Pembuatan Membran Alginat-Kitosan Dan Kalsium Alginat-Kitosan Serta Pengujiannya Terhadap Penyembuhan Luka Marmut

(1)

BAHAN SKRIPSI

PEMBUATAN MEMBRAN KITOSAN DAN KALSIUM ALGINAT-KITOSAN SERTA PENGUJIANNYA TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA

MARMUT

OLEH :

HAFIZHATUL ABADI NIM : 060824037

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Pengesahan Skripsi

PEMBUATAN MEMBRAN KITOSAN DAN KALSIUM ALGINAT-KITOSAN SERTA PENGUJIANNYA TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA

MARMUT Diajukan Oleh: HAFIZHATUL ABADI

NIM 060824010

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 24 Januari 2009

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Dra. Anayanti Arianto M.Si.Apt.) (Prof. Dr. Urip Harahap, Msi., Apt.)

NIP 131 569 416 NIP 131 283 720

Pembimbing II, (Dra. Anayanti Arianto M.Si.Apt.)

NIP 131 569 416

(dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes..) (Drs. Syaiful Alamsyah) NIP 132 296 844 NIP 130 810 737

Dekan,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP 131 283 176


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas nikmat dan karunianya yang tak terhingga yang senantiasa dilimpahkan-Nya kepada penulis. Shalawat berangkaikan salam kepada junjungan Nabi Muhammad S.A.W. yang selalu menjadi teladan bagi penulis untuk dapat melakukan amal dan perbuatan terbaik dalam hidup ini.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan nasehat serta dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Salim Usman, M.Si., Apt. dan Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt. yang telah banyak membimbing penulis hingga rampungnya skripsi ini.

3. Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si, Apt selaku penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan.

4. Bapak kepala Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru dr. Adlan Lufti, Sp. P. yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di instansi yang dipimpin dan seluruh staff di Instansi BP4 yang telah memberikan bantuan dan fasilitas bagi penulis selama melakukan penelitian.

5. Seluruh Staff Pengajar dan Administrasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

6. Teman-teman dan sahabat penulis yang banyak membantu dengan ikhlas bang dadang, abanda muharuddin, rizlaini, suli, nitha, ety, dani, yani dan semua


(4)

teman-teman seangkatan yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Ucapan terima kasih yang terdalam penulis persembahkan kepada kedua orang tua Ayahanda Sayyid Mustafa dan Ibunda Cut Fatimah yang telah banyak memberikan dukungan baik moril, materil, cinta, kasih sayang dan do’a. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada adik-adik Syarifah Mastura, Syarifah Muhibbah, Sayyid Muzhahhar, Syarifah Maryana, Syarifah Fauzah, Sayyid Muhammad Iqbal, dan Sayyid Fikri Al-Zuhairi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan skripsi ini. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat setiap orang yang membacanya.

Medan, November 2008


(5)

ABSTRAK

Telah diteliti penyembuhan luka marmut oleh membran kalsium alginat-kitosan dan alginat-kitosan yang dibuat sendiri. Kemudian kekuatan membran diuji dengan universal testing machine type: SC-2DE. Luka kulit marmut dibuat dengan memotong kulit perut marmut sampai ke dermis dengan ukuran 1 x 1,5 cm. Luka diobati dengan menempelkan membran pada luka lalu ditutup dengan perban steril. Setiap 3 hari sekali luas luka diukur dan diamati peradangan, kekeringan luka dan adanya nanah. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara histopatologi dari luka hari ke-0 dan luka yang diobati pada hari ke-12 dengan membran alginat-kitosan dan membran kalsium alginat-kitosan.

Hasil pemeriksaan makroskopik menunjukkan bahwa membran yang lebih cepat menyembuhkan luka adalah membran kalsium alginat-kitosan daripada membran kitosan dan kontrol. Dari hasil uji kekuatan tarik membran kalsium alginat-kitosan lebih kuat daripada membran alginat-alginat-kitosan. Hasil pemeriksaan secara mikroskopik dari luka yang tidak diobati pada kontrol setelah hari ke-12 ditemukan epidermis belum memadat, folikel rambut belum terbentuk dan terdapat banyak fibroblas tetapi, pada luka yang diobati dengan alginat-kitosan ditemukan pertumbuhan epidermis yang sudah memadat, folikel rambut sudah terbentuk dan fibroblas sedikit, sedangkan pada kalsium alginat-kitosan ditemukan pertumbuhan epidermis yang sudah lebih memadat, folikel rambut sudah terbentuk dan fibroblast lebih sedikit.


(6)

ABSTRACT

The wound healing study of guinea pig by chitosan-alginate and calcium chitosan-alginate membranes were conducted. In this research both of membranes were prepared in our laboratory. And than tensile strength was measured with universal testing machine type SC-2DE. The formation of the wound skin in guinea pig was made by excising the stomach skin, including the dermis with 1 x 1.5 cm in size. The wound was treated with adhere the membrane to the wound. Then, it was covered with sterile bandage. Every 3 days the wound area was measured and observed the inflammation, the dryness of the wound, the presence of the pus. Furthermore, it was performed the histopathological inspection of the wound that has been treated 0 and 12 days with chitosan-alginate membrane and calcium chitosan-alginate membrane.

The result of experiments showed the order of the membrane which more fast to heal the wound were calsium chitosan-alginate membrane than chitosan-alginate membrane and control. The result of histophatological inspection of the wound control that has been 12 days not treated, was found the epidermis was not dense, hasn’t been formed of hair follicle and have a lot of fibroblast, but in chitosan-alginate the epidermis growths was more dense, the envelope of hair follicle were formed and fibroblast was decreased, while in calsium chitosan-alginate was found the epidermis growths was more dense, the envelope of hair follicle were formed and fibroblast was lesser.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... ... iii

ABSTRACK .. ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 4

BAB II METODOLOGI PENELITIAN ... 5

2.1 Alat-alat ... 5

2.2 Bahan-bahan ... 5

2.3 Hewan Percobaan ... 5


(8)

2.4.1 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 6

2.4.1.1 Pembuatan Asam Klorida 32 % ... 6

2.4.1.2 Pembuatan Natrium Hidroksida 10 % ... 6

2.4.1.3 Pembuatan Alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan Alkoho Absolut ... 6

2.4.1.4 Pembuatan Larutan Eosin 0,5 % ... 6

2.4.1.5 Pembuatan Larutan Hematoksilin Ehrlich ... 6

2.4.1.6 PEmbuatan Albumin ... 6

2.4.1.7 Pembuatan Larutan Formalin 10 % ... 7

2.4.1.8 Pembuatan Larutan Kalsium Klorida 0,1 M ... 7

2.4.2 Pembuatan Membran Alginat-Kitosan ... 7

2.4.3 Pembuatan Membran Kalsium Alginat-kitosan ... 8

2.4.4 Percobaan Pada Hewan Secara in Vivo ... 8

2.4.4.1 Pengamatan Makroskopik ... 8

2.4.4.2 Pengamatan Mikroskopik ... 9

2.4.5 Pembuatan Preparat Jaringan Kulit ... 9

2.4.6 Uji Kekuatan Tarik ... 11

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

3.1 Pembuatan Membran ... 12

3.1.1 Membran Alginat-kitosan ... 12

3.1.2 Membran Kalsium Alginat-kitosan ... 13

3.2 Pengamatan Secara Makroskopik ... 13

3.2.1 Kontrol (Tanpa Pengobatan) ... 13


(9)

3.2.3 Membran Kalsium Alginat-Kitosan ... 16

3.3 Pengamatan Secara Mikroskopik ... 34

3.3.1 Kontrol (Tanpa Pengobatan) ... 34

3.3.2 Sediaan Membran Alginat-Kitosan ... 34

3.3.3 Sediaan Membran Kalsium Alginat-kitosan... 34

3.3.4 Gambar Jaringan Kulit Marmut ... 36

3.4 Uji Kekuatan Tarik ... 39

3.4.1 Perbandingan Membran Alginat-Kitosan dan Kalsium Alginat- Kitosan ... 39

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

4.1 Kesimpulan ... 40

4.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 43


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.a : Bagan Alur Pembuatan Membran Alginat-Kitosan ... 43

Lampiran 1.b : Bagan Pembuatan Membran Kalsium Alginat-Kitosan ... 44

Lampiran 1.c : Bagan Alur Pemeriksaan Makroskopik Organ Kulit ... 45

Lampiran 1.d : Bagan Pembuatan Jaringan Kulit Marmut ... 46

Lampiran 2 : Tabel Luka pada Marmut ... 48

Lampiran 3 : Tabel Data Kekuatan Tarik (load), Kekuatan Regangan (Stroke) dan Presentasi Pertambahan Panjang Membran Alginat-Kitosan ... 50

Lampiran 4 : Tabel Data Kekuatan Tarik (load), Kekuatan Regangan (Stroke) dan Presentasi Pertambahan Panjang Membran Kalsium Alginat- Kitosan ... 51

Lampiran 5 : Tabel Hasil Uji Statistik Data Deskriptif ... 52

Lampiran 6 : Tabel Hasil Uji Statistik Homogenitas dan Anova ... 53

Lampiran 7 : Tabel Hasil Uji Post Hoc Tests ... 54

Lampiran 8 : Tabel Hasil Uji Statistik Homogenitas Subsets ... 55

Lampiran 9 : Gambar Kitosan dan Natrium Alginat ... 56

Lampiran 10 : Gambar Pemeliharaan Marmut selama dalam Proses Pengobatan dan Foto Luka pada Perut Marmut ... 57

Lampiran 11.a : Foto Perban Marmut Kontrol ... 58

Lampiran 11.b : (lanjutan) Foto Perban Marmut Kontrol ... 59

Lampiran 11.c : Foto Perban pada Marmut Alginat-Kitosan ... 60

Lampiran 11.d : (lanjutan) Foto Perban pada Marmut Alginat-Kitosan ... 61


(11)

Lampiran 11.f : (lanjutan) Foto Perban pada Marmut Kalsium Alginat-Kitosan ... 63 Lampiran 12 : Gambar Alat Pengujian Daya Tarik Membran ... 64


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Perbandingan Kekuatan Tarik (Load), Kekuatan Regangan (Stroke),

dan Presentasi Pertambahan Panjang Membran Alginat-Kitosan dan

Kalsium Alginat-Kitosan ... 13 Tabel 2 : Pengamatan Kondisi Luka pada Kontrol... 15 Tabel 3 : Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Kontrol

(n=3) ... 15 Tabel 4 : Pengamatan Kondisi Luka pada Sediaan Membran Alginat-Kitosan ... 16 Tabel 5 : Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Alginat-

Kitosan (n=3) ... 17 Tabel 6 : Pengamatan Kondisi Luka pada Membran Kalsium Alginat-Kitosan ... 18 Tabel 7 : Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Membran

Kalsium Alginat-Kitosan (n=3) ... 18 Tabel 8 : Luas Luka dalam Rasio Rata-Rata Kontrol, Alginat-Kitosan dan


(13)

ABSTRAK

Telah diteliti penyembuhan luka marmut oleh membran kalsium alginat-kitosan dan alginat-kitosan yang dibuat sendiri. Kemudian kekuatan membran diuji dengan universal testing machine type: SC-2DE. Luka kulit marmut dibuat dengan memotong kulit perut marmut sampai ke dermis dengan ukuran 1 x 1,5 cm. Luka diobati dengan menempelkan membran pada luka lalu ditutup dengan perban steril. Setiap 3 hari sekali luas luka diukur dan diamati peradangan, kekeringan luka dan adanya nanah. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara histopatologi dari luka hari ke-0 dan luka yang diobati pada hari ke-12 dengan membran alginat-kitosan dan membran kalsium alginat-kitosan.

