Kajian Pengaruh Laju Alir Gas So3 dan Suhu Reaksi Sulfonasi pada Karakteristik Surfaktan Methyl Ester Sulfonates Acid dari Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Menggunakan Single Tube Falling Film Reactor

(1)

KAJIAN PENGARUH LAJU ALIR GAS SO3 DAN SUHU REAKSI

SULFONASI PADA KARAKTERISTIK SURFAKTAN METHYL ESTER SULFONATES ACID DARI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN

MENGGUNAKAN SINGLE TUBE FALLING FILM REACTOR

Oleh:

NOVIANUS EFRAT F34052268

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

KAJIAN PENGARUH LAJU ALIR GAS SO3 DAN SUHU REAKSI

SULFONASI PADA KARAKTERISTIK SURFAKTAN METHYL ESTER SULFONATES ACID DARI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN

MENGGUNAKAN SINGLE TUBE FALLING FILM REACTOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

NOVIANUS EFRAT F34052268

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

SKRIPSI

Judul : Kajian Pengaruh Laju Alir Gas So3 dan Suhu Reaksi Sulfonasi pada Karakteristik Surfaktan Methyl Ester Sulfonates Acid dari Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Menggunakan Single Tube Falling Film Reactor

Nama : Novianus Efrat NIM : F34052268

Menyetujui Bogor, Februari 2010

Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Erliza Hambali NIP 19620821 198703 2 003

Mengetahui: Ketua Departemen,

Prof. Dr. Nastiti Siswi Indrasti NIP 19621009 198903 2 001


(4)

Novianus Efrat. F34052268. Kajian Pengaruh Laju Alir Gas SO3 dan Suhu Reaksi Proses Sulfonasi pada Karakteristik Surfaktan Methyl Ester Sulfonates Acid dari Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Menggunakan Single Tube Falling Film Reactor. Di bawah bimbingan Erliza Hambali. 2010.

RINGKASAN

Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antar muka. Dalam aplikasinya, surfaktan digunakan hampir di semua bidang industri. Selain dari turunan minyak bumi, surfaktan juga dapat disintesis dari minyak nabati. Berdasarkan gugus hidrofiliknya, surfaktan dibagi menjadi empat kelompok, yakni surfaktan kationik, anionik, amfoterik, dan non-ionik. Surfaktan anionik merupakan surfaktan yang paling banyak diproduksi di dunia. Metil Ester Sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik berbasis minyak nabati yang sedang banyak dikembangkan karena kemampuannya yang bersaing dengan Linier Alkilbenzen Sulfonat (LAS), surfaktan anionik berbasis minyak bumi yang paling banyak diproduksi saat ini. Produksi MES dapat dipenuhi dengan menggunakan jarak pagar sebagai bahan bakunya karena produktivitas dan kadar minyak yang tinggi.

Proses sulfonasi merupakan proses yang paling utama dalam sintesis MES. Ada beberapa pereaksi yang dapat digunakan dalam proses sulfonasi, akan tetapi pereaksi yang paling umum digunakan adalah gas SO3. Pada penelitian ini, proses sulfonasi dilakukan dengan Single Tube Falling Film Reactor (STFR) dengan skala 5 liter.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laju alir reaktan dan suhu reaksi pada proses sulfonasi terhadap sifat fisiko kimia methyl ester

sulfonates acid (MESA) yang diproduksi dari metil ester minyak jarak pagar.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan acak lengkap faktorial dengan dua kali pengulangan. Faktor yang dikaji adalah laju alir reaktan dan suhu reaksi. Taraf faktor suhu proses sulfonasi pada penelitian ini adalah 80; 100; dan 120°C, lalu untuk faktor laju alir reaktan adalah 0,8; 0,9; 1,0; dan 1,1 kg/jam. MESA yang dihasilkan dapat menurunkan tegangan permukaan air dalam rentang 41,88% hingga 50,22%. Surfaktan ini juga memiliki nilai tegangan antar muka berkisar antara 46,88-2,57 dyne/cm, bilangan iod 82,53-50,96 mg I2/ gram MESA, bilangan asam 3,43-10,79 mg NaOH/gram MESA, pH 1,42-1,73, dan kadar bahan aktif 0,08-13,66%.

Berdasarkan hasil dari uji statistik, laju alir reaktan dan suhu reaksi sulfonasi berpengaruh nyata terhadap nilai tegangan permukaan, nilai tegangan antar muka, bilangan iod, bilangan asam, pH, dan kadar bahan aktif. Kondisi proses terbaik dari kombinasi laju alir reaktan dan suhu reaksi proses sulfonasi pada penelitian ini adalah pada kondisi proses dengan laju alir reaktan 1,1 kg/jam dan suhu reaksi 100°C. Pada kondisi proses tersebut, diperoleh sifat fisiko-kimia MESA sebagai berikut: nilai tegangan antar muka 2,57 dyne/cm, nilai tegangan permukaan 34,23 dyne/cm, bilangan iod 52,19 mg I2/ gram MESA, bilangan asam 9,27 mg NaOH/ gram MESA, pH 1,43, dan kadar bahan aktif 13,66%.


(5)

Novianus Efrat. F34052268. Effect of SO3 Flow Rate and Temperature in Sulfonation Process of Methyl Ester Sulfonates Acid from Jatropha curcas L. by Using Single Tube Falling Film Reactor. Under supervised by Erliza Hambali. 2010.

SUMMARY

Surfactant is surface active agent that has ability to reduce surface and inter-facial tension. Based on its ability, surfactant is used almost in all sectors of industries. It can be synthesized from petroleum, microorganism, and vegetable oil. Based on the hydrophilic part, it is divided into four groups: cationic, anionic, non-ionic, and amphoteric. Anionic surfactant is the most produced compared to other groups. Methyl Ester Sulfonates (MES) is the anionic surfactant made from vegetable oil that is now being developed. MES has the similar, or even better, than Linear Alkylbenzene Sulfonates that is now the most produced anionic surfactant synthesized from petroleum. Jatropha curcas is potential to be developed as MES feedstock because it has high productivity and oil contain.

Sulfonation process is the main process in MES production. There are some reactants can be used in sulfonation process but SO3 in the form of gas is the most common reactant used in industry. The sulfonation process of this research uses the Single Tube Falling Film Reactor.

This research has purposes to find the effect of reactant flow rate and temperature to the characteristics of Methyl Ester Sulfonates Acid produced and also to find the best process condition. This research used factorial completely randomized design with two replications. The treatments used are reactant flow rate with levels 0.8, 0.9, 1.0, and 1.1 kg SO3/hr and temperature with levels 80, 100, and 120°C.

Performance test shows that the reactant flow rate and temperature have significant effect in the surface tension value, inter-facial tension value, iodine number, acid number, pH, and active matter of MESA produced. MESA produced in this research could reduce the water surface tension from 41.88% up to 50.22%, has inter-facial tension value from 2.57 dyne/cm to 46.88 dyne/cm, iodine value from 50.96 mg I2/g MESA, acid value from 3.43 up to 10.79 mg NaOH/g MESA, pH from 1.42 to 1.73, and active matter from 0.08 to 13.66 percent. Based on this research, it is found that the MESA produced by 1.1 kg SO3 reactant flow rate/hr and 100°C temperature condition shows the best characteristic, especially in the inter-facial tension value.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 24 November 1987. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, putra dari pasangan Bong Sian Khim dan Linda Roseawati Wijaya. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Budi Mulia Bogor pada tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Budi Mulia Bogor tahun 2002, dan Sekolah Menengah Umum Regina Pacis Bogor pada tahun 2005. Lulus dari tingkat SMU, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menempuh pendidikan di Insitut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri. Penulis juga aktif dalam berbagai organisasi seperti International Association of Students in Agriculture and Related Sciences Local Committee-Bogor Agriculture

University (IAAS LC-IPB), Komisi Pelayanan Khusus dalam Persekutuan

Mahasiswa Kristen IPB, dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri.

Penulis melaksanakan Praktek Lapang pada tahun 2007 dengan judul “Mempelajari Proses Produksi Margarin” di PT. Sinar Meadow International Indonesia, Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta. Dalam menyusun skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Industri Pertanian, penulis melakukan penelitian dengan judul “Kajian Pengaruh Laju Alir Gas SO3 dan Suhu Reaksi Proses Sulfonasi pada Karakteristik Surfaktan Methyl Ester

Sulfonates Acid dari Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Menggunakan


(7)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Novianus Efrat

NRP : F34052268

Departemen : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian Universitas : Institut Pertanian Bogor

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “ Kajian Pengaruh Laju Alir Gas SO3 dan Suhu Reaksi Proses Sulfonasi pada

Karakteristik Methyl Ester Sulfonates Acid dari Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Menggunakan Single Tube Falling Film Reactor“ merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas disebut rujukannya.

Bogor, Januari 2010

Penulis,

Novianus Efrat F34052268


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME atas segala karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian penulis yang dilakukan di Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC-IPB), Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Laboratorium Quality Control PT. FINDECO, dan Laboratorium EOR Lemigas mulai bulan Februari sampai Desember 2009.

Selama pelaksanaan dan penulisan skripsi ini penulis banyak sekali mendapatkan bantuan baik secara moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Prof. Dr. Erliza Hambali selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam segala hal.

2. Papa, Mama, dan Koko atas segala dukungan doa, motivasi, dan kasih sayang yang telah diberikan.

3. Staff dan laboran Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC-IPB) yang secara langsung dan tidak langsung telah memberikan kontribusi dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. Staff dan laboran di Departemen Teknologi Industri Pertanian

5. Seluruh teman TIN ’42 dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini belum tercipta suatu karya yang sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2010


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. JARAK PAGAR SURFAKTAN ... 4

B. SURFAKTAN ... 8

C. METHYL ESTER SULFONATES (MES) ... 10

D. REAKSI SULFONASI ... 12

III. METODOLOGI ... 16

A. BAHAN DAN ALAT ... 16

B. METODE PENELITIAN ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR ... 21

B. ANALISIS METIL ESTER ... 24

C. PENGARUH FAKTOR SUHU DAN LAMA REAKSI ... 25

1. Tegangan Permukaan ... 26

2. Tegangan Antar Muka ... 29

3. Bilangan Iod ... 31

4. Bilangan Asam ... 33


(10)

6. Derajat Keasaman (pH) ... 37

V. PENUTUP ... 40

A. KESIMPULAN ... 40

B. SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komponen penyusun biji jarak pagar ... 6

Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak jarak pagar ... 7

Tabel 3. Komposisi asam lemak beberapa jenis minyak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan MES ... 11

Tabel 4. Karakteristik metil ester untuk bahan baku MES ... 12

Tabel 5. Hasil analisis biji jarak pagar ... 21

Tabel 6. Hasil analisis minyak jarak ... 22


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Buah Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) ... 6

Gambar 2. Biji dalam buah Jarak pagar (Jatropha curcas L.) ... 6

Gambar 3. Ilustrasi struktur molekul surfaktan... 8

Gambar 4. Tampilan surfaktan pada media air ... 9

Gambar 5. Visualisasi surfaktan yang membentuk satu lapisan ... 9

Gambar 6. Reaksi sulfonasi pada pembuatan MESA ... 13

Gambar 7. Kemungkinan terikatnya pereaksi kimia dalam proses sulfonasi ... 14

Gambar 8. Visualisasi Single Tube Falling Film Reactor ... 16

Gambar 9. Diagram tahapan penelitian yang dilakukan ... 17

Gambar 10. Grafik hubungan pengaruh laju alir reaktan SO3 dan suhu proses sulfonasi terhadap nilai tegangan permukaan ……….……… 27

