Analisis Kasus Lumpur Lapindo Menurut Hukum Islam
Israa‟ ayat 15, Surat Al-Baqarah ayat 286, dan dalam konteks pencurian pada Surat Al-Maidah ayat 38. Surat Al-
Israa‟ ayat 15
ع ك َ س ع ح
Artinya: ”Dan kami tidak menghukum manusia sebelum kami mengutus
seorang rasul ”. QS. Al-Israa‟ : 15
ت ء ع َ س ف ع ح ق ك ك ك
Artinya: ”Dan tidaklah tuhanmu menghancurkan kota-kota sebelum
diamengutus di ibukotanya, seorang rasul yang membacakan ayat- ayat kami”. QS. Al-Qashash: 59
Dari ayat tersebut Ibnu Katsir, Thabari, al-Qurthubi, al-Maraghi, dan Ali As-Shabuni menyimpulkan bahwa hukuman Allah hanya berlaku manakala
sudah didahului argumentasi yang telah ditetapkan dan disampaikan oleh para rasul-Nya. Ini sebagai landasan normative bahwa hukum Allah semata-mata
keadilan bagi manusia sendiri. Dan setiap orang akan menerima sanksi hukum akibat perbuatannya sendiri.
49
Berdasarkan pesan inti ayat ini, para pakar hukum Islam fuqaha, menetapkan asas hukum pidana Islam yang berbunyi: la jarimata wala
uqubata qabla wurudi an- nash tidak ada suatu tindak pidana dan tidak ada sanksi hukum selama belum ada ketentuan teks hukumnya.
Konsekuensi asas legalitas ini adalah bahwa tiada suatu perbuatan boleh dianggap melanggar hukum oleh hakim jika belum dinyatakan secara jelas oleh
suatu hukum pidana dan selama perbuatan itu belum dilakukan. Hakim dapat menjatuhkan pidana hanya terhadap orang yang melakukan perbuatan setelah
49
Muhammad Ali As-Shabuni, Shafwah At-Tafasir Beirut: Dar al-Fikr, t.t., jld. 2, h. 440-441
dinyatakan sebelumnya sebagai tindak pidana. Dengan demikian, pada dasarnya asas legalitas hukum Islam bukan berdasarkan akal manusia, tetapi dari
ketentuan Tuhan. Asas legalitas ini diterapkan paling tegas pada kejahatan jenishudud
dengan sanksi hukum yang pasti. Asas ini juga diterapkan bagi kejahatan qishash dan diyat dengan diletakkannya prosedur khusus dan sanksi yang sesuai.
Karena itu, asas ini diyakini penuh berlaku untuk kedua kategori kejahatan tersebut.
Dalam pandangan Nagaty Sanad, profesor hukum pidana dari Mesir, asas legalitas dalam hukum Islam yang berlaku bagi kejahatan tazir merupakan
asas yang paling fleksibel, dibandingkan dengan asas lainnya.Hukum Islam di samping menerapkan asas legalitas ini, juga melindungi kepentingan dua
kategori sebelumnya: ia menyeimbangan antara hak-hak individu, keluarga dan masyarakat melalui kategorisasi kejahatan dan sanksinya.
50
Sejak semula syariat Islam sudah mengenal badan hukum. Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa para fuqaha mengenalkan baitul mal
perbendaharaan negara sebagai “badan” jihat yakni badan hukum syaksunma’nawi, Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa para fuqaha
mengenalkan baitul mal perbendaharaan negara demikian juga dengan sekolahan-sekolahan dan rumah sakit-rumah sakit. Badan-badan ini
dianggap mempunyai hak-hak milik dan mengadakan tindakan-tindakan tertentu terhadapnya. Akan tetapi badan-badan tersebut tidak dapat di bebani
50
Nagaty Sanad, The Theory of Crime and Criminal Responsibility in Islamic Law Saria Chicago: Office of International Criminal Justice, 1991, h. 41
pertanggungjawaban pidana, karena pertanggungjawaban ini didasarkan atas adanya pengetahuan terhadap pilihan, sedangkan kedua perkara ini tidak
terdapat pada badan-badan hukum. Akan tetapi kalau terjadi perbuatan- perbuatan yang dilarang dan yang keluar dari orang-orang yang betindak
atas nama badan hukum tersebut, maka orang-orang itulah yang bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukannya.
