Teknik Pengumpulan Data Metode Penelitian

15

E. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penyusuna skripsi ini, penulisan membaginya kepada lima bab, yang garis besarnya penulis gambarkan sebagai berikut : Bab Pertama merupakan bagian pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab pertama ini adalah sebagai pengantar. Adapun isi penelitian seluruhnya tertuang dalam bab II, III, IV. Inti dari penelitian seluruhnya tertuang dalam bab V, berisi kesimpulan dan saran. Bab Kedua merupakan Landasan Teori yang mencakup Pengertian Korporasi, Tanggungjawab Pelaku Kejahatan Korporasi, Unsur dan bentuk Kejahatan Korporasi, Kejahatan Korporasi Dalam Hukum Lingkungan dan Sanksi-sanksi Kejahatan Korporasi. Bab Tiga Merupakan bab yang membahas masalah Hukum Positif Kasus Lumpur Lapindo yang memaparkan tentang kronologis terjadinya bencana lumpur Lapindo dan posisinya dalam Hukum Positif, serta inti yang membahas putusan presiden terhadap bencana nasional. Bab Empat Merupakan Analisis Hukum Korporasi Terhadap Kasus Lumpur Lapindo, dan Analisis Hukum Islam Terhadap Kasus Lumpur Lapindo. Bab Lima merupakan Bab terakhir yang berisi simpulan dan saran-saran. Bab ini memberikan simpulan dari hasil pembahsan pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran yang sekiranya dapat di jadikan suatu pertimbangan dan konstribusi pemikiran. 16

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM

HUKUM PIDANA DI INDONESIA

A. Bentuk dan Pelaku Kejahatan Korporasi

1. Tinjauan Terhadap Kejahatan Korporasi

Definisi tentang kejahatan atau dalam bahasa Inggris yang biasa disebut crime atau offence ataupun misdrijf dalam bahasa Belanda, menurut Subekti diartikan sebagai: “Tindak pidana yang tergolong berat, KUHP membagi tindak pidana dalam kejahatan dan pelanggaran yang masing- masing terdapat dalam Buku II dan Buku III KUHP.” Secara khusus KUHP tidak memberikan ketentuansyarat-syarat untuk membedakan kejahatan dengan pelanggaran. Kedua jenis tindak pidana tersebut hanya berbeda dari pemberian ancaman serta sanksi yang dijatuhkan terhadap keduanya, karena kejahatan pada umumnya sanksi yang dijatuhkan lebih berat di bandingkan sanksi pelanggaran. 1 Definisi kejahatan yang diartikan dalam kamus Black‟s Law, adalah sebagai setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang melanggar kewajiban-kewajibannya terhadap suatu komunitas, dan atas pelanggaran- pelanggaran tersebut, hukum telah menentukan bahwa pelaku harus mempertangungjawabkannya kepada publik. 2 definisi pelanggaran breach menurut Black‟s Law adalah pelanggaran suatu hukum, hak, kewajiban, 1 Mustafa Abdullah Ruben Achmad, Intisari Hukum Pidana, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2003, h. 29. 2 Henry Campbel Black, Black’s Law Dictionery New York: Barron‟s Educational Series Inc, 1990, h. 370. ikatan, tugas, baik dengan penambahan atau penghapusan. Terjadi ketika suatu pihak dalam kontrak gagal untuk melaksanakan ketentuan, janji atau kondisi dalam kontrak. 3 Namun bila pelanggaran tersebut menimbulkan konsekuensi pidana yang dilekatkan pada pelanggaran itu, maka pelanggaran tersebut merupakan perbuatan pidana. 4 Dalam pengertian yang diartikan dalam Black‟s Law mengenai pengertian kejahatan diatas dapat ditarik sebuah analisis, bahwa apabila seseorang melakukan kejahatan, berarti ia telah melanggar norma dalam sebuah komunitas maka diwajibkan kepada si terdakwa tersebut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada publik tanpa ada pilihan bagi dirinya mau ataupun tidak mau melaksanakan pertanggungjawaban tersebut. Sehingga sanksi yang dijatuhkan dalam kejahatan adalah merupakan hukuman paksa. Sedangkan kejahatan menurut Giffis didefinisikan sebagai suatu kesalahan yang oleh pemerintah telah ditetapkan merugikan publik dan dapat dituntut karena suatu tindakan kriminal. 5 Untuk dapat dituntut karena perbuatan pidana maka korporasi harus telah jelas melakukan kesalahan. Menurut Andi Hamzah kesalahan dalam arti luas meliputi: sengaja, kelalaian, serta dapat dipertanggungjawabkan. Dimana ketiga-tiganya merupakan unsur subyektif syarat pemidanaan. 6 3 Henry Campbel, . Black’s Law Dictionary, New York: Barron‟s Educational Series Inc, 1990, h. 188. 4 Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: Grafiti Pers, , 2006, h. 26. 5 Steven H Giffis, Dictionary of Legal Terms, Third Edition, New York: Barron‟s Educational Series Inc, 1998, h. 53. 6 Andy Hamzah, Pengantar Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985,h. 24. Pada dasarnya, banyak pelanggaran dan kejahatan yang sering dilakukan korporasi di bidang lingkungan, namun penyelesaiannya tidak mencapai sasaran dan tujuan sesuai yang diharapkan baik oleh masyarakat yang terkena dampak khususnya maupun masyarakat luas pada umumnya. Hal ini mungkin disebabkan karena kesadaran hukum masyarakat kita yang masih rendah, sehingga terkadang kelompok masyarakat itu sendiri pun terlambat atau tidak sadar bahwa lingkungan sekitarnya telah tercemar oleh korporasi yang melakukan kegiatan industri atau sebagainya. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kejahatan yang dilakukan oleh korporasi, maka akan di bahas pengertian korporasi dari sisi hukum. Kita lazim mendengar kata korporasi untuk menyebut sebuah badan hukum, ini di jumpai dalam hukum perdata. Dalam bahasa Belanda, disebut rechtpersoon dan legal entity atau corporation dalam bahasa Inggris. Dalam Black’s Law Dictionary korporasi diterjemahkan sebagai suatu manusia buatan artificial person atau badan hukum yang diciptakan oleh atau dalam kewenangan hukum dari suatu negara. 7 Di Indonesia, badan hukum dikenal dengan nama perseroan terbatas PT. I.G. Ray Wijaya mengatakan korporasi adalah suatu badan hukum yang mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui wakilnya. Oleh karena itu korporasi atau perseroan juga merupakan subyek hukum, yaitu subyek hukum mandiri. Korporasi bisa mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum. 8 7 Henry Campbel, . Black’s Law Dictionary, New York: Barron‟s Educational Series Inc, 1990,h. 340. 8 I.G. Ray Widjaya, Hukum Perusahaan, Jakarta: Megapoin, 2000, h. 7.