Peranan Makanan Tradisional Dalam Pengembangan Wisata Kuliner Di Kota Medan

(1)

PERANAN

MAKANAN TRADISIONAL DALAM

PENGEMBANGAN WISATA KULINER DI KOTA MEDAN

KERTAS KARYA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

IRA ADE SOFIA L.TOBING 062204082

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR

DALAM PROGRAM STUDI PARIWISATA

MEDAN


(2)

PERANAN MAKANAN TRADISIONAL DALAM PENGEMBANGAN WISATA KULINER DI KOTA MEDAN

KERTAS KARYA DIKERJAKAN O

L E H

IRA ADE SOFIA L.TOBING 062204082

Pembimbing

Drs. Marzaini Manday, MSPD

Kertas karya diajukan kepada panitia ujian.

Program Pendidikan Non Gelar Fakultas Sastra USU Medan. Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III dalam Program Studi Pariwisata.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR

DALAM PROGRAM STUDI PARIWISATA

BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA

MEDAN


(3)

Disetujui Oleh :

PROGRAM DIPLOMA SASTRA DAN BUDAYA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

PROGRAM STUDI PARIWISATA

KETUA JURUSAN,

Drs Ridwan Azhar M.Hum

NIP. 131 124 058


(4)

PENGESAHAN Diterima oleh :

PANITIA UJIAN PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR SASTRA DAN BUSAYA

FAKULTAS MELENGKAPI SALAH SATU SYARAT UJIAN DIPLOMA III DALAM BIDANG STUDI PARIWISATA

Pada : Tanggal : Hari :

PROGRAM PENDIDIKAN SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dekan,

Drs. Syaifuddin M.A, Ph.D, NIP. 132 098 531

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Marzaini Manday, MSPD (Dosen Pembimbing) ( ) 2. Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum (Dosen Pembaca) ( ) 3. Drs. Ridwan Azhar, M. Hum (Ketua Jurusan) ( ) 4. Drs. Mukhtar, S.Sos S. Par (Sekretaris Jurusan) ( )


(5)

(6)

-KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis ucapkan kepada Bapa di Sorga, Tuhan Yesus Kristus atas berkat rahmat dan karunia-Nya telah memberikan ilmu pengetahuan, kekuatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan kertas karya ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Adapun judul kertas karya ini adalah “Peranan Pramuwisata Dalam Pengembangan Keperawisataan Di Kabupaten Karo”. Tugas akhir ini merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan Pendidikan di Program Studi Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Syaifuddin M.A, Ph.D, Selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Ridwan Azhar, M. Hum, Selaku Ketua Program Studi Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Mukhtar, S.Sos S. Par, Selaku Sekretaris Program Studi Pariwisata Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Marzaini Manday, MSPD, Selaku Dosen Pembimbing yang sangat membantu Penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.

5. Bapak Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum, Selaku Dosen Pembaca yang telah bersedia memeriksa kertas karya ini.

6. Bapak Solahudin Nasution M.SP, Selaku Koordinator Praktek Bidang Usaha Wisata yang telah memberikan pengetahuan, pengalaman, wawasan, dan nasehatnya kepada penulis.


(7)

7. Buat seseorang yang selalu menampung keluh kesahku tanpa ada rasa jenuh, dan selalu menyayangi aku setulus hati , teima kasih banyak ya dedek Jo (my boy).

8. Untuk seluruh teman-teman Pariwisata khususnya UW ‘06 (Rando, Ayunda, Lela, Ika, dan Dhini / anak-anak SHE-5)

9. Buat sahabat lamaku yang selalu mendoakan aku yaitu Tina, Linda, Desi, Hari, Ronal, Mota, David, Arbi, Joanes, dan semua teman-teman anak SMU-4 dan SMP ST. THOMAS-3 Medan yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mempersembahkan kertas karya ini untuk orang-orang yang penulis sayangi yakni, Keluarga Bapak SM. L.Tobing, Mama, M. br Sitanggang, Bang Doddy Tobing dan Adikku Bobby Tobing yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.

Pada kesempatan ini penulis mengharapkan adanya kritik dan saran guna penyempurnaan kertas karya ini terima kasih.

