Warna Klett Chemithon The Effects of Input Temperature and Sulfonation Time on Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) Production from Jatropha curcas Methyl Ester by using Single Tube Falling Film Reactor (STFR)

Lampiran 11 Data Hasil Penelitian, Sidik Ragam dan Uji BNT terhadap Bahan Aktif MESA A. Data Hasil Uji Bahan Aktif MESA Perlakuan Bahan aktif Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata +Standar deviasi S1W1 3.273 2.605 2.939 ± 0.472 S1W2 3.626 3.175 3.400 ± 0.319 S1W3 4.339 3.597 3.968 ± 0.525 S1W4 3.916 3.725 3.820 ± 0.135 S1W5 4.721 4.256 4.488 ± 0.329 S1W6 5.681 4.975 5.328 ± 0.499 S1W7 8.312 6.488 7.400 ± 1.290 S2W1 3.617 2.503 3.060 ± 0.788 S2W2 5.054 5.377 5.216 ± 0.228 S2W3 7.375 7.255 7.315 ± 0.085 S2W4 7.779 10.063 8.921 ± 1.615 S2W5 8.359 11.615 9.987 ± 2.302 S2W6 9.757 13.780 11.769 ± 2.845 S2W7 10.096 13.634 11.865 ± 2.501 S3W1 2.658 2.340 2.499 ± 0.225 S3W2 4.251 5.441 4.846 ± 0.842 S3W3 8.046 11.072 9.559 ± 2.140 S3W4 8.607 10.531 9.569 ± 1.360 S3W5 11.504 14.569 13.036 ± 2.168 S3W6 10.671 15.004 12.838 ± 3.064 S3W7 13.182 16.833 15.008 ± 2.581 Keterangan S1 : Suhu 100 o C W1 : Waktu proses sulfonasi 0 jam S2 : Suhu 90 o C W2 : Waktu proses sulfonasi 1 jam S3 : Suhu 80 o C W3 : Waktu proses sulfonasi 2 jam W4 : Waktu proses sulfonasi 3 jam W5 : Waktu proses sulfonasi 4 jam W6 : Waktu proses sulfonasi 5 jam W7 : Waktu proses sulfonasi 6 jam B. Hasil Analisis Ragam Sumber DB JK KT Fhit F 0,05 ulangan K 1 6,831 6,831 0,795 4,75 Suhu A 2 199,944 99,972 11,633 19 Galat a 2 17,188 8,594 Waktu B 6 332,948 55,491 24,628 4,28 Galat b 6 13,519 2,253 AB 12 74,950 6,246 4,692 2,69 suhu vs lama Galat ab 12 15,976 1,331 Keterangan : Berpengaruh nyata α=0,05 C. Hasil Uji BNT terhadap Lama Proses Sulfonasi Perlakuan Rataan Kelompok BNT 0,05 W1 0 2,83 a W2 1 4,49 a W3 2 6,95 b W4 3 7,44 bc W5 4 9,17 c W6 5 9,98 cd W7 6 11,42 d Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda D. Hasil Uji BNT terhadap Interaksi Waktu pada Suhu 80 o C Perlakuan Rataan Kelompok BNT 0,05 S1W1 2,499 a S1W2 4,846 ab S1W3 9,559 bc S1W4 9,569 bc S1W5 13,036 cd S1W6 12,838 cd S1W7 15,008 d D. Hasil Uji BNT terhadap Interaksi Waktu pada Suhu 90 o C Perlakuan Rataan Kelompok BNT 0,05 S2W1 3,060 a S2W2 5,216 ab S2W3 7,315 b S2W4 8,921 bc S2W5 9,987 bc S2W6 11,769 c S2W7 11,865 c E. Hasil Uji BNT terhadap Interaksi Waktu pada Suhu 100 o C Perlakuan Rataan Kelompok BNT 0,05 S3W1 2,939 a S3W2 3,400 a S3W3 3,968 a S3W4 3,820 a S3W5 4,488 ab S3W6 5,328 ab S3W7 7,400 b Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda ABSTRACT ENCEP HIDAYAT. F351074031. The Effects of Input Temperature and Sulfonation Time on Methyl Ester Sulfonic Acid MESA Production from Jatropha curcas Methyl Ester by using Single Tube Falling Film Reactor STFR. Under Supervision of ERLIZA HAMBALI and ANI SURYANI. Methyl ester sulphonate MES is an anionic surfactant that has been widely used in detergent and personal care products. Methyl ester sulphonic acid MESA is an intermediate product that synthesized during methyl ester sulfonates MES production by sulfonation of methyl ester ME by using SO 3 as reactant in falling film reactor. There is a growing interest in MES hence its feedstock availability and appreciation for excellent surfactant and environment. MES has several outstanding surfactant properties: excellent resistance to water hardness and excellent detergency for carbon chains C14 to C18. Jatropha curcas is renewable, biodegradable and rich of C16 and C18 fatty acids which have good detergency and tolerant to Ca ion. The study was aimed to obtain information on the effect of input temperature during sulfonation of jatropha curcas ME to the physicochemical properties of MESA produced and to determine steady state condition during continous sulfonation of jatropha curcas ME on the best input temperature. The result of the study showed the MESA produced by input temperature of 80 C by 4 hours of sulfonation time exhibited properties better than other treatments. MESA’s physicochemical properties obtained were active matter content of 13,04 , density of 1,03 grcm 3 , viscosity of 116,25 cp, colour of 1,23 A, pH of 0,81, iod value of 39,01 mg iodg MESA, and acid value of 15,10 mg KOHg. The steady state condition was obtained after 4 hours of sulfonation time that showed by its stability on active matter content. Keywords : Jatropha curcas, MESA, MES, SO 3 and sulfonation.

