Kompos Jerami Pengomposan jerami padi organik menuju zero waste production management

Dapat dilihat juga unsur Mg pada kompos berbahan dasar jerami dengan campuran kotoran ayam melebihi baku mutunya, namun angka tersebut masih bisa diterima karena perbedaannya tidak terlalu besar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompos jerami memenuhi syarat dan menunjukkan kualitas kompos baik. Perbaikan kualitas kompos yang belum memenuhi persyaratan SNI 19- 7030-2004 dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik yang dapat meningkatkan kandungan unsur hara yang kurang, ataupun penambahan bahan organik lainnya yang dapat menurunkan kandungan unsur hara yang berlebih. Perbaikan kualitas kompos yang tidak sesuai dengan persyaratan dapat dilakukan memalui proses pengomposan kembali. 4.3 Kualitas Air Irigasi dan Lumpur Sawah percobaan diberikan pupuk organik dengan dosis 7 tonha yang diaplikasikan sebelum tanam. Dari analisis yang dilakukan terhadap air irigasi Gambar 18 dan lumpur Gambar 19 dapat dilihat pengaruh pemberian pupuk organik terhadap kualitas air irigasi dan lumpur pada sawah. Data hasil analisis kualitas air irigasi dan lumpur dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari Gambar 18 dapat dilihat kandungan hara yang terlarut dalam air irigasi juga menunjukkan hanya sedikit hara yang terlarut. Nitrogen dan unsur hara lain yang terkandung dalam pupuk organik dilepaskan secara perlahan. nutrisi secara perlahan dilepaskan dari waktu ke waktu sehingga meningkatkan kesempatan tanaman untuk mengambil nutrisi tersebut dan mengurangi masalah pencemaran air US Composting Council, 2008. Konsentrasi hara yang keluar dari outlet sawah tidak terlalu berbeda dengan konsentrasi di inlet, bahkan pada unsur fosfor menunjukkan penurunan konsentrasi. Hasil analisis kualitas air irgasi pada inlet, center, dan outlet setelah pemberian pupuk organik ke sawah adalah 8,90 mgL; 9,60 mgL; dan 9,85 mgL pada saat sampel kedua dan 0,982 mgL; 0,876 mgL; dan 0,866 mgL pada sampel ketiga untuk N terlarut. Sedangkan P terlarut adalah 0,51 mgL; 0,44 mgL; dan 0,43 mgL pada saat sampel kedua dan 0,700 mgL; 0,293 mgL; dan 0,193 mgL pada saat sampel ketiga. Untuk Total Suspended Solid TSS berurutan adalah 58,00 mgL; 53,67 mgL; dan 24,17 mgL pada saat sampel kedua dan 35,07 mgL; 30,33 mgL; dan 26,90 mgL pada saat sampel ketiga. a TSS terlarut b Nitrogen N terlarut c Fosfor P terlarut d Kalium K terlarut Gambar 18 . Kualitas air irigasi sawah percobaan Kualitas air irigasi pada sawah percobaan tidak menunjukkan gejala terjadinya pencemaran pada badan-badan air. Hal ini dikarenakan konsentrasi yang didapat dari analisis tersebut masih berada dibawah baku mutu kualitas air. Menurut PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menerangkan bahwa baku mutu air untuk tanaman menunjukkan ambang batas untuk N, P dan TSS berurutan adalah 20 mgL; 1 mgL; dan 400 mgL. Maka dapat dikatakan bahwa implementasi pupuk organik tidak menyebabkan pencemaran pada badan-badan air. a Nitrogen N tersedia b Fosfor P tersedia c Kalium K tersedia Gambar 19 . Kualitas lumpur sawah percobaan Pemberian pupuk organik dapat memperbaiki kesuburan tanah. Kandungan nitrogen pada lumpur sawah menggambarkan bahwa pupuk organik memperkaya kandungan hara di sawah. Kandungan fosfor dan kalium juga menunjukkan hal yang sama dengan nitrogen. Kandungan hara bersifat residual di lumpur sehingga pemberian pupuk organik secara terus menerus dapat memperbaiki dan mempertahankan kesuburan tanah. Pada akhir masa budidaya padi, konsentrasi N,P, dan K mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan kandungan hara yang diberikan diserap oleh tanaman padi, dan juga terjadinya dinamika air tanah termasuk infiltrasi, perkolasi dan kapasitas air yang membawa unsur hara leaching, serta larut pada air irigasi US Composting Council, 2008. Nutrisi pupuk terikat secara organik sehingga jauh lebih rentan terhadap pencucian hara dari pada pupuk terlarut dan karena itu sering digunakan sebagai pengkondisian tanah Snape et al., 1995.