Medan, Maret 2009


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...v

ABSTRAK...vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang………...………..1

1.2. Alasan Pemilihan Judul………...………..2

1.3. Batasan Masalah ………...3

1.4. Tujuan Penulisan……….………..3

1.5. Metode Penelitian………..4 1.6. Sistematika Penulisan……….4-5

BAB II TINJAUAN TEORITIS KEPARIWISATAAN


(9)

2.2. Pengertian Wisatawan, Excurtionist, dan Tourist………..8-9 2.3. Culinary Tourism (Wisata Kuliner)………...…..…..10-11

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

3.1. Kota Medan Secara Geografis………13-14 3.2. Kota Medan Secara Demografis……….15-16 3.3. Kota Medan secara Administratif………16 3.4. Bagan Pemerintahan di Medan………17

BAB IV KEANEKARAGAMAN DI KOTA MEDAN

4.1. Sejarah Kota Medan………...18-22 4.2. Keanekaragaman Makanan Tradisional di Medan………...22-25 4.3. Keunggulan dan Potensi Pariwisata Kota Medan………...26-32

4.4. Peran Makanan Tradisional dalam Pengembangan Wisata Kuliner di Kota Medan……...……….……….32-34

BAB V PENUTUP...35-36


(10)

ABSTRAK

Kebudayaan merupakan seluruh totalitas dari pikiran, aktivitas, dan hasil karya manusia yang tidak berakar dari dorongan naluri (perasaan/kebatinan) akan tetapi didapat dari proses belajar. Ynng dimaksud dengan proses belajar adalah terwujud dari suatu pengalaman /bernalar yang bisa diperoleh dengan terus berusaha. Kebudayaan tidak berdiri dalam satu kesatuan, karena di dalamnya terkandung 7 (tujuh) unsur yang membuatnya mampu berdiri dan dimana ketujuh unsur tersebut akan dapat mempengaruhi perubahan kebudayaan yang asli menjadi campuran karena salah satu unsurnya mengalami kemajuan, yaitu misalnya apabila sistem peralatan dan teknologi yang mengalami kemajuan akibat perubahan zaman. Lain halnya dengan keanekaragaman yang lahir bagi kebudayaan biasanya merupakan wujud dari tanggapan pelaku kebudayaan (manusia) dalam mengelola budaya yang telah dimiliki secara turun – temurun. Setiap manusia terlahir dengan budaya yang berbeda dan ada karena disesuaikan dengan lingkungan hidup dimana ia tinggal.

Dalam keanekaragaman itu, akan mampu menciptakan berbagai hal yang menjadi daya tarik dan suatu fenomena yang bisa membuat kita menjadi nyaman dan santai untuk menikmatinya serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan dengan berbagai profesi untuk mengelola hal – hal yang unik tersebut demi kebutuhan hidup. Tentulah kita tahu bahwa hal ataupun konsep itu adalah pariwisata yang mana merupakan sebuah industri yang menghasilkan berbagai produk (sesuatu yang unik) baik itu berupa benda (natural/ alami & man-made/artefak/buatan manusia) ataupun berupa jasa untuk pelayanan terhadap wisatawan. Oleh karena itu, pariwisata dan keanekaragaman memiliki sebuah hubungan yang sangat kuat, dimana keduanya memiliki pengaruh satu sama lain. Sebagai contoh kasus, kita akan mengetahui keanekaragaman budaya yang dimiliki kota Medan dan apa pengaruhnya terhadap kemajuan pariwisata yang keadaannya semakin tidak stabil.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Selain sebagai salah satu kota terbesar ketiga di Indonesia, setelah Jakarta dan Surabaya, Medan pantas untuk mendapatkan suatu acungan jempol dari segala sudut karena perkembangannya yang sangat pesat dan hampir menyamai kedua kota terbesar di atasnya. Kini, kota Medan telah menjadi suatu sosok “metropolitan” dan telah berubah menjadi lebih maju ibarat “seorang biasa menjadi artis terkenal yang semakin tampil rupawan”.

Tampil menarik karena adanya keanekaragaman budaya dalam komunitas penduduk kota Medan. Jika kita lihat dalam setiap kebudayaan pastilah ada sesuatu yang ditonjolkan dan memiliki keunikan yang bisa menjadi suatu pengaruh bagi perkembangan bagi kebudayaan itu sendiri yakni semakin luasnya pengetahuan seseorang akan kebudayaan tersebut.