51
Hukum Islam
dalam teori
serta penerapannya
cukup sederhana.Konsep pertanggungjawaban pidana korporasi dalam hukum
Islam dekat
sekali dengan
doktrin strictliabilityatau
liabilitywithoutfaultpertanggungan tanpa kesalahan. Dengan kata lain hukum Islam tidak mementingkan faktor kesalahan Guiltymind baik
berupa kesengajaan dolus maupun kelalaian culpa dalam menjatuhi hukuman pidana. Istilah dalam bahasa Indonesia yang digunakan adalah
pertanggungjawaban mutlak.
52
Pertanggungjawaban pidana berdasarkan teori strict liability melihat bahwa dalam membebani pertanggungjawaban bagi pelaku tidak perlu
adanya unsur kesalahan. Dalam hal ini, unsur kesalahan dapat dilihat dari ada ada tidaknya unsur kesengajaan atau kelalaian didalamnya. Unsur
kesalahan dalam Islam dilihat dari ada tidaknya niatan dari pelaku tindak pidana tersebut, seperti dalam hadis Nabi s.a.w:
51
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, bulan bintang, 2006 cet ke-2, h. 119-120.
52
Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta: Grafiti Pers, 2006, h, h.27
ء إ عْ إ
53
Ada tiga teori yang menjelaskan mengenai kesengajaan dan kekeliruan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Teori Imam Malik Teori ini memisahkan antara jarimah sengaja dan jarimah tidak
sengaja. Pada kedua keadaan ini pembuat bertanggungjawab atas akibat yang terjadi. Pemisahan terhadap jarimah ini tidak terletak pada
perbuatan materiil itu sendiri yang dikerjakan pembuatnya, melainkan terletak pada niatan pembuat saat melakukan perbuatannya.
54
Jika si pembuat mempunyai niatan hendak melawan hukum menyalahi syari‟at maka perbuatannya dianggap sengaja dan apabila
tidak mempunyai niatan maka tidak dianggap sengaja. Apabila perbuatan si pembuat mengakibatkan kematian, maka ia bertanggungjawab atas
kematiannya dan jika berakibat hilangnya anggota badan atau kegunaannya maka bertanggungjawab pula atas demikian.
Menurut Imam Malik, pembuat jarimah harus bertanggungjawab atas perbuatannya yang disengaja, baik itu sendiri dikehendaki dicari
atau tidak, diniatkan sebelumnya atau tidak, baik akibat-akibat tersebut sangat mungkin terjadinya atau jarang-jarang terjadi.
55
53
Imam Al-Bukhary, hadis no. 1, 54, 2529, 3898, 5070, 6689 dan 6953, Imam Muslim no. 3530
54
A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet. Ke-1, Jakarta: Bulan Bintang, 1967, hlm 168
55
A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, h. 169
b. Teori Hanafi Dasar pemisahan jarimah menurut mazhab Hanafi antara jarimah
sengaja dan jarimah tidak sengaja terletak pada niatan si pembuat. Apabila pada perbuatanya mengandung unsur sengaja melawan hukum
maka perbuatan tersebut disebut jarimah sengaja. Jika unsur sengaja melawan hukum tidak ada maka bukan jarimah tidak sengaja.
Pada jarimah
selain pembunuhan,
para fuqaha
hanya mensyaratkan kasad umum, yaitu di mana pembuat dengan sengaja
melakukan suatu perbuatan di mana ia mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang. Apabila kasad tersebut ada maka pembuat
bertaanggungjawab atas akibat dari perbuatannya, baik dikehendaki atau tidak, baik sangat
besar kemungkinannya terjadi atau jauh kemungkinannya terjadi.
56
c. Teori Imam Syafi ‟i
Pendapat ini memisahkan antara jarimah sengaja dengan jarimah semi sengaja. Pembuat dianggap melakukan jarimah sengaja, selama ia
dengan sengaja mengadakan perbuatannya dan menghendaki pula hilangnya nyawa korban. Akan tetapi, jika dengan sengaja melakukan
perbuatannya dengan tidak menghendaki hilangnya nyawa si korban, tetapi terjadi hilangnya nyawa korban meskipun perbuatnnya tidak
56
A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, h. 170
membawa kematian, maka perbuatan tersebut termasuk jarimah semi sengaja.