Hasil pemeriksaan makroskopik menunjukkan bahwa membran yang lebih cepat menyembuhkan luka adalah membran kalsium alginat-kitosan daripada membran kitosan dan kontrol. Dari hasil uji kekuatan tarik membran kalsium alginat-kitosan lebih kuat daripada membran alginat-alginat-kitosan. Hasil pemeriksaan secara mikroskopik dari luka yang tidak diobati pada kontrol setelah hari ke-12 ditemukan epidermis belum memadat, folikel rambut belum terbentuk dan terdapat banyak fibroblas tetapi, pada luka yang diobati dengan alginat-kitosan ditemukan pertumbuhan epidermis yang sudah memadat, folikel rambut sudah terbentuk dan fibroblas sedikit, sedangkan pada kalsium alginat-kitosan ditemukan pertumbuhan epidermis yang sudah lebih memadat, folikel rambut sudah terbentuk dan fibroblast lebih sedikit.


(14)

ABSTRACT

The wound healing study of guinea pig by chitosan-alginate and calcium chitosan-alginate membranes were conducted. In this research both of membranes were prepared in our laboratory. And than tensile strength was measured with universal testing machine type SC-2DE. The formation of the wound skin in guinea pig was made by excising the stomach skin, including the dermis with 1 x 1.5 cm in size. The wound was treated with adhere the membrane to the wound. Then, it was covered with sterile bandage. Every 3 days the wound area was measured and observed the inflammation, the dryness of the wound, the presence of the pus. Furthermore, it was performed the histopathological inspection of the wound that has been treated 0 and 12 days with chitosan-alginate membrane and calcium chitosan-alginate membrane.

The result of experiments showed the order of the membrane which more fast to heal the wound were calsium chitosan-alginate membrane than chitosan-alginate membrane and control. The result of histophatological inspection of the wound control that has been 12 days not treated, was found the epidermis was not dense, hasn’t been formed of hair follicle and have a lot of fibroblast, but in chitosan-alginate the epidermis growths was more dense, the envelope of hair follicle were formed and fibroblast was decreased, while in calsium chitosan-alginate was found the epidermis growths was more dense, the envelope of hair follicle were formed and fibroblast was lesser.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Alginat adalah suatu polisakarida bahan alam yang diperoleh dari alga coklat.

Biopolimer ini adalah suatu polimer yang terdiri atas residu β-(1-4)-D-asam manuronat

(M) dan α-(1-4)-L-asam Guluronat (G), yang tersusun dalam blok-blok homopolimer dari masing-masing tipe (MM,GG) dan dalam blok-blok heteropolimer (MG) (Haug,

1967).

Alginat bersifat non toksik, non alergik dan dapat terurai dalam tubuh (Biodegradable). Apabila terkena jaringan tubuh maka alginat terurai menjadi gula sederhana dan dapat diabsorbsi.

Membran alginat mempunyai keuntungan, yaitu disamping sebagai sistem pemberian obat, membran ini juga sekaligus berfungsi sebagai penutup luka. Membran alginat mempunyai kemampuan yang kuat untuk mengabsorbsi cairan (eksudat), dari luka, mudah dicuci dari larutan garam, dan sisa dasar membran alginat yang mengalami biodegradasi dalam luka tidak perlu dikeluarkan sehingga mencegah gangguan pembentukan jaringan baru. Selain itu dasar alginat memberikan rasa sejuk pada tempat pemakaian (Thomas, 1990; Bangun, 2001). Rasa sejuk ini disebabkan karena alginat memberikan kelembaban pada permukaan luka tetapi tidak menyebabkan maserasi pada luka (Thomas, 1990).

Kitosan merupakan polisakarida yang terdapat dalam jumlah melimpah di alam. Kitosan adalah poli [β-(1,4)-2 amino-2deoxy-D-glukopiranosa] dan


(16)

merupakan produk deasetilasi kitin. Material ini hanya banyak digunakan dalam bidang biomedis dan farmasetika dikarenakan sifatnya yang biodegradabel, biokompatibel dan tidak beracun. Kitosan dapat merangsang pertumbuhan fibroblas dan mempengaruhi aktifitas makrofage untuk mempercepat penyembuhan luka (Balassa, 1978).

Alginat yang merupakan polianionik dan kitosan yang polikationik, bila dilarutkan pada kondisi yang tepat, dapat berinteraksi satu sama lain melalui

gugus karboksil dari alginat dan gugus amino dari kitosan. Kompleks polielektrolit yang terbentuk diharapkan dapat memberikan aplikasi

yang lebih baik dikarenakan keunikan struktur dan sifatnya. Sejauh ini, kompleks polielektrolit alginat-kitosan banyak dimanfaatkan sebagai serat, kapsul dan butiran. Sementara publikasi mengenai pemanfatannya sebagai membran, masih terbatas. Di sisi lain, kitosan yang bersifat basa dan mudah larut dalam media asam, banyak digunakan untuk pembuatan gel dalam beberapa variasi seperti butiran, membran pelapis, kapsul dan serat (Krajewska, 2001).

Bangun (2001), telah membuat sediaan alginat dalam bentuk salep. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa salep dengan dasar alginat dapat melepaskan senyawa obat, mampu menyerap air, dan tidak mengiritasi kulit.

Peneliti selanjutnya yang dilakukan oleh Santi (2008), telah membuat membran alginat-kitosan, kalsium alginat dan kalsium alginat-kitosan dan menguji pengembangan ketiga membran tersebut dalam media air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan berat membran alginat-kitosan lebih besar dibandingkan membran kalsium alginat-kitosan. Hal ini berarti membran alginat-kitosan memiliki kemampuan menyerap cairan yang lebih besar daripada


(17)

membran kalsium alginat-kitosan. Membran kalsium alginat menunjukkan penyerapan yang besar di awal waktu namun larut menjelang 1 jam pertama. Membran alginat-kitosan dan membran kalsium alginat-kitosan tidak ditumbuhi bakteri Escherichia coli sebagai bakteri Gram negatif dan Staphylococcus aureus

yang merupakan bakteri Gram positif. Hal ini berarti pada kompleks polielektrolit membran alginat-kitosan maupun membran kalsium alginat-kitosan memiliki aktivitas antibakteri, sedangkan pada membran kalsium alginat tidak ada aktivitas antibakteri.

Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian mengenai uji efektifitas penyembuhan luka secara in vivo terhadap membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan serta dilakukan pemeriksaan histopatologi yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan jaringan kulit. Disamping itu juga diuji kekuatan tarik membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan.

1.2 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

X1 = membran alginat-kitosan

Penyembuhan luka

X2 = membran kalsium alginat-kitosan


(18)

a. apakah membran alginat-kitosan dan membran kalsium alginat-kitosan dapat menyembuhkan luka?.

b. apakah membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat menyembuhkan luka dibandingkan membran alginat-kitosan?.

c. apakah membran kalsium alginat-kitosan lebih kuat dibandingkan membran alginat-kitosan?.

1.4Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan dapat menyembuhkan luka.

b. membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat menyembuhkan luka daripada membran alginat-kitosan.

c. membran kalsium kitosan lebih kuat daripada membran alginat-kitosan.

1.5 Tujuan Penelitian

a. untuk mengetahui apakah membran kitosan dan kalsium alginat-kitosan dapat menyembuhkan luka.

b. untuk mengetahui apakah membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat menyembuhkan luka daripada membran alginat-kitosan.

c. untuk mengetahui apakah membran kalsium alginat-kitosan lebih kuat daripada membran alginat-kitosan.

1.6 Manfaat Penelitian

Sebagai bahan informasi bahwa membran kitosan dan kalsium alginat-kitosan dapat digunakan sebagai penyembuhan lukA


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alginat

Alginat adalah polisakarida alam yang umumnya terdapat pada dinding sel dari semua spesies algae coklat (phaeophyceac). Asam alginat ditemukan, diekstraksi pertama sekali dan dipatenkan oleh seorang ahli kimia dari Inggris Stanford tahun 1880 dengan mengekstraksi Laminaria stenophylla (Anonim I, 2005).

Asam alginat dalam algae coklat umumnya terdapat sebagai garam-garam kalsium, magnesium dan natrium. Tahap pertama pembuatan alginat adalah mengubah kalsium dan magnesium alginat yang tidat larut menjadi natrium alginat yang larut dalam air dengan pertukaran ion di bawah kondisi alkalin (Zhanjiang, 1990).

2.1.1 Struktur

Molekul asam alginat berbentuk polimer linier tak bercabang dan disusun oleh kurang lebih 700-1000 residu asam ß-D- manuronat (M) dan -L- guluronat (G). Asam D-manuronat memiliki ikatan diekuatorial 4C1 sedangkan asam guluronat memiliki ikatan diaksial 1C4 (Wandrey, 2005).

Rantai yang terdiri atas 3 segmen polimer yang berbeda terlihat pada gambar 1 berikut ini :


(20)

(a) -G-G- (b) -G-M- (c) -M-M- Gambar 2.1 Struktur Alginat

2.1.2 Sifat

Kelarutan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada jumlah ion karboksilat, berat molekul dan pH. Kemampuan mengikat air meningkat jika jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium alginat kurang dari 500, sedangkan pada pH di bawah 3 terjadi pengendapan (McHugh, 2003).

