77
Gambar 5.5 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 1: Kebijakan dan Kepemimpinan pada Proyek X PT. Z Tahun 2014
2. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan Terhadap
Peraturan Perundang-Undangan
Berdasarkan telaah dokumen dari hasil laporan HSE Internal Control di proyek X PT. Z pada April 2014, diketahui bahwa terdapat lima temuan yang
menyebabkan rendahnya nilai pemenuhan di elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Temuan-temuan tersebut tercantum pada
tabel 5.5 sebagai berikut:
Metode
Kesalahan penyusunan
rencana pelaksanaan K3LL
Belum terdapat kebijakan
K3 di area kerja
Belum terdapat pendokumentasian
pekerjaan
Kesalahan acuan peraturan
Penyebab Rendahnya
Elemen 1: Kebijakan dan
Kepemimpinan
Kurangnya komunikasi
koordinasi antara HO site
Cara perekrutan manajemen site
yang tidak
sesuai prosedur
Komitmen kurang
terhadap PT. Z
Tidak memahami
SMK3LL PT. Z
Tidak dapat melaksanakan
SMK3LL PT. Z
Manusia
78
Tabel 5.5 Temuan di Elemen 2: Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang- Undangan
Elemen 2 Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
1. Belum adanya list peraturan yang berisi persyaratan hukum
peraturan K3LL yang jelas bagi manajemen proyek 2. Belum adanya sistem update peraturan, regulasi atau standar
internasional 3. Belum adanya HSE Handbook yang digunakan sebagai pedoman
aturan kerja di proyek 4. Belum dilakukannya gap analysis secara periodik
5. Belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lain
Sumber: Laporan HSE Internal Control Proyek X PT. Z tahun 2014 PT. Z, 2014b
Berikut ini adalah penjelasan masing-masing unsur manajemen pada pemenuhan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
a. Manusia
Unsur manusia merupakan sumber daya manusia yang terlibat, meliputi jumlah pekerja dan kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan SMK3LL PT. Z di site untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Jika ditinjau dari unsur manusia mengenai kecukupan jumlah pekerja pada proyek X PT. Z tahun 2014
diketahui tidak memiliki kelemahan. Sama seperti hasil pada elemen 1, diketahui berdasarkan wawancara, bahwa jumlah pekerja yang ada
di proyek X PT. Z tahun 2014 telah tersedia. Namun, jika ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan manajemen site dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, masih terdapat kelemahan. Temuan pada
elemen 2 berupa belum adanya sistem update peraturan, regulasi atau
79
standar internasional disebabkan karena ketidaktahuan manajemen site dalam membuatnya ketika itu. Berikut kutipannya:
“Iyaa karna mereka belum buat”- IU1 “Ya karna mereka ngga tau”- IU1
Hal itu sejalan dengan hasil wawancara kepada IU2 yang menyatakan bahwa ketika itu ia tidak tahu cara membuat sistem
update yang seharusnya karena pihaknya baru mendapat informasi mengenai sistem update tersebut dari home office sekitar tahun 2015.
Berikut kutipan wawancaranya:
“Sistem update sebenernya kita kemaren harusnya sudah dikomunikasikan dari HO. Jadi pendokumentasian itu dilakukan
kita sendiri, dan itu memang kita baru dapat sekitar tahun 2015”- IU2
Sementara itu, berdasarkan wawancara kepada IP2 diketahui bahwa
alasan PT.
Z belum
mensosialisasikan sistem
pendokumentasiannya karena home office PT. Z tidak mengetahui penunjukkan IU2 sebagai HSE manager di proyek X. Pihak home
office baru mengetahui hal tersebut lima bulan setelah proyek X berjalan. Menurut IP2, hal tersebut terjadi karena pihak site tidak
mengkomunikasikan progress proyek X kepada home office. Sehingga terjadi kurangnya koordinasi diantara keduanya. Pernyataan tersebut
disampaikan oleh IP2 sebagai berikut:
“Sudah sekitar 5 bulan berjalan”- IP2 “Ngga mau nginformasi lah project itu menang, pokoknya mereka
beranggapan project itu bisa di handle gitu tanpa bantuan dari corporate”- IP2
80
Menanggapi kurangnya koordinasi yang terjadi diantara HO dan site, IK berpendapat bahwa kurangnya koordinasi dapat disebabkan
karena penunjukkan PIC person in charge yang kurang jelas, sehingga terjadi pelemparan tanggung jawab antara HO dan site.