Beragam budaya tentu beragam makanan tradisional yang disajikan dengan khas dan mampu menggoyangkan lidah siapa pun peminat kuliner. Makanan tradisional yang terdiri lebih dari satu hidangan akan semakin menggoda kita untuk menikmati makanan


(12)

yang ada. Bayangkan apabila dalam hidup ini hanya ada satu hidangan / makanan saja, pasti akan sangat membosankan. Berikut adalah aneka makanan tradisional yang ada di kota Medan, yaitu : Soto Medan, sate memeng, Lontong Medan, Nasi Pecel, dan masih banyak lagi yang akan segera kita bahas di bab selanjutnya.

Dengan tersedianya beragam makanan tradisional, maka akan lebih menarik lagi bagi wisatawan untuk lebih sering berkunjung ke Medan, untuk menikmati makanan tradisional kota Medan, atau lebih lazim kita namakan dengan wisata kuliner.Dengan adanya contoh kasus di atas, membuat saya semakin tertarik untuk membahas masalah ini. Hal ini jarang kita pikirkan dalam dunia pariwisata karena kebanyakan dari kita hanya fokus kepada potensi alam saja, dan itupun terdapat di luar kota Medan.

1.2. Alasan Pemilihan Judul

Dengan berbagai pernyataan di atas, mempengaruhi saya dalam hal pengembangan kalimat tersebut dengan judul yang lebih sederhana, singkat, dan padat. Judul yang dimaksud adalah PERAN MAKANAN TRADISIONAL DALAM PENGEMBANGAN WISATA KULINER DI KOTA MEDAN.

Keanekaragaman yang ada di sekitar penduduk kota Medan terdiri dari keanekaragaman budaya, agama, ras, dan pola pikir. Namun dapat kita lihat bahwa keanekaragaman tersebut menghasilkan suatu daya tarik yang memiliki rasa, yaitu tertuang dalam beragamnya makanan tradisional serta memiliki pengaruh dan peranan dalam


(13)

pengembangan wisata kuliner di kota Medan kelak menjadi lebih dikenal dan semakin terbuka keberadaannya tidak hanya di dalam negeri saja, tetapi juga sampai mancanegara.

Judul kertas karya yang akan saya kerjakan diharapkan mampu menarik simpatik dan peran serta semua orang dalam memperhatikan aset yang telah dimiliki oleh kota Medan sejak masa lampau, dan mengembangkan aset yang dimiliki sekarang tentunya.

1.3. Batasan Masalah

Sejauh ini saya selaku penulis berpikir untuk menuangkan pikiran saya melalui sebuah karya tulis ini dibatasi oleh berbagai permasalahan yang nantinya akan lebih fokus terhadap makanan tradisional dan wisata kuliner.

Karya tulis ini juga lebih mengutamakan apa dan bagaimana peran makanan tradisional tersebut dalam pengembangan wisata kuliner.Kita dapat melihat hubungan keduanya melalui jenis makanan tradisional yang semakin disukai para penduduk kota Medan maupun orang-orang dari luar kota Medan. Serta sejauh mana keberadaan makanan tradisional itu diminati sehingga dapat dikategorikan sebagai pencetus lahirnya wisata kuliner di Medan. Namun demikian, keanekaragamanlah yang menciptakan warna dalam hidup dan menciptakan suatu daya tarik.

1.4. Tujuan Penulisan

Tujuan dari terciptanya kertas karya ini diharapkan memberikan sumbangsih yang baik dan positif bagi banyak orang diantaranya adalah sebagai berikut :


(14)

• Memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Ahli Madya jurusan Usaha wisata Program Study Pariwisata, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

• Memperkenalkan makanan tradisional di kota Medan.

• Menganalisis peran makanan tradisional tersebut dalam pengembangan wisata kuliner di kota Medan.

1.5. Metode Penelitian

Dalam penulisan kertas karya ini, penulis menggunakan 2 metode untuk mengumpulkan data, yaitu :

2. Library research

Yakni mengumpulkan data dan informasi melalui buku-buku, diktat selama perkuliahan serta bacaan lainnya yang berhubungan dengan kertas karya ini.