Alginat memiliki sifat-sifat utama :

1. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan 2. Kemampuan untuk membentuk gel

3. Kemampuan membentuk film (natrium atau kalsium alginat) dan serat (kalsium alginat) (Wandrey, 2005).

2.1.3 Pembentukan Gel Kalsium Alginat

Gel terbentuk melalui reaksi kimia dimana kalsium menggantikan natrium dalam alginat, mengikat molekul-molekul alginat yang panjang sehingga membentuk gel.

Ketika 2 blok G tersusun paralel, terbentuk pola rantai seperti lubang yang sangat ideal untuk pengikatan kalsium. Bentuk ini menyerupai telur dalam kotaknya (egg in an egg box), seperti pada gambar 2.


(21)

Gambar 2.2 Egg box dalam gel alginat

Kekuatan dari gel yang dibentuk dengan penambahan garam Ca bervariasi dari satu alginat dengan alginat lainnya. Alginat dengan kandungan G yang tinggi akan lebih kuat dibandingkan dengan alginat dengan kandungan M yang tinggi. Seperti Macrocystis memberikan alginat dengan viskositas yang sedang,

Sargassum memberikan hasil viskositas yang rendah, Laminaria digitata

menghasilkan kekuatan gel lembut sampai sedang sementara Laminaria hyperborea dan Durvillaea menghasilkan gel yang kuat (McHugh, 2003).

Alginat dapat membentuk gel dengan adanya kation-kation divalent seperti Ca2+, Mn2+, Cu2+ dan Zn2+, dimana ikatan silang terjadi karena adanya kompleks khelat antara ion-ion divalent dengan anion karboksilat dari blok G-G (Inukai, 1999).

= Ca2+

Daerah blok-G Larutan

Gel


(22)

2.1.4 Kegunaan

Alginat dapat digunakan dalam berbagai bidang antara lain industri makanan, tekstil, farmasi, dan kosmetik, tetapi yang paling banyak digunakan dalam bidang tekstil (50%) dan makanan (30%) (McCormick, 2001).

Dalam industri tekstil, alginat digunakan sebagai pengental untuk pasta yang mengandung zat pewarna. Bahan pengental lain seperti pati sering digunakan tetapi bereaksi dengan bahan aktif pewarna, sehingga menghasilkan warna yang lebih rendah dan kadang-kadang limbahnya sulit untuk dicuci. Alginat tidak bereaksi dengan zat pewarna dan dengan mudah dicuci dari tekstil sehingga alginat menjadi pengental yang terbaik untuk zat pewarna (McHugh, 2003).

Dalam bidang makanan, sifat kekentalan alginat dapat digunakan dalam pembuatan saus serta sirup, sebagai penstabil dalam pembuatan es krim (McHugh, 2003). Membran Ca-alginat juga digunakan sebagai pembungkus ikan, buah, daging dan makanan lain untuk mengawetkannya (McComick, 2001), merupakan pembungkus alternatif karena dapat dimakan dan mudah terurai oleh mikroorganisme sehingga bersifat ramah lingkungan (Stading, 2003).

Pelapis dan membran kalsium alginat dapat digunakan untuk membantu mengawetkan ikan beku. Minyak yang terdapat dalam ikan seperti ikan Herring dan mackerel dapat menjadi tengik melalui oksidasi oleh udara walaupun cepat dibekukan dan disimpan pada suhu rendah. Jika ikan dibekukan dalam jelli kalsium alginat, ikan terlindungi dari oksidasi dan ketengikan dihambat. Jika jelli mencair bersama ikan, dengan demikian ikan mudah dipisahkan. Juice daging yang dibungkus dengan membran kalsium alginat sebelum dibekukan,


(23)

pembungkusan dapat melindungi daging dari kontaminasi bakteri (McHugh, 2003).

Dalam bidang farmasi, alginat dapat digunakan sebagai pembalut luka yang dapat menyembuhkan luka karena dapat mengabsorbsi cairan dari luka, dimana kalsium dalam serat diganti menjadi natrium dalam cairan tubuh sehingga menjadi natrium alginat yang larut ( McHugh, 2003).

2.2 Kitosan

Kitosan merupakan polisakarida yang terdapat dalam jumlah melimpah di alam. Kitosan adalah poli [β-(1,4)-2 amino-2deoxy-D-glukopiranosa] dan merupakan produk deasetilasi kitin. Deasetilasi dengan larutan alkali (biasanya NaOH) merupakan salah satu reaksi penting terhadap kitin untuk menghasilkan kitosan. Deasetilasi dengan NaOH pada suhu 100oC selama 1 jam menghasilkan produk terdeasetilasi 82% sementara bila waktu reaksi ditambah hingga 48 jam menghasilkan produk terdeasetilasi hampir 100%. Namun perpanjangan waktu ini menurunkan viskositas larutan, yang berarti telah terjadi degradasi rantai, untuk menghindarinya dilakukan dengan mengurangi jumlah alkali yang digunakan (Roberts, 1992).

2.2.1 Struktur

Gambar 2.3 Struktur Kitosan

(Roberts, 1992)

H2N

H2N

HO HO

CH2OH

H2N

HO

CH2OH


(24)

2.2.2 Sifat

Kebanyakan polisakarida alami seperti selulosa, protein, asam alginat, agar dan agarose bersifat netral atau asam sedangkan kitin dan kitosan merupakan polisakarida yang bersifat basa. Sifatnya yang basa ini menjadikan kitosan:

1. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan untuk pembuatan gel dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis, kapsul, serat dan spon. 2. Membentuk kompleks yang tidak larut air dengan polielektrolit anionik

yang juga dapat digunakan untuk pembuatan butiran, gel, kapsul, dan membran.

3. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan sistem proteksi terhadap efek dekstruksi dari ion (Krajewska, 2001).

Kitosan tidak larut dalam air namun larut dalam asam dengan pH dibawah 6,0, yang umum digunakan adalah asam asetat 1 % dengan pH sekitar 4,0. Pada pH tinggi, cenderung terjadi pengendapan (Kumar, 2000).

2.2.3 Kegunaan

Kitosan dan turunannya dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, krim badan dan tangan serta produk perawatan rambut, seperti shampo dan hairspray.

Kitosan juga telah diteliti sebagai bahan formulasi kosmetik khususnya untuk kulit yang sensitif misalnya sebagai tabir surya. Kapasitas pembentukan film dan sifat antiseptik kitosan melindungi kulit dari kemungkinan infeksi mikroba. Aktitifitas antimikroba dari kitosan terhadap beberapa penyakit dan mikroorganisma perusak makanan, telah diteliti penggunaannya pada pengolahan


(25)

dan pengawetan makanan. Pemberian kitosan yang disemprotkan pada buah apel dan jeruk melindungi dari kerusakan jaringan dan pembusukan. Aplikasi lain adalah pembuatan bungkus makanan, buah dan sayuran dari kitosan yang secara nyata menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Beaulieu, 2005).

Kitosan mampu menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri yang bersifat patogen dan menyebabkan resistensi tumbuhan terhadap infeksi jamur dan virus pada tanaman. Efek penghambatan meningkat segera setelah daun diberi kitosan (Synowiecki dan Al-Khateeb, 2003).

2.2.4 Penggolongan Membran

Berdasarkan material yang digunakan dalam pembuatan membran, bahan pembuat membran dikelompokkkan menjadi membran polimer alam, liquid, padatan (keramik) dan penukar ion. Membran polimer alam, terbagi menjadi membran biologis dan membran sintetik. Membran sel termasuk membran biologis, sedangkan membran sintetik terdiri atas membran organik dan anorganik. Membran organik antara lain disusun oleh polisakarida-polisakarida yang karena pengaruh gugus fungsi yang dimilikinya bersifat polikationik maupun polielektrolit (Zhao, at al., 2002).

2.2.4.1 Membran Polikationik

Membran kitosan adalah contoh membran polikationik. Membran kitosan pertama kali dibuat dan dikarakterisasi oleh Muzzarelli dan teman-temannya pada tahun 1974 (Zhao, et al., 2002).

2.2.4.2 Membran polielektrolit

Kompleks polielektrolit dibentuk melalui reaksi suatu polielektrolit dengan polielektrolit lain yang berbeda muatannya dalam suatu larutan.


(26)

Dikarenakan keragaman struktur dan sifatnya, kompleks ini memberikan aplikasi yang cukup luas sebagai membran, pelapis antistatic dll. Contoh membran polielektrolit adalah membran alginat-kitosan.

Banyak kegunaan kitosan didasarkan pada sifat kationik alaminya yang membuatnya dapat berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif seperti protein, polisakarida anionik dan asam nukleat. Karenanya pada kondisi tertentu alginat dan kitosan yang berbeda muatan akan saling berinteraksi seperti terlihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Interaksi ionik antara narium alginat/asam alginat dengan kitosan

Hanya sedikit penelitian yang dilaporkan sehubungan dengan pembentukan kompleks polielektrolit alginat dengan kitosan dalam suasana asam. Hal ini disebabkan terbatasnya daerah pH yang berhubungan dengan kelarutan kitosan. Jika pH lebih besar dari 6, terjadi netralisasi muatan positif kitosan sehingga kitosan dapat mengendap (Berger, et al., 2004).

Sebaliknya pH yang lebih kecil dari 3, bisa menurunkan kompatible sistem dan juga bisa menyebabkan pengendapan alginat. Pada pH mendekati 5, gugus

Interaksi Ionik

Rantai Alginat Rantai Kitosan

COO- Na+ AcHN

OOC

NH2

NH3+ Cl

-COOH NH3+


(27)

karboksilat bebas dari rantai asam kebanyakan terdapat dalam bentuk karboksilat dan gugus amino dari kitosan terprotonasi.

Cardenass dkk, berhasil membuat membran kompleks polielektrolit alginat-kitosan dengan cara mencampur larutan kitosan asetat dengan natrium alginat. Sebelum diperoleh kompleks elektrolit pada pH 5,28 melalui penambahan larutan NaOH, campuran ditambahkan HCl 32% terlebih dahulu.

