Jenis-Jenis Perjanjian Perjanjian Nominee Di Indonesia

perjanjian nominee dengan saudaranya, yaitu C. dalam perjanjian tersebut A akan memberikan sejumlah uang kepada C untuk membeli property di Indonesia dengan menggunakan nama C. sebagai imbalan, C akan menerima fee dari A setiap bulannya. Contoh kedua, A dan B sebelum melangsungkan perkawinan telah membuat perjanjian perkawinan. Kemudian di masa perkawinan, B bermaksud untuk membeli property di Indonesia. Mengingat statusnya sebagai WNA yang tidak berhak atas hak milik di Indonesia, maka B membuat perjanjian nominee dengan A. dalam perjanjian tersebut dinyatakan bahwa B menggunakan nama A untuk membeli property di Indonesia, dan kemudian property tersebut digunakan sebagai modal untuk melakukan usaha di Indonesia. Contoh Ketiga, Ny.Andrea, seorang warga Negara Inggris, ingin membeli saham PT.XYZ. dalam proses pembelian saham dimaksud, NY.Andrea tidak menggunakan namanya sendiri melainkan menggunakan nama Tuan Aris sebagai pialangnya. Sebelum dilakukannya proses pembelian saham, antara NY.Andrea sebagai benefical owner dan Tuan Aris sebagai nominee. Bentuk perjanjian nominee antara para pihak tersebut dibuat dalam bentuk loan agreement. Berdasarkan beberapa contoh tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa nominee adalah seseorang yang ditunjuk oleh pihak lain untuk mewakilinya dalam melakukan suatu perbuatan hukum tertentu sesuai dengan kesepakatan para pihak, dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh nominee terbatas pada apa yang telah diperjanjikan sebelumnya dengan pihak pemberi kuasa. Hal tersebut sejalan dengan pengertian nominee sebagaimana tercantum dalam Black’s Law Dictionary. Pada dasarnya, perjanjian nominee di Indonesia bukanlah suatu bentuk perjanjian yang melanggar ketentuan dalam hukum perjanjian, meskipun belum diatur secara tegas dan khusus. Namun, apabila materi atau objek yang diperjanjikan oleh para pihak tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, maka hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan hukum. Khususnya apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi atas kesepakatan bersama dalam perjanjian yang dimaksud. 4. Perbedaan Antara Pemberian Kuasa Pada Umumnya Dengan Perjanjian Nominee Secara impilisit, suatu perjanjian nominee memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 22 1. adanya perjanjian pemberian kuasa antara dua pihak, yaitu Benefical Owner sebagai pemberi kuasa dan Nominee sebagai penerima kuasa, yang didasarkan pada adanya kepercayaan dari Benefical Owner kepada Nominee. 2. kuasa yang diberikan bersifat khusus dengan jenis tindakan hukum yang terbatas. 22 Purba Natalia Christine, Keabsahan Perjanjian Innominaat Dalam Bentuk Nominee agreement Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006 , h. 45-46. 3. Nominee bertindak seakan-akan as if sebagai perwakilan dari Benefical Owner di depan hukum. Sekilas terlihat bahwa perjanjian nominee dengan pemberian kuasa pada umumnya adalah sama karena keduanya memerlukan pihak yang berperan sebagai pemberi kuasa dan penerima kuasa. Namun apabila dikaji secara seksama, keduanya merupakan hal yang serupa tetapi tidak sama. Perjanjian nominee dari sifatnya adalah sama dengan perjanjian timbal-balik, dimana para pihak memiliki kewajiban untuk memenuhi prestasi masing-masing pihak yang tercantum di dalam perjanjian. Hal tersebut disebabkan kuasa yang terdapat di dalam perjanjian nominee lebih bersifat last giving, dimana kuasa yang diberikan lebih menekankan kepada pemberian beban perintah kepada si penerima kuasa untuk melaksanakan prestasi yang diperjanjikan. Adapun pemberian kuasa pada umumnya dibuat merupakan perjanjian sepihak yang bersifat volmacht karena hanya memberikan kewenangan pada si penerima kuasa untuk mewakili si pemberi kuasa. Selain itu, dalam pemberian kuasa bersifat volmacht, pihak pemberi kuasa dapat mencabut kuasanya sewaktu-waktu dengan berpedoman pada pasal 1813 – pasal 1819 KUHPerdata. 25