Berikut kutipan wawancaranya:
“Mungkin penunjukkan PIC nya yang ngga jelas kali? Jadi kan harusnya siapa yang melakukan update harus jelas, mendingan di
set aja di prosedur yang melakukan update adalah pihak HO, jelas berarti HO yang melakukan update. Atau, yang melakukan update
adalah HSE di site, berarti HSE di site melakukan update. Nah gitu, jadi, karna belum ada pelemparan tanggung jawab yang
jelas, mereka jadi saling lempar
”- IK
Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa temuan pada elemen 2 berupa belum adanya HSE Handbook yang digunakan sebagai
pedoman aturan kerja di proyek disebabkan karena ketidaktahuan manajemen site ketika itu dalam membuatnya. Berikut kutipannya:
“Belum dibuat. Karna ngga tahu..”- IU1
HSE Handbook merupakan pedoman aturan kerja yang dibuat oleh Chief HSE untuk digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan
aktivitas di proyek. Sejalan dengan itu, IP1 mengungkapkan bahwa HSE Handbook belum dibuat karena manajemen site tidak tahu
mengenai aturan PT. Z dan tidak merasa sebagai bagian PT. Z. Berikut kutipannya:
“Itulah masalah utamanya, jadi sudah tidak tahu aturannya disini seperti apa, trus mereka juga merasa tidak merasa sebagai
orang PT. Z”- IP1
81
Menurut IK, ketersediaan HSE Handbook menjadi urgent dan harus disegerakan jika di dalam peraturan PT. Z menyebutkan hal
demikian. Berikut kutipan wawancaranya:
“Oh..kalo memang ada di standarnya harus ada HSE Handbook, yaudah berarti urgent lah, gitu. He eh..harus disegerakan kalo
memang itu dibilang setiap site harus ada HSE Handbook, berarti kalo emang udah dibilang gitu yaudah itu harus
disegerakan gitu kan karna itu udah peraturan, gitu”- IK
Sama dengan pernyataan diatas, temuan pada elemen 2 berupa belum dilakukannya gap analysis secara periodik disebabkan karena
ketidaktahuan manajemen site mengenai peraturan PT. Z. Kemudian, temuan pada elemen 2 berupa belum dilakukannya sosialisasi terhadap
peraturan perundangan dan persyaratan lain di proyek X disebabkan karena kurangnya kompetensi manajemen site dalam bidang K3.
Diketahui berdasarkan wawancara, bahwa manajemen site ketika itu adalah orang yang ditunjuk langsung oleh PT.ABC sehingga ia tidak
mengetahui prosedur dan peraturan yang ada di PT. Z. Berikut kutipan wawancara kepada IP2:
“Menurut informasi yang beredar, bahwa Pak EN adalah manager yang ditunjuk sama PT.ABC
, menurut infonya”- IP2
Pernyataan dari IP2 didukung oleh IP1 yang menyatakan kalau kompetensi IU2 sebagai HSE manager dianggap masih kurang.
Menurut IK, penempatan IU2 sebagai manager dianggap kurang pas jika dilihat menurut kompetensinya. Berikut kutipan wawancara
kepada IP1:
82 “Kalo untuk jadi HSE manager ya kurang. Jelas kurang. Itu
yang ditaro disana jadi manager itu kalo disini ya..paling jadi SI Superintendent
”- IP1
Penunjukkan IU2 oleh PT.ABC sebagai manajemen site manager proyek X dianggap tidak bisa menyamakan prosedur dan peraturan
yang PT. Z terapkan karena kurangnya kompetensi di bidang K3, sehingga senior HSE manager PT.Z kemudian mengganti posisi HSE
manager proyek X. Berikut kutipan wawancara kepada IP2:
“Pak EN itu awalnya sebagai manager, yang ditunjuk dari PT.ABC langsung cuman karna kurang perform kemudian juga
tidak bisa menyamakan prosedur,baik prosedur ataupun PPWI yang PT.Z punya. Makanya Pak JKS langsung mengambil
keputusan, diutuslah Pak FR sebagai HSE Project Manager proyek X”- IP2
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur manusia mengenai kecukupan jumlah pekerja telah mencukupi.