Gambar 11. Grafik hubungan pengaruh laju alir reaktan SO3 dan suhu proses sulfonasi terhadap nilai tegangan antar muka ... 30

Gambar 12. Grafik hubungan pengaruh laju alir reaktan SO3 dan suhu proses sulfonasi terhadap nilai bilangan iod ... 32

Gambar 13. Grafik hubungan pengaruh laju alir reaktan SO3 dan suhu proses sulfonasi terhadap nilai bilangan asam ... 34

Gambar 14. Grafik hubungan pengaruh laju alir reaktan SO3 dan suhu proses sulfonasi terhadap nilai bahan aktif ... 36

Gambar 15. Grafik hubungan pengaruh laju alir reaktan SO3 dan suhu proses sulfonasi terhadap nilai pH ... 38


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur analisis biji jarak pagar... 44

Lampiran 2. Prosedur analisis minyak jarak pagar ... 46

Lampiran 3. Prosedur analisis metil ester ... 50

Lampiran 4. Prosedur analisis surfaktan MES ... 54

Lampiran 5. Data hasil analisis laju alir reaktan dan suhu reaksi terhadap tegangan permukaan MESA ... 60

Lampiran 6. Data hasil analisis laju alir reaktan dan suhu reaksi terhadap terhadap tegangan antar muka MESA ... 62

Lampiran 7. Data hasil analisis laju alir reaktan dan suhu reaksi terhadap terhadap bilangan iod MESA ... 64

Lampiran 8. Data hasil analisis laju alir reaktan dan suhu reaksi terhadap terhadap bilangan asam MESA ... 66

Lampiran 9. Data hasil analisis laju alir reaktan dan suhu reaksi terhadap terhadap kadar bahan aktif MESA ... 68

Lampiran 10. Data hasil analisis laju alir reaktan dan suhu reaksi terhadap terhadap pH MESA ... 70


(14)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antar muka. Dengan sifatnya itu, surfaktan dapat diaplikasikan hampir di setiap bidang industri. Contoh bidang aplikasi surfaktan meliputi industri sabun, kosmetik, personal care, tekstil, kulit, kertas, makanan, minuman, cat, farmasi, perminyakan, pertambangan, dan lain-lain. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia, kebutuhan akan surfaktan pun terus meningkat setiap tahunnya.

Surfaktan sangat prospektif dikembangkan di Indonesia mengingat kebutuhan surfaktan dalam negeri meningkat setiap tahunnya. Permintaan surfaktan jauh lebih besar dari pada kemampuan Indonesia memproduksi sendiri. Hal ini menyebabkan kebutuhan surfaktan yang belum bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri disuplai dari luar negeri.

Berdasarkan gugus hidrofiliknya, surfaktan diklasifikasikan ke dalam empat jenis, yaitu surfaktan anionik, kationik, non-ionik, dan amfoterik. Surfaktan anionik merupakan surfaktan yang paling banyak diproduksi di dunia. Linear

Alkylbenzene Sulfonate (LAS) merupakan surfaktan anionik yang paling banyak

diproduksi daripada jenis surfaktan yang lain. Surfaktan LAS disintesis dari minyak bumi. Selain dibuat dari bahan yang tidak terbarukan, biaya produksi LAS juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan MES. Oleh karena alasan ini serta mengingat cadangan minyak bumi yang semakin menipis, maka diperlukan bahan baku untuk surfaktan yang bersifat terbarukan dan lebih ramah lingkungan.

Methyl Ester Sulfonates (MES) merupakan surfaktan anionik yang bersifat

terbarukan karena dibuat dari minyak nabati. MES sedang banyak dikembangkan dan diproduksi mengingat karakteristiknya yang bersaing dengan LAS. Watkins (2001) mengatakan bahwa beberapa kelebihan MES antara lain mampu mempertahankan deterjensi pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi, tidak


(15)

menggumpal pada air dengan tingkat salinitas yang tinggi, dan memiliki laju biodegradasi yang lebih cepat dibandingkan surfaktan berbasis minyak bumi.

Di Indonesia, surfaktan MES potensial untuk dikembangkan karena bahan baku tersedia untuk produksi dalam jumlah besar. Contoh komoditas yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku surfaktan MES adalah jarak pagar (Jatropha curcas L.). Jarak pagar memiliki produktivitas dan kadar minyak yang tinggi. Produkitivitas biji jarak pagar mencapai 4,35-8,7 ton/ha/tahun (Kemala, 2006). Kandungan minyak dalam biji jarak sebesar 54% (Swern, 1979). Selain itu, produksi tanaman jarak pagar meningkat dari 40.00 ha pada tahun 2006 hingga mencapai 121.200 ha pada tahun 2007. Selanjutnya target yang diusung oleh pemerintah (Direktorat Jenderal Perkebunan) untuk tahun 2010 adalah 381.500 ha (InfoTek, 2008). Jarak pagar juga sangat berpotensi untuk dijadikan bahan baku surfaktan karena daerah penyebarannya yang luas, yakni meliputi Lampung, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Tengah (Departemen Pertanian, 2008).

Selama ini, biji jarak ditingkatkan nilai tambahnya dengan mengolahnya menjadi minyak jarak mentah (Crude Jatropha Oil atau CJO). Biji jarak dapat lebih ditingkatkan nilai tambahnya dengan mengolahnya menjadi surfaktan. Selain memperoleh nilai tambah, pemanfaatan biji jarak sebagai bahan baku utama pembuatan surfaktan MES diharapkan dapat mencukupi kebutuhan surfaktan dalam negeri sehingga mengurangi volume impor surfaktan di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dalam pengembangan surfaktan MES dari minyak jarak pagar.


(16)

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laju alir reaktan dan suhu reaksi proses sulfonasi terhadap sifat fisiko kimia Methyl Ester Sulfonates Acid (MESA) yang diproduksi dari metil ester minyak jarak pagar menggunakan reaktor Single Tube Falling Film Reactor. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kondisi proses terbaik dari beberapa kondisi perlakuan yang digunakan.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. JARAK PAGAR

Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman jarak, antara lain jarak kepyar

(Ricimus communis), jarak bali (Jatropha podagrica), jarak ulung (Jatropha

gossypifolia L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas L.). Pada umumnya, jenis

tanaman jarak yang paling sering digunakan untuk biodiesel dan bahan oleokimia lainnya adalah jarak pagar dan jarak kepyar (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2006).

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang tahan kekeringan. Tanaman ini juga mampu tumbuh dengan cepat dan kuat di lahan yang beriklim panas, tandus, dan berbatu. Wilayah yang cocok sebagai tempat tumbuhnya adalah di dataran rendah hingga mencapai ketinggian 1.000 m dpl dengan temperatur tahunan sekitar 18,0-28,5°C (Hambali et al., 2006).

Jarak pagar telah lama dikenal masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942-an. Masyarakat diperintahkan untuk menanam jarak pagar di pekarangan. Minyak jarak pagar ini dimanfaatkan sebagai bahan bakar kendaraan untuk perang pada masa itu (Hambali et al., 2006).

Beberapa nama daerah (nama lokal) untuk tanaman jarak pagar adalah jarak budeg, jarak gundul, jarak cina (jawa); baklawah, nawaih (NAD); jarak kosta (Sunda); paku kare (Timor); peleng kaliki (Bugis); kalekhe paghar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utumene (Sulawesi); dan ai huwa kamala, balacai, kadoto (Maluku) (Hambali et al., 2006).

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) memiliki produktivitas yang tinggi. Menurut Kemala (2006), klasifikasi teknis usaha tani jarak pagar dapat dibedakan menurut status teknologinya yaitu: (1) tingkat rendah dengan produktivitas mencapai 4,35 ton/ha/tahun, dimana jarak pagar ditanam tidak


(18)

teratur, persentase tumbuh ± 65%, pemakaian pupuk dan obat-obatan lebih sedikit; (2) tingkat sedang dan tinggi dengan produktivitas mencapai 6,5 ton/ha/tahun, dimana jarak pagar ditanam teratur, jumlah bibit 2750 bibit, ukuran lubang teratur (10 x 20 cm), persentase tumbuh lebih tinggi 80% untuk teknologi sedang dan 90% untuk teknologi tinggi, pemakaian pupuk dan obat-obatan lebih banyak, curahan tenaga kerja lebih tinggi dari status teknologi rendah; dan (3) teknologi tinggi dengan produktivitas sebesar 8,7 ton/ha/tahun. Selain itu, penyebaran jarak pagar cukup luas. Jarak pagar tersebar di beberapa daerah di Indonesia seperti: Lampung, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Tengah (Departemen Pertanian, 2008).

Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae. Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euporbiales

Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha Spesies : Jatropha curcas Linn.

Menurut Sinaga (2006), jarak pagar memiliki buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2 – 4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika sudah masak. Buah terbagi menjadi tiga ruang, masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong, berwarna coklat kehitaman, dan mengandung banyak minyak. Menurut Heller (1996), biji jarak pagar memiliki panjang 2 cm dan lebar 1 cm. Penampakan dari buah dan biji jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.


(19)

Gambar 1. Buah Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Sumber: www.jayveer.tradeget.com

Gambar 2. Biji dalam buah Jarak pagar (Jatropha curcas L.) Sumber: Hambali et al. (2006)

Hal yang membedakan jarak pagar dengan tanaman jarak lainnya adalah persentase komponen penyusun dan kandungan asam lemaknya. Komponen penyusun pada jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen penyusun biji jarak pagar

Komposisi (%)

Nilai (%)

a b c

Minyak (% b/b) 34.38 56.8− 58.4 46.24±0.37 Protein (% b/b) 17.08 22.2 – 27.2 29.40±1.04

Serat (% b/b) 22.96 - 2.57±0.35

Abu (% b/b) 3.17 3.6 – 4.3 4.90±0.26 Air (% b/b) 5.77 3.1 – 5.8 5.00 ±0.01

Karbohidrat (% b/b) - - 16.89±0.91

Sumber : Winkler et al. (1997) a Gubitz et al. (1999) b


(20)

Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang memiliki kandungan minyak cukup tinggi, sekitar 30 – 50%, sehingga sangat prospektif untuk digunakan sebagai bahan baku produk oleokimia seperti surfaktan. Karakteristik utama yang membedakan minyak jarak dengan gliserida lain adalah larut dalam alkohol, larut dalam pelarut polar organik, sedikit larut pada hidrokarbon aliphatik dan petroleum eter (Kirk dan Othmer, 1964). Minyak jarak mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan dengan trigliserida lainnya karena bobot jenis, kekentalan, dan bilangan asetil serta kelarutannya dalam alkohol nilainya relatif tinggi (Ketaren, 1986).

