Tinjauan Hukum Terhadap Larangan Kepemilikan Saham Dalam Perseroan Terbatas Untuk Dan Atas Nama Orang Lain Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Abdulhay, Marhainis, Hukum Perdata Material, Jilid II, Jakarta : Pradnya Paramita, 1984

Arifin P. Soeria Atmadja, Transformasi Status Hukum Uang Negara Sebagai Teori Keuangan Publik Yang Berdimensi Penghormatan Terhadap Badan Hukum,

Jakarta : Bidang Studi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum UI, 2007 Badrulzaman, Mariam Darus, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dan

Penjelasannya, Bandung : Alumni, 1993

Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002

Djaidir, Undang-Undang Perseroan Terbatas, Disajikan dalam Seminar Sehari Mengenai Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas Kantor Wilayah BRI Sumatera Utara, Medan, 21 Juni 1997.

Fuady, Munir, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999

Gautama, Sudargo, Komentar Atas Undang-Undang Perseroan Terbatas (Baru) Tahun 1995 No. 1 Perbandingan Dengan Peraturan Lama, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perseroan Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995

Nasution Bismar, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2007 dalam Perspektif Hukum Binis, Makalah disampaikan pada seminar bisnis 46 tahun FE USU, Pengaruh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Terhadap Iklim Usaha di Sumatera Utara, Aula Fakultas Ekonomi USU, 24 November 2007.


(2)

Pedoman Penggunaan Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM),

Yayasan Kesejahteraan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

Rusli, Hardijan, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996

Sjahdeini, Sutan Remmy, Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Pailit,

Jakarta : Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2001 Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I bagian kedua, 1958.

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung : Apabeta, 2005 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Medan : PPs-USU, Disertasi, , 2002

Tirtodiningrat, Mr. KRMTD, Ichtiar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Jakarta : PT. Pembangunan, 1960

Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Bandung : Alumni, 2004

Widjaja, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Indonesia, Jakarta : Prenada Media, 2004 Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta :

Rajawali Pers, 1999

Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Perdata, Menurut Teori dan Praktek Peradilan Indonesia, Penerbit Djambatan, 1999;

Sutanto, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Penerbit Mandar Madju, Bandung, 1997;


(3)

88

B. Peraturan Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-05 HT.01.01 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Badan Huum di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman Dan Hak Asas Manusia Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Nomor M.01.HT.01.10 Th. 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta Pendirian Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

A. Internet

http://pihilawyers.com/blog/?p=30%20

http://209.85.175.132/search?q=cache:gg0WMAq7_x0J:maheka.com/pub/UU%2520 PT%2520-.


(4)

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN KEPEMILIKAN SAHAM DARI MASING-MASING PEMEGANG SAHAM

A. Persyaratan Kepemilikan Saham

Pada prinsipnya setiap individu (subjek hukum pribadi) yang memiliki kecakapan untuk bertindak dalam hukum, dan atau badan hukum mandiri yang tidak dikecualikan berdasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan tertentu dapat menjadi pemegang saham perseroan.

Dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam kerangka undang-undang penanaman modal, pihak-pihak, baik individu asing maupun badan hukum asing dibatasi kepemilikan sahamya dalam Perseroan. Bahkan dalam ketentuan Undang-Undang Perbankan misalnya, untuk menjadi pemegang saham Perseroan yang bergerak dalam bidang usaha perbankan, yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan dan lulus uji kelayakan (fit and proper test) terlebih dahulu sebelum seseorang dapat menjadi pemegang saham Perseroan yang bergerak dalam bidang perbankan tersebut.59

Pada umunya syarat-syarat menjadi pemegang saham Perseroan diatur dalam Anggaran Dasarnya, dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.60

59

Gunawan Widjaya, Op.Cit, hal. 37

60


(5)

Jika persyaratan kepemilikan saham telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.61

Sebagai suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan perjanjian, maka setelah perseroan memiliki status sebagai badan hukum pun, pemegang saham Perseroan Terbatas tetap dibatasi hingga sekurang-kurangnya dua orang atau badan hukum. Dalam hal pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain. Jika jangka waktu tersebut telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggng jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan-Perseroan tersebut.62

Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih tidak berlaku bagi :

a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara

61

lihat Pasal 48 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

62

lihat Pasal 7 ayat 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


(6)

b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Pasar Modal.63

B. Hak Dan Kewajiban Dari Masing-Masing Pemilik Saham

Secara umum hak pemegang saham dapat dibedakan ke dalam : a. Hak individual yaang melekat pada diri pemegang saham, dan

b. Hak yang diturunkan dari perseroan, yang dinamakan dengan hak derivatif (derivatif suit atau derivative action).64

Hak individual pemegang saham dalam Perseroan Terbatas adalah hak yang melekat pada diri pemegang saham, yang dimilikinya, yang terkait dengan :

a. Hak untuk memperoleh saham dari penerbitan saham selanjutnya (first right of refusal)65

b. Hak mendahulu untuk ditawarkan dan membeli saham dari pemegang saham lainnya yang hendak menjual sahamnya

c. Hak untuk memanggil RUPS

d. Hak untuk hadir dan bersuara dalam RUPS e. Hak untuk memperoleh dividen66

63

lihat Pasal 7 ayat 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

64

Gunawan Widjaya, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), hal. 37

65

Lihat Pasal 51 Nomor 40 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas

66


(7)

f. Hak untuk memperoleh pembayaran sisa hasil likuidasi

g. Hak untuk menjaminkan saham-saham tersebut sebagai jaminan utang

h. Hak untuk mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan atau/Dewan Komisaris. i. Berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar

apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa :

1) Perubahan Anggaran Dasar

2) Pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan, atau

3) Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.67

j. Hak untuk exit atau keluar (menjual atau mengalihkan sahamya kepada pihak lain) dari Perseroan Terbatas.68

Dalam UUPT, hak-hak individual, yang dimiliki oleh pemegang saham adalah sebagaimana yang diatur dalam :

a. Pasal 43 ayat (1) UUPT, yaitu hak untuk ditawarkan terlebih dahulu jumlah saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama, manakala Perseroan Terbatas bermaksud mengeluakan saham baru dengan kelas saham yang sama,

67

Lihat Pasal 62 butir (1) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas

68


(8)

b. Pasal 43 ayat (2) UUPT jika saham yang akan dikeluarkan untuk penambah modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, pemegang saham yang ada berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan jumah saham yang dimilikinya. c. Pasal 51 jo 48 ayat (1) UUPT tentang hak untuk memperoleh setiap lembar saham

yang dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas,

d. Hak untuk menjual dan atau mengalihkan dalam bentuk apapun saham yang dimiliki olehnya sebagaimana diatur dalam pasal 56 UUPT

e. Dalam hal diatur dalam Anggaran Dasar, hak untuk ditawarkan terlebih dahulu jumlah saham seimbang dengan pemilihan saham untu klasifikasi saham yang sama, manakala ada pemegang saham yang bermaksud untuk menjual sahamnya (Pasal 57 ayat (1) UUPT)

f. Pasal 60 ayat (2) UUPT, yang menyatakan bahwa saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar g. Pasal 61 ayat (1) UUPT yng secara tegas memberikan hak kepada setiap

pemegang saham untuk mengajukan gugutan terhadap Perseroan ke Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.

h. Pasal 62 ayat (1) UUPT, yaitu hak untuk meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak


(9)

menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa :

1) Perubahan Anggaran Dasar

2) Pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan.,

3) Penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan

i. Pasal 71 UUPT terkait dengan pembagian dividen dan Pasal 72 terkait dengan dividen interim.

j. Pasal 79 ayat (2) UUPT terkait dengan hak 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil untuk meminta penyelenggaran RUPS.

k. Pasal 80 ayat (1) UUPT, terkait dengan keadaan di mana Direksi atau Dewan Komisris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang ditentukan, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

l. Pasal 82 ayat (4) UUPT, mengenai hak untuk meminta salinan bahan RUPS dari perseroan secara cuma-Cuma.

m. Pasal 85 ayat (1) UUPT, memberikan hak kepada 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah


(10)

seluruh saham dengan hak suara, berhak mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS.