57
Pada dasarnya unsur semi sengaja terdiri dari unsur, kesengajaan dan kelalaian al-kh
ata’, karena pembuat dengan sengaja melakukan perbuatan tetapi tidak menghendaki akibat-akibatnya dan karena akibat
pada perbuatan semi sengaja tidak ditimbulkan dari perbuatan itu. Dapat diartikan juga bahwa si pembuat melakukan perbuatan tersebut, tetapi dia
lalai dalam
memperhitungkan akibat
dari perbuatnya.
Pertanggungjawaban dari perbuatan semi sengaja ini adalah si pembuat bertanggungjawab atas akibat-akibat yang dikehendaki dengan
perbuatanya. Disamping itu,juga bertanggungjawab atas akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya meskipun tidak dikehendaki.
Dalam hukum pidana Islam pertanggungjawaban terhadap korporasi dibebankan kepada orang-orang yang bertindak atas nama badan hukum.
Pertanggungjawaban dilihat
dari tiga
unsur yaitu,
kemampuan bertanggungjawab, kesalahan, dan unsur pemaaf. Untuk menentukan adanya
kesalahan dilihat dari ada tidaknya unsur kesengajaan atau kelalaian. Unsur- unsur tersebut dapat dikaitkan dengan asas strict liability. Selain itu, tindak
pidana korporasi hanya dapat dilakukan dengan penyertaan. Artinya bahwa korporasi tidak dapat melakukan tindakan dengan sendiri tetapi ada
seseorang yang turut berbuat jarimah al-istirak fi al-jarimah. Sehingga dalam penentuan pertanggungjawabannya didasari pada adnya perbuatan
57
A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, h. 171
yang dapat menghapuskan pidana. Dalam hal ini adalah karena perintah jabatan, daya paksa dan ancaman.
Islam telah mengatur mengenai perlindungan terhadap korban tindak pidana jarimah. Perlindungan tersebut berdasarkan prinsip al- maqasid as-
syari ‟ahyang mengutamakan kemaslahatan yang terdiri dari lima hal, yaitu
hifz al-Din, hifz al-Nafs, hifz al-Mal, hifz al- „Aql, hifz al-Nasl.
Kasus semburuan lumpur Lapindo erat kaitannya dengan kerusakan lingkungan hiudp. Persoalan lingkungan hidup dalam khazanah ilmu fiqh
tidak dibahas dan dikaji secara khusus dalam bab tersendiri sebagaimana masalah puasa, zakat, sholat, haji, pernikahan, warisan, jual beli, hutang
pihutang, karena ketika fiqh dirumuskan pada abad dua hijirah, lingkungan hidup belum menjadi masalah yang menarik perhatian para ahli hukum
Islam dan tidak ada pengrusakan lingkungan yang mengancam kehidupan manusia.
Kerusakan lingkungan hidup terjadi setelah alam dieksploitasi terutama untuk kepentingan industrialisasi. Setelah lingkungan hidup telah
menjadi masalah yang serius hingga mengancam kelangsungan kehidupan manusia, maka perlu dikaji ulang prinsip, norma , nilai dan ketentuan
hukum dari khazanah fiqh yang ada relevansinya dengan persoalan lingkungan hidup. Fiqh adalah penjabaran nilai-nilai ajaran Islam yang
berlandaskan al- Qur‟an dan al-Hadits yang merupakan hasil ijtihad para ahli
hukum Islam
dengan menyesuaikan
perkembangan, kebutuhan,kemaslahatan umat dan lingkungannya dalam ruang dan waktu
yang melingkupinya.Dengan kata lain, fiqh sebagai hukum Islam yang ijtihadi.