3. Field Research

Yakni memperoleh informasi dengan cara terjun langsung ke lapangan yang kemungkinan data dapat diperoleh melalui : observasi atau pengamatan langsung.

1.6. Sistematika Penulisan

Mengingat sangat luasnya bidang yang diteliti dalam masalah ini, maka untuk mempermudah pembahasan, penulis akan menguraikannya dalam 6 bab yang di dalamnya terbagi atas sub bagian :


(15)

BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan teoritis kepariwisataan yang meliputi pengertian pariwisata, wisatawan, excurtionis, tourist, dan wisata kuliner.

BAB III Gambaran umum mengenai kota Medan, baik itu segi letak geografis, demografis, dan secara administratif.

BAB IV Keanekaragaman makanan tradisional serta perannya dalam pengembangan wisata kuliner di kota Medan.

BAB V Penutup & simpulan


(16)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

2.1. Pengertian Kepariwisataan, Pariwisata, dan Wisata

Pengertian kepariwisataan menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 pada bab I pasal 1, bahwa kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Artinya semua kegiatan dan urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pengawasan, pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta dan masyarakat disebut kepariwisataan.

Nyoman S. Pendit (2003:33) menjelaskan tentang kepariwisataan sebagai berkut : Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan langsung terhadap kemajuan kemajuan pembangunan atau perbaikan pelabuhan-pelabuhan (laut atau udara), jalan-jalan raya, pengangkutan setempat,program-program kebersihan atau kesehatan, pilot proyek sasana budaya dan kelestarian lingkungan dan sebagainya.

Kemudian pada angka 4 di dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 dijelaskan pula bahwa pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,


(17)

termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

Dengan demikian pariwisata meliputi :

1. Semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata. 2. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata, seperti :

Kawasan wisata, taman rekreasi, kawasan peninggalan sejarah ( candi, makam), museum, waduk, pagelaran seni budaya, tata kehidupan masyarakat, dan yang bersifat alamiah : keindahan alam, gunung berapi, danau, pantai dan sebagainya.

3. Pengusahaan jasa dan sarana pariwisata, yakni :

• Usaha jasa pariwisata (biro perjalanan wisata, agen perjalanan wisata, pramuwisata, konvensi, perjalanan insentif dan pameran, impresariat, konsultan pariwisata, informasi pariwisata);

• Usaha sarana pariwisata yang terdiri dari : akomodasi, rumah makan, bar, angkutan wisata dan sebagainya.

• Usaha-usaha jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan pariwisata.

Pariwisata menurut Robert McIntosh bersama Shaskinant Gupta (Yoeti ; 1992:8) adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya.


(18)

Menurut Richard Sihite (dalam Marpaung dan Bahar 2000:46-47) menjelaskan definisi pariwisata sebagai berikut : Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamsyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Bab I Pasal 1 ; dinyatakan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.

Jadi pengertian wisata itu mengandung unsur yaitu : (1) Kegiatan perjalanan;

(2) Dilakukan secara sukarela; (3) Bersifat sementara;

(4) Perjalanan itu seluruhnya atau sebagian bertujuan untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.

Yang kesemuanya dapat memberikan keuntungan dan kesenangan baik bagi masyarakat dalam lingkungan daerah wilayah yang bersangkutan maupun bagi wisatawan pengunjung dari luar. Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan dan sumbangan terhadap pelaksanaan pembangunan proyek-proyek berbagai sektor bagi negara-negara


(19)

yang telah berkembang atau maju ekonominya, dimana pada gilirannya industri pariwisata merupakan suatu kenyataan di tengah-tengah industri lainnya.

2.2. Pengertian Wisatawan, Excurtionist, dan Tourist

Wisatawan adalah Orang yang melakukan kegiatan wisata. Jadi menurut pengertian tersebut, semua orang yang melakukan perjalanan wisata dinamakan "wisatawan". Adapun tujuannya yang penting, perjalanan itu bukan untuk menetap dan tidak untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi.

Menurut definisi IUOTO (dalam Khodyat dan Ramaini, 1992 : 38), maksud dari excurtionist adalah setiap orang yang melintasi suatu negara dalam jangka waktu lebih dari 24 jam tanpa singgah atau setiap orang (pengunjung sementara) yang melintasi suatu negara dalam jangka waktu lebih dari 24 jam, asal saja orang tersebut mengadakan persinggahan tidak memakan waktu lama dan bukan untuk maksud kunjungan wisata.

