Faktor pencetus Respon terhadap kecemasan

diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan yang dipelajari sebagai suatu keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan. Ahli teori pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya. 4. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam keluarga. 5. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan neurolegulator inhibisi asam gama-aminobutirat GABA, yang berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan ansietas. Kesehatan umum individu dan riwayat ansietas pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi stresor.

2.5 Faktor pencetus

Stuart 2006 menyatakan faktor kecemasan dapat berasal dari sumber eksternal dan internal. Faktor pencetus dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu : 1 Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas fisiologik yang akan terjadi atau penurunan kemapuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari, 2 Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu. Universitas Sumatera Utara

2.6 Respon terhadap kecemasan

Menurut Stuart 2006, respon terhadap kecemasan meliputi : 1. Respon fisiologis, terlihat pada perubahan sistem tubuh, seperti pada kardiovaskuler terjadi palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat atau menurun, rasa ingin pingsan, pingsan dan denyut nadi menurun. Pada pernafasan terjadi napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik dan terengah-engah. Pada neuromuskular terjadi refleks meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, mondar-mandir, wajah tegang, kelemahan umum, tungkai lemah dan gerakan yang janggal. Pada gastrointestinal terjadi kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati, dan diare. Pada saluran perkemihan terjadi, tidak dapat menahan kencing atau sering berkemih. Pada kulit terjadi wajah tampak kemerahan, berkeringat setempat telapak tangan, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat dan berkeringat seluruh tubuh. 2. Respon perilaku, meliputi gelisah, ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik diri dari hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah. Menghindar, hiperventilasi, sangat waspada. 3. Respon kognitif, meliputi perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, lapang persepsi menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri, Universitas Sumatera Utara kehilangan objektivitas, takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian, kilas balik dan mimpi buruk. 4. Respon afektif, meliputi mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah dan malu.

2.7 Kecemasan anak yang di hospitalisasi