4.4 Neraca Massa Limbah-Kompos

Neraca massa limbah-kompos ditunjukkan pada tabulasi neraca massa limbah-kompos Lampiran 3 dan secara skematis dijelaskan pada Gambar 20. Dapat dilihat bahwa dengan mengomposkan jerami 14,1 tonha ditambah dengan dekomposer, baik kotoran ayam atau kotoran kambing dengan perbandingan 1:1 dengan kadar air yang sama, dengan efisiensi proses pengomposan 40 maka akan dihasilkan kompos 11,3 ton. Dari kompos yang dihasilkan, 7 ton kompos dapat diaplikasikan kembali ke areal persawahan, sedangkan sisa kompos dapat digunakan untuk peruntukan lainnya. Massa kompos mengalami pengurangan sebesar 60 yang keluar dalam bentuk uap air, air lindi, gas berbau, metana CH 4 dan CO 2 Yuwono, 2003. 14,1 ton jerami + 14,1 ton kotoran Ayamkambing Pengomposan ± 2 bulan 11, 3 ton kompos 16,9 ton uap air, air lindi, gas berbau, CH 4 , CO 2 7 ton diberikan lagi ke sawah 4,3 ton peruntukan lain Gambar 20 . Skema neraca massa limbah-kompos Pada Gambar 20 dapat dijelaskan bahwa jerami yang selama ini dipandang sebagai limbah ternyata merupakan salah satu sumber potensial bahan baku kompos. Kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali menjadi input bagi budidaya padi organik dan hortikultura. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jerami dapat dijadikan kompos dengan menambahkan aktivator kotoran ayam ataupun kotoran kambing, dengan rincian sebagai berikut: a. Pengomposan metoda aerobik sistem tumpukan dan aerasi memerlukan waktu kurang lebih 8 delapan minggu untuk menjadi kompos dan pengomposan berbentuk silinder membutuhkan waktu kurang lebih 5 lima minggu untuk menjadi kompos. b. Pengomposan metoda anaerobik di atas tanah terbungkus terpal membutuhkan waktu kurang lebih 6 enam minggu untuk menjadi kompos, sedangkan di dalam tong material kompos belum terdegradasi menjadi kompos dalam waktu 8 minggu. 2. Kompos yang dihasilkan mengandung unsur hara makro dan mikro yang esensial bagi tanaman. Berdasarkan baku mutu kompos SNI 19-7030-2004 ternyata secara keseluruhan mutu kompos berbahan dasar jerami memenuhi baku mutu kompos yang dipersyaratkan. 3. Implementasi pupuk organik tidak menyebabkan pencemaran pada badan air dan nutrisi pupuk terikat secara organik sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah. 4. Neraca massa limbah-kompos terkait dengan “Zero Waste Production Management ” dalam sistem budidaya padi organik telah tersusun dengan hasil dari setiap hektar diperoleh jerami 14,1 ton dan hasil kompos berbasis jerami sebesar 11,3 ton, sedangkan 60 dari massa awal keluar dalam bentuk uap air, air lindi, gas berbau, metana CH 4 dan CO 2 .

5.2. Saran

Adapun saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian lanjutan sebaiknya dilakukan dalam skala yang lebih besar untuk dapat melihat efektivitas teknik pengomposan jerami yang tepat dengan massa pengomposan yang besar. 2. Pengukuran parameter seperti perubahan temperatur dan kelembaban penting untuk dilakukan setiap hari untuk mengikuti proses pengomposan. 3. Analisis kandungan unsur hara perlu dilakukan untuk seluruh parameter yang ada pada SNI 19-7030-2004. 4. Perlu dilakukan kajian pengaruh umur pakai kompos terhadap kualitasnya. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih sebesar-besarnya disampaikan kepada para petani, analis laboratorium dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu dan terlibat dalam pelaksanaan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan penghargaan setinggi- tingginya kepada LPPM-IPB yang telah mendukung sepenuhnya pembiayaan penelitian melalui skema I-MHERE B.2c IPB.