Dalam bahasa Inggris wisatawan itu disebut tourist. Menurut definisi IUOTO (dalam Khodyat dan Ramaini 1992 : 109), sebagaimana disebutkan Annex II, keputusannya tanggal 1 Juli 1960, kata tourist, dasarnya diartikan :

• Orang yang bepergian hanya untuk bersenang-senang (pleasure), keperluan keluarga, kesehatan, dan sebagainya.


(20)

• Orang yang bepergian untuk keperluan usaha (business).

• Orang yang datang dalam rangka pelayaran wisata (sea cruise), walaupun mereka singgah kurang dari 24 jam.

• Siswa atau orang muda yagn tinggal di asrama atau sekolah.

Oleh para pakar pariwisata dan organisasi internasional untuk kepentingan tertentu, pengertian tourist ini diberi persyaratan seperti :

• Perjalanan dilakukan secara sukarela.

• Perjalan ke tempat lain diluar wilayah/daerah/negara tempat tinggalnya. • Tidak untuk mencari nafkah.

• Tujuannya semata-mata untuk :

- Pesiar, liburan, kesehatan, belajar, keagamaan dan olahraga.

- Kunjungan usaha, mengunjungi kelurga, tugas dan menghadiri pertemuan.

2.3. Culinary Tourism (Wisata Kuliner)

Culinary tourism (wisata kuliner) merupakan relatif baru di dunia industri

pariwisata, buktinya tampak dimana wisata kuliner mulai berkembang sejak tahun 2001, dimana seorang Erik Wolf selaku Presiden Ikatan Wisata Kuliner Internasional mengesahkan di atas selembar kertas putih mengenai lahirnya Ikatan tersebut (Internatioal Culinary Tourism Association). Sepanjang tahun 2001, perakademian pariwisata di seluruh dunia telah mengadakan penelitian yang lebih serius akan wisata kuliner. Namun demikian, badan penelitian sangat khawatir kalau penemuan tersebut merupakan suatu jalan untuk


(21)

jalannya usaha dunia. Nyatanya, seorang peneliti Lucy Long, dari Universitas Bowling Green di Ohio (USA) yang pertama kali mencetuskan kata – kata wisata kuliner di tahun 1998.

Kemudian di tahun 2001 di bawah kepemimpinan kelompok industri penasihat, Erik Wolf menemukan International Culinary Tourism Association (ICTA). ICTA terbentuk setiap tahunnya dengan sejumlah anggota dan dirancang dengan berbagai penawaran akan beragam program mengenai kuliner. Pada tahun 2006, ICTA menciptakan sebuah Institut Wisata Kuliner Internasional, yang mengutamakan pendidikan dan pelatihan akan berbagai program yang ada di dalam komponen ICTA. Kemudian, di awal tahun 2007, mulai menyediakan beberapa solusi untuk pengembangan wisata kuliner untuk menghadapi meningkatnya jumlah permintaan akan industri ini bagi petunjuk dan kepemimpinan dalam pengembangan dan pemasaran wisata kuliner.

Wisata kuliner dapat diartikan sebagai suatu pencarian akan pengalaman kuliner yang unik dan selalu terkenang dengan beragam jenis, yang sering dinikmati dalam setiap perjalanan , akan tetapi bisa juga kita menjadi wisatawan kuliner di rumah sendiri. (Culinary Tourism is defined as the pursuit of unique and memorable culinary experience of all kinds, often while travelling, but one can also be a culinary tourist at home.)

Wisata kuliner tidak termasuk ke dalam wisata pertanian. Meskipun di dalamnya masakan terdapat unsur pertanian. Pertanian dan masakan merupakan satu hubungan yang tak mungkin dapat dipisahkan, namun tetap merupakan dua kata yang sangat berbeda. Wisata pertanian (agritourism) merupakan bagian dari wisata pedesaan (rural tourism),


(22)

sedangkan santapan / masakan (cuisine) merupakan bagian dari dari wisata budaya (cultural tourism), dan sebagai masakan maka ia merupakan manifestasi/wujud dari budaya itu.