Menurut Nanewar (2005), minyak jarak pagar mengandung 21% asam lemak jenuh dan 79% asam lemak tak jenuh. Adapun komposisi asam lemak pada minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi asam lemak pada minyak jarak pagar

Kandungan asam lemak Presentase (%)

Asam miristat (C14H28O2) 0 – 0.1

Asam palmitat (C16H32O2) 14.1 – 15.3

Asam stearat (C18H36O2) 3.7 – 9.8

Asam arachidat (C20H40O2) 0 – 0.3

Asam behenat (C22H44O2) 0 – 0.2

Asam palmitoleat (C16H30O2) 0 – 1.3

Asam oleat (C18H34O2) 34.3 – 45.8

Asam linoleat (C18H32O2) 29.0 – 44.2

Asam linolenat (C18H30O2) 0 – 0.3

Sumber : Gubitz et al. (1999)

Asam lemak dominan pada minyak jarak pagar adalah asam oleat, asam linoleat, dan asam palmitat. Asam oleat dan asam linoleat merupakan asam


(21)

lemak tak jenuh, sedangkan asam palmitat merupakan asam lemak jenuh. Asam oleat merupakan asam lemak yang terdapat di sebagian besar minyak atau lemak dengan rata-rata komposisinya 50% dari total asam lemak. Menurut Hamilton (1983), semakin tinggi jumlah asam lemak tak jenuh dalam suatu minyak, maka akan menyebabkan minyak tersebut semakin mudah teroksidasi.


(22)

B. SURFAKTAN

Menurut Rieger (1985), surfaktan adalah suatu zat yang bersifat aktif permukaaan yang dapat menurunkan tegangan antar muka (interfacial tension atau IFT) minyak-air. Surfaktan memiliki kecenderungan untuk menjadikan zat terlarut dan pelarutnya terkonsentrasi pada bidang permukaan. Sifat-sifat surfaktan adalah mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan antar muka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi, dan mengontrol jenis formulasi emulsi. Di samping itu, surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat penggabungan (coalescence) dari partikel yang terdispersi.

Molekul surfaktan dapat digambarkan seperti berudu yang terdiri dari bagian kepala dan ekor (Gambar 3). Bagian kepala dan ekor mempunyai sifat yang berbeda, disebabkan karena struktur molekulnya yang tak seimbang (konfigurasi kepala-ekor). Bagian kepala yang bersifat hidrofilik merupakan bagian yang sangat polar dan larut dengan air. Sementara bagian ekor bersifat hidrofobik merupakan bagian non-polar dan lebih tertarik ke minyak atau lemak. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi dan peranan yang beragam di industri (Hui, 1996e).

Gambar 3. Ilustrasi struktur molekul surfaktan (Gervasio, 1996)

Pada Gambar 4 disajikan tampilan visual orientasi bagian kepala surfaktan pada media air. Sementara visualisasi surfaktan yang saling berikatan hingga membentuk satu lapisan disajikan pada Gambar 5.

Hidrofobik


(23)

Gambar 4. Tampilan surfaktan pada media air Sumber: www.cems.ou.edu

Gambar 5. Visualisasi surfaktan yang membentuk satu lapisan Sumber: www.cems.ou.edu

Umumnya, bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan surfaktan adalah minyak bumi, minyak nabati, karbohidrat, dan hasil aktivitas mikroorganisme. Penggunaan minyak bumi sebagai bahan baku surfaktan semakin menipis karena persediaannya yang tidak dapat diperbaharui. Maka, penggunaan bahan nabati seperti minyak jarak pagar sangat prospektif untuk digunakan sebagai bahan baku surfaktan.

Surfaktan berbasis minyak nabati dapat disintesis melalui senyawa metil ester. Proses yang dapat diterapkan untuk menghasilkan surfaktan yaitu asetilasi, etoksilasi, esterifikasi, sulfonasi, sulfatasi, amidasi, dan saponifikasi (Sadi, 1994).

Berdasarkan gugus hidrofiliknya, surfaktan dibagi menjadi empat kelompok dan digunakan secara meluas pada hampir semua sektor industri modern. Jenis-jenis surfaktan tersebut adalah surfaktan kationik, anionik, non-ionik, dan amfoterik. Data jumlah konsumsi surfaktan dunia menunjukkan bahwa surfaktan anionik merupakan surfaktan yang paling banyak digunakan


(24)

yaitu sebesar 50%, kemudian disusul nonionik 45%, kationik 4%, dan amfoterik 1% (Watkins, 2001).

Menurut Matheson (1996), surfaktan anionik mempunyai karakteristik hidrofilik akibat adanya gugus ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa golongan sulfat atau sulfonat. Beberapa contoh surfaktan anionik yaitu linear alkilbenzen sulfonat (LAS), alkohol sulfat (AS), alkohol eter sulfat (AES), alfa olein sulfonat (AOS), parafin (secondary alkalene sulfonate, SAS) dan metil ester sulfonat (MES).

C. METHYL ESTER SULFONATES

Methyl Ester Sulfonates atau Metil Ester Sulfonat (MES) merupakan zat

yang disintesis dari bahan metil ester dan agen sulfonasi melalui proses sulfonasi. Metil ester sendiri dapat dihasilkan dari berbagai bahan baku seperti dari minyak kelapa, minyak sawit dan tallow. MacArthur et al. (2001) menyebutkan bahwa studi tentang MES dengan rantai C16-C18 menunjukkan bahwa MES memiliki sifat yang lebih baik daripada surfaktan LAS atau AS dalam hal daya cuci di air dingin dan air sadah hingga 100 ppm (CaCO3). Hasil pengujian di laboratorium memperlihatkan bahwa laju biodegradasi MES serupa dengan AS dan sabun, namun lebih cepat dibandingkan LAS. Hal tersebut menyebabkan metil ester sulfonat pada masa mendatang diindikasikan akan menjadi surfaktan anionik yang paling penting (Watkins, 2001).

Menurut Mac Arthur dan Sheats (2002), jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan MES adalah kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, dan tallow. Pada Tabel 3 disajikan komposisi asam lemak beberapa jenis minyak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan MES.

Tabel 3. Komposisi asam lemak beberapa jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan MES


(25)

Asam Lemak

CPO (%) a

PKO ( %) a

Minyak Kelapa

(%) a

Tallow (%) b

Minyak Jarak

Pagar (%) c Asam Lemak Jenuh :

Kaprat (C10) - 3,6 7 - -

Laurat (C12) - 50 48 - 0,01

Miristat (C14) 1 16 17 3 0,06

Palmitat (C16) 46 8 8 26 14,76

Stearat (C18) 5 2 3 23 51,32

Asam Lemak Tak Jenuh :

Oleat (C18:1) 39 15 6 43 33,15

Linoleat (C18:2) 9 1 2 2 0,23

Linolenat (C18:3) 0,4 - - - -

Sumber : a Hui (1996a), b Watkins (2001), c Setyaningsih (2008)

Menurut Matheson (1996), metil ester sulfonat (MES) memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C14, C16, dan C18 memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat mudah didegradasi (good biodegradability). Dibandingkan petroleum sulfonat, surfaktan MES menunjukkan beberapa kelebihan diantaranya yaitu pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas enzim yang lebih baik, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam (disalt) lebih rendah.

Berikut pada Tabel 4 dapat dilihat beberapa karakteristik metil ester dari beberapa bahan baku dalam pembuatan MES yang pernah dilakukan sebelumnya.

Tabel 4. Karakteristik Metil Ester untuk Bahan Baku MES

Parameter P & G Henkel Chengdu Emery CEI 1270 ME 16 1618 2204


(26)

Bobot Molekul 218 281 284 280

Bilangan Tak tersabunkan 0.05 0.27 0.06 n/a

Bilangan Asam (mg

KOH/g ME) 0.15 0.5 3.8 0.4

Bilangan Penyabunan (mg

KOH/g ME) 252 197 191 n/a

Sumber : MacArthur (1998)

Surfaktan MES memiliki kelemahan yaitu gugus ester pada struktur MES cenderung mengalami hidrolisis baik pada kondisi asam maupun basa. Kecepatan reaksi hidrolisis akan semakin cepat dengan meningkatnya suhu (Rosen, 2004).

D. REAKSI SULFONASI

Bahan baku untuk surfaktan MES adalah metil ester yang diperoleh dari proses esterifikasi minyak. Minyak yang akan dijadikan bahan untuk produksi surfaktan harus diolah menjadi metil ester terlebih dahulu. Asam lemak yang telah diolah menjadi metil ester akan menjadikan senyawa yang lebih stabil terhadap suhu rendah maupun tinggi (Ketaren, 1986).

Metil ester merupakan suatu senyawa yang mengandung gugus —COOR dengan R dapat membentuk alkil suatu ester. Suatu ester dapat dibentuk langsung antara suatu asam lemak dengan alkohol yang dinamakan dengan esterifikasi. Suatu asam karboksilat merupakan suatu senyawa organik yang mengandung gugus karboksil —COOH. Gugus karboksil mengandung sebuah gugus karbonil dan sebuah gugus hidroksil (Fessenden dan Fessenden, 1982).

O O

SO3 + Rn C OCH3 Rn-1 C C OCH3


(27)

Sulfur Trioksida + Metil Ester Methyl Ester Sulfonate Acid Gambar 6. Reaksi sulfonasi pada pembuatan MESA (Watkins, 2001)

Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak, diantaranya yaitu: 1) pemakaian energi lebih sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak; 2) peralatan yang digunakan murah karena metil ester bersifat non korosif sehingga tidak terlalu membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat; 3) metil ester lebih mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih stabil terhadap panas; 4) metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya lebih stabil dan non korosif.

Proses produksi surfaktan MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester dengan agen sulfonasi. Menurut Bernardini (1983) dan Pore (1976), pereaksi yang dapat dipakai pada proses sulfonasi antara lain asam sulfat (H2SO4), oleum (larutan SO3 di dalam H2SO4), sulfur trioksida (SO3), NH2SO3H, dan ClSO3H. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio mol, suhu reaksi, konsentrasi gugus sulfat yang ditambahkan, waktu netralisasi, jenis dan konsentrasi katalis, pH, dan suhu netralisasi (Foster, 1996).

Dari hasil penelitian sebelumnya, surfaktan MES yang diproduksi dengan menggunakan reaktan NaHSO3 dan H2SO4 ternyata memperlihatkan karakteristik bersifat larut minyak. Hal ini disebabkan karena proses sulfonasi yang terjadi belum sempurna sehingga gugus sulfonat yang terbentuk hanya sekitar 65 persen, sementara sisanya masih dalam bentuk minyak. Oleh karena itu, kondisi proses sulfonasi untuk memproduksi surfaktan MES tersebut di atas akan diteliti dengan menggunakan reaktan berupa gas SO3 agar dihasilkan surfaktan MES dengan karakteristik larut air yang nantinya dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan.

Alasan dipilihnya gas SO3 dikarenakan oleh beberapa hal. Menurut Sherry et al. (1995), penggunaan reaktan gas SO3 memiliki beberapa keuntungan, antara lain cocok diterapkan pada skala besar dan kontinyu hingga 24 jam per hari, tujuh hari per minggu, dan kapasitas terpasang dalam satuan


(28)

ton. Kapasitas untuk skala komersial dengan menggunakan teknologi gas SO3 adalah sekitar 250 sampai 20.000 kg/jam. Selain itu, proses ini menghasilkan nilai rendemen paling tinggi yaitu sekitar 90-95%.

Reaksi sulfonasi molekul asam lemak dapat terjadi pada tiga sisi yaitu (1) gugus karboksil; (2) bagian α-atom karbon; (3) rantai tidak jenuh (ikatan rangkap) (Gambar 7). Pemilihan proses sulfonasi tergantung pada banyak faktor yaitu: karakteristik dan kualitas produk akhir yang diinginkan, kapasitas produksi yang disyaratkan, biaya bahan kimia, biaya peralatan proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan limbah hasil proses. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio mol reaktan, suhu reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan (SO3, NaHSO3, asam sulfit), waktu netralisasi, pH dan suhu netralisasi (Foster, 1996).