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam minyak nabati yang besar. Selain sebagai produsen CPO, Indonesia memiliki sumber minyak nabati lainnya seperti tanaman jarak pagar yang sudah mulai dikembangkan sebagai tanaman sumber bahan bakar nabati yang ditetapkan dengan keputusan presiden No. 10 Tahun 2006. Hasil evaluasi kesesuaian lahan berdasarkan data pada peta skala eksplorasi menunjukkan bahwa lahan yang sesuai untuk jarak pagar seluas 49,53 juta ha, yang terdiri atas kelas sangat sesuai 14,28 juta ha, cukup sesuai 5,53 juta ha, dan sesuai marginal 29,72 juta ha Mulyani, et al., 2006. Hingga saat ini pengolahan minyak jarak pagar masih terbatas menjadi biodiesel dengan aplikasi teknologi pengolahan yang relatif sederhana. Hal ini menyebabkan perolehan nilai tambahnya masih relatif kecil, sehingga pengembangan komoditas tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan. Oleh karena itu diperlukan penelitian dan pengembangan di sektor hulu budidaya maupun hilir serta teknologi pengolahannya. Fokus pemanfaatan minyak jarak pagar pada penyediaan bahan baku produksi Bahan Bakar Nabati BBN biodiesel menyebabkan perkembangan tanaman jarak pagar sangat tergantung kepada fluktuasi harga minyak bumi dunia. Pada saat harga minyak mentah dunia turun, maka industri biodiesel pun tidak lagi semarak karena nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan minyak jarak pagar menjadi biodiesel tidak lagi menjanjikan. Salah satu alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk menjaga agar nilai tambah minyak jarak pagar dapat dipertahankan adalah dengan mengolah minyak jarak pagar menjadi produk turunan yang bernilai tinggi seperti surfaktan. Surfaktan merupakan senyawa yang dapat menurunkan tegangan antar muka suatu cairan karena memiliki gugus polar dan nonpolar. Surfaktan merupakan salah satu senyawa kimia yang banyak digunakan pada industri, baik sebagai bahan baku, bahan tambahan maupun bahan penolong. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi surfaktan dapat berasal dari petroleum maupun minyak nabati. Salah satu surfaktan yang berasal dari minyak nabati adalah metil ester sulfonat. Surfaktan MES dapat menggantikan pemakaian surfaktan LAS dengan harga yang bersaing, kualitas produk yang lebih baik, bersifat ramah lingkungan dan tahan terhadap air sadah. Salah satu proses pembuatan surfaktan berbahan dasar minyak nabati dapat dilakukan dengan melakukan pengikatan gugus sulfonat sulfonasi pada senyawa metil ester. Proses sulfonasi melibatkan dua reaktan utama yaitu metil ester jarak sebagai bahan baku dan senyawa sumber gugus sulfonat atau biasa disebut sebagai agen sulfonasi. Beberapa senyawa yang dapat digunakan sebagai agen sulfonasi antara lain oleum, asam sulfat H 2 SO 4 , natrium bisulfit dan gas SO 3 . Dari keempat agen sulfonasi tersebut, gas SO 3 merupakan agen sulfonasi yang memiliki beberapa keunggulan antara lain reaktifitas yang tinggi dan tidak menghasilkan limbah dalam jumlah banyak, sehingga proses sulfonasi dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien. Konversi metil ester minyak jarak menjadi MES menggunakan STFR sistem kontinyu memerlukan suhu input metil ester yang tepat dan pengaturan waktu proses pembentukan produk. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi proses sulfonasi metil ester minyak jarak pagar serta analisis sifat fisiko kimia metil ester surfaktan yang dihasilkan. Sulfonasi metil ester jarak pagar merupakan salah satu teknologi terapan yang diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah added value pengembangan tanaman jarak pagar di Indonesia. Namun demikian, teknologi pengolahan minyak jarak pagar menjadi surfaktan masih belum banyak dikembangkan, sehingga diperlukan penelitian yang terintegrasi dan menyeluruh dari awal penentuan kondisi proses hingga optimasi proses sulfonasi yang disesuaikan dengan skala peralatan yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan reaktor sulfonasi sistem kontinyu dengan tinggi kolom reaktor 6 meter. Reaktor sulfonasi tipe STFR yang digunakan menggunakan uap air dari boiler sebagai sistem pemanasnya.

