Praktik Perjanjian Nominee di Indonesia

Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang mencabut Perpres 772007 dan Perpres 1112007. 60 Adapun pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia antara lain sebagai berikut 61 : 1 Menetapkan Bidang-Bidang Usaha yang Tertutup untuk Kegiatan Penanaman Modal Asing 2 Penetapan Persyaratan Investasi Minimal Bagi Perusahaan Penanam Modal Asing 3 Keharusan Membentuk Perusahaan Patungan Di Bidang Penanaman Modal Asing 4 Keharusan untuk Melakukan Divestasi 5 Pembatasan Mengenai Jangka Waktu Investasi 6 Pembatasan atas Hak-Hak atas Tanah. Dalam pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007, dijelaskan bahwa, dalam menentukan bidang usaha yang tertutup, dan terbuka dengan persyaratan menggunakan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: 1 Penyederhanaan 2 Kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional 3 Transparansi 4 Kepastian hukum 5 Kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal. 60 Ibid., h. 69-70 61 Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal. h. 67-69. Kemudian dalam pasal 6 Perpres Nomor 76 Tahun 2007, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan: 1 Prinsip penyederhanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, berlaku secara nasional dan bersifat sederhana serta terbatas pada bidang usaha yang terkait dengan kepentingan nasional sehingga merupakan bagian kecil dari keseluruhan ekonomi dan bagian kecil dari setiap sektor dalam ekonomi. 2 Prinsip kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 2 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan tidak boleh bertentangan dengan kewajiban Indonesia yang termuat dalam perjanjian atau komitmen internasional yang telah diratifikasi. 3 Prinsip transparansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 3 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan harus jelas, rinci, dapat diukur, dan tidak multi- tafsir serta berdasarkan kriteria tertentu. 4 Prinsip kepastian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan tidak dapat diubah kecuali dengan Peraturan Presiden. 5 Prinsip kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 5 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan tidak menghambat kebebasan arus barang, jasa, modal, sumber daya manusia dan informasi di dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia. Mengenai Kriteria Bidang Usaha Yang Tertutup, diatur di dalam Perpres Nomor 76 Tahun 2007 Pasal 8-10, yaitu: Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri ditetapkan dengan berdasarkan kriteria kesehatan, keselamatan, pertahanan dan keamanan, lingkungan hidup dan moralbudaya K3LM dan kepentingan nasional lainnya. Kriteria K3LM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dirinci antara lain : 1 memelihara tatanan hidup masyarakat; 2 melindungi keaneka ragaman hayati; 3 menjaga keseimbangan ekosistem; 4 memelihara kelestarian hutan alam; 5 mengawasi penggunaan Bahan Berbahaya Beracun; 6 menghidari pemalsuan dan mengawasi peredaran barang danatau jasa yang tidak direncanakan; 7 menjaga kedaulatan negara, atau 8 menjaga dan memelihara sumber daya terbatas. Bidang usaha yang dinyatakan tertutup berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia baik untuk kegiatan penanaman modal asing maupun untuk kegiatan penanaman modal dalam negeri. Sedangkan untuk hal bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan diatur di dalam Perpres Nomor 76 Tahun 2007 Pasal 12, yaitu: 1 Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan terdiri dari : a. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan pengembangan terhadap UMKMK. b. Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan. c. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal. d. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan lokasi tertentu. e. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan perizinan khusus. 2 Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a hanya dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan kewajaran dan kelayakan ekonomi untuk melindungi UMKMK. 3 Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, terdiri atas bidang usaha yang dicadangkan dan bidang usaha yang tidak dicadangkan dengan pertimbangan kelayakan bisnis. 4 Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c memberikan batasan kepemilikan modal bagi penanam modal asing. 5 Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d memberikan pembatasan wilayah administratif untuk penanaman modal. 