisa duduk dengan tenang Merasa jantung berdetak dengan cepat

Merasa terganggu dengan pusing yang datang tiba-tiba

Tiba-tiba merasa pingsan Bisa bernafas dengan mudah

Jari kaki dan tangan kesemutan 23 12 11 20 0 26 29 5 1 19 24 31 0 22 71,9 37,5 34,4 62,5 0 81,2 90,6 15,6 3,1 59,4 75,0 96,9 0 68,8 8 20 16 11 4 5 3 21 4 12 8 1 1 7 25,0 62,5 50,0 34,4 12,5 15,6 9,4 65,6 12,5 37,5 25,0 3,1 3,1 21,9 1 0 5 1 16 1 0 6 18 1 0 0 11 2 3,1 0 15,6 3,1 50,0 3,1 0 18,8 56,2 3,1 0 0 34,4 6,2 0 0 0 0 12 0 0 0 9 0 0 0 20 1 0 0 0 0 37,5 0 0 0 28,1 0 0 0 62,5 3,1


(64)

15. 16. 17. 18. 19. 20.

Terganggu oleh rasa sakit di perut

Sering buang air kecil Tangan kering dan hangat Wajah terasa panas dan memerah

Mudah sekali tertidur dan tidur nyenyak di malam hari

Mengalami mimpi buruk

25 3 0 25 2 28 78,1 9,4 0 78,1 6,2 87,5 5 21 4 5 11 4 15,6 65,6 12,5 15,6 34,4 12,5 1 8 15 1 14 0 3,1 25,0 46,9 3,1 43,8 0 1 0 13 1 5 0 1 0 40,6 3,1 15,6 0

Hasil penelitian diperoleh data mayoritas responden yang menjawab tidak pernah pada item pertanyaan no. 12 sebanyak 31 orang (96,9 %), yang menjawab kadang-kadang pada pernyataan no. 8 dan 16 masing-masing sebanyak 21 orang (65,6 %), yang menjawab sering pada pernyataan no. 9 sebanyak 18 orang (56,2 %) dan yang menjawab selalu pada pertanyaan no. 13 sebanyak 20 orang (62,5%).

d. Karakteristik kecemasan anak sebelum diberikan biblioterapi

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh anak mengalami cemas ringan sebanyak 27 orang (84,4 %) dan anak mengalami cemas sedang sebanyak 5 orang (5 %). Dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4

Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan kecemasan anak sebelum diberikan biblioterapi pada anak usia sekolah yang dirawat inap di

RSUD Dr. Pirngadi Medan 2015 (n=32)

Kecemasan Anak f %

Cemas Ringan Cemas Sedang 27 5 84,4 15,6


(65)

45

e. Karakteristik kecemasan anak setelah diberikan biblioterapi

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh anak mengalami cemas ringan sebanyak 4 orang (12,5 %) dan yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 28 orang (87,5 %). Dapat dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5

Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan kecemasan anak sesudah diberikan biblioterapi pada anak usia sekolah yang dirawat inap di

RSUD Dr. Pirngadi Medan 2015 (n=32)

Kecemasan Anak f %

Cemas Ringan Tidak Cemas

4 28

12,5 87,5

1.2 Analisa Bivariat

Hasil penelitian menunjukkan dari 32 responden terdapat 30 responden skor kecemasannya lebih kecil setelah diberikan intervensi dibandingkan sebelum intervensi dan 2 responden skor kecemasan sebelum dan setelah intervensi sama. Hasil uji statistik diperoleh nilai p yaitu 0,001. Berdasarkan hasil tersebut terdapat pengaruh yang signifikan antara kecemasan anak usia sekolah akibat rawat inap sebelum dan setelah diberikan biblioterapi. Dapat dilihat pada tabel 5.6

Tabel 5.6

Pengaruh biblioterapi terhadap kecemasan anak usia sekolah yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan bulan April sampai Juni 2015 (n=32)

Variabel Negatif Rank (a)

Positive Rank (b)

Ties (c) nilai Z nilai p


(66)

2. Pembahasan

2.1 Kecemasan Responden Sebelum Diberikan Biblioterapi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata anak usia sekolah mengalami kecemasan sebelum diberikan biblioterapi. Terdapat 27 anak (84,4%) mengalami cemas ringan, 5 anak (15,6%) mengalami cemas sedang, rata-rata responden memiliki skor kecemasan sebelum diberikan biblioterapi 2,16.

Penelitian ini menunjukkan anak usia sekolah yang menjalani rawat inap banyak mengalami kecemasan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hart dan Bossert,1994 dalam Wong (2008), kecemasan anak selama hospitalisasi terjadi karena adanya stresor berupa perpisahan dengan keluarga, kehilangan kendali, dan ketakutan akan perlukaan terhadap anggota tubuh.

Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut sangat individual dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimiliki (Supartini, 2004).

2.2 Kecemasan Responden Sesudah Diberikan Biblioterapi

Berdasarkan hasil penelitian setelah diberikan biblioterapi diketahui bahwa rata-rata anak usia sekolah mengalami penurunan skor kecemasan. Terdapat 4 anak (12,5 %) mengalami cemas ringan, dan terdapat 28 anak (28,5 %) tidak cemas. Rata-rata responden memiliki skor kecemasan setelah diberikan biblioterapi 1,12.


(1)

HASIL UJI WILCOXON BERPASANGAN KECEMASAN ANAK YANG DIRAWAT INAP SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN

BIBLIOTERAPI

NPar Tests [DataSet2]

Wilcoxon Signed Ranks Test

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

post – pre Negative Ranks 30a 15.50 465.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 2c

Total 32

a. post < pre b. post > pre c. post = pre

Test Statisticsb

post – pre

Z -5.260a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Based on positive ranks.


(2)

93


(3)

(4)

(5)

Minggu Ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengajuan judul

penelitian 2 Menyusun Bab

1 3 Menyusun Bab

2 4 Menyusun Bab

3 5 Menyusun Bab

4 6 Menyerahkan proposal penelitian

7 Ujian sidang

proposal

8 Revisi proposal

penelitian 9 Uji Validitas &

Reliabilitas 10 Pengumpulan


(6)

Lampiran 11

RIWAYAT HIDUP

Nama : Siti Aprahul Hanum Tempat tanggal lahir : Sumberjo, 3 Mei 1993 Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Dusun 1 Desa Marjanji Kec. Sipisipis, Kab. Serdang Bedagai.

No.Telp/HP : 081990771884

E-mai : siti.aprahul@ymail.com

Riwayat pendidikan :

1. SD Negeri NO. 102117 Sipispis (1999-2005) 2. SMP Negeri 2 Sipispis (2005-2008) 3. SMA Negeri 1 Tebing Tinggi (2008-2011) 4. Fakultas Keperawatan USU (2011-Sekarang)