Pengertian Karbondioksida Peranan Hutan sebagai Penyerap Karbon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Karbondioksida

Karbondioksida adalah zat asam arang CO 2 , gas tidak berwarna, tidak beracun dan berbau merangsang terdapat 0,03 di atmosfer, mineral dan sumber alam. Di udara terbuka, karbondioksida dalam bentuk cair akan segera mengembun menjadi salju asam karbon dan merupakan bahan pemadam api yang baik. Karbondioksida dapat digunakan sebagai bahan pendingin, bahan pemadam kebakaran dan penyegar minuman. Karbon adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik. Pergerakannya dalam suatu ekosistem berbarengan dengan pergerakan energi melalui zat kimia lain, karbohidrat dihasilkan selama fotosintesis dan respirasi seluler menyediakan suatu hubungan antara lingkungan atmosfer dan lingkungan terestrial. Tumbuhan mendapatkan karbon, dalam bentuk CO 2 dari atmosfer melalui stomata daunnya dan menggabungkannya ke dalam bahan organic biomassanya sendiri melalui proses fotosintesis. Sejumlah bahan organik tersebut kemudian menjadi sumber karbon bagi konsumen. Dalam biologi, karbondioksida berperan sebagai hasil akhir dari organisme yang mendapatkan energi dari penguraian gula, lemak dan asam amino dengan oksigen sebagai bagian dari metabolisme dalam proses yang dikenal sebagai respirasi sel. Proses Metabolisme ini meliputi tumbuhan, hewan, sebagian besar jamur dan beberapa bakteri. Pada hewan tingkat tinggi, karbondioksida mengalir di darah dari jaringan tubuh ke paru-paru untuk dikeluarkan dan pada tumbuh-tumbuhan, karbondioksida diserap dari atmosfer sewaktu fotosintesis. 2.2 Biomassa 2.2.1 Pengertian Biomassa Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan, contoh biomassa antara lain tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian dan limbah hutan. Biomassa selain digunakan untuk tujuan primer seperti serat, bahan pangan pakan ternak, minyak nabati, bahan bangunan juga dapat digunakan sebagai bahan energi bahan bakar. Pada umumnya biomassa yang digunakan untuk bahan bakar adalah biomassa yang bernilai ekonomis rendah atau merupakan limbah dari produk primernya. Biomassa dalam bentuk kayu bakar dan limbah pertanian merupakan sumber energi tertua. Hingga sekarang biomassa sebagai sumber energi masih cukup berperan terutama untuk negara-negara berkembang. Menurut Whitten et al. 1984 biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organism, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan luas tonha. Sedangkan menurut Chapman 1976 biomassa adalah berat bahan organik suatu organisme per satuan unit area pada suatu saat, berat bahan organik umumnya dinyatakan dengan satuan berat kering dry weight atau kadang-kadang dalam berat kering bebas abu ash free dry weight. Biomassa hutan merupakan total materi yang ada di bawah dan atas permukaan tanah dari komponen-komponen hayati meliputi pohon serta semak dan non hayati yang ada dalam ekosistem hutan, seringkali biomassa didefinisikan sebagai “jumlah total dari komponen-komponen organik dalam pohon-pohonan di atas tanah, yang biasanya dinyatakan dalam berat kering atau ton per satuan luas” Brown 1997. Menurut Kusmana 1993 biomassa dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu biomassa tumbuhan diatas permukaan tanah above ground biomass adalah berat bahan unsur organik per unit luas pada waktu tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi sistem produksi, umur, tegakkan hutan dan distribusi organik dan biomassa di bawah permukaan tanah below ground biomass. Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan. Bagian yang termasuk dari biomassa atas permukaan ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun vegetasi baik strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan. Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan karena akar tumbuhna dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah Sutaryo 2009.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biomassa

Faktor iklim seperti suhu dan curah hujan merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan karbon biomassa pohon Kusmana 1993. Selain curah hujan dan suhu yang mempengaruhi besarnya biomassa yang dihasilkan adalah umur dan kerapatan tegakan, komposisi dan struktur tegakan serta kualitas tempat tumbuh Satoo dan Madgwick 1982. Biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan Lugo dan Snedaker 1974. Semakin tinggi suhu akan menyebabkan kelembaban udara relatif semakin berkurang. Kelembaban udara relatif bisa mempengaruhi laju fotosintesis. Hal ini disebabkan udara yang relatif tinggi akan memiliki tekanan udara uap air pasial CO 2 sehingga memudahkan uap air berdifusi melalui stomata. Akibat selanjutnya laju fotosintesis akan menurun Siringo Ginting 1997 dalam Ojo 2003.