Namun jika ditinjau dari unsur manusia mengenai kemampuan manajemen site dalam melaksanakan pemenuhan elemen 2 di proyek
X masih terdapat kelemahan berupa ketidaktahuan manajemen site dalam membuat sistem update, dan HSE Handbook, kurangnya
kompetensi manajemen site dalam bidang K3, serta kurangnya koordinasi antara home office dan site.
b. Anggaran Dana
Anggaran dana merupakan modal organisasi perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya yang harus tersedia setiap saat.
Jika ditinjau dari unsur uang mengenai kecukupan anggaran dana dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan
83
perundang-undangan pada proyek X PT. Z tahun 2014 diketahui tidak memiliki kelemahan. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa dana
yang ada di proyek X telah telah tersedia. Berikut kutipan wawancara kepada IU1 dan IU2 ketika ditanyakan mengenai ketersediaan
anggaran dana yang ada di site sebagai berikut:
“Anggaran dana mah ada..”- IU1 “Ngga ngga, ngga kurang”- IU2
Pernyataan informan utama di atas sejalan dengan hasil wawancara dengan IP1, yang mengatakan bahwa anggaran dana di site telah
tersedia. Berikut kutipan wawancaranya:
“Kalau di proyek X ini harusnya ada 2 itu, anggaran dari PT. Z harus ada, anggaran dari PT.ABC nya sendiri harus ada.
Kenapa? Karna mereka juga punya safety program kan. Dan mereka biasanya ada uang sendiri untuk itu., dan tidak masuk
ke dalam anggaran pro
yek”- IP1
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur anggaran dana di site dalam melaksanakan pemenuhan elemen 2
tidak terdapat kelemahan dan telah tersedia.
c. Material
Unsur material merupakan ketersediaan inventaris kantor atau material penunjang lainnya yang ada di perusahaan yang dibutuhkan
untuk menjalankan aktivitas organisasi. Jika ditinjau dari unsur material mengenai ketersediaan inventaris kantor yang ada di proyek
X PT. Z tahun 2014 dalam melaksanakan pemenuhan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan diketahui tidak
84
memiliki kelemahan. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa peralatan material yang ada di proyek X telah telah tersedia untuk
melaksanakan kegiatan di site dan dalam melakukan pemenuhan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal ini
diketahui berdasarkan kutipan wawancara kepada IU2 dan IP1 ketika ditanyakan mengenai ketersediaan perlengkapan seperti inventaris
kantor dan material penunjang lainnya yang ada di site sebagai berikut:
“Sudah, sudah ada”- IU2 “Hmm...nggak ada masalah kalo PT. Z sendiri”- IP1
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur material berupa ketersediaan inventaris kantor di site yang digunakan
dalam melaksanakan pemenuhan elemen 2 tidak terdapat kelemahan dan telah tersedia.
d. Metode
Unsur metode merupakan cara pelaksanaan yang dilakukan dalam menjalankan elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan di site, apakah sesuai dengan peraturan SMK3LL PT. Z atau tidak.