1.2. Tujuan

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan informasi pengaruh suhu input metil ester dan lama pemanasan selama proses sulfonasi metil ester ME terhadap sifat fisikokimia Methyl Ester Sulfonic Acid MESA yang dihasilkan. 2. Mengetahui kondisi tunak proses sulfonasi MESA jarak pagar dengan Single Tube Falling Film Reactor STFR pada suhu input terbaik.

1.3. Ruang Lingkup

Lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Analisis sifat fisiko kimia minyak dan metil ester jarak pagar 2 Sintesis metil ester sulfonat dari metil ester jarak pagar dengan variasi suhu umpan dan waktu sampling menggunakan reaktor STFR sistem kontinyu. 3 Analisis sifat fisikokimia MESA yang dihasilkan. 4 Analisis kinerja surfaktan MES.

1.4. Hipotesa.

Peningkatan suhu input metil ester akan menurunkan viskositas dan densitas metil ester, sehingga dapat meningkatkan laju reaksi sulfonasi metil ester dengan gas SO 3 . Semakin lama waktu kontak antara metil ester dengan gas SO 3 di dalam reaktor, maka semakin sempurna proses pembentukan metil ester sulfonic acid MESA.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Jarak Pagar

Jarak Pagar Jatropha curcas L merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati non pangan yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Selain tidak berkompetisi dengan pemenuhan produk pangan dalam pemanfaatannya, tanaman jarak pagar juga dapat dikembangkan pada lahan-lahan marginal atau lahan reklamasi. Pengolahan biji jarak menjadi minyak jarak dapat dilakukan dengan metode pengepresan dan ekstraksi pelarut. Pada umumya metode pengepresan dilakukan dengan menggunakan pengepres hidrolik atau pengepres berulir. Walaupun relatif lebih sederhana, motode pengepresan menghasilkan ampas yang masih mengandung minyak sebesar 7-10 , sedangkan metode ekstraksi pelarut mampu memisahkan minyak secara optimal, hingga kandungan minyak pada ampas kurang dari 0,1 berat keringnya Syah, 2006. Walaupun demikian, metode pengepresan merupakan metode yang umum digunakan dalam ekstraksi minyak jarak. Menurut Bailey 1959, metode pengepresan merupakan metode terbaik untuk biji-bijian yang mengandung minyak sebesar 30-70 . Diagram alir proses ekstraksi minyak jarak dengan metode pengepresan disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Diagram alir pengepresan biji jarak dengan pengepres hidrolik dan pengepres berulir Hambali et al. 2006. Pemanasan bji dengan uap kering Minyak jarak pagar Pemisahan Penghancuran Pengupasan kulit biji Pengepresan hidrolik Pengepresan berulir kontinu Bungkil ampas Biji jarak pagar Kulit biji Minyak yang diperoleh dari kedua metode tersebut disebut minyak jarak kasar atau Crude Jatropha Curcas Oil CJCO. Crude Jatropha Curcas Oil dapat digunakan sebagai pengganti minyak tanah untuk memasak dan menggantikan tenaga uap di industri Prihandana, 2006. Minyak jarak kasar juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dan diolah lebih lanjut menjadi surfaktan. Komposisi asam lemak minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1 Komposisi asam lemak pada minyak jarak pagar Sumber : Gubitz et al. 1999

2.2. Metil Ester

Metil ester dapat dihasilkan melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi trigliserida minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak kedelai, dan lainnya. Transesterifikasi berfungsi untuk menggantikan gugus alkohol gliserol dengan alkohol sederhana seperti metanol atau etanol. Umumnya katalis yang digunakan adalah sodium metilat, NaOH atau KOH. Molekul trigliserida pada dasarnya merupakan triester dari gliserol dan tiga asam lemak. Transformasi kimia lemak menjadi biodiesel melibatkan transesterifikasi spesies gliserida dengan alkohol membentuk alkil ester. Diantara alkohol yang mungkin, metanol disukai karena berharga lebih murah Lotero et al. 2004; Meher et al. 2004. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan agar dihasilkan metil ester maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu Kandungan asam lemak Persentase Asam miristat 14:0 – 0.1 Asam palmitat 16:0 14.1 – 15.3 Asam palmitoleat 16:1 – 1.3 Asam stearat 18:0 3.7 – 9.8 Asam oleat 18:1 34.3 – 45.8 Asam linoleat 18:2