6 Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e dapat berupa rekomendasi dari instansilembaga pemerintah atau non pemerintah yang memiliki kewenangan pengawasan terhadap suatu bidang usaha termasuk merujuk ketentuan peraturan perundangan yang menetapkan monopoli atau harus bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara, dalam bidang usaha tersebut. 7 Persyaratan yang diberikan kepada penanam modal untuk dapat memulai beroperasiberproduksi komersial yang bersifat teknis dan yang non teknis diatur dalam Pedoman Tata-cara Perizinan Bidang Usaha yang ditetapkan oleh Menteri Teknispimpinan lembaga yang memiliki kewenangan terkait dengan bidang usaha tersebut. Mengenai hal batasan kepemilikan modal asing, diatur dalam pasal 5 sampai pasal 7 Perturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010, antara lain: Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan modal akibat penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam perusahaan penanaman modal yang bergerak di bidang usaha yang sama, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. b. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang mengambil alih adalah sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. c. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan baru hasil peleburan adalah sebagaimana ketentuan yang berlaku pada saat terbentuknya perusahaan baru hasil peleburan dimaksud. Dalam hal penanaman modal asing melakukan perluasan kegiatan usaha dalam bidang usaha yang sama dan perluasan kegiatan usaha tersebut membutuhkan penambahan modal melalui penerbitan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu rights issue dan penanam modal dalam negeri tidak dapat berpartisipasi dalam penambahan modal tersebut, maka berlaku ketentuan mengenai hak mendahului bagi penanam modal asing, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perseroan terbatas. Dalam hal penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan jumlah kepemilikan modal asing melebihi batasan maksimum yang tercantum dalam Surat Persetujuan, maka dalam jangka waktu 2 dua tahun, kelebihan jumlah kepemilikan modal asing tersebut harus disesuaikan dengan batas maksimum yang tercantum dalam surat persetujuan, melalui cara: a. Penanam modal asing menjual kelebihan saham yang dimilikinya kepada penanam modal dalam negeri; b. Penanam modal asing menjual kelebihan sahamnya melalui penawaran umum yang dilakukan oleh perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh penanam modal asing tersebut pada pasar modal dalam negeri; atau c. Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b membeli kelebihan jumlah saham yang dimiliki penanam modal asing tersebut dan diperlakukan sebagai treasury stocks, dengan memperhatikan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Walaupun pemerintah telah banyak mengeluarkan peraturan yang membatasi Penanaman modal Asing, namun seringkali ditemukan praktik kepemilikan modal atau saham secara nominee dalam suatu perusahaan di Indonesia, untuk mengatasi pembatasan-pembatasan tersebut. Sebagaimana diketahui hukum di Indonesia pada dasrnya tidak mengenal konsep trust atau trustee sebagaimana dikenal dalam system hukum common law . Dalam system Hukum di Indonesia tidak dikenal perbedaan antara beneficial owner dan legal owner, walaupun dalam beberapa hal khususnya dalam penitipan kolektif sebagaimana diatur dalam pasal 56 Undang-Undang Pasar Modal atau praktik pasar modal lainnya seperti “wali amanat” dalam penerbitan obligasi, konsep trustee tersebut sebenarnya sudah dikenal dalam peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal. 62 Penggunaan konsep nominee yang dapat ditemukan dalam beberapa transaksi bisnis, antara lain dalam kepemilikan saham nominee shareholder oleh pihak asing, kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing dengan status hak milik di Indonesia, serta penunjukan seseorang untuk menjabat sebagai direktur dari perusahaan nominee director. Latar belakang dari penggunaan konsep nominee dalam kepemilikan saham oleh pihak asing adalah untuk mencari jalan keluar dari pembatasan- pembatasan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pihak asing yang menunjuk pihak Indonesia sebagai nominee tentunya memiliki kepentingan komersial tertentu, yaitu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dengan melakukan investasi dalam bidang usaha yang tertutup bagi investasi di Indonesia. Dengan tujuan untuk kepentingan komersial tersebut, pihak asing memiliki keinginan untuk tidak diketahui oleh khalayak umum ataupun pemerintah Indonesia sebagai pihak yang