Jika ditinjau dari unsur metode pelaksanaan manajemen site dalam melakukan pemenuhan elemen 2 pada proyek X PT. Z tahun
2014 diketahui memiliki kelemahan. Keseluruhan temuan pada elemen 2 disebabkan karena terdapat kelemahan pada metode
pelaksanaannya. Temuan di elemen 2 belum adanya sistem update
85
peraturan, regulasi atau standar internasional disebabkan karena adanya kelemahan pada unsur metode, yaitu manajemen site proyek X
membuat sistem update menggunakan caranya sendiri. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:
“Jadi ya kita membuat dokumen sendiri, penomoran sendiri yang terpisah dari PT. Z
, gitu”- IU2
Temuan di elemen 2 berupa belum adanya HSE Handbook yang digunakan sebagai pedoman aturan kerja di proyek disebabkan karena
adanya kelemahan pada unsur metode, yaitu yaitu pedoman aturan kerja yang digunakan ketika itu ialah pedoman aturan kerja yang
mengacu kepada perusahaan client PT.ABC. Hal tersebut menjadi temuan karena HSE Handbook yang diminta oleh auditor ketika itu
ialah HSE Handbook yang berdasarkan PT. Z. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:
“HSE Handbook...itu gini, karna memang untuk memproses 1 Handbook itu kan dibutuhkan proses yang menyesuaikan dengan
project yang berlaku, jadi waktu itu ditawarkan ada juga petunjuk kerja itu yang dibuat oleh client. Jadi kita menginduk ke PT.ABC
waktu itu dan yang diminta adalah dari Handbook nya PT. Z
”- IU2
Temuan di elemen 2 berupa belum dilakukannya gap analysis secara periodik disebabkan karena adanya kelemahan pada unsur
metode, yaitu peraturan yang diikuti oleh manajemen site ketika itu ialah peraturan yang mengacu kepada perusahaan client PT.ABC
bukan mengacu kepada peraturan PT. Z. Manajemen site tidak melakukan gap analysis karena menurutnya di dalam peraturan PT.
86
ABC tidak diharuskan untuk membuat hal demikian. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:
“Iya, jadi, karna memang gini, ada sistem PT.Z, ada sistem PT.ABC, pada saat mengkomunikasikan hal tersebut memang gap
analylsis kita tidak sentuh waktu itu karna kita tidak ada keharusan melakukan opsi terhadap gap analysis, untuk di
client ya, gitu”- IU2
Pentingnya melakukan gap analysis, menurut IK ialah untuk mengetahui peraturan-peraturan apa saja yang harus dipatuhi ketika
sedang mengerjakan suatu proyek. Berikut kutipan wawancaranya:
“O..iya dong. Harus itu. Sebelum kita buat list daftar peraturan- peraturan yang wajib kita patuhi, kita harus gap analysis dulu.
Kita harus cari tahu dulu. Ini kira-kira peraturan terkait sama perusahaan kita apa aja, gitu. Untuk mengetahui nanti apa saja
peraturan-peraturan yang perlu kita patuhi, kalo gap analysis itu”- IK
Temuan di elemen 2 berupa belum dilakukannya sosialisasi terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lain disebabkan
karena adanya kelemahan pada unsur metode. Diketahui bahwa berdasarkan wawancara kepada IU2, manajemen site ketika itu telah
melakukan sosialisasi peraturan melalui induction. Dalam induction tersebut, dirinya mengungkapkan bahwa banyak materi-materi yang
disampaikan ketika itu, seperti larangan untuk membawa senjata tajam ke area proyek, larangan untuk merusak lingkungan dan penyampaian
target-target K3. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:
“Sosialisasi terhadap perundangan, jadi ada beberapa perundangan yang memang masuk ke dalam ininya project, yang
paling dekat bersinggungan dengan karyawan itu dimasukkan ke dalam materi induction. Nah, jadi dalam materi induction itu
orang ngga boleh bawa senjata tajam, merusak lingkungan, itu aspek environment, termasuk dalam target-target nya bahwa zero
87 accident, oil spill, nah itu termasuk peraturan perundangan tahun
1970 itu sudah masuk ke dalam materi induction”- IU2
Sosialisasi peraturan yang dilakukan oleh manajemen site ketika itu hanya dilakukan melalui induction, dan tidak dilakukan dengan
cara-cara yang lain seperti menempel peraturan di sekitar area kerja misalnya. Alasan manajemen site hanya melakukan sosialisasi melalui