Gambar 7. Kemungkinan terikatnya pereaksi kimia dalam proses sulfonasi (Jungermann, 1979)

Menurut Stein dan Baumann (1975), lapisan metil ester bereaksi dengan gas SO3 dari reaktor bagian atas. Pada reaktor dipasang saluran pemisah antara fase gas dan fase cairan. Metil ester yang masuk ke dalam reaktor dengan laju alir 600 gram/jam dan gas SO3 dengan konsentrasi 5%. Sulfonasi metil ester dilakukan pada suhu 70-90°C dengan rasio mol metil ester dan gas SO3 yaitu 1 : 1,3. Gas SO3 bersifat eksotermis dan reaksi terjadi secara cepat dengan metil ester pada suhu yang lebih rendah akibat adanya gugus karbonil dari ester, tetapi sulfonasi belum tercapai. Untuk itu diperlukan suhu yang lebih tinggi agar sulfonasi berlangsung sempurna.

Pengotor utama dalam proses pembuatan MES adalah terbentuknya di-salt pada proses hidrolisis saat reaksi penetralan. Walaupun di-di-salt merupakan

H H H O

H C C CH = CH C CH2 C 1

H H H OH


(29)

surfaktan, namun di-salt memiliki sifat yang tidak diinginkan, yaitu cenderung menurunkan kinerja MES (Rosen, 2004).

Menurut Mac Arthur dan Sheat (2002), penelitian mengenai produksi MES skala pilot plant secara sinambung telah dilakukan oleh Chemithon Corp. di Amerika Serikat. Produksi MES dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap proses sulfonasi dimulai dengan pemasukan bahan baku metil ester dan gas SO3 ke reaktor dan selanjutnya diikuti dengan tahap pencampuran di


(30)

Gambar 8. Visualisasi Single Tube Falling Film Reactor

III. METODOLOGI

A. ALAT DAN BAHAN

Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor sulfonasi jenis Single Tube Falling Film yang digunakan untuk mereaksikan metil ester dengan gas SO3. Peralatan lain yang digunakan adalah spinning

drop tensiometer, tensiometer Du Nuoy, density meter, pH meter, hotplate

stirrer, termometer, neraca analitis, oven, pipet, labu Erlenmeyer, dan peralatan

gelas lainnya. Penampakan visual dari reaktor sulfonasi jenis Single Tube


(31)

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metil ester dari minyak biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) dan gas SO3. Lalu bahan kimia yang digunakan untuk analisa antara lain KOH, H2SO4, metanol, NaOH, HCl, indikator Penolphtalein, indikator kanji, Na2SO4, air suling, sikloheksan, asam asetat glasial, kalium iodida, Na2SO2O3, K2Cr2O7, larutan Wijs, toluene, khloroform, petroleum eter, indikator metilene blue, Cetyltrimethylammonium Bromide (CTAB), dan aseton.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu a) analisis sifat fisiko-kimia biji dan minyak jarak pagar, b) esterifikasi dan transesterifikasi minyak jarak pagar, dan c) pembuatan methyl ester sulfonates acid (MESA). Diagram alir penelitian disajikan secara lengkap pada Gambar 9.

Biji Jarak Pagar

Metil Ester Jarak Pagar Pengepresan Biji Jarak Pagar

Esterifikasi dan Trans-esterifikasi

Analisa

Bungkil

Minyak Jarak Pagar Analisa

Metanol

KOH

H2SO4

Metanol & Gliserol

A


(32)

Gambar 9. Diagram penelitian yang dilakukan

1. Analisis sifat fisiko kimia biji dan minyak jarak pagar

Biji jarak pagar merupakan bahan baku yang digunakan dalam tahapan penelitian ini. Biji jarak pagar ini diperoleh dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di Cirebon. Biji jarak pagar disortir guna memisahkan kotoran-kotoran lalu dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah itu, dilakukan analisis pada biji jarak pagar yang meliputi kadar air, kadar abu, dan kadar minyak. Kemudian, dilakukan pengepresan biji jarak dengan menggunakan alat screw press guna memperoleh minyak jarak. Minyak jarak yang diperoleh kemudian dianalisis sifat fisiko-kimianya, meliputi kadar air, kadar abu, bilangan iod, bilangan asam, bilangan penyabunan, dan kadar asam lemak bebas. Prosedur analisis untuk uji sifat fisiko-kimia untuk biji jarak pagar dapat dilihat pada Lampiran 1 dan untuk minyak jarak pagar pada Lampiran 2.

2. Esterifikasi dan transesterifikasi minyak jarak pagar

Minyak jarak pagar yang telah diperoleh pada tahapan penelitian sebelumnya diproses untuk menghasilkan metil ester dengan cara esterifikasi dan transesterifikasi. Kemudian dilanjutkan dengan proses pemurnian menggunakan metode Setyaningsih et al. (2007). Minyak jarak pagar dipanaskan sampai suhu 55°C, kemudian direaksikan

A

Sulfonasi:

Laju alir reaktan: 0,8; 0,9; 1,0; 1,1 (kg/jam) Suhu reaksi: 80, 100, 120 (°C) SO3

Methyl Ester Sulfonates Acid


(33)

dengan metanol sebanyak 225% dari FFA dan katalis asam sulfat 5% FFA. Kadar asam lemak bebas (free fatty acid atau FFA) diperoleh pada tahap analisis fisiko-kimia minyak jarak pagar. Selanjutnya dilakukan pengadukan untuk menyeragamkan suhu sampai terbentuk ester. Suhu campuran dipertahankan pada 55°C selama satu jam. Setelah reaksi berlangsung sempurna, dilakukan tahap transesterifikasi dengan menambahkan metanol sebanyak 15% dari jumlah minyak dan NaOH sebanyak 10 gram. Pengadukan dilanjutkan kembali selama 1 jam sampai terbentuk warna kecoklatan yang menandai telah terbentuknya gliserol sebagai produk samping. Pisahkan metil ester dan gliserol. Kemudian cuci metil ester dengan menggunakan air hangat dengan suhu sekitar 50°C untuk menghilangkan sisa katalis, metanol, dan sabun. Pencucian dengan air hangat ini dilakukan berulang hingga tiga kali pencucian. Pengeringan metil ester dilakukan dengan pemanasan suhu 115°C sampai seluruh air menguap.

Metil ester kemudian diuji sifat fisiko-kimianya, meliputi kadar air, bilangan iod, bilangan asam, bilangan penyabunan, fraksi tak tersabunkan, gliserol total, dan kadar ester. Prosedur analisis untuk uji sifat fisiko-kimia metal ester jarak pagar dapat dilihat pada Lampiran 3.

3. Pembuatan Methyl Ester Sulfonates Acid (MESA)

Pada tahapan ini dilakukan proses sulfonasi menggunakan Single

Tube Falling Film Reactor (STFR) skala 5 L. Proses sulfonasi metil

ester ini dilakukan dalam Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Terdapat tiga reaksi yang terjadi dalam reaktor, yaitu: kontak antara fase gas dan fase cair, penyerapan gas SO3 dari fase gas, dan reaksi dalam fase cair. Metil ester dipompakan ke head reactor, masuk ke

liquid chamber, dan mengalir turun membentuk liquid film dengan

ketebalan tertentu yang dibentuk oleh corong head yang didisain khusus untuk keperluan ini. Ketebalan film bisa diatur dengan mengubah lebar jarak (gap) antara corong dengan tabung reaktor, menggunakan washer yang memiliki tebal tertentu.


(34)

Surfaktan MESA diproduksi menggunakan metil ester minyak jarak pagar dengan menggunakan pereaksi gas SO3. Kondisi proses yang dikaji adalah laju alir umpan konstan 100 ml/menit; lama reaksi 45 menit; suhu proses 80, 100, 120°C; dan laju alir reaktan gas SO3 0,8; 0,9; 1,0; dan 1,1 kg/jam.

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor, yaitu laju alir reaktan dan suhu proses sulfonasi. Pengulangan dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Model rancangan percobaannya adalah:

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + έk(ij)

Di mana:

Yijk = hasil pengamatan pada ulangan ke-k, laju alir reaktan ke-i, dan suhu reaksi ke-j

µ = rata-rata yang sebenarnya

Ai = pengaruh laju alir reaktan ke-i (i=1,2,3) Bj = pengaruh suhu reaksi ke-j (j=1,2,3,4,5)

(AB)ij = pengaruh interaksi laju alir reaktan ke-i dan suhu reaksi ke-j έk(ij) = galat eksperimen

Pengaruh perlakuan laju alir reaktan dan suhu reaksi pada berbagai taraf tersebut diamati terhadap parameter tegangan antar muka, tegangan permukaan, bilangan iod, bilangan asam, pH, dan bahan aktif.


(35)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR

Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah Cirebon. Analisis biji jarak pagar bertujuan untuk mengetahui kondisi awal bahan baku yang digunakan dalam penelitian. Analisis yang dilakukan terhadap biji jarak pagar ini meliputi kadar air, kadar abu, dan kadar minyak. Hasil analisis terhadap biji jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Biji Jarak Pagar

Analisis Proksimat Nilai (%)

Kadar Air 8,90

Kadar Abu 4,62

Kadar Minyak 39,87

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa biji jarak pagar mengandung kadar minyak sebanyak 39,87%. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, kadar minyak biji jarak yang diperoleh tidak berbeda terlalu jauh. Berdasarkan beberapa literatur, kadar minyak biji jarak memang berkisar antara 30-50%. Kadar minyak dari biji jarak pagar yang tinggi ini menunjukkan bahwa jarak pagar sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber minyak nabati dalam produksi surfaktan methyl ester sulfonates acid (MESA).

Dalam analisis juga diperoleh data bahwa kadar air dalam biji jarak cukup tinggi, yakni 8,9%. Nilai kadar air yang diperoleh ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan literatur yakni 3,1-5,8% (Gubitz et al., 1999), 5% (Peace and Aladesanmi, 2008), dan 5,77% (Winkler et al., 1997).

Kadar abu ini menunjukkan jumlah kandungan bahan anorganik dalam biji jarak pagar. Sama halnya dengan kadar minyak, hasil analisis menunjukkan


(36)

bahwa kadar abu biji jarak pagar yang diperoleh tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan literatur, yakni sebesar 4,62%. Kadar abu ini menunjukkan jumlah kandungan bahan anorganik dalam biji jarak pagar. Literatur menunjukkan bahwa pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kadar abu biji jarak umumnya berkisar antara 3,6-4,3% (Gubitz et al.,1999).

Pada tahapan selanjutnya karakterisasi dilakukan terhadap minyak jarak pagar yang diperoleh dari hasil pengepresan biji yang telah dianalisis sebelumnya. Karakterisasi ini perlu dilakukan guna mengetahui sifat fisiko-kima dari minyak jarak pagar kasar sebelum diolah menjadi metil ester. Karakterisasi ini meliputi analisis kadar abu, FFA, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, dan densitas. Tabel 6 di bawah ini menunjukkan hasil dari karakterisasi minyak jarak.