Interaksi kitosan dengan natrium alginat dalam membentuk kompleks polielektrolit berjalan sesuai dengan reaksi berikut ini:

COO-Na+ + Cl-NH3 COO-NH3 + Na+ + Cl

-Gambar 2.5. Mekanisme interaksi natrium alginat dengan kitosan

Sebagai hasil pencampuran dua polielektrolit ini dihasilkan kompleks membran tidak larut yang mampu melewatkan zat dengan berat molekul tertentu dan mengalami pengembangan dalam air (Cardenass,et al., 2003).

2

2.3.1 Anatomi kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi.Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang berasal dari ectoderm merupakan lapisan epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, lapisan tanduk dikenal sebagai keratinosit yang membedakan kulit tebal dan tipis. Kulit tebal terdapat pada


(28)

telapak tangan dan kaki, dan kulit tipis (berambut) terdapat pada bagian tubuh lainnya sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat (Anonim II, 2008).

Gambar 2.6. jaringan kulit


(29)

Keterangan Gambar 2.6.

1. Lapisan korneum

2. Lapisan spinosum

3. Papila-papila kulit (dermal) 4. Dermis yaitu lapisan reticular 5. Folikel-folikel rambut

6. Kelenjar sebasea

7. Otot-otot erektor (penegang) 8. Folikel rambut

9. Saluran keluar kelenjar keringat 10.Bulbus rambut

11.Papila folikel rambut

12.Bagian sekretoris dari kelenjar keringat 13.Otot skelet

14.Epidermis dilalui oleh saluran keluar dari kelenjar keringat 15.Kelenjar sebasea

16.Saluran keluar kelenjar keringat 17.Rambut (korteks)

18.Sarung akar dalam dari folikel rambut

19.Sarung jaringan penyambung dari folikel rambut 20.Sarung akar dari folikel rambut

21.Medula dan matriks rambut

22.Badan-badan lamelar

23.Jaringan lemak didalam lapisan subkutan 24.Vena

25.Arteriola


(30)

2.3.1.1 Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Fungsi epidermis adalah proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :

1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan

berganti.

2. Stratum Lusidum. Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit

tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

3. Stratum Granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang

intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.

4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan

tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum


(31)

basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.

5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang

hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.

2.3.1.2 Dermis

Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.

Dermis terdiri dari dua lapisan :

• Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.

• Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat

Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.Fungsi dermis adalah struktur penunjang, suplai nutrisi dan respon inflamasi.


(32)

2.3.1.3 Subkutis

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis adalah melekat ke struktur dasar, isolasi panas dan cadangan kalori.

2.3.2 Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokonstriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.


(33)

2.3.3 Klasifikasi Luka

Luka dapat terjadi pada trauma, pembedahan, neuropatik, vaskuler, dan penekanan. Luka diklasifikasikan dalam 2 bagian :

1) Luka akut : merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat

penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan Contoh : Luka sayat, luka bakar, luka tusuk, Luka operasi dapat dianggap sebagai luka akut yang dibuat oleh ahli bedah. Contoh : luka jahit.

2) Luka kronik : luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali

(rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali. Contoh : Ulkus dekubitus, ulkus diabetik, ulkus venous, dll (Anonim II, 2008).

2.3.4 Penyembuhan Luka

2.3.4.1 Penyembuhan dengan penyambungan primer (penyembuhan primer)

Pada hari pertama pascabedah (sesudah menjalani operasi) setelah luka disambung dan dijahit, garis insisi segera terisi bekuan darah. Permukaan bekuan darah ini mengering menimbulkan kerak yang menimbulkan luka. Reaksi radang akut yang biasa, terlihat pada tepi luka.


(34)

Pada hari kedua, timbul dua aktivitas yang terpisah : reepitelisasi permukaan dan pembentukan jembatan yang terdiri dari jaringan fibrosa yang menghubungkan kedua tepi celah subepitel.

Pada hari ketiga pascabedah respon radang akut mulai berkurang dan neutropil sebagian besar diganti oleh makrofag yang membersihkan tepi luka dari sel-sel yang rusak dan juga pecahan fibrin.

Pada hari kelima, celah insisi biasanya terdiri dari jaringan granulasi yang kaya pembuluh darah dan longgar. Dapat dijumpai serabut-serabut kolagen disana-sini.

Pada akhir minggu pertama, luka telah tertutup oleh epidermis dengan ketebalan yang lebih kurang normal, dan celah subepitel yang telah terisi jaringan ikat yang kaya pembuluh darah ini mulai membentuk serabut-serabut kolagen.

Selama minggu kedua, tampak poliferasi fibroblas dan pembuluh darah secara terus menerus dan timbunan progesif serabut kolagen.

Pada akhir minggu kedua, struktur jaringan dasar parut telah mantap dan suatu proses yang panjang (menghaslkan warna jaringan parut yang lebih muda sebagai akibat tekanan pada pembuluh darah, timbunan kolagen dan peningkatan secara mantap daya rentang luka ) sedang berjalan (Robbins dan Kumar, 1992).


(35)

2.3.5.2 Penyembuhan dengan penyambungan sekunder (Penyembuhan sekunder)

Jenis penyembuhan ini secara kualitatif identik dengan penyembuhan primer. Perbedaan hanya terletak pada banyaknya jaringan granulasi yang terbentuk. Jaringa granulasi tumbuh nyata di bawah keropeng (kerak yang mengering pada luka) dan terjadi regenerasi epitel yang terjadi di bawah keropeng. Akhirnya pada keadaan ini keropeng lalu dibuang setelah penyembuhan sempurna. Penyembuhan sekunder memerlukan waktu yang lebih lama dan jaringan parut yang dihasilkan lebih besar.

Pada umumnya kerusakan jaringan luas dan mengandung lebih banyak sel nekrotik serta eksudat yang harus dibersihkan. Pertumbuhan jaringan granulasi memegang peranan yang lebih besar pada penyembuhan dengan penyambungan sekunder. Selain itu, jaringan granulasi hampir selalu diliputi oleh neutrofil dan makrofag yang lebih padat, karena lesi yang lebih luas menimbulkan reaksi radang yang lebih kuat. Dan akhirnya kontraksi luka hanya akan timbul, bila didapat lesi luas, karena pada luka dengan penyembuhan dengan penyambungan primer primer tidak terdapat cukup jaringan yang hilang. Sebagai akibat ini, maka penyembuhan dengan penyambungan sekunder hampir selalu berakibat pembentukan jaringan parut dan hilangnya apendiks kulit (rambut, kelenjar keringat dan lemak) secara menetap (Robbins dan Kumar, 1992).


(36)

Gambar 2.7a. Penyembuhan Primer

Keterangan

Gambar A. Tepi luka ditahan oleh gumpalan darah dan juga bisa dengan jahitan Gambar B. Pada stadium ini berlangsung regenerasi epidermis

Gambar C. Regenerasi epidermis sempurna dan jaringan parut yang padat (Price, 1988).


(37)

Gambar 2.7b . Penyembuhan sekunder pada luka terbuka Keterangan:

Gambar A. Menunjukkan keadaan segera setelah terjadi luka Gambar B. Penyembuhan di bawah keropeng/kerak

Gambar C. Sebuah luka terbuka dengan jaringan granulasi

Gambar D. Sebuah jaringan parut yang besar atau daerah epidermis baru yang tipis dan tidak memiliki rambut serta apendiks lainnya (Price, 1988).


(38)

2.3.6 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :

2.3.6.1 Faktor lokal

1. Suplai pembuluh darah yang

kurang 2. Infeksi

3. Kelainan pasokan darah

4. Mechanical stress

5. Bahan pembalut

6. Tehnik bedah 7. Tipe jaringan

2.3.6.2 Faktor umum 1. Usia

2. Anemia

3. Anti inflammatory drugs 4. Diabetes mellitus

5. Hormon

6. Infeksi sistemik 7. Malnutrisi 8. Obesitas

9. Temperatur (Anonim III,


(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik dan Farmasetika Dasar Fakultas Farmasi untuk pembuatan membran, pengujian kekuatan tarik membran dilakukan di Laboratorium Penelitian USU-Medan dan untuk pengujian histologi dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran USU - Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental yang dimulai dengan pembuatan membran kalsium alginat-kitosan dan alginat-kitosan. Lalu dilanjutkan dengan pemberian membran kalsium alginat-kitosan dan allginat-kitosan terhadap hewan percobaan marmut. Parameter yang digunakan adalah kemampuan masing-masing membran dalam menyembuhkan luka.

2.1 Alat – alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium, neraca listrik (Mettler Toledo), pH meter (Hanna), kaca objek, lumpang dan stamper, mikrotom (Reichert Jung, Germany), alat-alat bedah, oven, heating table, staining jar, chamber, kaca penutup, mikroskop, camera digital, bunsen, universal testing machine type: SC-2DE.

2.2 Bahan – bahan

Natrium alginat produksi Wako Pure Chemical, kitosan produksi Sigma-Aldrich Inc, asam asetat glasial, alkohol, kalsium klorida 0,1 M, akuades, asam klorida adalah produk E’Merck, natrium hidroksida 10 %, infus natrium klorida fisiologis 0,9 % produksi PT. Widarta Bhakti, indikator pH produksi PT.


(40)

Macherey-Nagel, formalin, xylol, paraffin, hematoxylin Ehrlich, Eosin Y, kanada balsam.

2.3 Hewan Percoban

Marmut dengan berat : 700 – 900 gram

Jumlah hewan : 9 ekor

2.4 Prosedur Penelitian

2.4.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 2.4.1.1 Pembuatan Asam klorida 32 %

Asam klorida 37 % (E’Merck) sebanyak 8,6 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam botol yang berisi 10 ml akuades (Ditjen POM, 1995).

2.4.1.2 Pembuatan Natrium hidroksida 10 %

Natrium hidroksida sebanyak 10 gram dilarutkan dalam 100 ml akuades (Ditjen POM, 1995).

2.4.1.3 Pembuatan alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan Alkohol Absolut

Alkohol absolut sebanyak masing-masing 70,1 ml; 80,2 ml; 90,2 ml; 96,2 ml 100 ml masing-masing diencerkan dengan akuades sampai 100 ml (Jones, 1950).

2.4.1.4 Pembuatan larutan Eosin 0,5 %

Eosin Y sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam 100 ml alkohol 95 % dan dicampurkan dengan asam asetat glasial sebanyak 0,5 ml (Jones, 1950).