induction karena menurutnya, hal tersebut merupakan cara sosialisasi paling efektif. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:
“Jadi sosialisasi paling efektif adalah dari induction mbak, gitu”- IU2
Sementara itu, menurut IU1, walaupun manajemen site telah melakukan sosialisasi melalui induction, hal tersebut menjadi sebuah
temuan karena ketika dilakukan audit tahun 2014 tidak terdapat bukti sosialisasi peraturan ketika melaksanakan induction. Bukti yang
dimaksud contohnya dapat berupa daftar hadir, foto dokumentasi, ataupun materi yang disampaikan ketika induction berlangsung. Hal
itu sejalan dengan pernyataan IU2 yang mengatakan bahwa tidak adanya bukti sosialisasi tersebut dikarenakan pihaknya belum
mencetak materi sosialisasi tersebut. Berikut kutipan wawancara kepada IU2:
“Itu belum di print waktu itu”- IU2
Sependapat dengan IU1, IK juga manyatakan bahwa sosialisasi peraturan yang baik di site dapat dilakukan melalui induction namun
dengan disertai bukti, serta dengan menempel peraturan di area-area strategis. Berikut kutipan wawancaranya:
88 “Yaa bisa induction tapi harus ada buktinya, terus kemudian
kalo saya sih lebih ke ini yaa..PP 50 tahun 2012 nya ditempel di area strategis, atau mading misalnya gitu. Itu mungkin kalo ada
orang yang iseng-
iseng baca, gitu”- IK
Berdasarkan telaah dokumen, diketahui bahwa manajemen site memang belum mendokumentasikan ketika kegiatan induction
berlangsung. Hal itu terlihat dari laporan bulanan proyek X pada bulan April 2014. Dalam laporan bulanan tersebut, tabel implementasi
sistem manajemen K3 pada baris „comply with regulation and
standart implementation‟ terlihat masih kosong Gambar 5.6. Hal itu
menunjukkan bahwa pada saat kegiatan induction berlangsung, manajemen site tidak mencatatnya ke dalam laporan bulanan proyek
X.
Sumber: Doc.No.004HESIV2014 Rev. D Monthly Report Proyek X April 2014 PT. Z, 2014d
Gambar 5.6 Tidak Ada Bukti Pelaksanaan Induction
Informan utama 2 menambahkan, walaupun manajemen site proyek X ketika itu telah melakukan sosialisasi, namun hal-hal yang
disosialisasikan hanyalah peraturan milik PT.ABC saja. Ketika ditanyakan lebih lanjut mengapa mereka melakukan hal demikian?
89
Karena manajemen site ketika itu mengacu ke PT.ABC. Kelemahan yang terdapat pada unsur metode yaitu sosialisasi yang dilakukan
ketika induction hanya peraturan yang berasal dari PT.ABC saja. Berikut kutipan wawancara kepada IU1:
“
Jadi yang mereka jalanin cuma sosialisasi peraturan PT.ABC
” - IU1
“Ya..dibilangnya gitu..ya mereka ngikutin PT.ABC”- IU1
Hal itu sejalan dengan pernyataan dari IP2 yang mengatakan bahwa manajemen site ketika itu adalah orang yang ditunjuk langsung
oleh PT.ABC sehingga menjadi wajar bila peraturan yang dijadikan pedoman ketika itu ialah peraturan milik PT.ABC.
Berdasarkan pemaparan, dapat disimpulkan jika ditinjau dari unsur metode
pelaksanaan meliputi
cara manajemen
site dalam
melaksanakan pemenuhan elemen 2 di proyek X masih terdapat kelemahan berupa manajemen site proyek X membuat sistem update
menggunakan caranya sendiri, bukan berdasarkan peraturan PT. Z, pedoman aturan kerja yang digunakan ketika itu mengacu kepada
perusahaan client PT. ABC, peraturan yang diikuti oleh manajemen site ketika itu ialah peraturan yang mengacu kepada perusahaan client
PT. ABC, kemudian sosialisasi peraturan hanya dilakukan melalui induction saja dan tidak ada bukti pelaksanaannya, serta materi-materi
yang disosialisasikan ketika itu hanyalah peraturan PT. ABC saja, bukan peraturan PT. Z.
90
Berdasarkan uraian di atas, penyebab rendahnya elemen 2: kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di proyek X PT. Z tahun 2014 yang
dianalisis menggunakan diagram tulang ikan terdapat pada Gambar 5.7.
Gambar 5.7 Akar Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 2: Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan pada Proyek X PT. Z Tahun 2014
3. Penyebab Rendahnya Pemenuhan Elemen 4: Manajemen Subkontraktor