Selain itu hak-hak tersebut di atas, hak pemegang saham juga dapat dikategorikan juga ke dalam :

a. Hak untuk melakukan pengendalian terhadap Perseroan Terbatas b. Hak untuk melakukan pengawasan terhadap Perseroan Terbatas

Hak yang disebutkan terdahulu berlaku bagi pemegang saham mayoritas (atau pemegang saham pengendali) dan hak yang disebut terakhir pada umumnya dinikmati oleh pemegang saham minoritas (non – pengendali).

Ada dua hak derivatif yang dikenal dalam UUPT, yaitu :

a. Hak untuk atas nama Perseroan, yang dimiliki oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseoran .

b. Hak untuk atas nama perseroan, yang dimiliki oleh pemegang saham yang memiliki paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota dewan komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan ke Pengadilan Negeri.


(11)

Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku perseroan, dengan ketentuan bahwa ;

a. Pembagian dividen interim tersebut hanya dapat dilakukan apabila jumlah kekayaan bersih perseroan tidak menjadi lebih kecil dari pada jumlah modal di tempatkan dan di setorditambah cadangan wajib, dan

b. Pembagian dividen interim tersebut tidak boleh menganggu atau menyebabkan perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau menganggu kegiatan Perseroan.

Pembagian dividen interim dilakukan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujan Dewan Komisaris.

Jika setelah tahun buku terakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen interm yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan. Dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim yang telah diterimanya tersebut, maka Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan.

Daftar pemegang saham suatu daftar yang diselenggarakan dan disimpan oleh Direksi Perseroan, yang sekurang-kurangnya wajib memuat

c. Nama dan alamat pemegang saham

d. Jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifiksiya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifiksi saham


(12)

f. Nama dan alat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jamina fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut

g. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain selain tunai

Pengalihan hak milik atas saham dapat terjadi dengan berbagai macam cara yang memungkinkan terjadinya peralihan hak milik atas benda lainnya. Pada umumnya peralihan hak milik dapat terjadi karena :

h. Perjanjian, misalnya dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah i. Undang-Undang, misalnya dalam hal terjadinya pewarisan

j. Karena keputusan hakim yang berkekuatan hukum tetap atau yang dipersamakan dengan itu, seperti halnya melalui pelelangan.

Selanjutnya oleh karena saham adalah :

a. Bukti penyertaan pemegang saham dalam Perseroan Terbatas, yang memberikan hak tagih atas sisa hasil pembubaran Perseroan Terbatas,, yang merupakan piutang atas nama.

b. Bukti pemilihan harga bersama yang terikat dalam Perseroan Terbatas, yang keberadaanya telah melalui mekanisme pendaftaran di MENHUKHAM.

Maka peralihan hak milik atas saham wajib memenuhi persyaratan :

a. Dibuat dalam bentuk akta yang bertujuan untuk mengalihkan hak atas saham, misalnya akta jual beli, akta tukar menukar, akta hibah, akta pembagian dan pemisahan harta warisan atau akta berita acara lelang.


(13)

b. Wajib dicatatkan akta pemindahan hak atas saham tersebut, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut ke dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus, dan

c. Memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak dilaporkan ke MENHUKHAM dan selanjutnya didaftarkan dalam Daftar Perseroan.

UUPT selanjutnya menentukan bahwa jika saham yang hendak dialihkan adalah saham dalam Perseroan Terbatas tertutup, maka dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas dapat diatur adanya ketentuan yang :

a. Mewajibkan dilakukannya penawaran kepada pemegang saham dalam Perseroan Terbatas terlebih dahulu sebelum saham perseroan Terbatas tersebut dijual kepada pihak ketiga.

Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga.

Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya tersebut berhak menarik kembali penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka


(14)

waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut. Kewajiban menawarkan kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain tersebut hanya berlaku 1 (satu) kali.

b. Mensyaratkan diperlukannya persetujuan orang Perseroan Terbatas, pada umumnya Rapat Umum Pemegang Saham Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut. Dalam jangka waktu tersebut telah lewat dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.

Dalam hal pemindahan hak-hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan, pemindahan hak harus dilakukan dalam jangka Waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan.

c. Mensyaratkan diperolehnya persetujuan/izin instansi yang berwenang terlebih dahulu.

Jika perseroan terbatas tersebut adalah Perseroan Terbatas yang terbuka, maka berlakulah ketentuan dalam Peraturan Perundang-Undangan dalam bidang Pasar Modal, termasuk Undang-Undang Pasar Modal dan peraturan Bapepam sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Pasar Modal tersebut.


(15)

Pada umumnya semua subjek yang dapat bertindak atau orang perorangan yang cakap bertindak dalam hukum dapat membeli atau memiliki saham dalam satu Perseroan Terbatas, dengan ketentuan bahwa bagi Perseroan Terbatas itu sendiri, yang bermaksud untuk membeli kembali saham yang telah dikeluarrkan harus memenuhi persyratan sebagai berikut :

k. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan.

l. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atau saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10%(sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam Peraturan Perundang- Undangan di bidang Pasar Modal.

Pembelian kembali saham oleh Perseroan Terbatas sendiri, baik langsung maupun tidak langsung, yang bertentangan dengan hal tersebut batal karena hukum.

Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali saham oleh perseroan yang batal karena hukum. Saham yang dibeli kembali Perseroan hanya boleh dikuasai Perseroan paling lama 3 (tiga) tahun.


(16)

Dalam hal anggaran dasar menentukan adanya hak pre empritve dalam penjualan saham perseroan terbatas, atau hak mendahulu dari pemegang saham lain dalam Perseroan Terbatas untuk membeli setiap lembar saham yang hendak dijual oleh pemegang saham perseroan, maka pemegang saham yang akan menjual sahamnya wajib untuk menawarkan terlebih dahulu sahamnya yang hendak dijual tersebut kepada pemegang saham dan klasifikasi tertentu (sesuai dengan kelas sahamnya) atau pemegang saham lain (dalam hal tidak ada kelas saham atau pemegang kelas sahamnya sudah tidak ada lagi yang berminat). Kewajiban menawarkan kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain tersebut hanya berlaku 1 (satu) kali. Penawaran dilakukan terus menerus secara proporsional menurut imbangan besarnya kepemilikan saham masing-masing pemegang saham yang ada dalam perseroan, hingga tidak ada lagi pemegang saham dalam perseroan yang bermaksud membeli saham tersebut.

Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran terakhir yang dilakukan ternyata pemegang saham yang ditawarkan tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga. Walau demikian tidak menutup kemungkinan bahwa setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya untuk menarik kembali penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, manakalah tidak ada pemegang saham yang berminat untuk membeli.

Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam


(17)

jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh hrai terhitung sejak tanggal Organ Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut. Jika jangka waktu tersebut terlewati dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.

Dalam hal pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan pemindahan hak harus dilakukan dalam bentuk akta pemindahan hak dan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan.

C. Perlindungan Modal

Menurut Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengenai Undang-Undang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan kekayaan bersih adalah seluruh harta kekayaan perseroan dikurangi seluruh kewajiban Perseroan sesuai dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh RUPS dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir. Pembelian kembali saham Perseroan tidak menyebabkan pengurangan modal, kecuali apabila saham tersebut ditarik kembali.69

Jumlah minimal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung tidak langsung dimiliki oleh perseroan, tidak melebihi 10 % (sepuluh persen dari jumlah modal yang ditempatkan

69

Gunawan Widjaya, 150 Tanya Jawab Tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : Forum Sahabat, 2008), Hal. 153


(18)

dalam perseroan, keuali diatur lain dalam peratiran Perundang-Undangan dibidang pasar modal.70

Dalam hal keputusan perseroan merugikan pemegang saham, ada kemungkinan hal itu merugikan perseroan secara keseluruhan, tetapi juga mungkin merugikan pribadi pemegang saham tertentu yang dapat pula menggugat perseroan untuk kepentingan pribadinya. Jadi, seorang pemegang saham dapat menuntut atas nama dirinya sendiri dan atau beserta pemegang saham lain, kecuali pemegang saham yang dituntut atau digugat.