2.4.1.5 Pembuatan larutan hematoxylin Ehrlich

Hematoxylin sebanyak 0,67 gram dilarutkan dalam alkohol absolute sebanyak 33 ml kemudian ditambahkan gliserol sebanyak 33 ml, asam asetat glasial sebanyak 3,3 ml dan akuades sebanyak 33 ml (Jones, 1950).


(41)

2.4.1.6 Pembuatan Albumin

Natrium salisilat sebanyak 1 gram dicampur dengan putih telur dan gliserin masing-masing sebanyak 50 ml (Jones, 1950).

2.4.1.7 Pembuatan Larutan Formalin 10%

Formalin pekat (40%) sebanyak 25 ml diencerkan dengan akuades sampai 250 ml (Jones, 1950).

2.4.1.8 Pembuatan Larutan Kalsium Klorida 0,1 M

Kalsium klorida sebanyak 1,47 gram dilarutkan dalam akuades secukupnya dan ditambahkan hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

2.4.2 Pembuatan Membran Alginat-kitosan

Prosedur pembuatan membran dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya (Santi, 2008). Ditimbang 1 gram kitosan, kemudian ditambahkan 25 ml akuades dan dilarutkan dalam 5 ml asam asetat glasial sambil digerus dalam lumpang sehingga terbentuk campuran homogen, dipindahkan ke dalam erlenmeyer tertutup. Selanjutnya ditimbang 1 gram natrium alginat dan dilarutkan dalam 25 ml akuades dalam erlenmeyer. Kedua larutan dibiarkan selama 24 jam.

Kedua larutan polimer tersebut kemudian dicampur dan ditambahkan 2 ml asam klorida 32 % kemudian didiamkan 5 menit. Selanjutnya ditambahkan natrium hidroksida 10 % (w/v) sampai diperoleh pH 5,2. Gel yang terbentuk diletakkan di cawan porselen dan dicetak diatas plat kaca objek, masing-masing plat kaca berisi 1 gram gel, diratakan dan kemudian dikeringkan pada suhu kamar. Dalam keadaan setengah kering yaitu setelah pengeringan satu malam, plat kaca objek direndam dan dibilas dalam akuades hingga pH netral, kemudian dikeringkan lagi pada suhu kamar. Waktu pengeringan selama ± 72 jam.


(42)

2.4.3 Pembuatan Membran Kalsium Alginat-kitosan

Prosedur pembuatan membran dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya (Santi, 2008). Prosedur yang sama seperti pembuatan membran alginat kitosan, dibuat campuran alginat dan kitosan, dan dicetak di atas kaca objek, lalu dikeringkan pada suhu kamar. Setelah pengeringan satu malam, plat kaca berisi gel campuran alginat dengan kitosan dibilas dan direndam dalam akuades hingga pH netral, masing-masing plat kaca kemudian dicelupkan ke dalam 10 ml larutan kalsium klorida 0,1 M selama 10 detik, diangkat dan dikeringkan pada suhu kamar selama ± 72 jam, hingga diperoleh hasil berupa lapisan yang tipis dan transparan.

2.4.4 Percobaan pada Hewan secara in vivo

Digunakan 9 ekor marmut jantan yang dibeli dari toko hewan dengan berat 700 – 900 gram. Sebelum diperlakukan sebagai hewan percobaan, marmut tersebut diadaptasikan terlebih dahulu terhadap lingkungan selama 2 minggu. Selama percobaan masing-masing marmut dipelihara dalam kandang terpisah dan diberi makan secukupnya. Untuk percobaan, masing-masing marmut diberi perlakuan :

Marmut I,II dan III : Kontrol (Tanpa pengobatan)

Marmut IV,V,dan VI : Pengobatan dengan membran alginat-kitosan Marmut VII, VIII, dan IX : Pengobatan dengan membran kalsium


(43)

2.4.5 Pengamatan Penyembuhan Luka 2.4.5.1 Pengamatan Makroskopik

Hewan percobaan sebelum dioperasi, dicukur pada sebelah kanan atau kiri kulit perut marmut, lalu diberi tanda pada kulit perut marmut dengan ukuran 1 x 1,5 cm, kemudian dianastesi secara intramuscular menggunakan phenobarbital injeksi 60 mg/kg BB, kemudian dipotong kulit marmut sampai lapisan dermis menggunakan alat – alat yang sudah disterilkan sedemikian rupa, lalu kulit perut marmut yang telah dilukai difoto dengan kamera digital. Dibersihkan luka menggunakan larutan steril infus salin (NaCl 0,9 %), kemudian ditempel dengan masing-masing membran ukuran 2 x 2 cm lalu ditutup dengan perban steril dan diplester. Untuk kontrol, luka tidak diobati, hanya ditutup perban steril. Dilakukan pergantian membran setiap 3, 6, 9, 12 hari dan sewaktu pergantian sediaan luka dibasahi terlebih dahulu dengan larutan infus salin (NaCl 0,9 %) sampai membran dapat terangkat dari luka. Kemudian luka diamati yaitu adanya peradangan, kekeringan luka, adanya nanah setelah 3, 6, 9, 12 hari dan diukur panjang dan lebar luka. Kemudian organ kulit tersebut direndam dalam formalin 10% (Hafni, 2002).

2.4.5.2 Pengamatan Mikroskopik

Organ kulit marmut yang telah diambil terdiri dari tiga ekor dari kelompok kontrol, tiga ekor dari kelompok alginat-kitosan, dan tiga ekor dari kelompok kalsium alginat-kitosan. Setelah dilakukan pengamatan makroskopik, maka organ kulit marmut difiksasi dalam formalin 10% untuk pembuatan preparat jaringan organ kulit. Setelah hari ke-12 organ kulit marmut diambil kembali difiksasi


(44)

dalam formalin 10% untuk selanjutnya dilakukan pembuatan preparat jaringan kulit kembali.

2.4.6 Pembuatan Preparat Jaringan Kulit

Organ kulit yang telah diambil difiksasi dalam larutan formalin 10% selama 2 hari, kemudian dicuci dengan larutan alkohol 70% v/v berulang kali atau didiamkan selama 1 hari. Lalu didehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai dengan merendam di dalam alkohol 70% v/v selama 30 menit, selanjutnya dalam alkohol 80% v/v, 90% v/v, 96% v/v, dan alkohol absolut masing-masing selama 24 jam. Kemudian organ kulit dijernihkan dalam xylol murni 2x30 menit. Lalu organ kulit tersebut dimasukkan ke dalam larutan toluol parafin yang telah mencair di dalam oven selama 60 menit. Selanjutnya berturut-turut organ kulit tersebut dimasukkan ke dalam parafin murni I, II, III masing-masing 60 menit. Setelah itu organ kulit dimasukkan ke dalam cetakan yang berisi parafin cair dan dibiarkan mengeras. Blok parafin yang berisi organ kulit tersebut diiris setebal

6μm – 10 μm dengan menggunakan mikrotom kemudian irisan tersebut diletakkan pada kaca objek yang telah diolesi dengan albumin dan ditetesi akuades, selanjutnya diletakkan pada meja pemanas sampai jaringan melekat pada kaca objek. Lalu jaringan dimasukkan ke dalam larutan xylol selama 15 menit. Setelah itu jaringan dicelupkan berturut-turut ke dalam alkohol absolut, 96%, 90%, 80%, 70%, dan akuades. Kemudian dilakukan pewarnaan terhadap jaringan dengan memasukkannya ke dalam larutan hematoksilin erhlich selama 3-7 detik dan selanjutnya dicuci dengan air mengalir lebih kurang 10 menit. Lalu dicelupkan ke dalam akuades, alkohol 30%, 50% dan 70%. Setelah itu dilakukan lagi pewarnaan dengan memasukkannya ke dalam larutan eosin 0.5% selama 3 menit dan


(45)

dilanjutkan dengan pencelupan dalam alkohol 70%, 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut, kemudian dikeringkan dengan kertas penghisap, selanjutnya jaringan tersebut ditetesi dengan kanada balsam dan ditutup dengan gelas penutup. Jaringan diamati dibawah mikroskop preparatif dengan perbesaran okuler 10 kali dan perbesaran objektif 10 dan 40 kali (Jones, 1950).

2.4.7 Uji Kekuatan Tarik

Pengujian kekuatan tarik membran dilakukan pada suhu kamar dengan alat universal testing machine type: SC-2DE, dengan berat beban 100 kgf, dan kecepatan tarik mesin (cross-head) 10 mm/menit. Sampel (membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-alginat-kitosan) diletakkan pada kedua penjepit (grip) yang posisinya tegak lurus pada alat tarik. Saklar mesin tarik dan saklar pencatat grafik dihidupkan bersama-sama. Kekuatan tarik membran dapat dilihat dari nilai Load dan Stroke yang dimilikinya. Nilai load (kgf) menyatakan kekuatan tarik pada saat putus, sedangkan stroke (mm/menit) menunjukkan kekuatan tegangan pada saat putus. Nilai load dan stroke biasanya berbanding terbalik (Asteria, 2005).


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Membran

4.1.1 Membran Alginat-Kitosan

Membran alginat-kitosan dapat dibuat dengan cara mencampurkan larutan asam alginat dan larutan kitosan asetat dalam air yang telah didiamkan 24 jam pada pH 5,3 kemudian dicetak pada plat kaca dan dikeringkan pada suhu kamar selama 72 jam menghasilkan membran yang cukup tebal, ketebalannya berukuran ± 0,1 mm, tidak mudah koyak, berwarna putih kekuningan. Permukaannya berbentuk seperti jalinan serat yang homogen (Gambar 4.1)


(47)

4.1.2 Membran Kalsium Alginat-Kitosan

Membran kalsium alginat-kitosan dibuat dengan cara mencelupkan membran alginat-kitosan ke dalam larutan kalsium klorida 0,1 M, selama 10 detik menghasilkan membran yang tebal, ketebalannya berukuran ± 0,2 mm, tidak mudah koyak dan berwarna kuning. Membran tidak rapuh dan terlihat lebih kuat dari membran alginat-kitosan seperti pada gambar 4.2

.