Tabel 6. Hasil Analisis Minyak Jarak Kasar

Analisis Satuan Nilai

Kadar Abu % 0,042

FFA % 10,98

Bilangan Asam mg KOH/g lemak 20,94 Bilangan Iod mg iod/g lemak 99,34 Bilangan Penyabunan mg KOH/g lemak 197,6

Densitas g/cm3 0,91

Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa nilai persentase FFA dan bilangan asam dari minyak jarak cukup tinggi, yakni berturut-turut sebesar 10,98% dan 20,94 mg KOH/g lemak. Tingginya nilai FFA dan bilangan asam ini diduga karena biji jarak yang digunakan telah mengalami proses penyimpanan. Secara alami, biji jarak pagar akan terus mengalami hidrolisis karena adanya kandungan air dan enzim lipase sehingga dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas. Dengan meningkatnya jumlah asam lemak bebas maka akan meningkatkan jumlah asam lemak dalam minyak yang terhitung sebagai bilangan asam. Akibat dari nilai FFA yang tinggi, maka


(37)

minyak jarak harus diesterifikasi terlebih dahulu sebelum ditransesterifikasi. Esterifikasi perlu dilakukan untuk mencegah pembentukan sabun pada saat proses transesterifikasi yang kemudian akan menganggu proses pemisahan gliserol dengan metil ester, serta akan berdampak langsung dalam penurunan rendemen metil ester yang dihasilkan.

Nilai bilangan penyabunan minyak jarak pagar didapat sebesar 197,6 mg KOH/g minyak. Hal ini tidak berbeda jauh dengan minyak jarak berdasarkan penelitian Peace dan Aladesanmi (2008) yang menunjukkan hasil sebesar 198,5 mg KOH/g minyak.

Bilangan iod menunjukkan banyaknya gram iodine yang terserap oleh 100 gram minyak atau lemak. Tinggi atau rendahnya bilangan iod tergantung pada komposisi asam lemak penyusunnya. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap tidak jenuh (Ketaren, 1986). Lebih lanjut Sinaga (2006) menjelaskan bahwa jenis asam lemak dominan pada minyak jarak adalah asam lemak oleat dan linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh. Berdasarkan analisis, diperoleh bilangan iod sebesar 99,34 mg I2/g minyak. Bilangan iod yang diperoleh ini mendekati bilangan iod berdasarkan literatur yakni 96,5 mg I2/g minyak (Hambali et al.,2006).


(38)

B. ANALISIS METIL ESTER

Pada penelitian ini, metil ester diperoleh setelah proses esterfikasi dan transesterifikasi minyak jarak pagar. Analisis metil ester diperlukan untuk mengetahui karakteristiknya sebelum diproses lebih lanjut dengan reaksi sulfonasi untuk memproduksi MESA. Analisis yang dilakukan terhadap metil ester meliputi kadar air, bilangan asam, bilangan iod, bilangan penyabunan, gliserol total, fraksi tak tersabunkan, dan kadar ester yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik metil ester minyak jarak pagar yang dihasilkan

No Karakter Satuan Nilai

1 Kadar air, metode oven % 1,33 – 2,29 2 Bilangan asam mg KOH/g lemak 0,155 – 0,41 3 Bilangan iod mg Iod/g lemak 98,33 4 Bilangan penyabunan mg KOH/g lemak 214,46 5 Gliserol total %-b 0,12 – 0,27 6 Fraksi tak tersabunkan % 0,39 7 Kadar ester %, dihitung 98,9

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa metil ester yang diproduksi sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh MacArthur (1998). Oleh karena itu, metil ester ini dapat digunakan untuk diproses lebih lanjut sebagai bahan baku MESA.


(39)

C. PENGARUH FAKTOR LAJU ALIR REAKTAN DAN SUHU REAKSI

Proses sulfonasi terhadap metil ester merupakan kegiatan utama dalam penelitian ini. Proses ini akan menghasilkan surfaktan MESA. Metil ester yang digunakan sebagai bahan baku diperoleh dari proses esterifikasi dan transesterifikasi minyak jarak pagar.

MESA yang dihasilkan berwarna kehitaman. Warna hitam yang ditimbulkan memang tidak bisa dihindari. Hal ini dikarenakan proses sulfonasi dengan gas SO3 bersifat sangat reaktif sehingga menyebabkan adanya perubahan molekul karena panas (golongan keton dan aldehid). Panas dapat membuat minyak atau lemak menjadi hitam akibat proses oksidasi.

Oleh karena produk hasil sulfonasi (MESA) berwarna kehitaman, maka sebenarnya diperlukan proses pemurnian untuk menghasilkan MES. Akan tetapi dalam penelitian ini tidak dilakukan pemurnian terhadap MESA karena perlu diketahui terlebih dahulu mengenai pengaruh dari laju alir reaktan dan suhu reaksi proses sulfonasi. Hal ini karena belum ada penelitian sebelumnya tentang faktor pengaruh laju alir reaktan dan suhu reaksi dalam pembuatan MESA berbasis minyak jarak pagar. Setelah diketahui pengaruh faktor dan kemudian kondisi terbaik dalam penelitian ini, maka proses pemurnian perlu dilakukan.

Pada proses sulfonasi ini, faktor yang digunakan adalah laju alir reaktan dan suhu reaksi. Analisis yang dilakukan meliputi analisis tegangan permukaan, tegangan antar muka, bilangan iod, bilangan asam, kadar bahan aktif, dan pH dari MESA yang terbentuk. Data hasil analisis kemudian dihitung dengan menggunakan analisis statistik menggunakan software SPSS for Windows 10.0 sehingga diketahui pengaruh dari faktor-faktor yang digunakan sebagai parameter analisis dalam penelitian ini.


(40)

1. Tegangan Permukaan

Terbentuknya tegangan permukaan pada suatu cairan disebabkan karena adanya gaya tarik menarik antara molekul-molekul pada cairan dengan udara (Durrant, 1953). Gaya tarik-menarik antara molekul-molekul pada cairan lebih besar daripada terhadap gas. Resultan gaya yang terjadi pada molekul di permukaan cenderung menggerakkan molekul-molekul tersebut menuju bagian pusat cairan sehingga menyebabkan cairan berperilaku membentuk lapisan tipis. Gaya tersebut dihitung sebagai tegangan permukaan.

Definisi tegangan permukaan juga dikemukakan oleh Bird et al. (1983) sebagai suatu fenomena dari adanya ketidakseimbangan antara gaya-gaya yang dialami oleh molekul-molekul yang berada di permukaan. Akibat dari ketidakseimbangan gaya tersebut, maka molekul pada permukaan cenderung meninggalkan permukaan (masuk ke dalam cairan) sehingga permukaan cenderung menyusut. Apabila molekul dalam cairan akan pindah ke permukaan untuk memperluas permukaan, maka dibutuhkan usaha untuk mengatasi gaya tarik menarik antar molekul tersebut.

Tegangan permukaan didefinisikan sebagai entalpi permukaan bebas per unit area dan gaya dalam permukaan suatu cairan untuk meminimalkan area dari permukaan tersebut. Ketika mengukur tegangan permukaan berarti mengukur energi bebas antar muka per unit area batas permukaan antara cairan dan udara di atasnya. Umumnya, tegangan permukaan dinyatakan dalam satuan dyne/cm atau mN/M (OECD, 1995).

Hasil pengukuran tegangan permukaan menunjukkan nilai 64 dyne/cm (pada pengukuran kondisi laju alir reaktan 0,8; 0,9; dan 1,0 kg/jam) dan 68 dyne/cm (pada pengukuran kondisi laju alir reaktan 1,1 kg/jam). Setelah dilakukan penambahan MESA, nilai tegangan permukaan yang didapat sebesar 33,85 dyne/cm sampai 37,20 dyne/cm. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan MESA sebanyak 10% (v/v) mampu mengurangi tegangan permukaan air dalam rentang 41,87-50,22%. Besar penurunan yang hampir serupa juga diperoleh dari penelitian Pore


(41)

(1993) yang mendapatkan nilai penurunan tegangan permukaan sebesar 44,17% hingga 45,83%.

Gambar 10. Grafik hubungan pengaruh laju alir reaktan SO3 dan suhu proses sulfonasi terhadap nilai tegangan permukaan

Nilai tegangan permukaan cenderung menurun dengan peningkatan laju alir reaktan dan suhu reaksi. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi laju alir reaktan memperbesar kemungkinan tumbukan antar partikel zat yang akan bereaksi. Dengan demikian kemungkinan terjadinya reaksi juga akan semakin besar. Dalam proses sulfonasi ini, reaksi yang diharapkan adalah terikatnya gugus sulfonat dari SO3 pada atom karbon metil ester. Semakin besar terikatnya gugus sulfonat akan meningkatkan jumlah gugus hidrofilik dari MES. Gugus hidrofilik ini akan menurunkan gaya kohesi dari molekul air sehingga mampu menurunkan tegangan permukaan.

Suhu juga memberikan pengaruh terhadap penurunan nilai tegangan permukaan. Segel (1993) mengatakan bahwa peningkatan suhu akan menyebabkan pada peningkatan jumlah energi bagi molekul reaktan sehingga tumbukan antar molekul per waktu lebih produktif. Oleh karena


(42)

itu, semakin besar suhu reaksi maka akan meningkatkan jumlah gugus hidrofilik sehingga kemampuan untuk menurunkan nilai tegangan permukaan juga semakin baik.

Pengaruh dari berbagai perlakuan terhadap penurunan tegangan permukaan dapat dihitung dengan menggunakan analisis sidik ragam menggunakan rancangan percobaan acak lengkap faktorial. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh laju alir reaktan (X) dan suhu reaksi (Y) terhadap nilai tegangan permukaan. Pada selang kepercayaan 95% (α=0,05), suhu reaksi dan laju alir reaktan memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap penurunan nilai tegangan permukaan. Akan tetapi interaksi antara laju alir reaktan dan suhu reaksi (X*Y) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan nilai tegangan permukaan.

Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor suhu reaksi menunjukkan bahwa suhu reaksi 100°C dan 120°C tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan suhu 80°C. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor laju alir reaktan menunjukkan bahwa masing-masing laju alir reaktan SO3 (0,8; 0,9; 1,0; 1,1 kg/jam) berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai tegangan permukaan. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap nilai tegangan permukaan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Kondisi proses yang mampu menurunkan nilai tegangan permukaan paling rendah ditunjukkan oleh laju alir reaktan gas SO3 1,1 kg/jam dan suhu reaksi 120°C. Pada kondisi ini, MESA yang dihasilkan mampu menurunkan tegangan permukaan air dari 68 dyne/cm hingga 33,85 dyne/cm atau ekuivalen dengan penurunan sebesar 50,22%. Tegangan permukaan akan semakin menurun dengan semakin banyak molekul surfaktan yang terbentuk (Cox et al., 1997). Nilai tegangan permukaan paling tinggi terdapat pada suhu reaksi 80°C dan laju alir reaktan 0,8 kg/jam. Hal ini diduga karena pada kondisi tersebut proses sulfonasi masih belum sempurna sehingga belum banyak gugus hidrofilik yang terbentuk.


(43)

2. Tegangan Antar Muka

Pengujian tegangan antar muka dilakukan dengan menggunakan alat

Spinning Drop Tensiometer. Dalam pengujian ini, surfaktan yang sudah

dilarutkan dalam air formasi 400 ppm diinjeksikan dengan cairan minyak bumi. Setelah itu, diuji nilai tegangan antar muka pada kecepatan rotasi 3000 rpm dan suhu 70°C.