Wisata kuliner (culinary tourism), meliputi berbagai pengalaman akan beragam kuliner. Wisata kuliner melebihi dari tuntunan makan malam dan restoran akhir pekan. Akan tetapi wisata kuliner meliputi beberapa unsur yaitu : kursus memasak, buku panduan memasak dan toko-toko penjual perkakas dapur, tur kuliner (culinary tours) dan pemandu wisata, media kuliner dan buku panduan, pemborong makanan untuk pesta/katering, penyalur anggur (wineries), pengusaha dan penanam tumbuhan pangan, atraksi kuliner seperti festival jajanan yang diadakan suatu produk usaha swasta (Kecap Bango) di Merdeka Walk di bulan ramadhan lalu (dalam Introduction to Culinary Tourism).


(23)

BAB III

GAMBARAN UMUM KOTA MEDAN

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di Provinsi Sumatera Utara, kedudukan, fungsi dan peranan kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara, kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Secara geografis, kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura, dan lain-lain.

Demikian juga secara demografis kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder,


(24)

Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional.

3.1. Kota Medan secara Geografis

Secara umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota :

(1) faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosialekonomi.

Ketiga faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan penanaman modal (investasi).

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas kota Medan menjadi 5.130 ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara


(25)

Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Melaui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 ha yang terdiri dari 11 kecamatan dengan 116 kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, kota Medan melakukan pemekaran kelurahan menjadi 144 Kelurahan.

Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefinitipan 7 kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.

Secara administratif , wilayah kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah barat, selatan dan timur. Sepanjang wilayah utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan.


(26)

Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerja sama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah yang berada di jalur pelayaran Selat Malaka, maka kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat kota Medan saat ini.

3.2. Kota Medan Secara Demografis

Secara demografi, kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola pikir masyarakat dan perubahan sosial ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.


(27)

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah.

Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berpikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

3.3. Kota Medan secara Administratif

Wilayah Kota Medan kemudian dibagi lagi menjadi 21 kecamatan dan 151 kelurahan, yaitu seperti berikut :


(28)

2. Medan Johor 13. Medan Petisah

3. Medan Amplas 14. Medan Barat

4. Medan Denai 15. Medan Timur

5. Medan Area 16. Medan Perjuangan

6. Medan Kota 17. Medan Tembung

7. Medan Maimun 18. Medan Marelan

8. Medan Polonia 19. Medan Labuhan

9. Medan Baru 20. Medan Deli

10.Medan Selayang 21. Medan Belawan 11.Medan Sunggal


(29)

(30)

BAB IV

KEANEKARAGAMAN DI KOTA MEDAN

4.1. Sejarah Kota Medan

Dalam catatan riwayat Hamparan Perak yang aslinya ditulis dalam bahasa Karo, Medan hanya sebuah perkampungan yang dibangun oleh seorang tokoh masyarakat bernama Guru Patimpus, bermarga Karo Sembiring, pada tahun 1950-an. Letaknya di Tanah Deli, tepatnya di pertemuan antara Sungai Deli dan Sungai Babura, yakni dua sungai yang kini mengalir di tengah-tengah kota Medan.

Tanggal 01 Juli 1950 ditetapkan sebagai tanggal lahir kota Medan. Dalam perkembangannya Medan menjadi kota ketiga terbesar di Indonesia. Medan juga merupakan pintu gerbang menyusuri potensi-potensi wisata di Sumatera Utara. Posisinya yang strategis karena berdekatan dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand, adalah jaminan kalau kota Medan menyimpan potensi yang besar untuk menyedot wisatawan-wisatawan mancanegara.

a. Penjajahan Belanda di Tanah Deli

Belanda yang menjajah Nusantara untuk menguasai Tanah Deli mereka sangat banyak mengalami tantangan yang tidak sedikit. Mereka mengalami perang di Jawa dengan Pangeran Diponegoro sekitar tahun 1825-1830. Belanda sangat banyak mengalami kerugian sedangkan untuk menguasai Sumatera, Belanda juga berperang melawan Aceh, Minangkabau, dan Sisingamangaraja di daerah Tapanuli.