sebenarnya memiliki saham. Dengan menggunakan konsep nominee, maka nama dan identitas dari pemilik saham yang sebenarnya akan dapat dirahasiakan dari khalayak umum dan pemerintah Indonesia karena nama dan identitas yang tercatat sebagai 62 Felix Oentoeng Soebagjo, Hukum Tentang Akuisisi Perusahaan di Indonesia Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2006, h.17 pemilik dari saham tersebut adalah nama dan identitas dari pihak nominee yang ditunjuk. Di dalam Pasal 13 ayat 2 UUPM telah ditentukan daftar bidang usaha tertutup bagi investasi, baik investasi domestik maupun investasi asing yang meliputi: 1 produksi senjata; 2 mesiu; 3 alat peledak; 4 peralatan perang; dan 5 bidang usaha yang dinyatakan eksplisit tertutup berdasarkan undang-undang Pasal 13 ayat 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 63 Penggunaan nominee dalam kepemilikan saham oleh pihak asing dan kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing mempunyai tujuan yang hampir sama, yaitu untuk mengatasi pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Secara garis besar dapat dilihat bahwa tujuan dari penggunaan nominee dalam kepemilikan saham oleh pihak asing dan kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing adalah agar nama dan identitas dari pihak beneficiary tidak diketahui oleh khalayak umum dan pemerintah. Penggunaan nominee dalam pengelolaan perusahaan oleh Direktur Nominee hampir memiliki tujuan yang sama juga dengan kepemilikan saham oleh pihak asing dan kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing, yaitu agar 63 Salim. dan Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, hlm. 54. nama dan identitas diri dari pihak yang sesungguhnya mengendalikan perusahaan tidak diketahui oleh khalayak umum. Hal ini dapat disebabkan karena adanya antipati ataupun respon negatif dari masyarakat terhadap figur pihak tertentu, sehingga untuk menghindari hal tersebut diperlukan penggunaan nominee dalam direksi perusahaan. Pihak yang mendapai respon negatif akan menunjuk seseorang untuk menjadi Direktur Nominee perusahaan. Direktur Nominee seolah-olah melakukan tindakan pengelolaan perusahaan, namun sebenarnya setiap tindakan yang dilakukan ataupun kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur Nominee atas perusahaan harus berdasarkan perintah beneficiary. Pihak yang pada umumnya menjadi beneficiary adalah para pemegang saham mayoritas dari perusahaan yang bersangkutan . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan konsep nominee baik dalam kepemilikan saham oleh pihak asing, kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing dan kepengurusan perusahaan oleh Direktur Nominee memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menjaga kerahasiaan nama dan identitas asli dari pihak yang memiliki benda tersebut saham, tanah atau wewenang pengelolaan perusahaan dari khalayak umum dan pemerintah Indonesia, sehingga pihak yang diakui dan memiliki kedudukan secara hukum adalah pihak nominee. Tujuan lain yang tentunya ingin dicapai dalam penggunaan nominee adalah untuk menghindari pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Praktik nominee yang diketahui oleh umum ialah antara lain, nominee arrangement , nominee agreement, dan nominee statement. Praktik nominee arrangement antara pricipal Investor dengan nominee shareholder biasanya dilakukan berdasarkan seperangkat dokumen dan perjanjian yang dikenal secara umum dalam pranata hukum Indonesia, seperti perjanjian kredit, perjanjian gadai saham, perjanjian cessi, dan surat kuasa. Oleh karenanya dalam praktik, principal investor dan nominee shareholder tidak menandatangani nominee agreement atau nominee statement, melainkan melakukan nominee arrangement. Berikut adalah penjelasan mengenai perjanjian dalam rangka nominee arrangement yang sering dilakukan di Indonesia: 1 Perjanjian kredit antara principal investor selaku kreditur dan nominee shareholder di mana perjanjian tersebut akan digunakan oleh debitur untuk membayar setoran modal saham pada perusahaan yang dimaksud; 2 Perjanjian gadai saham antara principal investor selaku penerima gadai pledgee dengan nominee shareholder pledgor, dimana saham yang diterbitkan atas setoran yang dilakukan dengan menggunakan uang pinjaman tersebut digadaikan oleh nominee shareholder kepada principal investor; 3 Perjanjian cessi atas deviden antara principal investor dengan nominee shareholder , dimana hak atas deviden yang dibagikan oleh perusahaan kepada nominee shareholder selaku pemegang saham dialihkan kepada principal investor; 4 Surat kuasa mutlak untuk RUPS di mana nominee shareholder selaku pemegang saham pada perusahaan tersebut memberikan kuasa mutlak kepada principal investor untuk dapat meminta diadakannya RUPS, menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS perusahaan yang bersangkutan. 