29.0 – 44.2

Asam linolenat 18:3 – 0.3 Asam arakhidat 20:0 – 0.3 Asam behenat 22:0 – 0.2 produk yang dihasilkan harus dipisahkan. Pada Gambar 2 disajikan reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester biodiesel. Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor tergantung kondisi reaksinya Meher el al., 2004. Faktor tersebut diantaranya adalah kandungan asam lemak bebas dan kadar air minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, perbandingan molar antara alkohol dengan minyak dan jenis alkoholnya, suhu dan lamanya reaksi, intensitas pencampuran dan penggunaan cosolvent organik. Kualitas biodiesel dipengaruhi oleh: kualitas minyak feedstock, komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses dan parameter pasca-produksi seperti kontaminan Gerpen, 2004. Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserol bebas, gliserol terikat, alkohol, FFA, sabun, residu katalis Gerpen, 1996. Reaksi transesterifikasi secara curah batch lebih sederhana dan dapat mengkonversi minyak menjadi metil ester hingga 80 - 94 dalam waktu 30 –120 menit. Hasil yang diperoleh dipengaruhi oleh rasio molar minyak dengan alkohol, waktu reaksi, suhu, jenis katalis, konsentrasi katalis, karakteristik trigliserida dan intensitas pencampuran. Reaktor esterifikasi secara kontinyu telah dikembangkan untuk mengurangi ukuran reaktor dan waktu reaksi. Krisnangkura et al. 1992 R 1 C O OCH 2 R 2 C O OCH R 3 C O OCH 2 + 3 CH 3 OH HOCH 2 HOCH HOCH 2 3 R C O OCH 3 + Trigliserida Metanol Gliserin Metil ester Katalis Gambar 2 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol melaporkan sebanyak 96 metil ester minyak sawit telah terbentuk dalam 60 menit pada rasio metanol dan minyak sawit 13:1 minyak sawit dicampur toluen pada 1:1 sementara Noureddini et al. 1998 memperoleh hasil 98 dalam 1 menit sampai 1 jam.

2.3. Methyl Ester Sulfonic Acid MESA

Reaksi sulfonasi metil ester minyak jarak pada reaktor STFR menghasilkan senyawa methyl ester sulfonic acids MESA yang berwarna gelap dan bersifat asam. Senyawa tersebut merupakan produk antara dalam proses produksi metil ester surfaktan MES. MacArthur et al. 1997, menyatakan bahwa absopsi SO 3 oleh metil ester dalam falling film reactor akan menghasilkan senyawa antara II dan III. Reaksi dapat dilihat pada tahapan reaksi 1-3. Pada reaksi 3 senyawa antara akan membentuk methyl ester sulfonic acid MESA yang ditunjukkan oleh senyawa IV. Gambar 3 Mekanisme reaksi sulfonasi metil ester pada reaktor falling film Mac Arthur et al. 1997 Keberhasilan reaksi pembentukan MESA pada reaktor STFR sistem kontinyu sangat ditentukan oleh jumlah bahan metil ester dan gas SO 3 yang masuk ke dalam reaktor yang dihitung berdasarkan perbandingan mol. Menurut Roberts et al. 2008, rasio mol SO 3 dan metil ester harus lebih besar dari 1,2 agar konversi metil ester menjadi MESA maupun MES tercapai secara sempurna. Karakteristik MESA yang bersifat asam, tidak stabil menyebabkan perlunya reaksi netralisasi sebelum diaplikasikan. Keasaman pH MESA pada umumnya lebih kecil dari 1 dan cenderung mengalami degradasi selama penyimpanan sampai dilakukan proses netralisasi. Menurut Gupta dan Wiese, 1992 proses netralisasi dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut KOH, NH 4 OH, NaOH, atau alkanolamin.