Menurut Lapedes (1978), tegangan antar muka merupakan suatu gaya yang timbul sepanjang garis permukaan suatu cairan. Gaya ini timbul karena adanya kontak antara dua cairan yang berbeda fasa. Untuk menurunkan tegangan antar muka di antara dua cairan yang berbeda fasa tersebut perlu ditambahkan surfaktan. Surfaktan tersusun atas gugus hidrofilik dan hidrofobik pada molekulnya dan memiliki kecenderungan untuk berada pada bagian antar muka antara dua fasa yang berbeda polaritasnya sehingga surfaktan dapat membentuk film pada bagian antar muka dua cairan yang berbeda fasa. Pembentukan film tersebut mengakibatkan turunnya tegangan permukaan kedua cairan yang berbeda fasa tersebut, sehingga mengakibatkan turunnya tegangan antar muka.

Pada penelitian ini, MESA yang dihasilkan memiliki tegangan antar muka yang berkisar antara 2,57 – 46,88 dyne/cm. Semakin kecil nilai tegangan antar muka berarti semakin baik kualitas dari surfaktan yang dihasilkan. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil nilai tegangan antar muka MESA dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 11.


(44)

Gambar 11. Grafik hubungan pengaruh laju alir reaktan SO3 dan suhu proses sulfonasi terhadap nilai tegangan antar muka

Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa peningkatan laju alir reaktan dan suhu reaksi dapat menurunkan tegangan antar muka. Nilai penurunan tegangan antar muka kemungkinan dipengaruhi oleh jumlah surfaktan yang terbentuk selama proses sulfonasi. Semakin banyak surfaktan yang dihasilkan, maka akan semakin besar kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antar muka, sehingga nilai penurunan tegangan antar muka akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi laju alir reaktan memperbesar kemungkinan tumbukan antar partikel zat yang akan bereaksi. Dengan demikian kemungkinan terjadinya reaksi juga akan semakin besar. Begitu pula halnya dengan suhu. Menurut Steinfeld (1989), peningkatan suhu dapat mempercepat laju reaksi dengan meningkatkan jumlah fraksi molekul yang mencapai energi aktivasi. Kondisi ini memungkinkan semakin besarnya peluang untuk terjadinya tumbukan dan mempercepat terjadinya reaksi. Oleh karena itu, peningkatan laju alir reaktan dan suhu reaksi akan meningkatkan jumlah SO3 yang terikat dengan metil ester membentuk surfaktan MESA.


(45)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh laju alir reaktan (X) dan suhu reaksi (Y) terhadap nilai tegangan antar muka. Pada selang kepercayaan 95% (α=0,05), laju alir reaktan dan suhu reaksi memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap penurunan nilai tegangan antar muka. Interaksi antara laju alir reaktan dan suhu reaksi (X*Y) juga memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap penurunan nilai tegangan antar muka.

Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor suhu reaksi menunjukkan bahwa suhu reaksi 100°C dan 120°C tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan suhu 80°C. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor laju alir reaktan menunjukkan bahwa masing-masing laju alir reaktan SO3 (0,8; 0,9; 1,0; 1,1 kg/jam) berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai tegangan antar muka. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap nilai tegangan antar muka dapat dilihat pada Lampiran 6.

Kondisi proses yang mampu memberikan nilai tegangan antar muka paling rendah ditunjukkan oleh laju alir reaktan gas SO3 1,1 kg/jam dan suhu reaksi 100°C. Pada kondisi ini, MESA yang dihasilkan mempunyai nilai tegangan antar muka sebesar 2,57 dyne/cm. Hal ini diduga karena pada kondisi tersebut, proses sulfonasi berjalan lebih sempurna dibandingkan kondisi yang lain. Proses sulfonasi yang lebih baik akan menghasilkan molekul surfaktan yang lebih banyak. Gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik dari surfaktan inilah yang akan mampu menurunkan tegangan antar muka.

3. Bilangan Iod

Bilangan iod menunjukkan banyaknya gram iodine yang terserap oleh 100 gram minyak atau lemak. Tinggi atau rendahnya bilangan iod tergantung pada komposisi asam lemak penyusunnya. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap tidak jenuh (Ketaren, 1986).


(46)

Gambar 12. Grafik hubungan pengaruh laju alir reaktan SO3 dan suhu proses sulfonasi terhadap bilangan iod

Bilangan iod dari MESA yang dihasilkan berkisar antara 50,96-82,53 mg I2/g MESA. Berdasarkan Gambar 12, penurunan bilangan iod terjadi seiring dengan peningkatan laju alir reaktan dan suhu reaksi.

Penurunan bilangan iod juga terjadi dari metil ester ke MESA. Semakin menurunnya bilangan iod, berarti semakin banyak jumlah ikatan rangkap metil ester yang diadisi oleh gas SO3 yang kemudian terbentuk molekul-molekul surfaktan dengan gugus sulfonat.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh laju alir reaktan (X) dan suhu reaksi (Y) terhadap nilai bilangan iod. Pada selang kepercayaan 95% (α=0,05), laju alir reaktan dan suhu reaksi memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap penurunan bilangan iod. Interaksi antara laju alir reaktan dan suhu reaksi (X*Y) juga memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap penurunan nilai bilangan iod.

Semakin besar laju alir reaktan dan suhu reaksi akan menurunkan nilai bilangan iod. Hal ini dikarenakan proses sulfonasi akan semakin sempurna dengan peningkatan laju alir reaktan dan suhu reaksi. Proses yang baik akan memperbanyak reaksi antara molekul SO3 dengan ikatan rangkap metil ester yang berarti akan menurunkan jumlah iodine yang


(47)

dapat terserap oleh surfaktan MESA yang dihasilkan. Jungermann (1979) mengemukakan bahwa ikatan rangkap pada metil ester merupakan salah satu tempat terjadinya reaksi sulfonasi.

Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor suhu reaksi menunjukkan bahwa masing-masing suhu reaksi (80, 100, 120°C) berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai bilangan iod. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor laju alir reaktan menunjukkan bahwa masing-masing laju alir reaktan SO3 (0,8; 0,9; 1,0; 1,1 kg/jam) berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai bilangan iod. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap nilai bilangan iod dapat dilihat pada Lampiran 7.

Kondisi proses yang mampu memberikan nilai bilangan iod paling rendah ditunjukkan oleh laju alir reaktan gas SO3 1,1 kg/jam dan suhu reaksi 120°C. Pada kondisi ini, MESA yang dihasilkan mempunyai nilai bilangan iod sebesar 50,96 mg I2/ gr MESA. Hal ini diduga karena pada kondisi tersebut, proses sulfonasi berjalan lebih sempurna dibandingkan kondisi yang lain. Proses sulfonasi yang lebih baik akan menghasilkan molekul surfaktan yang lebih banyak. Gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik dari surfaktan inilah yang akan mampu menurunkan tegangan antar muka.

4. Bilangan Asam

Bilangan asam merupakan derajat keasaman yang ditunjukkan dengan banyaknya miligram KOH atau NaOH yang digunakan untuk menetralkan satu gram sampel (Ketaren, 1986). Semakin banyak KOH atau NaOH yang digunakan untuk menetralkan suatu sampel menunjukkan semakin banyak bilangan asam sampel tersebut.


(48)

Gambar 13. Grafik hubungan pengaruh laju alir reaktan SO3 dan suhu proses sulfonasi terhadap nilai bilangan asam

Bilangan asam dari MESA yang dihasilkan berkisar antara 3,43 – 10,79 mg NaOH/g MESA. Seiring dengan peningkatan laju alir reaktan dan suhu reaksi akan meningkatkan nilai bilangan asam dari MESA yang dihasilkan. Reaktan gas SO3 bersifat asam. Oleh karena itu, banyaknya gugus SO3 yang teradisi dalam ikatan rangkap akan meningkatkan bilangan asam dari MESA yang terbentuk. Peningkatan laju alir reaktan gas SO3 akan memperbesar kemungkinan tumbukan antar partikel zat yang akan bereaksi. Dengan demikian kemungkinan terjadinya reaksi juga akan semakin besar. Dalam proses sulfonasi ini, reaksi yang diharapkan adalah terikatnya gugus sulfonat dari SO3 pada atom karbon metil ester. Hal yang sama terjadi pada suhu reaksi. Peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan jumlah energi bagi molekul reaktan sehingga tumbukan antar molekul per waktu lebih produktif (Segel, 1993). Oleh karena itu, semakin besar suhu reaksi maka akan meningkatkan jumlah gugus hidrofilik yang bersifat asam semakin banyak terbentuk sehingga nilai bilangan asam juga akan meningkat.


(49)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh laju alir reaktan (X) dan suhu reaksi (Y) terhadap nilai bilangan asam. Pada selang kepercayaan 95% (α=0,05), laju alir reaktan dan suhu reaksi memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap peningkatan bilangan asam. Interaksi antara laju alir reaktan dan suhu reaksi (X*Y) juga memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap peningkatan nilai bilangan asam. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor suhu reaksi menunjukkan bahwa masing-masing suhu reaksi (80, 100, 120°C) berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai bilangan asam. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor laju alir reaktan menunjukkan bahwa masing-masing laju alir reaktan SO3 (0,8; 0,9; 1,0; 1,1 kg/jam) berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai bilangan asam. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap nilai bilangan asam dapat dilihat pada Lampiran 8.

Kondisi proses yang mampu memberikan nilai bilangan asam paling tinggi ditunjukkan oleh laju alir reaktan gas SO3 1,1 kg/jam dan suhu reaksi 120°C. Pada kondisi ini, MESA yang dihasilkan mempunyai nilai bilangan asam sebesar 10,79 mg NaOH/g MESA. Hal ini diduga karena pada kondisi tersebut, proses sulfonasi berjalan lebih sempurna dibandingkan kondisi yang lain sehingga semakin banyak jumlah adisi molekul SO3 yang bersifat asam dalam ikatan rangkap metil ester.

5. Kadar Bahan Aktif

Bahan aktif menunjukkan jumlah kandungan bahan aktif permukaan yang terkandung dalam suatu bahan. Semakin besar nilainya, maka akan semakin baik kualitas bahan tersebut. Berdasarkan penelitian ini, kadar bahan aktif berkisar antara 0,08-13,66%.

Pada penelitian ini dilakukan analisis kadar bahan aktif dengan metode Ephtone. Menurut Stache (1995) prinsip dasar dari uji ini adalah titrasi bahan aktif anionik menggunakan cetylpiridinium bromide, yang merupakan salah satu jenis surfaktan kationik. Indikator yang digunakan adalah methylen blue. Campuran surfaktan dengan indikator ditambahi


(50)

kloroform sehingga tercipta dua fasa yaitu fasa kloroform di bagian bawah dan fasa larutan surfaktan dan methylen blue yang berada di bagian atas. Bahan aktif yang larut pada methylen blue akan memberikan warna biru pekat pada larutan surfaktan. Langkah selanjutnya adalah dititrasi dengan surfaktan kationik. Dalam proses titrasi ini warna biru akan berpindah ke fasa kloroform hingga warna dua fasa tersebut seragam. Bila titrasi diteruskan maka fasa kloroform akan menjadi lebih pucat lalu lama-kelamaan akan menjadi bening.