Hak perseorangan adalah hak yang dimiliki oleh pemegang saham (minoritas) untuk menuntut perseroan apabila pemegang saham tersebut dirugikan akibat tindakan/perbuatan perseroan. Dengan demikian, pemegang saham minoritas dapat bertindak atas namanya sendiri untuk membela kepentingannya bila ada tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham tersebut.71

Menurut C. Asser’s, hak perorangan merupakan hak yang lahir dari perikatan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:72

1. Hak atas suatu hubungan, jadi secara langsung ditujukan kepada suatu barang. 2. Terdapat suatu hubungan antara seorang dengan orang lain.

3. Selaku seorang yang berpiutang berhadapan dengan seorang si berutang 4. Suatu barang memegang peranan, meskipun demikian barang tersebut tidak

merupakan objek langsung dari hak melainkan merupakan penunaian prestasi dari orang terhadap siapa hak itu ditujukan.

5. Memberikan kekuasaan atas seseorang

6. Dari segi pasif, pada hak perseorangan adalah orang yang dikuasai, dibebani dan terikat.

70

Ibid

71

Ibid.,hal. 27.

72

Bismar Nasution, Hukum Perusahaan, Diktat, Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2003), hal.33.


(19)

Hak perseorangan merupakan hak yang lahir dari perikatan. Dalam hubungan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas, hak ini timbul dari ketentuan Pasal 1 butir 1 dan Pasal 7 ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007.

Pasal 1 butir 1 menyatakan Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Kemudian Pasal 7 ayat (1) menyatakan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Ketentuan di atas menegaskan bahwa Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum dibentuk berdasarkan perjanjian dan karena itu memiliki lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham. Perjanjian adalah sumber dari hak dan kewajiban. Dengan demikian, hubungan antara pemegang saham dan perseroan lebih didasarkan pada hubungan perikatan yang bersumber pada hak dan kewajiban yang diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan dan yang diperjanjikan sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar perseroan.

Hak yang dilahirkan dari perikatan ialah hak untuk memperoleh suatu penunaian prestasi dari seseorang. Sebaliknya, hak kebendaan memberikan kekuasaan langsung atas suatu barang yang ditujukan kepada suatu barang. Pada hak perseorangan terdapat suatu hubungan antara seseorang dan orang lain, pada hak kebendaan mewujudkan suatu hubungan antara seseorang dengan barang. Ada kemungkinan pada suatu hak perseorangan suatu barang berperanan. Meskipun


(20)

demikian, barang tersebut bukan merupakan objek langsung dari hak; melainkan, merupakan penunaian prestasi dari orang terhadap siapa hak itu ditujukan. Bahwa pemegang saham memiliki pula hak kebendaan, jelas terlihat dari ketentuan dalam Pasal 54 ayat (1) UUPT Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan Pasal 60 ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya.73

Dalam memori penjelasan pasal di atas dijelaskan bahwa soal kepemilikan atas saham sebagai benda yang bergerak memberikan suatu hak kebendaan kepada pemegangnya hak kebendaan berarti “zakelijk recht” berbeda dari suatu persoonlijik recht. Hak kebendaan ini berlaku terhadap semua orang, dan semua orang harus menghormati adanya hak kepemilikan atau kebendaan atas saham ini.74

Selanjutnya Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 97 ayat (1) menyatakan Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan (fiduciary duty). Akan tetapi, dalam praktek mungkin saja seorang anggota Direksi melakukan perbuatan/tindakan yang merugikan perseroan dan atau pemegang saham. Bila yang dirugikan adalah kelompok pemegang saham mayoritas, kelompok ini dengan mudah dapat meminta pertanggungjawaban Direksi atau memberhentikannya melalui mekanisme RUPS

73

Chatamarrasjid Ais.,Op. Cit., hal. 28.

74

Sudargo Gautama, Komentar Atas Undang-Undang Perseroan Terbatas Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 75.


(21)

(bila pemegang saham mayoritas dapat memenuhi kuorum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)). Sebaliknya, tanpa dukungan pemegang saham mayoritas, maka pemegang saham minoritas tidak dapat meminta pertanggungjawaban Direksi melalui mekanisme RUPS tersebut.

Di antara tindakan Direksi yang dapat merugikan pemegang saham minoritas adalah transaksi self dealing dan ajaran corporate opportunity. Transaksi self dealing

mengandung unsur conflict of interest, yaitu antara kepentingan pribadi Direksi dan kepentingan perseroan. Transaksi antara pribadi Direksi dan perseroan, membuka kemungkinan (bila tidak fair), akan merugikan perseroan, dan dengan sendirinya merugikan pemegang saham. Ajaran corporate opportunity menyatakan bahwa Direksi atau organ perusahaan lainnya, tidak diperbolehkan mengambil kesempatan untuk memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri, jika kesempatan tersebut sebenarnya dapat diberikan kepada perseroan.75

Dalam hubungan antara induk perusahaan dan anak perusahaan ataupun sesama anak perusahaan, pemegang saham minoritas perlu dilindungi dari tindakan-tindakan pemegang saham mayoritas yang merugikan mereka, antara lain melalui transfer keuntungan yang diperoleh oleh 1 (satu) anak perusahaan ke anak perusahaan lainnya, umpamanya melalui:76

1. Transaksi pembelian yang mahal atau penjualan yang murah antar anak perusahaan.

2. Kegiatan yang menguntungkan pada 1 (satu) anak perusahaan dialihkan kepada anak perusahaan yang lain.

75

Chatamarrasjid Ais., Op. Cit., hal. 29.

76


(22)

3. Dana dari suatu anak perusahaan digunakan untuk mengatasi krisis keuangan anak perusahaan yang lain yang mengalami kerugian karena kegiatan yang secara ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Dewan Komisaris atau Komisaris juga dapat melakukan tindakan yang merugikan perseroan atau pemegang saham, yaitu bila dalam melakukan pengawasan atas kepengurusan Direksi, walau mengetahui bahwa perbuatan Direksi akan merugikan perseroan, tetap memberikan persetujuannya atau membiarkan perbuatan itu tetap berlangsung.77

Perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta susunan saham perseroan, yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam Akta Pendirian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 10 UUPT Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan Pasal 12 UUPT Nomor 40 Tahun 2007, yaitu:

(1) Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian

(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian.

(3) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta otentik, nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan Notaris yang membuat akta otentik tersebut disebutkan dalam akta pendirian perseoan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat perseroan.

77


(23)

Modal dasar adalah modal maksimum suatu perseroan terbatas, menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, suatu perseroan terbatas sekurangnya harus memiliki modal dasar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dengan catatan bahwa undang-undang lainnya yang mengatur secara khusus kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar.78

D. Kekayaan Perseroan Terbatas

Yang dimaksud dengan “kekayaan Perseroan” adalah semua barang baik bergerak maupun tidak bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud, milik Perseroan.79

Yang dimaksud dengan tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan, misalnya penjualan rumah oleh perusahaan real estate, penjualan surat berharga antar bank, dan penjualan barabg dagangan (inventory) oleh perusahaan distribusi atau perusahaan perdagangan 80

Pasal 101 UU No.40 Tahun 2007 menyatakan, bahwa Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.

UUPT juga mengatur tentang kewajiban Direksi dalam hubungannya dengan peralihan dan penjamin kekayaan perseroan, sebagaimana diatur dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, yaitu:

(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:

78

Lihat Pasal 32 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

79

Lihat Pasal 102 butir (1) penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

80

Lihat Pasal 102 butir (3) penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


(24)

a. Mengalihkan kekayaan Perseroan, atau

b. Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;

yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.

(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Perseroan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan Anggaran Dasarnya.

(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.

(5) Ketentuan kourum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Direksi dapat memberikan kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama porseroan melakukan perbuatan hukum tertentu (Pasal 103). Sedangkan Pasal 104 mengatur tanggung jawab Direksi sehubungan dengan kepailitan akibat kesalahan atau kelalaian Direksi, sebagai berikut:

(1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. (2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena

kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung jawab renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.

(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota


(25)

Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

(4) Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan:

a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan

d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.