2.4. Surfaktan Metil Ester Sulfonat MES

Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas pada permukaan yang tinggi. Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam disebabkan oleh struktur molekulnya yang tidak seimbang. Molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu ataupun bola raket mini yang terdiri atas bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik suka air, merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik benci airsuka minyak, merupakan bagian nonpolar. Kepala dapat berupa anion, kation atau nonion, sedangkan ekor dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon Gambar 4. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri Hui, 1996; Hasenhuettl, 1997. Aplikasi surfaktan pada industri sangat luas, yaitu sebagai bahan utama pada industri deterjen dan pembersih lainnya, bahan pembusaan dan emulsifier pada industri kosmetik dan farmasi, industri cat, serta sanitasi pada industri pangan Hui, 1996e. Flider 2001 menyebutkan bahwa jutaan ton surfaktan digunakan setiap tahunnya pada beragam aplikasi yang berbeda. Walaupun pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan pembersihan washing and cleaning applications, namun surfaktan banyak pula digunakan untuk produk pangan, pertambangan, cat dan pelapis, kertas, tekstil, serta produk kosmetika dan produk perawatan diri personal care products. Gambar 4 Visualisasi struktur molekul surfaktan Gervasio, 1996 Menurut Hui 1996e dan Matheson 1996 surfaktan dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok besar, yaitu anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik. Masing-masing kelompok surfaktan tersebut memiliki struktur kimia dan perilaku yang berbeda. Surfaktan anionik adalah bahan aktif permukaan yang bagian hidrofobiknya berhubungan dengan gugus anion ion negatif. Dalam media cair, molekul surfaktan anionik terpecah menjadi gugus kation yang bermuatan positif dan gugus anion yang bermuatan negatif. Gugus anion merupakan pembawa sifat aktif permukaan pada surfaktan anionik. Contoh khas surfaktan anionik adalah alkohol sulfat dan ester sulfonat. Surfaktan metil ester sulfonat MES termasuk golongan surfaktan anionik, yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan surface-active. Struktur kimia metil ester sulfonat MES adalah sebagai berikut Watkins, 2001 : R CH C O SO 3 Na OCH 3 Metil Ester Surfaktan sebagai golongan baru dalam kelompok surfaktan anionik telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pencuci dan pembersih washing and cleaning products Hui, 1996e; Matheson, 1996. Pemanfaatan surfaktan MES sebagai bahan aktif pada deterjen telah Ekor gugus non polar Kepala gugus polar banyak dikembangkan karena prosedur produksinya mudah, memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensinya tinggi walaupun pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi hard water dan tidak adanya fosfat, mempunyai asam lemak C 16 dan C 18 yang mampu memberikan tingkat detergensi yang terbaik, memiliki sifat toleransi terhadap ion Ca 2+ yang lebih baik, memiliki tingkat pembusaan yang lebih rendah dan memiliki stabilitas yang baik terhadap pH serta bersifat mudah didegradasi good biodegradability. Bahkan MES C 16 - C 18 memperlihatkan aktivitas permukaan yang baik, yaitu sekitar 90 persen dibandingkan alkil benzen sulfonat linier LABS de Groot, 1991; Hui, 1996b; Matheson, 1996. Hasil pengujian di laboratorium memperlihatkan bahwa laju biodegradasi MES serupa dengan AS dan sabun, namun lebih cepat dibandingkan LAS. Hal tersebut menyebabkan metil ester sulfonat pada masa mendatang diindikasikan akan menjadi surfaktan anionik yang paling penting Watkins, 2001. Dibandingkan petroleum sulfonat, surfaktan MES menunjukkan beberapa kelebihan diantaranya yaitu pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas enzim yang lebih baik, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam disalt lebih rendah.

2.5. Sulfonasi Metil Ester

Proses produksi surfaktan MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester dengan agen sulfonasi. Menurut Bernardini 1983 dan Pore 1976, pereaksi yang dapat dipakai pada proses sulfonasi antara lain asam sulfat H 2 SO 4 , oleum larutan SO 3 di dalam H 2 SO 4 , sulfur trioksida SO 3 , NH 2 SO 3 H, dan ClSO 3 H. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio mol, suhu reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, jenis dan konsentrasi katalis, pH, waktu dan suhu netralisasi Foster, 1996. Reaksi sulfonasi molekul metil ester dari asam lemak dapat terjadi pada tiga sisi, yaitu : 1 gugus karboksil, β bagiam α-atom karbon, 3 rantai tidak jenuh ikatan rangkap. Secara stokiomerti kemungkinan terjadinya reaksi sulfonasi pada ketiga sisi molekul metil ester disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 Kemungkinan posisi pengikatan gugus sulfonat pada reaksi sulfonasi pada metil ester Jungermann, 1979. Menurut Roberts et al. 2008, jika rasio mol SO 3 dengan metil ester secara signifikan lebih rendah dari 1,2, maka konversi ME menjadi MES secara sempurna tidak dapat dicapai. Waktu aging yang diperlukan tergantung pada suhu proses, rasio mol SO 3 dengan metil ester, tingkat konversi yang diinginkan dan karakteristik reaktor yang digunakan. Untuk reaktor sistem batch dengan rasio mol 1,2 lama proses 45 menit untuk suhu 90 o C atau 3,5 menit untuk suhu 120 o C mampu menghasilkan konversi 98. Pada Gambar 4 disajikan mekanisme reaksi sulfonasi metil ester. Gambar 6 Mekanisme reaksi sulfonasi metil ester Mac Arthur et al. 1998