BAB III PENANAMAN MODAL ASING MENURUT UNDANG-UNDANG

PENANAMAN MODAL DAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

A. Undang-Undang Penanaman Modal dan Undang-Undang Perseroan

Terbatas 1. Undang-Undang Penanaman Modal Dalam mengatasi perkembangan dunia investasi di Indonesia, pada tahun 2007 lahirlah Undang-Undang Penanaman Modal yang baru, yaitu Undang- Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal UUPM menggantikan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Dalam Undang-Undang Penanaman Modal yang berlaku sekarang, masalah penanaman modal asing maupun dalam negeri diatur dalam satu kesatuan. 23 Lahirnya UUPM ini tidak terlepas dari empat alasan penting yang mendasari keberadaannya, yaitu 24 : 1 Legal certainty atau kepastian hukum adalah salah satu keharusan untuk datangnya modal asing ke suatu Negara, disamping faktor economy opportunity dan political stability. 23 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, h. 11 24 Suparji, Penanaman Modal Asing Di Indonesia – insentif vs. pembatasan, h. 5- 6 2 System hukum terdiri dari substansi, aparatur dan legal culture. Ketiga unsur tersebut sama peranannya dalam menciptakan predictability , stability, dan fairness. 3 Keanggotan Indonesia dalam World Trade Organization WTO telah menyebabkan terjadinya pembauran undang-undang penanaman modal Indonesia. 4 Substansi UUPM dan pelaksanaannya harus sebanding dengan UndangUndang Penanaman Modal di Negara-negara pesaing Indonesia dalam hal menarik minat pemodal asing. Pasal 6 ayat 1 UUPM menyebutkan bahwa pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari Negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian dalam pasal 6 ayat 2 UUPM, disbutkan bahwa perlakuan tersebut tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu Negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia. Ketentuan ini merupakan ketentuan yang disesuaikan dengan prinsip yang dianut oleh Trade Related Investment Measures – WTO TRIMs Substansi dalam UUPM ini telah sejalan dengan prinsip WTO, yaitu the most favored nations , yaitu suatu ketentuan yang diberlakukan oleh suatu Negara haruslah diperlakukan pula kepada semua Negara anggota WTO. Ketentuan tersebut bertujuan untuk menegakan prinsip non diskriminasi yang dianut oleh WTO. Prinsip non diskriminasi mengharuskan Negara tuan rumah untuk tidak membedakan perlakuan antara penanam modal asing dengan penanam modal dalam negeri 25 . Substansi baru lainnya dalam UUPM adalah ketentuan tentang tanggung jawab penanam modal, yaitu dalam pasal 16 UUPM, yang berisi sebagai berikut: 1 Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan; 2 Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan; 3 Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan Negara; 4 Menjaga kelestarian lingkungan hidup; 5 Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan 6 Mematuhi semua peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan dalam pasal 16 UUPM tersebut diatas, baik penanam modal asing, maupun penanam modal dalam negeri memiliki tanggung jawab hukum serta kewajiban untuk mentaati hukum Indonesia. 2. Undang-Undang Perseroan Terbatas 25 J. H. Jack, International Competition In Services: A Constitutional Framework Washington DC: America Institute For Public Policy Research, 1988, h.27 Perseroan terbatas diatur dalam KUHD yang sudah berumur lebih dari seratus Tahun. Selama perjalanan waktu tersebut telah banyak terjadi perkembangan ekonomi dan dunia usaha, baik nasional maupun internasional. Hal ini mengakibatkan KUHD tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan. Di samping itu, di luar KUHD masih terdapat pula pengaturan badan semacam perseroan terbatas bagi golongan bumiputera sehingga timbul dualism badan hukum perseroan yang berlaku bagi warga Negara Indonesia. Untuk mengatasi hal ini dan untuk memenuhi kebutuhan hukum yang sesuai dengan tuntutan perkembangan dan pembangunan nasional, sudah tiba waktunya untuk mengadakan pembaruan hukum tentang perseroan terbatas. Pada tahun 1995 mulailah babak baru karena pada tanggal 7 maret 1995 diundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang ini mencabut ketentuan pasal 36-56 KUHD tentang Perseroan Terbatas dan berikut segala perubahannya terakhir dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971 dan Stb. Nomor 569 dan Nomor 717 Tahun 1939 tentang Ordonansi Maskapai Andil Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 terdiri dari 12 bab dengan 129 pasal dan mulai berlaku satu tahun kemudian terhitung sejak tanggal diundangkan. Namun dalam perkembangan berlakunya selama 12 dua belas tahun, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,