Gambar 14. . Grafik hubungan pengaruh laju alir reaktan SO3 dan suhu proses sulfonasi terhadap nilai bahan aktif

Gambar 14 menunjukkan bahwa peningkatan laju alir reaktan dan suhu reaksi meningkatkan kadar aktif bahan MESA yang dihasilkan. Peningkatan suhu berdampak pada peningkatan jumlah energi bagi molekul reaktan, sehingga tumbukan antar molekul per satuan waktu lebih produktif (Segel, 1993). Peningkatan laju alir reaktan gas SO3 akan memperbesar kemungkinan tumbukan antar partikel zat yang akan bereaksi. Dengan demikian kemungkinan terjadinya reaksi juga akan


(51)

semakin besar. Peningkatan kadar bahan aktif menunjukkan bahwa semakin banyak molekul MES yang terbentuk.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh laju alir reaktan (X) dan suhu reaksi (Y) terhadap kadar bahan aktif. Pada selang kepercayaan 95% (α=0,05), laju alir reaktan dan suhu reaksi memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap peningkatan kadar bahan aktif. Akan tetapi interaksi antara laju alir reaktan dan suhu reaksi (X*Y) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar bahan aktif.

Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor suhu reaksi menunjukkan bahwa masing-masing suhu reaksi (80, 100, 120°C) berbeda nyata satu sama lain terhadap kadar bahan aktif. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor laju alir reaktan menunjukkan bahwa masing-masing laju alir reaktan SO3 berbeda nyata satu sama lain terkecuali pada laju alir 0,8 kg/jam dan 1,1 kg/jam yang tidak berbeda nyata terhadap peningkatan kadar bahan aktif. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kadar bahan aktif dapat dilihat pada Lampiran 9.

Kondisi proses yang mampu memberikan kadar bahan aktif paling tinggi ditunjukkan oleh laju alir reaktan gas SO3 1,1 kg/jam dan suhu reaksi 120°C. Pada kondisi ini, MESA yang dihasilkan mempunyai kadar bahan aktif sebesar 16,00%. Hal ini diduga karena pada kondisi tersebut, proses sulfonasi berjalan lebih sempurna dibandingkan kondisi yang lain sehingga semakin banyak jumlah molekul surfaktan yang terbentuk.

6. pH

Derajat keasaman atau yang lebih dikenal dengan pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan dari suatu bahan. Nilai pH didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen (Fessenden dan Fessenden, 1995). Menurut Bodner dan Pardue (1989), nilai pH berkisar antara 0-14. Kisaran nilai pH dari 0-6 menunjukkan bahwa suatu larutan bersifat asam, nilai pH 8-14 menunjukkan bahwa


(52)

suatu larutan bersifat basa. Larutan dengan nilai pH 7 menunjukkan bahwa larutan tersebut bersifat netral.

Pengukuran pH pada MESA dalam penelitian ini menggunakan alat pH meter Schott Instruments handylab pH11/Set. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai pH dari MESA berkisar antara 1,42 sampai 1,73. Ini menunjukkan bahwa MESA yang terbentuk masih bersifat asam. Hal ini disebabkan karena MESA yang terbentuk belum melalui tahap netralisasi dalam proses pemurnian.

Gambar 15. Grafik hubungan pengaruh laju alir reaktan SO3 dan suhu proses sulfonasi terhadap nilai pH

Berdasarkan Gambar 15 di atas, dapat dilihat bahwa peningkatan laju alir reaktan dan suhu reaksi berakibat pada penurunan nilai pH. Penurunan nilai pH ini diduga karena semakin besar laju alir reaktan SO3 akan memperbesar tumbukan antar partikel yang berarti terbentuknya gugus sulfonat pada metil ester semakin besar. Demikian pula dengan suhu reaksi yang semakin tinggi akan mempercepat terjadinya proses sulfonasi. Keberadaan gugus sulfonat yang bersifat asam inilah yang menyebabkan nilai pH semakin rendah.


(53)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh laju alir reaktan (X) dan suhu reaksi (Y) terhadap nilai pH. Pada selang kepercayaan 95% (α=0,05), laju alir reaktan dan suhu reaksi memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap penurunan pH. Interaksi antara laju alir reaktan dan suhu reaksi (X*Y) juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan pH.

Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor suhu reaksi menunjukkan bahwa masing-masing suhu reaksi (80, 100, 120°C) berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai pH. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor laju alir reaktan menunjukkan bahwa masing-masing laju alir reaktan SO3 (0,8; 0,9; 1,0; 1,1 kg/jam) berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai pH. Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap nilai pH dapat dilihat pada Lampiran 10.

Kondisi proses yang memberikan nilai pH paling rendah ditunjukkan oleh laju alir reaktan gas SO3 1,1 kg/jam dan suhu reaksi 120°C. Pada kondisi ini, MESA yang dihasilkan mempunyai nilai pH sebesar 1,42.


(54)

V. PENUTUP

A.KESIMPULAN

Minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku surfaktan Methyl Ester Sulfonates. Pada penelitian ini diketahui bahwa laju alir reaktan dan suhu reaksi pada proses sulfonasi memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap Methyl Ester

Sulfonates Acid (MESA). MESA yang dihasilkan dapat menurunkan tegangan

permukaan air dalam rentang 41,875% hingga 50,22%. Surfaktan ini juga memiliki nilai tegangan antar muka berkisar antara 46,88-2,57 dyne/cm, bilangan iod 82,53-50,96 mg I2/ gram MESA, bilangan asam 3,43-10,79 mg NaOH/gram MESA, pH 1,42-1,73, dan kadar bahan aktif 0,08-13,66%.

Berdasarkan hasil dari uji statistik, laju alir reaktan dan suhu reaksi sulfonasi berpengaruh nyata terhadap nilai tegangan permukaan, nilai tegangan antar muka, bilangan iod, bilangan asam, pH, dan kadar bahan aktif. Interaksi antara laju alir reaktan dan suhu reaksi juga berpengaruh signifikan pada semua analisis terkecuali analisis tegangan permukaan dan kadar bahan aktif.

Kondisi proses terbaik dari kombinasi laju alir reaktan dan suhu reaksi proses sulfonasi pada penelitian ini adalah pada kondisi proses dengan laju alir reaktan 1,1 kg/jam dan suhu reaksi 100°C. Pada kondisi proses tersebut, diperoleh sifat fisiko-kimia MESA sebagai berikut: nilai tegangan antar muka 2,57 dyne/cm, nilai tegangan permukaan 34,23 dyne/cm, bilangan iod 52,19 mg I2/ gram MESA, bilangan asam 9,27 mg NaOH/ gram MESA, pH 1,43, dan kadar bahan aktif 13,66%.

B.SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperbaiki kondisi proses uslfonasi, terutama dengan cara memisahkan MESA yang sudah terbentuk dengan bahan baku metil ester yang belum tersulfonasi.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Bird,T., M.A. Nur dan M. Syahri.1983. Kimia Fisik. Bagian Kimia. IPB, Bogor. Cox, M.F and U. Weerasooriya. 1997. Methyl Ester Ethoxylates. J. of Am. Oil

Chem. Soc. 74 (7) : 847 – 859.

Departemen Pertanian. 2008. http://database.deptan.go.id [20 September 2009] Fessenden, R. J dan J.S. Fessenden. 1995. Kimia Organik 2. Penerbit Erlangga,

Jakarta.

Foster, N. C. 1996. Sulfonation and Sulfation Processes. In : Spitz, L. (Ed). Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Champaign, Illinois.

Gervasio, G. C. 1996. Detergency. Di dalam Bailey’s Industrial Oils and Fats Products. Wiley Interscience Publisher, New York.

Gubitz, G.M., M. Mittelbach., dan M. Trabi. 1999. Exploitation of The Tropical Seed Plant Jatropha curcas L. Bioresource Technology 67(1999): 73-82, Austria.

Hamilton, R.J. 1983. The Chemistry of Rancidity in Foods. Applied Science Publisher, London and New York.

Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie, I.K. Reksowaedjojo, M. Rivai, M. Ihsanur, P. Suryadarma,. S. Tjitrosenito, T.H. Soerawidjaja, T. Prawitasari, T. Prakosa, W. Purnama. 2006. Jarak Pagar: Tanaman

Penghasil Biodiesel. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hambali, E., S. Mujdalipah, D. Setyaningsih. 2008. Modul Penunjang Teknologi

Bioenergi: Prosedur Analisis Biodiesel. Departemen Teknologi Industri

Pertanian, FATETA IPB, Bogor.

Heller, J. 1996. Physic Nut: Jatropha curcas L. International Genetic Resources Institute. ISBN: 92-9043-278-0. Germany.

Hui, Y.H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 5th Edition. Volume 5. John Wiley & Sons, Inc., New York.

Jungermann, E. 1979. Fat-Based Surface-Active Agent. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Vol. I 4th editions. John Willey and Son, New York. Kemala, S. 2006. Simulasi Usaha Tani Jarak Pagar (Jathropa curcas L). Jurnal Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. UI-Press, Jakarta. Kirk, R.E. dan D.F. Othmer. 1964. Encyclopedia of Chemical Technology Vol. 3.

The Interscience Encyclopedia Inc., New York, USA.

Lapedes, D.N. 1978. Dictionary of Scientific and Technical terms. 2nd Edition. McGraw Hill, New York.

Mac Arthur, B. W, Brooks B, Sheats W. B, dan Foster N. C. 1998. Meeting the Challenge of Methylester Sulfonation. Chemiton, USA.


(56)

Mac Arthur, B.W. dan Sheats W.B. 2002. Methyl Ester Sulfonate Products. The Chemiton Corporation, USA.

Matheson, K. L. 1996. Surfactant Raw Materials: Clasification, Syntesis, Uses. Di

dalam Soaps and Detergents, A Theorotical and Practical Review. AOCS

Press, Champaign-Illinois.

Nanewar, A. 2005. An Alternative Fuel: Biodiesel, Syntesized by Jatropha Oil. India.

OECD. 1995. Surface tension of aqueous solutions OECD guideline 115. Paris: Organization for Economic Cooperation and Development.

Peace, O.E.O dan O. Aladesanmi. 2008. Effect of Fermentation on Some Chemical and Nutritive Properties of Berlandier Nettle Spurge (Jatropha

cathartica) and Physic Nut (Jatropha curcas). Pakistan Journal of Nutrition,

vol. 7 (2): 292-296.

Pore, J. 1976. Oil and Fats Manual. Intercept Ltd, Andover, New York.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2006. Variasi Jatropha curcas L. Info Tek Jarak Pagar. Bogor.

Rieger, M.M. 1985. Surfactant In Cosmetics. Surfactant Science Series, Marcel Dreker, Inc. New York. 488 p

Rosen, M.J., L. Fei, dan S.W. Morrall. 1999. Journal of Surfactants Detergents, vol. 2, 343.

Sadi, S. 1993. Penggunaan Minyak Sawit dan Inti Sawit Sebagai Bahan Baku

Surfaktan. Berita PPKS. 1 (1) : 57-63.

Segel, I.H. 1993. Enzyme Kinetics, Behaviour and Analysis of Rapid Equilibrium and Steady State Enzyme System.

Setyaningsih, et Al.. 2007. Peningkatan Kualitas Biodiesel Jarak Pagar melalui

Sintesis Gliserol Eter sebagai Aditif. Laporan Akhir Tahun I. Kerjasama

Kemitraan Penelitian Pertanian antara Perguruan Tinggi dan Badan Litbang Pertanian. Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA IPB, Bogor. Sinaga, E. 2006. Jatropha curcas L, Jarak Pagar. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tumbuhan Obat UNAS. Yogyakarta.