2.6. Single Tube Falling Film Reaktor STFR

Single tube falling film reactor STFR merupakan bentuk pilot plant dari Multi tube falling film reactor MTFR yang ada di industri. Falling film reaktor pada umumnya digunakan dalam suatu proses produksi yang membutuhkan kontrol suhu pada batas-batas tertentu. Mekanisme kerja falling film reactor pada proses sulfonasi metil ester dimulai dengan mengalirkan umpan ke dalam reaktor membentuk lapisan tipis pada permukaan dalam reaktor. Selanjutnya reaktan dalam bentuk gas melewati bagian dalam reaktor yang telah terlapisi cairan umpan. Pengaturan suhu reaksi antara umpan dengan gas reaktan dapat dilakukan dengan melakukan pemanasan umpan maupun pemanasan bagian luar reaktan dengan uapsteam. Hal penting yang harus diperhatikan pengoperasian falling film reactor adalah pengaturan suhu yang sesuai dengan karakteristik bahan dan sifat reaktif reaktan. Jika permukaan tube terlalu panas, maka akan terjadi overheating pada produk. Seiring dengan waktu, bahan yang mengalami overheating tersebut akan menempel pada permukaan dinding reaktor membentuk kerak, sehingga menghambat aliran bahan. Menurut Stein dan Baumann 1975, lapisan metil ester bereaksi dengan gas SO 3 yang dimasukkan dari reaktor bagian atas. Pada reaktor dipasang saluran pemisah antara fase gas dan cairan. Metil ester yang masuk ke dalam reaktor akan membentuk lapisan tipis yang selanjutnya akan bereaksi dengan gas SO 3 yang masuk dari bagian atas. Pada awalnya aliran metil ester dan reaktan gas SO 3 bersifat laminar yang ditunjukkan dengan gerak partikel-partikel fluidanya bergerak mengikuti garis lurus, kecepatan fluidanya rendah, viskositasnya tinggi dan lintasan gerak fluida teratur antara satu dengan yang lain. Aliran fluida pada pipa pada umumnya diawali dengan aliran laminer kemudian pada fase berikutnya aliran berubah menjadi aliran turbulen. Kecepatan aliran turbulen relatif lebih besar akan menghasilkan aliran yang komplek, sehingga tidak adanya keteraturan dalam lintasan fluidanya, aliran banyak bercampur, kecepatan fluida tinggi, panjang skala aliran besar dan viskositasnya rendah. Karakteristik aliran turbulen ditunjukkan oleh terbentuknya pusaran- pusaran dalam aliran, yang menghasilkan percampuran terus menerus antara partikel cairan di seluruh penampang aliran. Untuk membedakan aliran apakah turbulen atau laminer, terdapat suatu angka tidak bersatuan yang disebut Angka Reynold Reynolds number. Perubahan aliran laminar menjadi turbulen dalam proses sulfonasi metil ester sulfonat akan menyebabkan kontak bahan dengan gas SO 3 menjadi semakin intensif, sehingga reaksi sulfonasi metil ester akan semakin sempurna. Mekanisme aliran bahan dan gas SO 3 dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Mekanisme aliran cairan dan gas pada falling film reactor www.surfactants.co.cc Dinding pipa Dinding pipa Aliran turbulen Cairan gas Aliran laminar Cairan gas