Merupakan ketentuan umum bahwa sepanjang beritikad baik anggota Direksi (Direktur) dari suatu Perseroan yang mengalami kerugian pada dasarnya tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya secara finansial. Hal ini berkenaan dengan asas bahwa suatu Perseroan debitor adalah suatu subjek hukum yang terpisah dari pada pengurusnya. Semua utang-utang Perseroan dilunasi dari hasil penjualan harta kekayaan Perseroan itu sendiri, bukan dari harta kekayaan pengurusnya.

Seperti halnya terhadap harta kekayaan pemegang saham, harta kekayaan pengurus tidak dapat dijangkau secara hukum oleh para Kreditor untuk dijadikan sumber pelunasan utang-utang Perseroan tersebut. Namun prinsip tersebut bukan tanpa pengecualian. Dalam hal-hal tertentu anggota Direksi (Direktur) dan Komisaris suatu Perseroan dapat harus bertanggung jawab secara pribadi apabila karena kesalahannya Perseroan mengalami kerugian.

Dalam teori Perseroan Terbatas yang mutakhir mengenai kewajiban Pengurus Perseroan, dianut pendapat bahwa Pengurus Perseroan memiliki 2 (dua) macam


(26)

kewajiban, yaitu kewajiban yang secara tegas ditentukan oleh Undang-Undang (statutory duties) dan fiduciary duties. Di samping memiliki fiduciary duties, dalam

comman law seorang Direktur juga “owes a duty of care to the company not to act negligently in managing is affairs”.81 Beberapa kewajiban yang harus diperhatikan oleh Direksi adalah :82

1. Kewajiban untuk secara optimal memupuk keuntungan bagi Perseroan dan tidak mengambil keuntungan pribadi dari transaksi yang dibuat oleh perusahaan dengan pihak lain. Direksi tidak boleh membuat apa yang dimaksud secret profits and benefits from office. Dalam kaitan ini harus dihindari terjadinya conflict of interest.

2. Direksi harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya (proper purpose), yaitu for the benefit of the company and not to further thier own interest.

3. Direksi suatu Perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya termasuk pula memperhatikan kepentingan pegawainya.

4. Direksi suatu Perseroan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya juga harus memperhatikan kepentingan para pemegang saham.

5. Direksi suatu Perseroan harus memperhatikan kepentingan para kreditor.

E. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 1. Kedudukan Hukum RUPS

RUPS merupakan organ perseroan yang kedudukannya adalah sebagai organ perseroan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007 yang menyatakan Rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang mempuyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau Anggaran Dasar.

81

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hal. 425

82


(27)

Kekuasaan tertinggi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada RUPS tidak berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang telah diberikan Undang-Undang dan Anggaran Dasar kepada direksi dan komisaris. Kekuasaan yang tertinggi yang dimiliki oleh RUPS hanya mengenai wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komsaris. Dengan demikian memberikan pengertian bahwa direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dapat dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban, wewenang dari setiap organ termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam UUPT. Setiap organ diberi kebebasan bergerak asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan. Instruksi dari organ lain, misalnya RUPS, dapat saja tidak dipenuhi oleh direksi meskipun direksi diangkat oleh RUPS sebab pengangkatan direksi oleh RUPS tidak berarti bahwa wewenang yang dimiliki direksi merupakan pemberian kuasa atau bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS kepada direksi melainkan wewenang yang ada pada direksi adalah bersumber dari Undang-Undang dan Anggaran Dasar. Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan Perseroan sehari-hari yang dilakukan direksi sebab tindakan direksi semata-mata adalah untuk kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS. Paham klasik yang berpendapat bahwa lembaga RUPS merupakan kekuasaan tertinggi PT, dalam arti segala kekuasaan yang ada dalam suatu PT tidak lain bersumber dari RUPS, kiranya sudah ditinggalkan oleh UUPT Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah direvisi dengan UUPT Nomor 40 Tahun 2007 tersebut.83

83

Emmy Pangaribuan, Interaksi Fungsi Organ Perseroan Terbatas dan Perlindungannya Kepada Pemegang Saham dan Kreditur Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Makalah Seminar Nasional, (Yogyakarta: UGM, 1995), hal. 32.


(28)

Berdasarkan paham tersebut, komisaris dan direksi mempunyai kekuasaan berdasarkan mandat atau kuasa dari RUPS sehingga apabila RUPS menghendakinya sewaktu-waktu dapat mencabutnya kembali. Melihat dari pengaturan tentang tugas, kewajiban dan wewenang dari organ perseroan yang oleh UUPT telah diatur secara mandiri (otonom) bagi tiap-tiap organ tersebut, Menurut Emmy Panggaribuan,84 sudah menggambarkan adanya paham baru yang dikenal sebagai paham institusional. Paham ini menurut Rudhi Prasetya,85 berpandangan bahwa ketiga organ PT masing-masing mempunyai kedudukan yang otonom dengan kewenangannya sendiri-sendiri sebagaimana yang diberikan dan menurut Undang-Undang dan Anggaran Dasar tanpa wewenang organ yang satu boleh dikerjakan oleh organ yang lain. Dengan demikian, Undang-Undang dan Anggaran Dasar, maka pengurus tersebut berhak untuk tidak mematuhi perintah-perintah atau instruksi-instruksi dari organ lainnya, baik dari komisaris maupun RUPS. Dengan perkataan lain, menurut paham tersebut wewenang yang ada pada organ-organ dimaksud bukan bersumber dari limpahan atau kuasa dari RUPS melainkan bersumber dari ketentuan Undang-Undang dan Anggaran Dasar.

2. Tata Cara Penyelenggaraan RUPS

Menurut Pasal 78 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 RUPS dapat diselenggarakan dengan 2 (dua) macam RUPS, yaitu sebagai berikut:

84

Ibid, hal. 33

85

Rudhi Prasetyo, Kedudukan, Peran dan Pertanggungjawaban Pengurus Perseroan Terbatas. Makalah Seminar Hukum Dagang Badan Pembinaan Hukum Nasional, (Jakarta: Departemen Kehakiman, 1987), hal. 11.


(29)

1. RUPS Tahunan, yang diselenggarakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku.

2. RUPS lainnya, yang dapat diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.

Penyelenggaraan RUPS secara tahunan dan secara sewaktu-waktu pada prinsipnya yang berwenang menyelenggarakan adalah direksi, kecuali direksi berhalangan atau ada pertentangan kepentingan antara direksi dan perseroan, maka pemanggilan dilakukan oleh komisaris. Penyelenggaraan RUPS tersebut menurut Pasal 79 ayat (2) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, atau Dewan Komisaris. Jadi prakarsa menyelenggarakan RUPS di sini datang dari pemegang saham. Bahkan menurut Pasal 80 ayat (2) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 bahwa dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu yang ditentukan maka pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

Ketentuan ini merupakan kontrol dari pemegang saham yang diberikan oleh Undang-Undang atas pengurusan dan pengawasan yang dilakukan oleh direksi dan komisaris melalui ketua pengadilan negeri yang berwenang memberi izin. Ketua


(30)

Pengadilan Negeri dapat memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir dalam RUPS tersebut bahkan dapat juga menentukan bentuk, isi, dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar.86

Selanjutnya dengan mengacu pada Pasal 82 UUPT Nomor 40 Tahun 2007, guna kepentingan penyelenggaraan RUPS, direksi melakukan pemanggilan kepada para pemegang saham, dengan ketentuan sebagai berikut:

(1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.

(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.

(3) Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.

(4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.

(5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

Bagi perseroan terbuka, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 83 UUPT Nomor 40 Tahun 2007, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan pengumuman tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.