Oleh sebab itu, fiqh bersifat tatawur berkembang sesuai dengan kapasitas daya nalar manusia dan perkembangan zaman. Tujuan hukum
Islam ditetapkan hidup manusia agar dapat mencapai kemaslahatan atau kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrowi. Berdasar tujuan ini, ilmu fiqh
hukum Islam secara garis besar memuat ketentuan hukum menjadi empat bidang Pertama. Bidang ibadah yaitu bagian yang mengatur hubungan
antara manusia selaku makhluk dengan Allah Swt sebagai khaliknya hubungan transedensi-hukum ibadah. Kedua, bidang
Mu’amalat, bagian yang mengatur hubungan manusia sesamanya dalam rangka untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari hukum Muamalat. Ketiga, bidang Munakahat, bagian yang mengatur hubungan manusia sesama lawan
jenis dalam lingkungan keluarga hukum Pernikahan. Keempat, bidang Jinayat, bagian yang mengatur keamanan manusia dalam suatu tertib
pergaulan yang menjamin keselamatan dan ketentramannya dalam kehidupan hukum pidana.
Empat bidang hukum tersebut merupakan bidang-bidang pokok kehidupan manusia dalam rangka mewujudkan suatu lingkungan kehidupan
yang bersih, sehat, sejahtera, aman, damai, bahagia lahir batin, dunia dan akhirat. Inilah ruh dari ajaran Islam yang merupakan rahmat dan kasih
sayang Allah terhadap hamba-Nya dan tujuan risalah yang dibawa oleh Nabi Saw. Persoalan lingkungan hidup bukan sekedar masalah sampah,
pencemaran, pengrusakan hutan, atau pelestarian alam dan sejenisnya, melainkan bagian dari pandangan hidup itu sendiri. Sebab dalam
kenyataannya, berbicara mengenai persoalan lingkungan hidup merupakan kritik terhadap kesenjangan yang diakibatkan oleh pendewaan terhadap
teknologi yang berlebihan dalam waktu lama telah mengakibatkan kemiskinan dan keterbelakangan yang disebabkan oleh struktur yang tidak
adil sebagai akibat kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata. Dengan kata lain, masalah lingkungan hidup
bersumber dari pandangan hidup dan sikap manusia yang egosentris dalam melihat dirinya dan alam sekitarnya dengan seluruh aspek kehidupannya.
Norma-norma fiqh yang merupakan penjabaran dari nilai-nilai Al- Qur‟an
dan Al-Hadits sebagaimana yang telah diutarakan dimuka, sudah seharusnya dapat memberikan dorongan atau motivasi terhadap upaya pengembangan
wawasan lingkungan hidup atau lebih tepatnya pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.
Persoalan lingkungan hidup menjadi tanggung jawab manusia dan merupakan amanat yang diembannya untuk memelihara dan melindungi
alam yang dianugrahkan oleh Sang Pencipta sebagai tempat tinggal manusia dalam menjalani hidup di bumi ini. Manusia beriman dituntut untuk
mengfungsikan imannya
dengan meyakini
bahwa pemeliharaan
penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup adalah juga bagian dari iman itu sendiri. Dalam kaitan ini, manusia dengan segenap kelebihan dan
kelengkapan yang dianugrahkan Allah Swt kepadanya telah ditunjuk
sebagai Khalifah di muka bumi ini. Khalifah mengandung arti sebagai pemelihara atau tegasnya telah ditunjuk dan diberi mandat sebagai
pemegang amanah Allah Swt untuk menjaga, memelihara dan memperdayakan alam semesta, bukan menaklukkan dan mengeksploitasi.
Sebaliknya, jika hubungan antara unsur-unsur tersebut renggang dan rapuh, maka kondisi kehidupan akan memburuk yang berakibat terjadi
penderitaan dan penindasan manusia sesama manusia atau dengan eksploitasi alam yang tidak terkendalikan, yang semua ini akan membawa
kehancuran alam dan pada akhirnya kehancuran kehidupan manusia sendiri. Good
Corporate Governance
GCGsecara singkat
dapat diartikansebagai seperangkat sistem yang mengatur danmengendalikan
perusahaan untuk menciptakannilai tambah value added bagi para pemangkukepentingan. Adapun prinsip-prinsip dari GCG adalah :
a. Transparancy Keterbukaan Adalah keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang
material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan. Dalam kasus kejadian Lumpur lapindo tidak ada
keterbukaan yang dilakukan oleh pihak PT. Lapindo Brantas dimana mereka melakukan pengeboran dengan sesuka hati tanpa pernah
memperhatikan apa dampak yang terjadi dan timbul bila pengeboran terus dilakukan karena korporasi hanya mengejar keuntungan semata
tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat.