3. METODOLOGI

3.1. Kerangka Pemikiran

Proses produksi surfaktan metil ester sulfonat menggunakan single tube falling film reactor STFR memerlukan kondisi yang tepat, sehingga proses sulfonasi berjalan sempurna. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam proses sulfonasi metil ester adalah rasio mol reaktan, laju alir bahan, suhu proses dan waktu. Reaksi sulfonasi pada reaktor STFR terjadi secara bertahap, dimulai dari penyerapan gas SO 3 oleh senyawa metil ester, pembentukan senyawa antara dan pembentukan metil ester sufonat. Kondisi tersebut menyebabkan rasio mol SO 3 yang diperlukan lebih besar dari pada bahan baku, yaitu sekitar 1,2 Mac Arthur et al. 1998. Penggunaan gas SO 3 sebagai agen pensulfonasi dikarenakan sifatnya yang reaktif, menghasilkan konversi yang sempurna dan menghasilkan reaksi sulfonasi yang zero waste Sheats dan Mac Arthur 2008. Proses sulfonasi dengan reaktan gas SO 3 dilakukan pada reaktor falling-film. Berdasarkan hasil wawancara dengan produsen surfaktan anionik pengguna teknologi ini, proses sulfonasi untuk mendapatkan waktu start-up reaktor untuk menghasilkan produk yang konsisten dan homogen adalah selama 6 jam. Saat ini SBRC-LPPM-IPB telah mengembangkan proses sulfonasi dengan gas SO 3 dengan menggunakan singletube falling-film reactor STFR dengan tinggi reaktor 6 m. Kelebihan reaktor singletube dibandingkan dengan reaktor multitube antara lain kapasitas produksi yang lebih rendah skala kecil, sehingga kebutuhan bahan baku ME lebih sedikit. Kajian penelitian ini dilakukan pada proses sulfonasi dari ME jarak pagar menggunakan reaktan gas SO 3 untuk menghasilkan MES. Penelitian sulfonasi ME jarak pagar didasarkan pada pertimbangan belum berkembangnya teknologi sulfonasi di Indonesia dan masih rendahnya nilai tambah pengembangan minyak jarak. Sutanto 2007 mensulfonasi ME dengan pereaksi Na 2 HSO 3 secara curah. Mujdalipah 2008 menggunakan gas SO 3 sebagai reaktan untuk mensulfonasi ME menggunakan falling film reaktor dengan tinggi reaktor satu meter sebagai reaktor sulfonasi. Sifat fisikokimia dan kinerja surfaktan MES yang baik ditentukan pada kesempurnaan reaksi yang terjadi antara bahan baku ME dan gas SO 3 dalam tahapan proses sulfonasi. Produk yang dihasilkan pada proses sulfonasi ini berupa metil ester sulfonic acid MESA yang apabila dilanjutkan oleh proses netralisasi akan menghasilkan MES. Dengan diketahuinya lama proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak, diduga dapat mengoptimalkan reaksi antara ME dan reaktan gas SO 3 . Peningkatan suhu pada bahan baku ME akan menurunkan viskositas dari ME sehingga pembentukan lapisan film dalam reaktor akan semakin tipis. Hal ini diduga akan menyebabkan kontak antara ME dan gas SO 3 dapat berlangsung lebih optimal. Laju alir bahan yang diumpankan ke dalam reaktor akan menentukan ketebalan lapisan film. Lapisan film yang terlalu tipis akan menyebabkan terjadinya over sulfonated yang mengakibatkan terjadinya pembentukan kerak pada reaktor, sedangkan bila lapisan yang terlalu tebal menyebabkan reaksi sulfonasi tidak sempurna bahan masih mentah. Penelitian produksi MES SBRC yang telah dilakukan antara lain dengan menggunakan reaktan NaHSO 3 dan H 2 SO 4 . Kondisi proses sulfonasi yang diteliti dengan menggunakan reaktan metil ester dan NaHSO 3 adalah sebagai berikut : lama reaksi 3 – 6 jam, suhu reaksi 60 – 100 o C. Untuk memperoleh laju alir yang sesuai dapat dilakukan dengan melakukan trial and error pada penelitian pendahuluan. Laju alir bahan ME yang digunakan pada penelitian ini adalah 75 ml menit. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

3.2. Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium SBRC LPPM IPB selama 6 bulan, yaitu dari Juli 2010 – Desember 2010.

3.3. Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah metil ester jarak pagar. Bahan kimia yang digunakan adalah gas SO 3 , metanol, asam sulfat dan KOH. Adapun bahan- bahan kimia untuk analisa yaitu : alkohol netral 95 , metanol, KOH 0.1 N, NaOH, kloroform, BF 3 , KI, BaCl 2 , akuades, indikator PP phenolptalein, HCl serta bahan-bahan lain untuk analisis. Gambar 8 Diagram alir penelitian Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah: screw press kapasitas 300 kghari, reaktor esterifikasitransesterifikasi, reaktor sulfonasi STFR, labu pemisah, labu erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, pipet volumetrik, bulp, pengaduk, tangki penampung bahan dan produk. Peralatan analisa yang digunakan yaitu: spectrofotometer Genesys 20, magnetic stirer, densitometer Antoon Paar, viscosimeter Brookfield viscosimeter, pH meter schoot Analisis : Kadar air, bilangan asam, bilangan iod, bilangan penyabunan densitas, viskositas Analisis : Kadar air, bilangan asam, bilangan iod, bilangan penyabunan densitas, viskositas, gliserol total Pengepresan Netralisasi Esterifikasi Transesterifikasi Analisa : Densitas. pH, Viskositas, Analisis Bahan Aktif, Bilangan Iod dan Bilangan Asam, Warna, Sulfonasi Metil ester jarak pagar menggunakan STFR - Kecepatan aliran 75 mlmenit - Suhu umpan 80, 90, 100 C - Waktu sampling per 60 menit MES Minyak jarak pagar Metil ester jarak pagar MESA jarak pagar Biji jarak pagar Uji kinerja : Tegangan permukaan IFT instruments handylab pH11, thermometer,neraca analitik, cawan alumunium, penangas air, desikator, buret, labu asah, kertas saring dan peralatan gelas lainnya.