86


(31)

3. Wewenang RUPS

Berdasarkan uraian diatas bahwa perseroan terbatas merupakan kumpulan atau asosiasi modal, yang oleh Undang-Undang diberi status sebagai badan hukum. Dengan demikian pada hakikatnya perseroan terbatas itu adalah wadah kerja sama dari pada pemilik modal atau pemegang saham yang dijelmakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Artinya bahwa RUPS sebagai Organ Perseroan Terbatas memiliki kekuasaan dan kewenangan yang tertinggi yang tidak dimiliki atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan dalam UUPT maupun Anggaran Dasarnya. Inilah yang dinamakan dengan wewenang eksklusif (exclusive authorities) RUPS.87

Wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat ditiadakan selama tidak ada perubahan UUPT. Sedangkan wewenang eksklusif dalam Anggaran Dasar semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui oleh Menteri Hukum dan HAM yang dapat diubah melalui perubahan Anggaran Dasar sepanjang tidak bertentangan dengan UUPT.88

4. Hak Suara RUPS

Pasal 84 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan lain. Hak suara sebagaimana dimaksud tidak berlaku untuk:

a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;

b. sahan Induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau

87

Racmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Alumni, 2004), hal. 128

88


(32)

c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.

Pemegang saham baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya, tetapi tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa hak suara. Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda (Pasal 85 ayat (1), (2) dan (3)).

Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut. Ketua rapat berhak menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 85 ayat (4), (5), dan (6)).

5. Kuorum RUPS

Korum yang harus dicapai bagi sahnya suatu RUPS berdasarkan UUPT ini berbeda-beda, tergantung kepada materi atau masalah yang akan diputuskan. Begitu juga besarnya pemegang saham yang harus memberikan persetujuan agar putusan rapat menjadi sah berbeda-beda menurut materi atau masalah yang diputuskan.

Secara umum menurut Pasal 86 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 dan Anggaran Dasar PT dapat menetapkan bahwa:

a. RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ (satu suara) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.


(33)

b. Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.

c. Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.

d. RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.

e. Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.

f. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua Pengadilan Negeri.

g. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. h. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling

lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.

i. RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.

Selanjutnya keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali UUPT dan Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar (Pasal 87).

RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan


(34)

keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum tidak tercapai, maka dapat dilaksanakan RUPS kedua bahkan RUPS ketiga yang dilakukan dengan permohonan kepada ketua Pengadilan Negeri (Pasal 88).

Selanjutnya RUPS untuk menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar (Pasal 89).

Dalam hal setiap kuorum tidak tercapai, maka dapat dilakukan RUPS kedua bahkan RUPS ketiga dengan permohonan kepada Pengadilan Negeri sebagaimana berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 86 ayat (5), (6), (7), (8) dan ayat (9) pada setiap jenis RUPS secara mutatis mutandis.

Pada dasarnya Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar (Pasal 87 UUPT Nomor 40 Tahun 2007).


(35)

BAB IV

LARANGAN KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS

A. Pengaturan Larangan Kepemilikan Saham Dalam Perseroan Terbatas Untuk Dimiliki Sendiri Dan Atas Nama Orang Lain

Saham adalah bukti telah dilakukannya penyetoran penuh modal yang diambil bagian oleh para pemegang saham Perseroan Terbatas. Saham diterbitkan segera setelah Perseroan Terbatas memperoleh status sebagai badan hukum, yaitu segera setelah Perseroan Terbatas disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM. Perlu diketahui bahwa sebelum permohonan pengesahan diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM, para pendiri perseroan diwajibkan untuk melakukan penyetoran penuh peningkatan Modal Dasar.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 melarang Perseroan Terbatas untuk mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan Terbatas lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan Terbatas tersebut.89 Jadi dalam hal ini jika PT. A adalah pemegang saham dalam PT. X, maka PT.A tidak diperbolehkan untuk mengeluarkan saham kepada atau untuk dimiliki oleh PT. X, termasuk oleh perusahaan-perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh PT. X

Crossholding atau kepemilikan silang adlah suatu keadan dimana perseroan terbatas memilki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas lain juga yang

89


(36)

memiliki saham Perseroan Terbatas tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengertian kepemilikan silang secara langsung adalah apabila Perseroan pertama memiliki saham pada Perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan pada satu ”Perseroan Terbatas antara” atau lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham pada Perseroan pertama.

Pengertian kepemilikan saham silang secara tidak langsung adalah kepemilikan Perseroan pertama atas saham pada perseroan kedua melalui kepemilkan pada satu ”perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya perseroan kedua memiliki saham pada perseroan pertama. Makna kepemilikan silang ini berbeda dengan makna kepemilikan silang yang dikenal dalam hukum persaingan usaha. Dalam konteks hukum persaingan usaha, perusahaan dikatakan memiliki kepemilikan silang, jka suatu perusahaan memiliki saham (mayoritas) pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama atau mendirikan bebarapa perusahaan yang memiliki kegiaan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan yang sama, salah satu jenis kepemilikan silang yang sangat diperhatikan dalam hukum persaingan usaha adalah kepemilikan silang dalam industri media komunikasi.90

Dalam konteks ini, kepemilikan silang dianggap terjadi jika PT. A sebagai induk perusahaan yang memiliki saham dalam PT. C yang bergerak dalam industri penyiaran audio visual, juga memiliki saham dalam PT. D yang bergerak dalam

90


(37)

industri surat kabar harian, dan saham dalam PT. E yang bergerak dalam industri penyiaran radio. Sebagai contoh, dalam perkara telkomsel yang dipersoalkan dengan pemilikan silang adalah pemilikan temasek sebagai induk perusahaan secara tidak langsung pada PT. Indosat dan PT. Telkomsel.

Dalam kepemilikan dan pengendalian perusahaan dikenal adanya dua jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan dengan sistem piramid dan kepemilikan silang.

Kepemilikan dengan sistem piramid terdiri dari piramid dua tingkat dan piramid tiga tingkat. Dalam piramid yang terdiri dari dua tingkat, pemegang saham minoritas pengendali memegang saham pengendali di dalam suatu perusahaan induk (holding company) yang selanjutnya memegang saham pengendali (controlling stake) di perusahaan yang menjalankan operasional (operating company). Di dalam piramid yang terdiri dari tiga tingkat, perusahaan induk utama (primary holding company) memegang kendali atas perusahaan induk sekunder (second-tier holding company) yang selanjutnya memegang kendali atas perusahaan yang menjalankan operasional (operating company).91

Berbeda dengan sistem piramid holding, perusahaan-perusahaan dalam suatu struktur cross-ownership mempunyai hubungan kepemilikan yang bersilang secara horizontal (horizontal cross-holding) pada saham pengendali yang mempunyai kekuatan pengendalian secara terpusat. Dengan demikian, struktur kepemilikan silang berbeda dengan piramid terutama bahwa hak suara yang digunakan untuk

91


(38)

mengendalikan kelompok perusahaan tetap didistribusikan ke seluruh anggota grup bukan terkonsentrasi di tangan satu perusahaan atau pemegang saham.

Kepemilikan silang sangat populer di Asia, hal ini karena dengan sistem kepemilikan silang ini para pemilik dapat membuat kepemilikan dan pengendalian atas perusahaan menjadi tersembunyi. Contoh yang paling jelas adalah Charoen Pokphand Group (CP) yang ada di Thailand, CP memiliki secara langsung 33 persen saham CP Feedmill (agribisnis dan real estate, perusahaan ritel, pabrik, dan telekomunikasi), 2 persen saham CP Northeastern (agribisnis), dan 9 persen saham Bangkok Agro-Industrial (agribisnis). Selanjutnya CP Feedmill memiliki 57 persen saham Northeastern. CP Feedmill juga memiliki 60 persen saham Bangkok Agro-Industrial, dan CP Northeastern memiliki 3 persen saham Bangkok Agro-Industrial. Bangkok Agro-Industrial memiliki 5 persen saham CP Feedmill. saham-saham CP Feedmill, CP Northeastern, dan Bangkok Agro-Industrial tercatat di Bangkok Stock Exchange.Dengan kepemilikan seperti ini, memang sulit bagi masyarakat umum untuk mengetahui struktur kepemilikan dan pengendalian perusahaan tersebut.92

Contoh lainnya adalah Lippo group. Lippo mengendalikan konglomerasi di bidang keuangan yang terdiri dari tiga perusahaan utama yang saling berhubungan dengan struktur kepemilikan silang, yaitu: Bank Lippo, Lippo Life, dan Lippo Securities. Meskipun keluarga Mochtar Riady telah mendivestasikan hampir seluruh sahamnya di Bank Lippo dan Lippo Life pada tahun 1996, mereka tetap terus mengendalikan perusahaan-perusahaan tersebut melalui saham minoritas di Lippo

92


(39)

Securities, yang memegang 27 persen saham Lippo Life. Lippo Life selanjutnya memegang 40 persen saham Lippo Bank. Ketika restrukturisasi diajukan, banyak pengamat yang mencurigai bahwa hal itu hanyalah sebagai cara bagi keluarga Riady untuk menarik asetnya dari Lippo Life dan Lippo Bank, dan semula memang terjadi keraguan apakah hal itu akan dicegah oleh para pemegang saham atau oleh Bapepam. Namun ternyata rencana restrukturisasi Lippo berjalan terus, dengan adanya berdasarkan jaminan dari keluarga Riady untuk mengurangi kepemilikan silang di dalam kelompok itu nantinya.93

Larangan Cross Ownership/ Cross Holding Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Larangan Cross Ownership/ Cross Holding juga “tersirat” di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, yaitu pada Pasal 12 tentang Trust dan Pasal 27 tentang kepemilikan saham.

Pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

93


(40)

Sedangkan menurut Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:

a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;

b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.94

B. Pengecualian Larangan Kepemilikan Saham Untuk Dimiliki Sendiri Dan Dimiliki Oleh Orang Lain

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 36 ayat (2) Kepemilikan saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh perseroan sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika pemilikan saham tersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat.

Jika terjadi peristiwa hukum yang menyebabkan suatu Perseroan Terbatas menguasai atau memiliki sahamnya sendiri atau sahamnya dimiliki oleh Perseroan

94


(41)

Terbatas lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan tersebut maka hal yang demikian dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan tersebut, saham yang diperoleh harus dialihkan kepada pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam perseroan.

Dalam hal ini, saham-saham tersebut tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah quorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan atau Anggaran Dasar. Saham tersebut juga tidak berhak mendapatkan pembagian dividen.

Pada saat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ini mulai berlaku, maka pemilikan silang oleh perseroan tidak lagi diperbolehkan. Terhadap dua atau lebih perseroan yang memiliki pemilikan saham secara silang, maka perseroan tersebut diwajibkan untuk dalam jangka waktu 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini. Ini berarti kepemilikan saham oleh satu atau lebih perseroan lainnya secara silang tersebut harus dilepaskan atau dijual kepada pihak yang tidak menyebabkan terjadinya pemilikan silang.

Sedangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang difokuskan untuk menuju tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) tidak secara tegas menyatakan tujuan adanya pasal tentang larangan cross holding/ownership, sehingga dalam penyelesaian cross ownership yang terjadi sama sekali tidak menyinggung tentang adanya larangan tersebut di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.


(42)

C. Dasar Hukum Pengecualian Tentang Larangan Kepemilikan Saham Untuk Dimiliki Sendiri Dan Dimiliki Orang Lain.

Pasal 36 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 ayat (1) menyatakan ”perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk diri sendiri maupun dimiliki oleh persroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.

Pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal , maka kewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain, demi kepastian, pasal ini menentukan bahwa perseroan tidak boleh mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri.

Larangan tersebut termasuk juga larangan kepemilikan silang (cross holding) yang terjadi apabila perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh perseroan lain yang memiliki saham persroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengertian kepemilikan langsung adalah apabila perseroan pertama memiliki saham pada perseroan kedua tanpa melaui kepemilikan pada satu ”perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya perseroan kedua memiliki saham pada perseroan pertama.

Pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan perseroan pertama atas saham pada perseroan kedua melalui kepemilikan pada satu ”perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya persroan kedua memilki saham pada perseroan pertama.

Pada pasal 36 ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan ”ketentuan larangan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak


(43)

berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat.”

Kepemilikan saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh perseroan sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika pemilikan saham tersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat oleh karena dalam hal ini tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan setoran dana dari pihak lain sehingga tidak melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).95

Rencana restrukturisasi Kelompok Usaha Lippo di sektor keuangan tampaknya tidak berjalan mulus. Pasalnya, Bapepam selaku otoritas pasar modal tidak menghendaki terjadinya saling kepemilikan saham (cross holding) dalam restrukturisasi yang akan dilakukan tersebut. "Kami memang memahami rencana restrukturisasi itu, tapi jika mereka bersikukuh untuk meneruskan langkah seperti yang direncanakannya, sebaiknya dipikirkan cara untuk menghilangkan terjadinya saling kepemilikan saham," kata Kabiro Pengawasan Keuangan Perusahaan Bapepam Herwidayatmo, ketika dihubungi di ruang kerjanya, kemarin. Saling kepemilikan saham itu, kata Herwid, akan menimbulkan citra negatif terhadap pasar modal Indonesia. Bapepam, kemarin melayangkan tiga surat sekaligus kepada tiga perusahaan keuangan yang bernaung dalam Kelompok Usaha Lippo. Yakni Bank Lippo, Lippo Jiwa, dan Lippo Sekuritas. Melalui surat itu, Bapepam meminta penjelasan pada direksi tiga perusahaan publik tersebut tentang latar belakang

95


(44)

restrukturisasi. Selain itu, Bapepam juga meminta pada ketiga perusahaan agar mengkaji kembali rencana perubahan kepemilikan sahamnya. "Saudara diminta untuk mengkaji seberapa jauh hal ini mempengaruhi kepentingan publik, terutama dari segi keuntungan yang akan mereka peroleh," tegas Herwid dalam ketiga suratnya.96

Sebelumnya, Managing Direktor Grup Lippo James Ryadi menjelaskan bahwa restrukturisasi ini akan melembagakan sinergi dalam tubuh Kelompok Usaha Lippo. Melalui restrukturisasi ini, Kelompok Usaha Lippo membangun satu jaringan pemasaran yang terintegrasi. Secara bisnis ini jelas akan menguntungkan. Menurut James, restrukturisasi itu sama sekali tidak melanggar aturan apa pun. Baik ketentuan pasar modal maupun aturan tentang investasi untuk perusahaan asuransi dan perusahaan sekuritas. Sebab, Lippo Sekuritas merupakan perusahaan yang juga bergerak di bidang investasi. Sedangkan Lippo Jiwa memerlukan saluran investasi yang sehat bagi portofolionya. Selain itu, restrukturisasi ini juga dikaitkan dengan rencana Lippo Sekuritas yang akan menerbitkan reksadana. "Ini kan memerlukan pemasaran yang luas. Dengan cara ini kami berharap bisa memasarkan unit reksadana melalui jaringan kantor Lippo Jiwa dan Bank Lippo," 97

Restrukturisasi ini menurutnya juga akan memberikan keuntungan kepada pemegang saham publik, karena nilai pembelian saham dilakukan dengan harga diskon. Selain itu, langkah aliansi ini akan mendongkrak kinerja keuangan ketiga perusahaan. Namun dalam suratnya ke direksi Lippo Jiwa, Herwid

96

http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/09/04/0095.html , diakses pada tanggal 3 Desember 2008.

97


(45)

minta agar perusahaan ini memperoleh konfirmasi secara tertulis dari Dirjen Lembaga Keuangan atas penyertaan yang akan dilakukannya ke Bank Lippo. Pasalnya, sebagai asuransi secara teknis, Lippo Jiwa berada di bawa pembinaan dan pengawasan Dirjen Lembaga Keuangan. Dalam restrukturisasi itu memang terjadi perombakan kepemilikan secara frontal. Sebelum restrukturisasi Lippo Sekuritas memiliki 4,9 persen saham Lippo Jiwa. Sementara Bank Lippo juga memiliki 11,67 persen saham Lippo Jiwa. Di lain pihak Lippo Jiwa melalui PT Anggraini Mulia memiliki 9,45 persen saham Lippo Sekuritas dan 4,42 persen saham Bank Lippo. Dalam skenario setelah restrukturisasi, saling kepemilikan itu ternyata masih ada. Meskipun nantinya Lippo Sekuritas akan menjadi induk (holding) di sektor keuangan dengan memiliki 31,89 persen saham Lippo Jiwa dan melalui perusahaan Lippo Jiwa pula menguasai 40,15 persen saham Bank Lippo, tapi kepemilikan saham Bank Lippo terhadap Lippo Jiwa dan Lippo Jiwa terhadap Lippo Sekuritas masih ada. Saling kepemilikan inilah yang tidak dikehendaki Bapepam. "Kepemilikan Bank Lippo terhadap Lippo Jiwa dan kepemilikan Lippo Jiwa terhadap Lippo Sekuritas ini harus dialihkan,"98

98


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mensyaratkan bahwa dalam hal perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri harus dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian. Dengan pengertian bahwa dokumen yang memuat perbuatan hukum yang terkait dengan pendirian tersebut harus ditempatkan sebagai satu kesatuan dengan akta pendirian.