Gambar 4.2 Membran Kalsium alginat-kitosan 4.2 Uji Kekuatan Tarik

4.2.1 Perbandingan Membran Alginat-Kitosan dan Kalsium Alginat-Kitosan Tabel 1. Perbandingan Kekuatan Tarik (Load), Kekuatan Regangan

(Stroke), dan Pertambahan Panjang Membran Alginat-Kitosan dan Kalsium Alginat-Kitosan

Jenis membran Load (kgf) Stroke (mm/menit) Pertambahan panjang (%) Alginat-kitosan Kalsium alginat-kitosan 0.235 0.385 9.345 13.925 18.182 33.182


(48)

Dari data-data kekuatan mekanik yang dimiliki membran alginat-kitosan dan kalsium alginat kitosan diatas dan lampiran 3, dapat disimpulkan bahwa membran kalsium alginat-kitosan mempunyai kekuatan tarik yang lebih baik daripada membran alginat-kitosan. Salah satu sifat dari larutan natrium alginat adalah jika dicampurkan dengan larutan kalsium klorida segera terbentuk gel kalsium alginat yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat adalah ikatan khelat antara ion kalsium dengan anion karboksilat pada blok G-G melalui mekanisme antar rantai yang menyebabkan rantai-rantai polimer semakin rapat (Morries, et al., 1978).

4.3 Penyembuhan Luka

4.3.1 Pengamatan Secara Makroskopik 4.3.1.1 Kontrol (Tanpa Pengobatan)

Pada perlakuan kontrol marmut I, II, dan III serta tabel 2 dapat dilihat luas luka rata-rata dalam rasio menurun secara perlahan-lahan. Pada hari ke-3 – 6 belum terlihat adanya kekeringan luka (gambar 4.7, 4.10, 4.22, 4.25, 4.37, 4.40, baru pada hari ke-9 (gambar 4.13, 4.28, 4.43) terlihat sedikit kekeringan luka, sedangkan luas luka rata-rata menurun terlihat pada hari ke-6 (tabel 2). Pada hari ke-3 terlihat adanya inflamasi atau peradangan luka memerah pada marmut II (tabel 1, gambar 4.22). Peradangan hilang pada hari ke-6 (gambar 4.25)

Tabel 2. Pengamatan Kondisi Luka pada Kontrol

Hari

Peradangan Kekeringan luka Ada tidaknya nanah

Marmut Marmut Marmut

I II III I II III I II III

0 - - - -

3 - ++ - - - -

6 - - - -

9 - - - + + + - - -


(49)

Keterangan :

- : tidak ada + : sedikit ++ : banyak

+++ : sangat banyak

Tabel 3. Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Kontrol (n = 3)

Waktu pengamatan (hari)

Luas luka rata-rata

dalam rasio Standar deviasi

0 1.000 0.00000

3 1.000 0.00000

6 0.871 0.05369

9 0.713 0.07028

12 0.178 0.01905

Keterangan :

Rasio : Luas luka waktu pengamatan

Pada perlakuan hewan percobaan IV, V dan VI menggunakan membran alginat-kitosan dapat dilihat luas luka dalam rasio menurun setelah hari ke-3 (tabel 5). Pada hari ke-3 terlihat adanya peradangan (pada marmut V tabel 4, gambar 4.23). Peradangan hilang pada hari ke-6 (gambar 4.26). Kekeringan luka sudah dapat terlihat pada hari ke-3 (gambar 4.8), ini berbeda dengan kontrol yang dapat dilihat setelah hari ke-9 (gambar 4.13) dan luka semakin kering terlihat sampai hari ke-12. Ini menunjukkan bahwa dengan pemberian membran alginat-kitosan kekeringan luka lebih cepat terjadi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan membran alginat mempunyai kemampuan yang kuat untuk mengabsorpsi cairan (eksudat) dari luka (Thomas, 1990). Sedangkan kitosan bersifat antibakteri (Santi, 2002).

Luas luka awal


(50)

Tabel 4. Pengamatan Kondisi Luka pada Sediaan Membran Alginat-Kitosan

Hari

Peradangan Kekeringan luka Ada tidaknya nanah

Marmut Marmut Marmut

IV V VI IV V VI IV V VI

0 - - - -

3 - ++ - + - + - - -

6 - - - ++ + + - - -

9 - - - ++ ++ ++ - - -

12 - - - +++ +++ +++ - - -

Keterangan :

- : tidak ada + : sedikit ++ : banyak +++ : sangat banyak

Tabel 5. Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Alginat-Kitosan (n = 3)

Waktu pengamatan (hari)

Luas luka rata-rata

dalam rasio Standar deviasi

0 1.000 0.0000000

3 0.913 0.0808290

6 0.719 0.0265016

9 0.511 0.0386825

12 0.035 0.0080829

Keterangan :

Rasio : Luas luka waktu pengamatan

Pada perlakuan hewan percobaan VII, VIII dan IX yang diobati menggunakan membran kalsium alginat-kitosan dapat dilihat luas luka rata-rata dalam rasio menurun mulai pada hari ke-3 (gambar 4.9) dan luas luka dalam rasio akan semakin menurun pada hari ke-12 (gambar 4.18). Pada hari ke-9 (lampiran 11) masih terdapat jaringan kulit yang menempel pada membran alginat-kitosan,

Luas luka awal


(51)

sedangkan pada membran kalsium alginat-kitosan tidak terdapat jaringan kulit yang menempel pada membran sehingga pembentukan epidermis tidak terganggu pada saat pergantian membran. Penyembuhan luka lebih cepat terjadi disebabkan karena adanya ion kalsium yang berikatan dengan alginat sehingga gugu amin dari kiotsan lebih banyak bebas, dimana gugus ini yang berperan sebagai antibakteri dapat dilihat dari (gambar 4.2) mambran kalsium alginat-kitosan berwarna kuning sedangkan membran alginat-kitosan berwarna putih kekuningan (gambar4.1).

Alginat dapat membentuk gel dengan adanya kation-kation divalent seperti Ca2+, Mn2+, Cu2+ dan Zn2+, dimana ikatan silang terjadi karena adanya kompleks khelat antara ion-ion divalent dengan ion-ion karboksilat dari blok GG (Inukai, 1999).

Tabel 6. Pengamatan Kondisi Luka pada Sediaan Membran Kalsium Alginat-Kitosan

Hari

Peradangan Kekeringan luka Ada tidaknya nanah

Marmut Marmut Marmut

VII VIII IX VII VIII IX VII VIII IX

0 - - - -

3 - - - + + + - - -

6 - - - + ++ ++ - - -

9 - - - ++ +++ +++ - - -

12 - - - +++ +++ +++ - - -

Keterangan :

- : tidak ada + : sedikit ++ : banyak +++ : sangat banyak


(52)

Tabel 7. Pengaruh Waktu Terhadap Penyembuhan Luka pada Marmut Membran Kalsium Alginat- Kitosan (n = 3)

Waktu pengamatan (hari)

Luas luka rata-rata

dalam rasio Standar deviasi

0 1.000 0.0000000

3 0.837 0.0496521

6 0.521 0.0607069

9 0.353 0.1619452

12 0.021 0.0092376

Keterangan :

Rasio : Luas luka waktu pengamatan

Sediaan obat

Luas luka awal

Tabel 8. Luas Luka dalam Rasio Rata-Rata Kontrol, Alginat-Kitosan dan Kalsium Alginat-Kitosan

Waktu Pengamatan (Hari)

0 3 6 9 12

Kontrol 1.000 1.000 0.871 0.713 0.178

Alginat-kitosan 1.000 0.913 0.720 0.511 0.035 Kalsium alginat-kitosan 1.000 0.837 0.521 0.353 0.021


(53)

3.3.4 Perbandingan Pemberian Membran Alginat-kitosan dan Kalsium Alginat-kitosan terhadap Luas Luka Marmut dalam Rasio

Gambar 4.3 Pengaruh Pemberian Membran Alginat-kitosan dan Kalsium Alginat-kitosan terhadap Luas Luka Marmut dalam Rasio

Pada grafik dapat dilihat adanya perbedaan efektifitas setiap perlakuan terhadap luas luka pada hewan percobaan. Luas luka dalam rasio yang paling kecil adalah kalsium alginat-kitosan pada hari ke-12 yaitu 0,021 sedangkan pada alginat-kitosan adalah 0,035.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1

0 hari 3 hari 6 hari 9 hari 12 hari

Waktu Pengamatan

R


(54)

4.3.5 Foto Luka Kulit pada Hewan Percobaan

Gambar 4.4 : Fotoluka kulit pada perut marmut I kontrol pada 0 hari

Gambar 4.5 : Foto luka kulit pada perut marmut IV pada 0 hari yang akan diberi membran alginat-kitosan


(55)

Gambar 4.6 : Foto luka kulit pada perut marmut VII pada 0 hari yang akan diberi membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.7 : Foto luka kulit pada perut marmut I kontrol setelah 3 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.8 : Foto luka kulit pada perut marmut IV setelah 3 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan


(56)

Gambar 4.9 : Foto luka kulit pada perut marmut VII setelah 3 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.10 : Foto luka kulit pada perut marmut I kontrol setelah 6 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.11 : Foto luka kulit pada perut marmut IV setelah 6 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan


(57)

Gambar 4.12 : Foto luka kulit pada perut marmut VII setelah 6 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.13 : Foto luka kulit pada perut marmut I kontrol setelah 9 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.14 : Foto luka kulit pada perut marmut IV setelah 9 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan


(58)

Gambar 4.15 : Foto luka kulit pada perut marmut VII setelah 9 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.16 : Foto luka kulit pada perut marmut I kontrol setelah 12 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.17 : Foto luka kulit pada perut marmut IV setelah 12 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan


(59)

Gambar 4.18 : Foto luka kulit pada perut marmut VII setelah 12 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.19 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol pada 0 hari

Gambar 4.20 : Foto luka kulit pada perut marmut V pada 0 hari yang akan diberi membran alginat-kitosan


(60)

Gambar 4.21 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII pada 0 hari yang akan diberi membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.22 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol setelah 3 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.23 : Foto luka kulit pada perut marmut V setelah 3 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan


(61)

Gambar 4.24 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII setelah hari 3 dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.25 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol setelah 6 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.26 : Foto luka kulit pada perut marmut V setelah 6 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan


(62)

Gambar 4.27 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII setelah hari 6 dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.28 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol setelah 9 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.29 : Foto luka kulit pada perut marmut V setelah 9 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan


(63)

Gambar 4.30 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII setelah hari 9 dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.31 : Foto luka kulit pada perut marmut II kontrol setelah 12 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.32 : Foto luka kulit pada perut marmut V setelah 12 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan


(64)

Gambar 4.33 : Foto luka kulit pada perut marmut VIII setelah hari 12 dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan

Gambar 4.34 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol pada 0 hari

Gambar 4.35 : Foto luka kulit pada perut marmut VI pada 0 hari yang akan diberi membran alginat-kitosan

Gambar 4.36 : Foto luka kulit pada perut marmut IX pada 0 hari yang akan diberi membran kalsium alginat-kitosan


(65)

Gambar 4.37 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol setelah 3 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.38 : Foto luka kulit pada perut marmut VI setelah 3 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan

Gambar 4.39 : Foto luka kulit pada perut marmut IX setelah 3 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan


(66)

Gambar 4.40 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol setelah 6 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.41 : Foto luka kulit pada perut marmut VI setelah 6 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan

Gambar 4.42 : Foto luka kulit pada perut marmut IX setelah 6 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan


(67)

Gambar 4.43 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol setelah 9 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.44 : Foto luka kulit pada perut marmut VI setelah 9 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan

Gambar 4.45 : Foto luka kulit pada perut marmut IX setelah 9 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan


(68)

Gambar 4.46 : Foto luka kulit pada perut marmut III kontrol setelah 12 hari dibalut dengan perban steril

Gambar 4.47 : Foto luka kulit pada perut marmut VI setelah 12 hari dibalut dengan membran alginat-kitosan

Gambar 4.48 : Foto luka kulit pada perut marmut IX setelah 12 hari dibalut dengan membran kalsium alginat-kitosan


(69)

4.3.6 Pengamatan Secara Mikroskopik

4.3.6.1 Gambar Jaringan Kulit Marmut Kontrol

Gambar 4.49. Foto jaringan kulit marmut kontrol hari ke-0 (1a, 1b, 1c) dan foto jaringan kulit marmut kontrol hari ke-12 (2a, 2b, 2c) dengan pewarnaan HE

Keterangan gambar : (a) epidermis; (b) dermis; (c) folikel rambut; (d) saluran keluar kelenjar keringat; (e) fibroblas


(70)

4.3.6.2 Gambar Jaringan Kulit Marmut dan bagian-bagiannya.

a

b

Gambar 3.50. Foto jaringan kulit marmut kontrol hari ke-0

a

b

c

Gambar 4.51. Foto jaringan kulit marmut kontrol hari ke-12

Keterangan gambar : (a) epidermis (b) dermis (c) fibroblas


(71)

4.3.6.3 Gambar Jaringan Kulit Marmut diberi Membran Alginat-kitosan

Gambar 4.52. Foto jaringan kulit marmut diberi membran alginat-kitosan hari ke-0 (1a, 1b, 1c) dan foto jaringan kulit marmut diberi alginat-kitosan hari ke-12 (2a, 2b, 2c) dengan pewarnaan HE

Keterangan gambar : (a) epidermis; (b) dermis; (c) folikel rambut; (d) saluran keluar kelenjar keringat; (e) fibroblas


(72)

4.3.6.4 Gambar Jaringan Kulit Marmut dan bagian-bagiannya.

a

b

Gambar 4.53. Foto jaringan kulit marmut diberi membran alginat-kitosan hari ke-0

a

b

Gambar 4.54. Foto jaringan kulit marmut diberi membran alginat-kitosan hari ke-12

Keterangan gambar : (a) epidermis (b) dermis


(73)

4.3.6.5 Gambar Jaringan Kulit Marmut Diberi Membran Kalsium Alginat- Kitosan

Gambar 4.55. Foto jaringan kulit marmut diberi kalsium alginat-kitosan hari ke-0 (1a, 1b, 1c) dan foto jaringan kulit marmut diberi kalsium alginat-kitosan hari ke-12 (2a, 2b, 2c) dengan pewarnaan HE

Keterangan gambar : (a) epidermis; (b) dermis; (c) folikel rambut; (d) saluran keluar kelenjar keringat; (e) fibroblas


(74)

4.3.6.6 Gambar Jaringan Kulit Marmut dan bagian-bagiannya.

a

b

Gambar 4.56. Foto jaringan kulit marmut diberi membran kalsium alginat-kitosan hari ke-0

a


(75)

Gambar 4.57. Foto jaringan kulit marmut diberi membran kalsium alginat-kitosan hari ke-12

Keterangan gambar : (a) epidermis (b) dermis

4.3.6.7 Kontrol (Tanpa Pengobatan)

Pada gambar 4.49 1a-c adalah jaringan kulit perut marmut yang luka pada hari ke-0 tanpa pengobatan. Pada jaringan ini terlihat epidermis, sedangkan lapisan dermis terdiri dari folikel rambut dan kelenjar keringat. Pada gambar 4.49 (2a-c) diperlihatkan jaringan kulit perut marmut pada hari ke-12 tanpa pengobatan. Pada jaringan ini diperlihatkan epidermis yang masih terlepas dan belum memadat sedangkan folikel rambut tidak terlihat, pada dermis terdapat banyak fibroblas yaitu jaringan granulasi yang sedang tumbuh menuju daerah perbaikan jaringan kulit.

4.3.6.8 Sediaan Membran Alginat-Kitosan

Pada gambar 4.52 (1a-c) adalah jaringan kulit perut marmut yang luka pada hari ke-0 tanpa pengobatan. Gambar 4.52 (2a-c)diperlihatkan jaringan kulit luka marmut setelah hari ke-12 pengobatan. Pada gambar sudah terlihat perbaikan jaringan epidermis baru dimana jaringan epidermis baru sudah merata dipermukaan kulit dan jaringannya sudah padat dan kompak. Pada jaringan terlihat sudah terbentuk sarung akar folikel rambut, pada daerah dermis masih terdapat sedikit fibroblas .

4.3.6.9 Sediaan Membran Kalsium Alginat-Kitosan

Pada gambar 4.55 (1a-c) adalah jaringan kulit perut marmut pada hari ke-0 tanpa pengobatan. Pada gambar 4.55 (2a-c) diperlihatkan jaringan kulit luka marmut setelah hari ke-12 pengobatan. Pada gambar tersebut sudah terlihat perbaikan jaringan epidermis baru, dimana jaringan epidermis baru ini sudah


(76)

merata dipermukaan kulit dan jaringannya sudah padat dan kompak. Pada jaringan terlihat sudah terbentuk sarung akar folikel rambut, pada daerah dermis terdapat makin sedikit fibroblas. Ini menunjukkan bahwa luka semakin sembuh. Fibroblas menghasilkan molekul tropokolagen yang akan membentuk kolagen fibril, filament dan fiber. Kolagenisasi mengubah jaringan granulasi fibroblas menjadi jaringan parut. Peningkatan jumlah kolagen didalam jaringan parut akan memperkecil jumlah fibroblas sehingga ukuran akhir parut matur jauh lebih kecil dibanding luka asal (Michael, 2008).


(77)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

a. membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan dapat menyembuhkan luka.

b. membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat menyembuhkan luka daripada membran alginat-kitosan. Pemeriksaan makroskopik dari luka terlihat pada hari ke-12. Luas luka dalam rasio membran kalsium alginat-kitosan adalah 0,021 lebih kecil daripada membran alginat-alginat-kitosan yaitu 0,035. Pengamatan secara mikroskopik dari luka yang diobati dengan membran kalsium alginat-kitosan terlihat lebih sedikit fibroblas dibandingkan luka yang diobati dengan membran alginat-kitosan.

c. membran kalsium alginat-kitosan mempunyai nilai Load = 0.235 kgf dan nilai Stroke = 9.345 mm/menit sedangkan membran alginat-kitosan mempunyai nilai Load = 0.385 kgf dan nilai Stroke = 13.925 mm/menit. Hal ini berarti membran kalsium alginat-kitosan mempunyai kekuatan tarik yang lebih kuat daripada membran alginat-kitosan.

5.2 SARAN

Perlu dilakukan uji klinis untuk mengetahui apakah membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-alginat-kitosan efektif dalam penyembuhan luka pada manusia.


(78)

DAFTAR PUSTAKA

Asteria. (2005). Pembuatan dan Karakterisasi Membran Alginat Kitosan dan Membran Kitosan sebagai Membran Hemodialisa. Tesis Jurusan Kimia Sekolah Pasca Sarjana USU. Halaman 32 – 38

Bangun, H. (2001). Alginat Sebagai Dasar Salap Pelepasan Obat, Penyerapan Air, Aliran Reologi, dan Uji Iritasi Kulit. Cermin Dunia Kedokteran. No 2. Halaman 13 - 18.

Beaulieu, C. (2005). Chitin dan Chitosan. Canada : Marinard Biotech Inc.

Berger J., Reist, M., Mayer, J.M. (2000). Structure and Interaction Covalently and Ionically Crosslinked Chitosan Hydrogel for Biomedical Applications. European Jurnal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. Vol 57. Page 19-34.

Cardenas, A. and Waldo A.M. (2003). Diffusion Through Membranes of the Polyelectrolyte Complex of Chitosan and Alginate. Macromol. Biosci. Vol 10. Page 535-539

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 891

Hafni,O. (2002). Penyembuhan Luka dengan Membran Alginat yang Mengandung Povidon Iodum pada Marmut. Skripsi Fakultas Farmasi USU. Medan. Halaman 19-20.

Haug, A., dan Larsen, B. (1967). Studies on the Sequence of Uronic Acid Residues in Alginic Acid. Acta Scand. Vol 21. Page 691-704.

Inukai, M. And Masakatsu, Y. (1999). Effects of Charge Density on Drug Permeability Through Alginate Gel Membranes. Cherm. Pharm. Buli. Vol 47, no 8. Page 1059-1063.

Jones, M.R. (1950). McClung’s Handbook of Microscopical Technique. 3rd ed. New York : Harper and Brothers. New York. Page 3-52.

Jungueira, L.C., Carneiro, J., Kelley R.O. (1998). Histologi Dasar. Edisi VIII. Buku Kedokteran EGC. Halaman 358 - 360.

Krajewska, B. (2001). Diffusional Properties of Chitosan Hydrogel Membranes.

Journal of Chemical Thecnology and Biotechnology. Vol 76. Page 636 - 642.

Kumar, M.N.V. (2000). A Review of Chitin and Chitosan Applications. Reactive & Functional Polymers. Vol 46 Page 1 - 27.


(79)

McCormick. (2001). Alginate- Lifecasters’ Gold. Journal Art Casting.