3.4. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang akan dilakukan meliputi esterifikasi transesterifikasi minyak jarak, sulfonasi metil ester dan analisis sifat fisik – kimia methyl ester sulfonic acid MESA. a. Persiapan bahan baku Persiapan bahan baku terdiri dari pengepresan biji jarak dan pemisaha sludge pemurnian minyak jarak pagar. Pengepresan biji jarak dilakukan dengan menggunakan pengepres berulir kapasitas 300 kg perhari. Selanjutnya minyak jarak yang diperoleh didiamkan selama 3-4 hari untuk mengendapkan sludge. b. Esterifikasitransesterifikasi minyak jarak. Menurut Hambali et al. 2006 proses esterifikasi dan transesterifikasi dilakukan untuk mengubah [tri, di, mono] gliserida yang mendominasi komposisi refined fatty oil menjadi metil ester FAME. Bahan baku yang memiliki kadar asam lemak bebas free fatty acid rendah maksimal 2 dapat langsung diproses menjadi metil ester dengan metode transesterifikasi, sedangkan jika kadar asam lemak bebas minyak tersebut masih tinggi 2 , maka perlu dilakukan proses esterifikasi terlebih dahulu Gambar 9. Transesterifikasi dilakukan melalui 3 tahapan utama. Tahap pertama adalah pencampuran katalis K O H 1 dengan m e t a n o l 10 . Tahap kedua adalah pencampuran katalis dan alkohol dengan minyak pada temperatur 55 O C yang diaduk secara konstan selama 1 jam. Tahap ketiga adalah pemisahan metil ester dari gliserol dengan metode setling. Pada dasarnya esterifikasi dilakukan melalui 3 tahapan utama. Tahap pertama adalah pencampuran katalis asam 5 dari FFA bahan baku dengan metanol 225 dari FFA bahan baku. Tahap kedua adalah pencampuran katalis dan alkohol dengan minyak pada temperatur 55 O C yang diaduk secara konstan selama 1 jam. Tahap ketiga adalah pemisahan metil ester dari sisa alkohol, gum dan sabun dengan metode setling. Gambar 9 Diagram alir produksi biodiesel Hambali et al. 2006 c. Sulfonasi metil ester Sulfonasi metil ester minyak jarak dilakukan dengan menggunakan single tube falling film reactor STFR. Metil ester diumpankan ke dalam reaktor sulfonasi pada suhu umpan 80, 90, 100 o C. Selanjutnya dilakukan sampling tiap 60 menit selama 6 jam. Sulfonasi gas SO 3 pada ME jarak Pemanasan Biodiesel Separasi Setling Transesterifikasi Esterifikasi Pencampuran 55 o C ; 1 jam Biodiesel kasar Minyak jarak ALB 2 Separasi Setling Purifikasi Pemanasan Minyak jarak ALB 2 H 2 SO 4 + metanol KOH + methanol Pencampuran Gliserol Sisa metanol Sisa metanol pagar menggunakan reaktor STFR dengan tinggi reaktor 6 m, diameter 25 mm, dan gas SO 3 sebagai agen pensulfonasi. Kontak antara gas SO 3 dan ME jarak pagar dilakukan pada kondisi proses sebagai berikut: laju alir ME 75 mlmenit dan gas SO 3 full valve. Skema proses sulfonasi ME menjadi MESA pada penelitian ini disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 Skema proses sulfonasi ME menjadi MESA. d. Karakterisasi methyl ester sulfonic acids MESA. Karakterisasi MES Jarak Pagar meliputi : densitas, viskositas, warna, pH, bilangan asam, bilangan iod dan analisis bahan aktif. Prosedur analisis MESA dan MES dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. e. Uji kinerja methyl ester sulfonat MES Uji kinerja MES dilakukan dengan mengukur nilai IFT dari MES pada berbagai salinitas. ME Jarak pagar