Korporasi sebagai Pembuat dan yang Bertanggungjawab

B. Kejahatan Korporasi Dalam Hukum Lingkungan Dan Sanksi-sanksi

Kejahatan Korporasi 1. Kejahatan korporasi Dalam Hukum Lingkungan Emil Salim, 23 mengamati masalah lingkungan dengan mengaitkannya kepada 2 hal yang dapat menggoncangkan keseimbangan lingkungan hidup, pertama adalah perkembangan teknologi yang berhasil diwujudkan oleh akal dan otak manusia. Revolusi industri adalah awal dari keberlanjutan penemuan teknologi berupa mesin uap, dan hingga akhirnya manusia dapat mendaratkan kakinya di bulan hingga masa kini. Kedua adalah ledakan populasi penduduk. Selama pertambahan penduduk berada dalam batas kewajaran, maka pertambahan ini tidak mengganggu terlalu banyak keseimbangan lingkungan, tetapi seperti yang diketahui saat ini, perkembangan teknologi pula yang menjadikan ledakan penduduk. Pertambahan ini tentu saja akan menambah unsur kehidupan yang lain, seperti misalnya permintaan akan air minum, bahan makanan, lahan tempat tinggal, bahan bakar serta pada akhirnya adalah penciptaan limbah rumah tangga dalam jumlah yang sangat besar pula. Dalam rangka mempertahankan kestabilan lingkungan, kita mempunyai Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup UULH. Untuk itu diperlukan alat untuk dijadikan batas-batas sebagai rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar oleh manusia 23 M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Linkungan Hidup, Bandung: Mandar Maju, 2000, h. 4. sebagai subjek yang mengekplorasi dan eksploitasi lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.

2. Sanksi-Sanksi Kejahatan Korporasi

Sanksi pidana menurut KUHP didasarkan pada Pasal 10 KUHP yang berbunyi : a. Pidana pokok, berupa: 1 Pidana mati; 2 Pidana penjara; 3 Pidana kurungan; 4 Denda; 5 Pidana tutupan UU No. 201946 b. Pidana tambahan, berupa : 1 Pencabutan beberapa hak tertentu; 2 Perampasan beberapa barang yang tertentu; 3 Pengumuman putusan hakim. Sanksi-sanksi pidana yang terdapat dalam Pasal 10 KUHP diatas nampaknya hanya dapat dikenakan kepada manusia saja sebagai pelaku kejahatan. Munir Fuady 24 mengungkapkan dewasa ini berkembang model hukuman pidana nonkonvesional yang dianggap cocok untuk perseroan yang melakukan kejahatan korporat. Model-model tersebut adalah: a. Hukuman Percobaan Probation. Dalam hukuman ini, korporasi dihukum dalam jangka waktu tertentu dan diawasi. b. Denda Equitas Equity Fine Korporasi yang dijatuhi pertanggungjawaban pidana berupa denda adalah denda yang disetor kepada pemerintah adalah merupakan saham-saham perusahaan tersebut yang diberikan kepada pemerintah. 24 Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, h.29. c. Pengalihan Menjadi Hukuman Individu d. Hukuman Tambahan Seperti pencabutan izin dan larangan melakukan kegiatan tertentu atau kegiatan di bidang lain. e. Hukuman Pelayanan Masyarakat community service Hukuman ini efektif bagi corporate crime yang telah membawa dampak negatif bagi masyarakat, sehingga masyarakat tersebut mendapat semacam ganti rugi dari hasil pelaksanaan hukuman tersebut. f. Kewenangan Yuridis Pihak Luar Perusahaan Pihak luar yang berwenang terhadap korporasi yang dibebankan pertanggungjawaban pidana dalam rangka hukuman ini dapat mengambil kewenangan untuk masuk dan mengatur perusahaan yang terkena sanksi tersebut. Misalnya BAPEPAM untuk perusahaan terbuka atau otoritas keuangan untuk perusahaan perbankan. g. Kewajiban Membeli Saham Hukuman ini adalah kewajiban membeli saham dengan mengambil dana dari victim compesation funds yang diambil untuk membeli saham-saham pihak pemegang saham dengan harga pasar, sehingga dia tidak dirugikan oleh ulah perusahaan tersebut. Sanksi menurut UU Darurat Undang-undang Nomor 7 Drt. Tahun 1995 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, yang termuat dalam Pasal 15 ayat 1 undang-undang tersebut berbunyi : “Jika suatu tindak pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau yayasan, maka tuntutan pidana dilakukan dan hukuman pidana dan tindakan tata tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum perseroan, perserikatan atau yayasan itu, baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana ekonomi itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap kedua- duanya”. Menurut M. Hamdan, 25 upaya penaggulangan pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat yang dapat ditempuh dengan 2 jalur, yaitu : a. Jalur penal, yaitu dengan menerapkan hukum pidana criminal law application. b. Jalur nonpenal, yaitu dengan cara : 1 Pencegahan tanpa pidana prevention without punisment, termasuk di dalamnya penerapan sanksi administrative dan sanksi perdata. 2 Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pembinaan lewat media massa. Dalam UUPLH pada Pasal 47 telah diatur pula, selain ketentuan pidana yang akan dibebankan kepada pelaku kejahatan korporasi lingkungan, dalam pasal ini pula pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat dikenakan sanksi tata tertib berupa : a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; danatau b. penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; danatau c. perbaikan akibat tindak pidana; danatau d. mewajibkan mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak; danatau 25 M. Hamdan, Politik Hukum Pidana, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 1997, h. 80.