2. Secara umum hak pemegang saham dapat dibedakan ke dalam Hak individual yaang melekat pada diri pemegang saham, dan Hak yang diturunkan dari perseroan, yang dinamakan dengan hak derivatif dan mewajibkan dilakukannya penawaran kepada pemegang saham dalam perseroan terbatas terlebih dahulu sebelum saham perseroan terbatas tersebut dijual kepada pihak ketiga.

3. Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 36 ayat 2 Kepemilikan Saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh perseroan sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika pemilikan saham tersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat.


(47)

B. Saran

1. Disarankan pengurus perseroan untuk tidak menerima segala macam penyetoran saham dari pemegang saham selain dengan uang tunai jika menurut penilaian .hal tersebut dapat merugikan perseroan.

2. Disarankan hak atas saham pemegang saham minoritas perlu dilindungi dari tindakan-tindakan pemegang saham mayoritas yang merugikan mereka, antara lain melalui transfer keuntungan yang diperoleh oleh 1 (satu) anak perusahaan ke anak perusahaan lainnya

3. Disarankan kepada organ perseroan terbatas yang akan mengadakan rapat harus mengetahui konflik apa yang akan timbul dalam rapat tersebut khususnya mengenai larangan kepemilikan saham.


(48)

BAB II

PERSYARATAN KEPEMILIKAN SAHAM DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Pengertian Perseroan Terbatas

Kata “Perseroan” dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan “Perseroan Terbatas” adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia.6

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), definisi mengenai Perseroan Terbatas ini tidak dijumpai dalam pasal-pasalnya. Namun demikian, menurut Sutantya dan Sumantono, dari Pasal 36, 40, 42 dan Pasal 45 KUHD dapat disimpulkan bahwa suatu Perseroan Terbatas mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :7

a. Adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing pesero (pemegang saham) dengan tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan.

b. Adanya pesero atau pemegang saham yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nominal saham yang dimilikinya. Sedangkan mereka semua di dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), merupakan kekuasaan tertinggi dalam organisasi perseroan yang berwenang mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris, berhak menentukan garis-garis besar kebijaksanaan menjalankan perusahaan, menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar dan lain-lain.

6

I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006), hal. 1. Bentuk-bentuk badan usaha yang dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia adalah Perseroan Firma (Fa), Perseroan Komanditer (CV yaitu Commanditaire Vennootschap), dan Perseroan Terbatas (PT). Bentuk-bentuk ini diatur dalam Buku Kesatu Bab III Bagian 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Selain itu, masih ada bentuk usaha lain yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang disebut Maatschap atau persekutuan (perdata).

7

Sutantyo R. Hadikusuma dan Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Bentuk-Bentuk Perusahaan Yang Berlaku di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), hal. 40.


(49)

c. Adapun pengurus (direksi) dan pengawas (komisaris) yang merupakan satu kesatuan pengurussan dan pengawasan terhadap perseroan dan tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya, yang harus sesuai dengan anggaran dasar atau keputusan RUPS.

Demikian pula setelah berlakunya UUPT Nomor 1 Tahun 1995 yang telah direvisi dengan UUPT Nomor 40 Tahun 2007, juga tidak ditemukan secara tegas di dalam pasal-pasalnya dengan klasifikasi yang bagaimana sehingga suatu badan usaha itu dapat dikategorikan sebagai Perseroan Terbatas. Ketentuan pasal tersebut hanya menegaskan bahwa Perseroan Terbatas adalah merupakan badan hukum. Untuk mendapat status badan hukum ini pun masih harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu setelah akta pendiriannya mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan “Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan”.

Pasal 1 angka 2 UUPT Nomor 1 Tahun 1995 yang telah direvisi dengan UUPT Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan “organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris”. Berkaitan dengan organ perusahaan tersebut dapat dikemukakan pendapat I.G. Rai Widjaja yang menyatakan:

Perseroan (PT) merupakan contoh manusia buatan (artificial person) atau badan hukum (legal entity). Meskipun perseroan bukan manusia secara alamiah, badan hukum itu bisa bertindak sendiri melakukan perbuatan-perbuatan hukum diperlukan. Untuk itu ada yang disebut “agent”, yaitu orang yang mewakili perseroan serta bertindak untuk dan atas nama perseroan. Orang tersebut adalah Direksi yang terdiri atas natural persons. Berbeda halnya dengan natural persons


(50)

memang dimatikan atau diakhiri keberadaannya oleh Hukum atau Undang-Undang.8

Dari ketentuan dan pendapat di atas, PT adalah suatu organisasi dan mempunyai pengurus yang dinamakan direksi. Sebagai organisasi sudah pasti mempunyai tujuan, pengawasan dilakukan oleh komisaris yang mempunyai wewenang dan kewajiban sesuai dengan ketetapan dalam anggaran dasarnya. Oleh karena itu Perseroan Terbatas adalah suatu badan usaha yang mempunyai unsur-unsur adanya kekayaan yang terpisah, adanya pemegang saham, dan adanya pengurus.9

Kata perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia.10

Perseroan Terbatas (PT) adalah suatu badan hukum yang terpisah dengan individu yang memilikinya atau pemegang saham atau pengurusnya atau komisaris dan direksi. Sebagai badan hukum Perseroan Terbatas memiliki hak dan kewajiban sendiri. Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum dinyatakan telah berdiri setelah persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang dipenuhi. Proses pendirian dimulai dengan membuat akta pendirian Perseroan Terbatas yang dilakukan dengan akta otentik.

8

I.G. Rai Widjaya, Op Cit., hal. 7.

9

Agus Budiarto, Op. Cit., hal. 25-26.

10

I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Kesaint Blanc, Jakarta, 2006, hal. 1. Bentuk-bentuk badan usaha yang dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia adalah Perseroan Firma (Fa), Perseroan Komanditer (CV yaitu Commanditaire Vennootschap), dan Perseroan Terbatas (PT). Bentuk-bentuk ini diatur dalam Buku Kesatu Bab III Bagian 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Selain itu, masih ada bentuk usaha lain yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang disebut Maatschap atau persekutuan (perdata).


(51)

Pada tanggal 16 Agustus 2007 telah diberlakukan Undang-Undang baru tentang Perseroan Terbatas, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam Undang-Undang ini telah diakomodasi berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan lama yang dinilai masih relevan. Untuk lebih memperjelas hakikat Perseroan, di dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat, Undang-Undang ini mengatur tata cara:

1. Pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum.

2. Pengajuan permohonan dan pemberian persetujuan perubahan Anggaran Dasar. 3. Penyampaian pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan

Anggaran Dasar dan atau pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data lainnya, yang dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik di samping tetap dimungkinkan menggunakan sistem manual dalam keadaan tertentu.11

11

Ratnawati. W. Prasodjo, Sosialisasi Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun 2007, (Jakarta : Penerbit PP-INI, 2007), hal. 3 dan 4.


(52)

Akta Pendirian Perseroan yang telah disahkan dan Akta Perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui dan atau diberitahukan kepada Menteri dicatat dalam daftar Perseroan dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Menteri. Dalam hal pemberian status badan hukum, persetujuan dan atau penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar, dan perubahan data lainnya, Undang-Undang ini tidak dikaitkan dengan Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Untuk lebih memperjelas dan mempertegas ketentuan yang menyangkut Organ Perseroan, dalam Undang-Undang ini dilakukan perubahan atas ketentuan yang menyangkut penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan demikian, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya.12

Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, Undang-Undang ini mewajibkan Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris juga mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Tugas Dewan Pengawas Syariah adalah memberikan nasehat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.13

12

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 77 ayat (1).

