suatu tubuh yang hidup dan berfungsi. Apa sebenarnya terpadu dalam Gereja yang satu itu? Dalam Gereja ada bermacam panggilan, ada berbagai
kondisi kehidupan, pelayanan, kharisma dan tanggung jawab; semuanya dapat saling melengkapi. Di dalam Gereja sebagai satu tubuh ada kebhinekaan dan
komplementaritas, sehingga setiap anggota Gereja awam, biarawan- biarawati, klerus tanpa kecuali, berkat kebhinekaan dan komplementaritas itu
dapat memberikan sumbangannya masing-masing. 10. Haluan-haluan Eklesiologis pasca KV II
dapat kita rangkum sesuai dengan haluan-haluan berikut ini: a.
Haluan teandris Jornet dan Beni. Gereja itu adalah perpanjangan inkarnasi Kristus. Gereja juga teandris adanya seperti Kristus, yaitu
manusiawi-ilahi, akan tetapi tanpa “unio hypostatica” atau kesatuan hypostatis.
b. Haluan kerygmatis Barth, Bultmann, Gogarten. Gereja itu terdiri atas
kegiatannya. Dan kegiatan utama Gereja adalah kegiatan kerygmatis
yang merupakan hakekatnya, yaitu pewartaan Sabda Allah, Kabar
gembira, dan pewartaan keselamatan.
c. Haluan “communio” Hamer, von Balthasar. Gereja dipandang sebagai
suatu “societas”, yang bersatu karena ikatan cinta kasih. Cinta kasih yang mengalir dari Tritunggal yang Mahakudus kepada semua anggota “tubuh
mistik Kristus”.
d. Haluan ekumenisme Congar, Cullmann, Florovski. Haluan ini terutama
membahas sebab-sebab yang sudah mengakibatkan perpecahan di dalam Gereja dan sarana-sarana guna memulihkan kesatuan kembali. Kesatuan
ini adalah salah satu dimensi esensial Gereja dan salah satu syarat mutlak agar kegiatan soteriologisnya dapat berhasil.
e. Haluan sakramental Semmelroth, Rahner, Ratzinger, Schillebeeckx.
Gagasan “sakramen” itu dilihat sebagai kunci utama guna memahami misteri Gereja. Gagasan ini tidak berlaku hanya untuk ketujuh sakramen
saja, melainkan untuk Gereja itu sendiri. Sakramen itu mencakupi dua unsur, yaitu: unsur yang berupa benda, materi signum, dan unsur yang
tidak kelihatan, spiritual res significata. Hal itu benar tentang Gereja juga, yang pada hakekatnya kelihatan dan tidak kelihatan, manusiawi dan
ilahi. Gereja adalah “sakramen fundamental”; Gereja bukan hanya menandakan keselamatan, melainkan juga menghasilkannya “causa”.
f. Haluan pneumatis Tillich, Moltmann, Mühlen, Küng. Haluan ini
memandang seluruh misteri Gereja berdasarkan Roh Kudus, sebagai prinsip formal adanya Gereja dan prinsip efisien segala kegiatan Gereja.
Roh Kudus menghidupkan semua unsur Gereja. Roh Kudus adalah jiwa Gereja.
g. Haluan historis De Lubac, Bouyer. Sampai sekarang, haluan ini lebih