5 Surat Kuasa Mutlak untuk menjual saham yang diberikan oleh nominee shareholder kepada principal investor, dimana dalam hal terjadi kejadian tertentu principal investor dapat menjual saham- saham yang dimiliki oleh nominee shareholder. Selain dokumen-dokumen diatas nominee arrangement sering juga dilengkapi dengan dokumen-dokumen lainnya seperti option agreement, perjanjian kredit dengan perusahaan yang dijadikan target dengan dilengkapi dengan jaminan berupa aset yang dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan. 64

B. Tinjauan Hukum Perjanjian Nominee Terhadap Pemberian Kuasa

Penanam Modal Asing Dalam Kepemilikan Saham Perseroan Terbatas Dalam pasal 33 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, diatur bahwa: 64 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, h. 92- 93 1 Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilarang membuat perjanjian danatau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. 2 Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian danatau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, perjanjian danatau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum. Penjelasan ayat 1 pasal 33 UU Penanaman Modal tersebut menegaskan bahwa tujuan pengaturan ayat ini adalah menghindari terjadinya perseroan yang secara normative dimiliki seseorang, tetapi secara materi atau substansi pemilik perseroan tersebut adalah orang lain. 65 Dan dalam pasal 33 ayat 1 ini jelas dan tegas bahwa nominee agreement danatau nominee statement dilarang untuk dilakukan oleh penanam modal dala negeri dan penanam modal asing. Apabila dianalisis ketentuan pasal 33 ayat 1 dan 2 UU Penanaman Modal tersebut merupakan penegasan bahwa nominee agreementdocumentation tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia, dimana pembedaan antara legalregistered owner dan beneficial owner tidak dipisahkan dalam sistem hukum Indonesia. 66 65 Ibid., h. 91 66 Ibid., h. 91 Dalam hal pemberian kuasa berupa Surat Kuasa Mutlak terhadap penanam modal asing, yang mana merupakan salah satu bentuk dari nominee arrangement, bukan nominee agreement atau nominee statement, maka pemberian kuasa ini adalah tidak bertentangan dengan pasal 33 UU Penanaman Modal. Namun demikian keabsahan nominee arrangement tentu dapat dipertanyakan apabila ditinjau dari Pasal 1320 KUHPer yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu: 1 Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri; 2 Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3 Adanya suatu hal tertentu; dan 4 Adanya suatu sebab yang halal atau sah. Dua persyaratan pertama apabila tidak terpenuhi, mengakibatkan perjanjian “dapat dibatalkan” voidable sedangkan dua persyaratan terakhir apabila tidak terpenuhi mengakibatkan suatu perjanjian menjadi batal demi hukum null and void. 67 Dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas. 67 Subekti, Hukum Perjanjian, h. 17 Sedangkan batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Simak pula artikel Batalnya Suatu Perjanjian . Jadi, bila perjanjian dibuat dengan anak di bawah umur, tidak serta merta membuat perjanjian tersebut batal demi hukum, tapi harus dimintakan pembatalannya ke Pengadilan Negeri. Nominee arrangement yang dilakukan dalam rangka penghindaran suatu pembatasan kepemilikan modal asing dalam negative list dapat dikategorikan sebagai kesepakatan yang berlaku atau dengan kata lain tidak memilik sebab yang halal dan sah, sehingga dengan demikian batal demi hukum null and void . 68 Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu, bahwa larangan dan konsekuensi atas pelanggaran larangan sebagaimana tercantum dalam pasal 33 ayat 1 dan 2 UU Penanaman Modal pada dasarnya tidak serta merta membatalkan suatu nominee agreement yang dibuat oleh para pihak di luar negeri berdasarkan sistem hukum yang menegnal konsep nominee atau yang mengenal pemisahan antara legal owner dan benficial owner. 69 Karena, dalam “hak-hak yang telah diperoleh” atau “perlanjutan keadaan hukum” dalam Hukum Perdata Internasional merupakan suatu alasan untuk melaksanakan hukum perdata asing. 70 68 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, h. 94 69 Ibid., h. 95 70 Wiryono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perdata Internasional, Bandung: Sumur Bandung, 1979, h. 36