13


(53)

Bentuk Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk usaha yang paling banyak dipergunakan dalam dunia usaha, karena mempunyai sifat atau ciri yang khas yang mampu memberikan manfaat yang optimal kepada usaha itu sendiri dengan sebagai asosiasi modal untuk mencari untung atau laba. 14

B. Proses Berdirinya Perseroan Terbatas

Mengenai pendirian Perseroan Terbatas dapat dilihat kembali ke masa lalu pada saat masih berlakunya peraturan lama mengenai Perseroan Terbatas yaitu KUHD, Buku Kesatu Bab III Bagian 3, mulai Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 tentang Perseroan Terbatas. Seharusnya ada dua pasal lagi, namun Pasal 57 dan 58 telah dihapuskan dengan Staatblad 1938 no. 278. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, mendirikan suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas, diperlukan suatu proses atau tahap-tahap yang harus ditempuh.15

Apabila semua tahapan tersebut telah dilalui, artinya telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan persyaratan yang berlaku, maka barulah suatu perusahaan berdiri dan memperoleh status sebagai badan hukum yang sah. Bila dianologkan misalnya seperti bayi yang baru lahir, pada tahap awal, dia dibuatkan akta kelahiran sebagai bukti tentang keberadaannya. Hal ini penting untuk menentukan bahwa di kemudian

14

Ibid., hal. 142. Ada baiknya barangkali memperhatikan kata “laba” dan “untung” yang seringkali dipergunakan dalam dunia bisnis. Pemakaiannyapun sering dipertukarkan karena yang dimaksudkan adalah sama, misalnya “laporan untung rugi”, neraca rugi/laba” dan lain-lainnya. Namun, ada juga yang menggunakan dengan menyebutkan “untung dan laba”, yang dengan sendirinya tidak diartikan persis sama. Secara leksikal atau kosakata, laba artinya adalah selisih antara harga penjualan atau biaya produksi (cost). Dan hasilnya merupakan untung. Sedangkan kalau yang terjadi sebaliknya maka disebut rugi (loss). Oleh karena itulah ada yang disebut neraca laba & rugi (profit & loss)

15


(1)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP LARANGAN KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS UNTUK DAN ATAS NAMA ORANG LAIN MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Bismar Nasution* Sunarmi** Nina Efrina***

Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sudah tidak berlaku dan telah digantikan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007). Dalam Perseroan Terbatas dikenal istilah saham, yang merupakan modal beroperasinya suatu perusahaan. Dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terdapat larangan bagi pemegang saham yang menyatakan bahwa kepemilikan sahamnya untuk dan atas nama orang lain. Hal itu dimaksudkan agar para pemegang saham tidak membuat suatu pernyataan dan/atau segala macam bentuk perjanjian yang isinya menyatakan bahwa sahamnya itu milik orang lain. Pada kenyataannya hal ini sering dilakukan, di mana pemegang saham bukanlah pemilik modal yang sebenarnya, tetapi pemilik modal yang sebenarnya adalah orang lain, pemegang saham ini hanya menjadikan pemegang saham pajangan. 1

Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimanakah persyaratan kepemilikan saham dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, bagaimanakah hak dan kewajiban dari para pemegang saham dalam Perseroan Terbatas, serta bagaimanakah pengaturan kepemilikan saham dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengenai larangan kepemilikan saham dalam Perseroan Terbatas untuk dan atas nama orang lain.

Metode Penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah Hukum Normatif, dengan pengumpulan data secara Studi Pustaka (library research). Penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku perpustakaan, artikel-artikel baik dari koran maupun majalah, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk Peraturan Perundang-Undangan.

Dari pembahasan yang dilakuakan tersebut , maka dapat disimpulkan bahwa Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mensyaratkan bahwa dalam

* Dosen Pembimbing I

** Dosen Pembimbing II

*** Mahasiswi Fakultas Hukum USU


(2)

hal perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri harus dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik. Secara umum hak pemegang saham dapat dibedakan ke dalam Hak individuil yaang melekat pada diri pemegang saham, dan Hak yang diturunkan dari perseroan, yang dinamakan dengan hak derivatif (derivatif suit atau derivative action) dan Mewajibkan dilakukannya penawaran kepada pemegang saham dalam perseroan terbatas terlebih dahulu sebelum saham perseroan terbatas tersebut dijual kepada pihak ketiga. Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 36 ayat 2 Kepemilikan saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh perseroan sendiri atau pemilikan saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika pemilikan saham tersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat.

Mengingat pentingnya tinjauan hukum terhadap larangan kepemilikan saham untuk dan atas nama orang lain, maka saran dari pembahasan tersebut adalah hendaknya pemerintah menyederhanakan proses pendirian perseroan terbatas, dengan memberikan hak penuh kepada kantor Wilayah Departemen Hukum dan Asasi Manusia Republik Indonesia yang berwenang penuh dalam Pengesahan Perseroan Terbatas. Proses pendirian perseroan terbatas jelas diatur dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, serta bebas dari unsur-unsur KKN serta berbiaya murah dan efisien, dalam merangsang pertumbuhan dunia usaha dan semangat otonomi daerah. Kepada organ perseroan terbatas yang akan mengadakan rapat harus mengetahui konflik apa yang akan timbul dalam rapat tersebut khususnya mengenai larangan kepemilikan saham.

Kata Kunci :

1. Larangan kepemilikan Saham 2. Untuk Dan Atas Nama Orang Lain 3. Perseroan Terbatas


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas anugerah dan

karunianyalah masih diberikan kesehatan dan kemampuan untuk menjalani

perkuliahan sampai pada menyelesaikan skripsi pada Jurusan Ekonomi di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara ini.

Skripsi ini berjudul “TINJAUAN HUKUM TERHADAP LARANGAN

KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS UNTUK DAN

ATAS NAMA ORANG LAIN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40

TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih

sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua yang sangat dihormati yang senantiasa membimbing,

memperhatikan dan menyediakan segala apa yang diperlukan dalam segala hal

sampai saat ini.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH selaku Ketua Bagian Departemen

Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku

Dosen Pembimbing I.

4. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II.


(4)

5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dan Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum yang turut mendukung

segala urusan perkuliahan dan administrasi mahasiswa selama ini.

6. Seluruh staf dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Teman-teman stambuk’05 yang merupakan teman akrab yang tidak pernah

merasa lelah dalam memberikan dukungannya, Rini Debby Rianda, Febrina

Annisa, Khori Tifani Lubis, Tutut Roes Kartika.

Medan, November 2008


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan... 7

F. Metode Penulisan ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II PERSYARATAN KEPEMILIKAN SAHAM DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS ... 11

A. Pengertian Perseroan Terbatas ... 11

B. Proses Berdirinya Perseroan Terbatas... 16

C. Jenis-Jenis Perseroan Terbatas... 26

D. Pengertian Pengaturan Saham Dalam Perseroan Terbatas... 32


(6)

BAB III HAK DAN KEWAJIBAN KEPEMILIKAN SAHAM DARI

MASING-MASING PEMILIK SAHAM... 42

A. Persyaratan Kepemilihan Saham... 42

B. Hak dan Kewajiban Dari Masing-Masing Pemilik Saham ... 44

C. Perlindungan Modal ... 55

D. Kekayaan Perseroan Terbatas ... 61

BAB IV LARANGAN KEPEMILIKAN SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS ... 73

A. Pengaturan Larangan Kepemilikan Saham Dalam Perseroan Terbatas Untuk Dimiliki Sendiri dan Atas Nama Orang Lain... 73

B. Pengecualian Larangan Kepemilikan Saham Untuk Dimiliki Sendiri dan Dimiliki Oleh Orang Lain ... 78

C. Dasar Hukum Pengecualian Tentang Larangan Kepemilikan Saham Untuk Dimiliki Sendiri dan Dimiliki Oleh Orang Lain ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran... 85