Stein, W dan Baumann, H. 1975. Alfa-Sulfonates Fatty Acids And Esters : Manufacturing, Process, Properties And Application. Journal Of The American Oil Chemistry Society. Germany-Dusseldorf.

Swern, D. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Product Vol I. Interscience Publication. New York.

Watkins, C. 2001. Surfactant and Detergent: All Eyes are on Texas.Inform 12: 1152-1159.

Winkler, E., N. Foidl., G.M. Gubitz., R. Staubmann., dan W. Steiner. 1997. Enzyme-Supported Oil Extraction from Jatropha curcas Seeds. Journal Applied Biochemistry and Biotechnology, vol. 63-65.


(57)

(58)

Lampiran 1. Prosedur Analisis Biji Jarak Pagar

1. Kadar Air (SNI 01-2891-1992), Metode Oven

Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 1 – 2 gram pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Untuk contoh yang berupa cairan, botol timbang dilengkapi dengan pengaduk dan pasir kwarsa atau kertas saring berlipat. Sampel dikeringkan dalam oven suhu 105°C selama 3 jam. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator. Lalu sampel ditimbang. Pekerjaan diulangi hingga diperoleh bobot tetap.

Perhitungan:

Kadar Air = W1 x 100% W

W = bobot sampel sebelum dikeringkan (gram) W1 = kehilangan bobot setelah dikeringkan (gram)

2. Kadar Abu (SNI 01-2891-1992), Abu Total

Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 2 – 3 gram contoh ke dalam sebuah cawan porselen (atau platina) yang telah diketahui bobotnya. Untuk contoh cairan, sampel diuapkan di atas penangas air sampai kering. Kemudian diarangkan di atas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550°C sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur dibuka seedikit, agar oksigen bisa masuk). Lalu dinginkan dalam eksikator, kemudian timbang hingga diperoleh bobot tetap.

Perhitungan:

Kadar Abu = W1 – W2 x 100% W

W = bobot contoh sebelum diabukan (gram)

W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan (gram) W2 = bobot cawan kosong (gram)

3. Kadar Minyak/Lemak (SNI 01-2891-1992), Metoda ekstraksi langsung dengan alat Soxhlet

Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 1 – 2 gram, lalu dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas berisi contoh disumbat dengan kapas, dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80°C selama lebih kurang satu jam, kemudian dimasukkan ke dalam alat Soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya


(59)

selama lebih kurang 6 jam. Sulingkan heksana dan keringkan ekstrak lemak dalam oven pengering pada suhu 105°C. Dinginkan dan timbang. Pengeringan diulangi hingga teercapai bobot tetap.

Perhitungan:

% Lemak = W – W1 x 100%

W

W = bobot contoh (gram)

W1 = bobot lemak sebelum ekstraksi (gram) W2 = bobot labu lemak sesudah ekstraksi (gram)


(1)

 

Sumber Variasi db JK RJK F-Hitung Signifikansi Laju alir reaktan (Ai) 3 48,817 16,272 41,504 0,000 Suhu reaksi (Bj) 2 47,552 23,776 60,643 0,000 Interaksi (AiBj) 6 40,191 6,699 17,085 0,000

Error 12 4,705 0,392

Total 23

Keterangan: nilai signifikansi ≤ nilai α (0,05) = berpengaruh nyata

C. Hasil Uji Duncan terhadap faktor Laju alir reaktan Laju Alir N Kelompok

1,1 6 A 1,0 6 B 0,9 6 C 0,8 6 D

D. Hasil Uji Duncan terhadap faktor Suhu reaksi Suhu N Kelompok

120 8 A

100 8 B

80 8 C

Keterangan:

• Huruf pengelompokkan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata

• Huruf pengelompokkan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata


(2)

Terhadap Kadar Bahan Aktif MESA

A. . Rekapitulasi Data Hasil Analisis Laju Alir Reaktan dan Suhu Reaksi Terhadap Kadar Bahan Aktif

Perlakuan

Hasil Analisa

Kadar Bahan Aktif (%) Standar Deviasi Ulangan 1 Ulangan 2 Rataan

X1Y1 0.000 0.150 0.075 0.106

X1Y2 1.228 1.163 1.195 0.046

X1Y3 1.562 2.086 1.824 0.370

X2Y1 3.257 3.407 3.332 0.106

X2Y2 4.056 4.352 4.204 0.209

X2Y3 4.786 4.879 4.833 0.066

X3Y1 5.600 5.529 5.565 0.050

X3Y2 6.240 5.640 5.940 0.425

X3Y3 7.665 7.915 7.790 0.176

X4Y1 10.637 10.761 10.699 0.088

X4Y2 12.596 14.732 13.664 1.510

X4Y3 16.391 15.611 16.001 0.552

Keterangan:

X1 : Laju alir reaktan 0,8 kg/jam X2 : Laju alir reaktan 0,9 kg/jam X3 : Laju alir reaktan 1,0 kg/jam X4 : Laju alir reaktan 1,1 kg/jam Y1 : Suhu reaksi 80°C

Y2 : Suhu reaksi 100°C Y3 : Suhu reaksi 120°C


(3)

 

Sumber Variasi db JK RJK F-Hitung Signifikansi Laju alir reaktan (Ai) 3 110,874 36,958 283,631 0,000 Suhu reaksi (Bj) 2 7,256 3,628 27,843 0,000 Interaksi (AiBj) 6 2,141 0,357 2,738 0,065

Error 12 1,564 0,130

Total 23

Keterangan: nilai signifikansi ≤ nilai α (0,05) = berpengaruh nyata

C. Hasil Uji Duncan terhadap faktor Laju alir reaktan Laju Alir N Kelompok

1,1 6 A 1,0 6 A 0,9 6 B 0,8 6 C

D. Hasil Uji Duncan terhadap faktor Suhu reaksi Suhu N Kelompok

120 8 A

100 8 B

80 8 C

Keterangan:

• Huruf pengelompokkan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata

• Huruf pengelompokkan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata


(4)

Terhadap pH MESA

A Rekapitulasi Data Hasil Analisis Laju Alir Reaktan dan Suhu Reaksi Terhadap pH MESA

Perlakuan

Hasil Analisis pH

Standar Deviasi Ulangan

1

Ulangan

2 Rataan

X1Y1 1.730 1.720 1.725 0.007

X1Y2 1.660 1.660 1.660 0.000

X1Y3 1.630 1.620 1.625 0.007

X2Y1 1.690 1.685 1.688 0.004

X2Y2 1.545 1.540 1.543 0.004

X2Y3 1.500 1.520 1.510 0.014

X3Y1 1.540 1.540 1.540 0.000

X3Y2 1.440 1.460 1.450 0.014

X3Y3 1.430 1.440 1.435 0.007

X4Y1 1.495 1.490 1.493 0.004

X4Y2 1.430 1.425 1.428 0.004

X4Y3 1.410 1.420 1.415 0.007

Keterangan:

X1 : Laju alir reaktan 0,8 kg/jam X2 : Laju alir reaktan 0,9 kg/jam X3 : Laju alir reaktan 1,0 kg/jam X4 : Laju alir reaktan 1,1 kg/jam Y1 : Suhu reaksi 80°C

Y2 : Suhu reaksi 100°C Y3 : Suhu reaksi 120°C


(5)

 

Sumber Variasi db JK RJK F-Hitung Signifikansi Laju alir reaktan (Ai) 3 0,190 6,345x10-2 1171,462 0,000 Suhu reaksi (Bj) 2 5,898x10-2 2,949x10-2 544,385 0,000 Interaksi (AiBj) 6 6,875 x10-3 1,146x10-3 21,154 0,000 Error 12 6,500 x10-4 5,147x10-5

Total 23

Keterangan: nilai signifikansi ≤ nilai α (0,05) = berpengaruh nyata

C. Hasil Uji Duncan terhadap faktor laju alir reaktan Laju Alir N Kelompok

1,1 6 A 1,0 6 B 0,9 6 C 0,8 6 D

D. Hasil Uji Duncan terhadap faktor suhu reaksi Suhu N Kelompok

120 8 A

100 8 B

80 8 C

Keterangan:

• Huruf pengelompokkan Duncan yang sama menunjukkan faktor tidak berbeda nyata

• Huruf pengelompokkan Duncan yang tidak sama menunjukkan faktor yang berbeda nyata


(6)

Reaksi Proses Sulfonasi pada Karakteristik Surfaktan Methyl Ester Sulfonates Acid dari Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Menggunakan Single Tube Falling Film Reactor. Di bawah bimbingan Erliza Hambali. 2010.

RINGKASAN

Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antar muka. Dalam aplikasinya, surfaktan digunakan hampir di semua bidang industri. Selain dari turunan minyak bumi, surfaktan juga dapat disintesis dari minyak nabati. Berdasarkan gugus hidrofiliknya, surfaktan dibagi menjadi empat kelompok, yakni surfaktan kationik, anionik, amfoterik, dan non-ionik. Surfaktan anionik merupakan surfaktan yang paling banyak diproduksi di dunia. Metil Ester Sulfonat (MES) merupakan surfaktan anionik berbasis minyak nabati yang sedang banyak dikembangkan karena kemampuannya yang bersaing dengan Linier Alkilbenzen Sulfonat (LAS), surfaktan anionik berbasis minyak bumi yang paling banyak diproduksi saat ini. Produksi MES dapat dipenuhi dengan menggunakan jarak pagar sebagai bahan bakunya karena produktivitas dan kadar minyak yang tinggi.

Proses sulfonasi merupakan proses yang paling utama dalam sintesis MES. Ada beberapa pereaksi yang dapat digunakan dalam proses sulfonasi, akan tetapi pereaksi yang paling umum digunakan adalah gas SO3. Pada penelitian ini, proses sulfonasi dilakukan dengan Single Tube Falling Film Reactor (STFR) dengan skala 5 liter.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laju alir reaktan dan suhu reaksi pada proses sulfonasi terhadap sifat fisiko kimia methyl ester

sulfonates acid (MESA) yang diproduksi dari metil ester minyak jarak pagar.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan acak lengkap faktorial dengan dua kali pengulangan. Faktor yang dikaji adalah laju alir reaktan dan suhu reaksi. Taraf faktor suhu proses sulfonasi pada penelitian ini adalah 80; 100; dan 120°C, lalu untuk faktor laju alir reaktan adalah 0,8; 0,9; 1,0; dan 1,1 kg/jam. MESA yang dihasilkan dapat menurunkan tegangan permukaan air dalam rentang 41,88% hingga 50,22%. Surfaktan ini juga memiliki nilai tegangan antar muka berkisar antara 46,88-2,57 dyne/cm, bilangan iod 82,53-50,96 mg I2/ gram MESA, bilangan asam 3,43-10,79 mg NaOH/gram MESA, pH 1,42-1,73, dan kadar bahan aktif 0,08-13,66%.

Berdasarkan hasil dari uji statistik, laju alir reaktan dan suhu reaksi sulfonasi berpengaruh nyata terhadap nilai tegangan permukaan, nilai tegangan antar muka, bilangan iod, bilangan asam, pH, dan kadar bahan aktif. Kondisi proses terbaik dari kombinasi laju alir reaktan dan suhu reaksi proses sulfonasi pada penelitian ini adalah pada kondisi proses dengan laju alir reaktan 1,1 kg/jam dan suhu reaksi 100°C. Pada kondisi proses tersebut, diperoleh sifat fisiko-kimia