Michael merchandetti, adam J. Kohen, Christian patella. (2008). Wound Healing, Healing and Repair. Available at Http//:www.eMedicine.com.

Morries, E.R., Rees. D.A., dan Thom, D. (1978). Chiroptical and Stoichiometric Evidence of Specific Primary Dimerisation Process in Alginate Gelation. Carbohydrate Research.Vol 66. Page 420 – 424.

Price, A. S dan Lester, B.L. (1995). Patofisiologi. Edisi Keempat. Buku Kedokteran EGC. Halaman 35-57.

Robbins, L.S., dan Kumar, V. (1992). Buku Ajar Patologi I. Edisi IV. Buku Kedokteran EGC. Halaman 28 – 64.

Robert, G.A.F. (1992). Chitin Chemistry. London : Macmillan. 1 - 350.

Santi, N. (2008). Pembuatan Membran Alginat-Kitosan, Kalsium Alginat dan Kalsium Alginat-Kitosan serta Pengujian Sifat-Sifat Penyerapan Air dan Aktivitas Antibakteri. Seminar Fakultas Farmasi USU. Medan. Halaman 23-25.

Synowiccki, J., Nadia Ali Al-Khateeb. (2003). Production, Properties and Some New Application of Chitin and Its Derivates. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. Vol 43. Page 145 - 171.

Thomas, S. (1990). Wound Management and Dressing. The Pharmaceutical Press. London. Page 9 - 11.

Wandrey, C. (2005). Polielectrolytes and Biopolimers. Materials Science and Engineering. Ecole Polytechnique Federale De Lausanne. Page 1-37.

Zhanjiang Fisheries. (1990). Training Manual Of Gracilaria Culture and Seaweed Processing In Chine. Regional Seafarming Development and Demonstration Project Chine.

Zhao, Z., Zhi Wang, Nan Ye, Shichang Wang. (2002). A Novel N, O- Carboxymethyl Amphoteric Chitosan/Poly(ethersulfone) Composite MF Membrane and Its Charged Characteristic. Desalination. Vol 144. Page 35 -39.


(80)

(1)

Gambar 4.57. Foto jaringan kulit marmut diberi membran kalsium alginat-kitosan hari ke-12

Keterangan gambar : (a) epidermis (b) dermis 4.3.6.7 Kontrol (Tanpa Pengobatan)

Pada gambar 4.49 1a-c adalah jaringan kulit perut marmut yang luka pada hari ke-0 tanpa pengobatan. Pada jaringan ini terlihat epidermis, sedangkan lapisan dermis terdiri dari folikel rambut dan kelenjar keringat. Pada gambar 4.49 (2a-c) diperlihatkan jaringan kulit perut marmut pada hari ke-12 tanpa pengobatan. Pada jaringan ini diperlihatkan epidermis yang masih terlepas dan belum memadat sedangkan folikel rambut tidak terlihat, pada dermis terdapat banyak fibroblas yaitu jaringan granulasi yang sedang tumbuh menuju daerah perbaikan jaringan kulit.

4.3.6.8 Sediaan Membran Alginat-Kitosan

Pada gambar 4.52 (1a-c) adalah jaringan kulit perut marmut yang luka pada hari ke-0 tanpa pengobatan. Gambar 4.52 (2a-c)diperlihatkan jaringan kulit luka marmut setelah hari ke-12 pengobatan. Pada gambar sudah terlihat perbaikan jaringan epidermis baru dimana jaringan epidermis baru sudah merata dipermukaan kulit dan jaringannya sudah padat dan kompak. Pada jaringan terlihat sudah terbentuk sarung akar folikel rambut, pada daerah dermis masih terdapat sedikit fibroblas .

4.3.6.9 Sediaan Membran Kalsium Alginat-Kitosan

Pada gambar 4.55 (1a-c) adalah jaringan kulit perut marmut pada hari ke-0 tanpa pengobatan. Pada gambar 4.55 (2a-c) diperlihatkan jaringan kulit luka marmut setelah hari ke-12 pengobatan. Pada gambar tersebut sudah terlihat perbaikan jaringan epidermis baru, dimana jaringan epidermis baru ini sudah


(2)

merata dipermukaan kulit dan jaringannya sudah padat dan kompak. Pada jaringan terlihat sudah terbentuk sarung akar folikel rambut, pada daerah dermis terdapat makin sedikit fibroblas. Ini menunjukkan bahwa luka semakin sembuh. Fibroblas menghasilkan molekul tropokolagen yang akan membentuk kolagen fibril, filament dan fiber. Kolagenisasi mengubah jaringan granulasi fibroblas menjadi jaringan parut. Peningkatan jumlah kolagen didalam jaringan parut akan memperkecil jumlah fibroblas sehingga ukuran akhir parut matur jauh lebih kecil dibanding luka asal (Michael, 2008).


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN

a. membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-kitosan dapat menyembuhkan luka.

b. membran kalsium alginat-kitosan lebih cepat menyembuhkan luka daripada membran alginat-kitosan. Pemeriksaan makroskopik dari luka terlihat pada hari ke-12. Luas luka dalam rasio membran kalsium alginat-kitosan adalah 0,021 lebih kecil daripada membran alginat-alginat-kitosan yaitu 0,035. Pengamatan secara mikroskopik dari luka yang diobati dengan membran kalsium alginat-kitosan terlihat lebih sedikit fibroblas dibandingkan luka yang diobati dengan membran alginat-kitosan.

c. membran kalsium alginat-kitosan mempunyai nilai Load = 0.235 kgf dan nilai Stroke = 9.345 mm/menit sedangkan membran alginat-kitosan mempunyai nilai Load = 0.385 kgf dan nilai Stroke = 13.925 mm/menit. Hal ini berarti membran kalsium alginat-kitosan mempunyai kekuatan tarik yang lebih kuat daripada membran alginat-kitosan.

5.2 SARAN

Perlu dilakukan uji klinis untuk mengetahui apakah membran alginat-kitosan dan kalsium alginat-alginat-kitosan efektif dalam penyembuhan luka pada manusia.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Asteria. (2005). Pembuatan dan Karakterisasi Membran Alginat Kitosan dan

Membran Kitosan sebagai Membran Hemodialisa. Tesis Jurusan Kimia

Sekolah Pasca Sarjana USU. Halaman 32 – 38

Bangun, H. (2001). Alginat Sebagai Dasar Salap Pelepasan Obat, Penyerapan Air, Aliran Reologi, dan Uji Iritasi Kulit. Cermin Dunia Kedokteran. No 2. Halaman 13 - 18.

Beaulieu, C. (2005). Chitin dan Chitosan. Canada : Marinard Biotech Inc.

Berger J., Reist, M., Mayer, J.M. (2000). Structure and Interaction Covalently and Ionically Crosslinked Chitosan Hydrogel for Biomedical Applications. European Jurnal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. Vol 57. Page 19-34.

Cardenas, A. and Waldo A.M. (2003). Diffusion Through Membranes of the Polyelectrolyte Complex of Chitosan and Alginate. Macromol. Biosci. Vol 10. Page 535-539

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 891

Hafni,O. (2002). Penyembuhan Luka dengan Membran Alginat yang Mengandung

Povidon Iodum pada Marmut. Skripsi Fakultas Farmasi USU. Medan.

Halaman 19-20.

Haug, A., dan Larsen, B. (1967). Studies on the Sequence of Uronic Acid Residues in Alginic Acid. Acta Scand. Vol 21. Page 691-704.

Inukai, M. And Masakatsu, Y. (1999). Effects of Charge Density on Drug

Permeability Through Alginate Gel Membranes. Cherm. Pharm. Buli. Vol

47, no 8. Page 1059-1063.

Jones, M.R. (1950). McClung’s Handbook of Microscopical Technique. 3rd ed. New York : Harper and Brothers. New York. Page 3-52.

Jungueira, L.C., Carneiro, J., Kelley R.O. (1998). Histologi Dasar. Edisi VIII. Buku Kedokteran EGC. Halaman 358 - 360.

Krajewska, B. (2001). Diffusional Properties of Chitosan Hydrogel Membranes. Journal of Chemical Thecnology and Biotechnology. Vol 76. Page 636 - 642.

Kumar, M.N.V. (2000). A Review of Chitin and Chitosan Applications. Reactive & Functional Polymers. Vol 46 Page 1 - 27.


(5)

McCormick. (2001). Alginate- Lifecasters’ Gold. Journal Art Casting.

Michael merchandetti, adam J. Kohen, Christian patella. (2008). Wound Healing, Healing and Repair. Available at Http//:www.eMedicine.com.

Morries, E.R., Rees. D.A., dan Thom, D. (1978). Chiroptical and Stoichiometric Evidence of Specific Primary Dimerisation Process in Alginate Gelation. Carbohydrate Research.Vol 66. Page 420 – 424.

Price, A. S dan Lester, B.L. (1995). Patofisiologi. Edisi Keempat. Buku Kedokteran EGC. Halaman 35-57.

Robbins, L.S., dan Kumar, V. (1992). Buku Ajar Patologi I. Edisi IV. Buku Kedokteran EGC. Halaman 28 – 64.

Robert, G.A.F. (1992). Chitin Chemistry. London : Macmillan. 1 - 350.

Santi, N. (2008). Pembuatan Membran Alginat-Kitosan, Kalsium Alginat dan Kalsium Alginat-Kitosan serta Pengujian Sifat-Sifat Penyerapan Air dan

Aktivitas Antibakteri. Seminar Fakultas Farmasi USU. Medan. Halaman

23-25.

Synowiccki, J., Nadia Ali Al-Khateeb. (2003). Production, Properties and Some New Application of Chitin and Its Derivates. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. Vol 43. Page 145 - 171.

Thomas, S. (1990). Wound Management and Dressing. The Pharmaceutical Press. London. Page 9 - 11.

Wandrey, C. (2005). Polielectrolytes and Biopolimers. Materials Science and Engineering. Ecole Polytechnique Federale De Lausanne. Page 1-37.

Zhanjiang Fisheries. (1990). Training Manual Of Gracilaria Culture and Seaweed

Processing In Chine. Regional Seafarming Development and

Demonstration Project Chine.

Zhao, Z., Zhi Wang, Nan Ye, Shichang Wang. (2002). A Novel N, O- Carboxymethyl Amphoteric Chitosan/Poly(ethersulfone) Composite MF Membrane and Its Charged Characteristic. Desalination. Vol 144. Page 35 -39.


(6)