2.2.3 Pengukuran dan Pendugaan Biomassa

Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi mengenai nutrisi dan persediaan karbon dalam vegetasi secara keseluruhan atau jumlah bagian-bagian tertentu seperti kayu yang sudah ditebang. Biomassa vegetasi pohon tidak mudah diukur khususnya hutan campuran dan tegakan tidak seumur. Pengumpulan data biomassa dapat dikelompokkan dengan cara dekstruktif dan non destruktif tergantung jenis parameter vegetasi yang diukur seperti yang tercantum pada Tabel 1 Hairiah et al. 2001. Tabel 1 Parameter-parameter biomassa diatas tanah dan metode pendugaan simpanan biomassa Parameter Metode Tumbuhan bawah Pemanenandestruktif Serasah : 1. Serasah kasar 2. Serasah halus Pemanenandestruktif Pohon Hidup Non-destruktif, persamaan allometrik Pohon mati berdiri nekromassa Non-destruktif, persamaan allometrik yang bercabang atau silinder yang tidak bercabang Pohon mati roboh nekromassa Non-destruktif, persamaan silinder atau allometrik untuk yang bercabang Tunggak pohon nekromassa Non-destruktif, persamaan silinder Pendugaan biomassa hutan diperlukan untuk mengetahui perubahan cadangan karbon untuk tujuan lain. Pendugaan biomassa diatas permukaan tanah sangat penting untuk mengkaji cadangan karbon dan efek dan deforestasi dan penyimpanan karbon dalam keseimbangan karbon secara global Ketterings et al. 2001. Menurut Brown 1997 ada dua pendekatan untuk menduga biomassa dari pohon yaitu pendekatan yang pertama berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian dirubah menjadi jumlah biomassa tonha sedangkan pendekatan yang kedua secara langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa. Pendekatan pertama menurut Brown 1997 menggunakan persamaan dibawah ini : Biomassa diatas tanah tonha : VOB x WD x BEF Dimana, VOB : Volume batang bebas cabang dengan kulit m 3 ha WB : Kerapatan kayu BEF : Faktor ekspansi Pendekatan yang kedua dengan menggunakan persamaan regresi biomassa yang didasarkan pada diametr batang pohon. Dasar dari persamaan regresi ini adalah hanya mendekati biomassa rata-rata per pohon menurut sebaran diameter, menggabungkan sejumlah pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan total seluruh pohon untuk seluruh kelas diameter. Pengukuran biomassa vegetasi dapat memberikan informasi tentang nutrisi dan persediaan karbon dalam vegetasi secara keseluruhan atau jumlah bagian-bagian tertentu seperti kayu yang sudah ditebang. Chapman 1976 mengelompokkan metode pendugaan biomassa diatas tanah ke dalam dua kelompok besar, yaitu : 1. Metode destruktif permanenan a. Metode permanenan individu tanaman, metode ini digunakan pada tingkat kerapatan individu tumbuhan cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit. b. Metode permanenan kuadrat, metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit cintoh dan menimbangnya. c. Metode permanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata- rata, metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran seragam. 2. Metode non destruktif tidak langsung a. Metode hubungan allometrik, persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Pembuatan persamaan tersebut dengan cara menebang pohon yang mewakili sebaran kelas diameter dan ditimbang. b. Crop meter, penduga biomassa metode ini dengan cara menggunakan seperangkat peralatan elektronika listrik yang kedua kutubnya diletakkan diatas permukaan tanag pada jarak tertentu. Pendugaan biomassa hutan dibutuhkan untuk mengetahui perubahan cadangan karbon untuk tujuan lain. Pendugaan biomassa diatas permukaan tanah sangat penting untuk mengkaji cadangan karbon dan efek dari deforestasi dan penyimpanan karbon dalam keseimbangan karbon secara global Ketterings et al. 2001. Menurut Rahayu et al. 2004 peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Meningkatkan pertumbuhan biomassa hutan secara alami. 2. Menambah cadangan kayu pada ahutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu. 3. Mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh. Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomassa kayu sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon.

2.3 Peranan Hutan sebagai Penyerap Karbon

Hutan sangat berperan penting dalam upaya peningkatan penyerapan CO 2 dimana dengan bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO 2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi makin besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen. Secara umum hutan dengan “net growth” terutama dari pohon-pohon yang sedang berada pada fase pertumbuhan akan mampu menyerap lebih banyak CO 2 , sedangkan hutan dewasa dengan pertumbuhan yang kecil hanya menyimpan karbon tetapi tidak dapat menyerap CO 2 secara berlebih atau ekstrak. Dengan adanya hutan yang lestari maka, jumlah karbon yang disimpan akan semakin banyak dan semakin lama. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan yang kosong atau rehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO 2 di atmosfer. Rusaknya hutan-hutan di Indonesia seharusnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan CO 2 juga makin memperparah keadaan ini karena pohon-pohon yang mati akan melepaskan CO 2 yang tersimpan di dalam jaringannya ke atmosfer Kyrklund 1990. Siklus karbon menggambarkan dinamika karbon di alam secara sederhana. Siklus ini merupakan siklus biogeokimia yang mencakup pertukaran atau perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer bumi. Siklus karbon merupakan proses yang rumit dan setiap proses saling mempengaruhi proses lainnya Sutaryo 2009. Tumbuhan memerlukan sinar matahari dan gas karbondioksida yang diserap dari udara serta air serta hara yang diserap dari dalam tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintesis, CO 2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan karbon dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi. Pengukuran jumlah karbon yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup biomassa pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO 2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman Hairiah dan Rahayu 2007. Aliran karbon dari atmosfer ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah yaitu pengikatan CO 2 ke dalam biomassa melalui fotosintesis dan pelepasan CO 2 ke atmosfer melalui proses dekomposisi dan pembakaran. Alih guna lahan dan konversi hutan merupakan sumber utama emisi CO 2 dengan jumlah sebesar 1,7 ± 0,6 10 9 Mg karbon pertahun. Karbon yang terikat oleh vegetasi hutan akan segera dilepaskan kembali ke atmosfer melalui pembakaran, dekomposisi sisa panen maupun pengangkutan hasil panen. Pelepasan karbon ke atmosfer akibat konversi hutan berjumlah sekitar 250 Mg karbon per hektar yang terjadi selama penebangan dan pembakaran sedangkan, penyerapan kembali karbon menjadi vegetasi pohon relatif lambat hanya sekitar 5 Mg karbon per hektar setiap tahun Rahayu et al. 2004.

2.4 Penggunaan Lahan