b. Accountability Akuntabilitas Dalam
hal ini
kejelasan fungsi,
pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. terjadi pada kasus luapan lumpur lapindo
adalah hingga saat ini belum ada realisasi secara menyeluruh tentang tanggung jawab yang harus diberikan PT. Lapindo Berantas kepada
masyarakat. Karena, hinga saat ini belum ada bantuan yang berarti yang diberikan PT. Lapindo Brantas baik bantuan pendidikan, kesehatan,
fasilitas sarana dan prasarana yang baik bagi masyarakat sekitar tetapi bahkan saat ini justru masyarakat yang dirugikan karena kasus luapan
lumpur tersebut. c. Responsibility Pertanggungjawaban
Yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi. Dalam kasus luapan lumpur Lapindo yang terjadi adalah PT. Lapindo Brantas melakukan pengelolaan perusahaan tidak sesuai dengan
apa yang diajarkan dalam undang-undang karena, korporasi telah mengambil hak-hak dari masyarakat porong Sidoarjo serta tidak
dilakukannya upaya pencegahan bencana sehingga terjadi human eror dari korporasi yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut.
d. Fairness Kewajaran atau Keadilan Maksudnya keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam kasus Lapindo tidak ada kejujuran serta keadilan kepada masyarakat karena, PT.Lapindo Brantas
rela menggunakan segala macam cara untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan hal apa atau damapak yang
mungkin timbul karena hal tersebut. Konsep tentang Good Corporate Governance secara universal sangat
erat kaitannya dengan ajaran agama-agama yang ada. Prinsip Good Corporate Governance ternyata selaras dengan ajaran agama Islam.
Meskipun Islam selalu memperkenalkan etika yang baik, moral yang kuat, integritas, serta kejujuran, tidaklah mudah untuk menggabungkan nilai-nilai
etika seperti itu menjadi Good Corporate Governance yang islami. Akibatn
ya, dalam prakteknya, sebagian besar dari perusahaan „Islam‟ menggunakan standar tata kelola perusahaan konvensional yang mungkin
tidak konsisten dengan nilai-nilai Islam. Adapun prinsip-prinsip GCG dalam kasus PT. Lapindo Brantas adalah :
a. Shiddiq Benar Artinya bahwa seharusnya PT, Lapindo Brantas harus melakukan
kegiatan unsahanya dengan baik dan benar serta menjunjung hak-hak dari masyarakat. Tetapi yang terjadi adalah kasus eksploitasi sebesar-
besarnya tanpa memperhatikan dampak terhadap. b. Amanah Dapat Dipercaya
Sesuai Kejadian yang terjadi ternyata PT lapindo berantas tidak amanah karena kegiatan pengeboran yang dilakukan tidak sesuai dengan
amdal yang telah disepakati oleh pemerintah dan perusahaan dimana seharusnya perusahaan melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan
sehingga kegiatan eksploitasi yang dilakukan itu tidak berdampak buruk terhadap lingkungan tetapi yang terjadi adalah sebaliknya karena tidak
dikelolana lingkungan yang baik maka terjadi bencana kepada masyarakat.
c. Tablig Menyampaikan Dalam kasus ini Pihak PT. Lapindo Brantas tidak terbuka untuk
menyampaikan kegiatan yang akan mereka kerjakan, yaitu melakukan pengeboran lebih dalam lagi, karena seharusnya pengeboran itu tidak
boleh terus dilakukan karena akan menyebabkan masalah terhadap lingkungan tetapi karena keserakahan oleh pihak korporasi maka
kegiatan itu tetap dilakukan dan menyembunyikan kegitan pengeboran itu.
d. Fathonah Cerdas Kegiatan pengeboran yang dilakukan PT lapindo Brantas tidaklah
cerdas, karena mereka melakukan pengeboran tanpa memasang pipa selubung bor sehingga menyebabkan terjadi luapan lumpur, serta
korporasi juga tidak cerdas dalam mengambil keputusan untuk tetap melakukan pengeboran tanpa menyadari bahawa kegiatan yang terus
dilakuakan akan menyebabkan bencana bagi masyarakat porong sidoarjo. Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social
Responsibility adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan
adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan.
95