(31)

Jadi untuk menguasai Tanah Deli Belanda hanya kurang lebih 78 tahun mulai dari tahun 1864 sampai 1942. Setelah perang Jawa berakhir barulah Gubernur Jenderal Belanda J.Van den Bosch mengerahkan pasukannya ke Sumatera dan dia memperkirakan untuk menguasai Sumatera secara keseluruhan diperlukan waktu 25 tahun. Penaklukan Belanda atas Sumatera ini terhenti ditengah jalan karena Menteri Jajahan Belanda waktu itu J.C.Baud menyuruh mundur pasukan Belanda di Sumatera walaupun mereka telah mengalahkan Minangkabau yang dikenal dengan nama Perang Paderi ( 1821-1837 ).

Sultan Ismail yang berkuasa di Riau secara tiba-tiba diserang oleh gerombolan Inggeris dengan pimpinannya bernama Adam Wilson. Berhubung pada waktu itu kekuatannya terbatas maka Sultan Ismail meminta perlindungan pada Belanda. Sejak saat itu terbukalah kesempatan bagi Belanda untuk menguasai Kerajaan Siak Sri Indrapura yang rajanya adalah Sultan Ismail. Pada tanggal 1 Februari 1858 Belanda mendesak Sultan Ismail untuk menandatangani perjanjian agar daerah taklukan kerajaan Siak Sri Indrapura termasuk Deli, Langkat dan Serdang di Sumatera Timur masuk kekuasaan Belanda. Karena daerah Deli telah masuk kekuasaan Belanda otomatislah Kampung Medan menjadi jajahan Belanda, tapi kehadiran Belanda belum secara fisik menguasai Tanah Deli.

Pada tahun 1858 juga Elisa Netscher diangkat menjadi Residen Wilayah Riau dan sejak itu pula dia mengangkat dirinya menjadi pembela Sultan Ismail yang berkuasa di Kerajaan Siak. Tujuan Netscher itu adalah dengan duduknya dia sebagai pembela Sultan Ismail secara politis tentunya akan mudah bagi Netscher menguasai


(32)

daerah taklukan Kerajaan Siak, yakni Deli yang di dalamnya termasuk Kampung Medan Putri.

Perkembangan Medan Putri menjadi pusat perdagangan telah mendorongnya menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, Ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan, 1 Maret 1887,Ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan. Istana Kesultanan Deli yang semula berada di Kampung Bahari (Labuhan) juga pindah dengan selesainya pembangunan Istana Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan.

Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gemeente (Kota Praja) dengan Walikota Baron Daniel Mac Kay. Berdasarkan "Acte van Schenking" (Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal 30 Nopember 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada Gemeente Medan, sehingga resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan langsung Hindia Belanda. Pada masa awal Kotapraja ini, Medan masih terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir.

Pada tahun 1918 penduduk Medan tercatat sebanyak 43.826 jiwa yang terdiri dari : Eropa 409 orang, Indonesia / pribumi 35.000 orang, Cina 8.269 orang dan

TimurAsing lainnya 139 orang.

Sejak itu kota Medan berkembang semakin pesat. Berbagai fasilitas dibangun. Beberapa diantaranya adalah Kantor Stasiun Percobaan AVROS di Kampung Baru (1919), sekarang RISPA, hubungan Kereta Api Pangkalan Brandan - Besitang (1919),


(33)

Konsulat Amerika (1919), Sekolah Guru Indonesia di Jl. H.M. Yamin sekarang (1923), Mingguan Soematra (1924), Perkumpulan Renang Medan (1924), Pusat Pasar, R.S. Elizabeth, Klinik Sakit Mata, Lapangan Olah Raga dan Kebun Bunga (1929).

b. Kota Medan Masa Penjajahan Jepang

Tahun 1942 penjajahan Belanda berakhir di Sumatera yang ketika itu Jepang mendarat dibeberapa wilayah seperti Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan khusus di Sumatera Jepang mendarat di Sumatera Timur.

Tentara Jepang yang mendarat di Sumatera adalah tentara XXV yang berpangkalan di Shonanto yang lebih dikenal dengan nama Singapore, tepatnya mereka mendarat tanggal 11 malam 12 Maret 1942. Pasukan ini terdiri dari Divisi Garda Kemaharajaan ke-2 ditambah dengan Divisi ke-18 dipimpin langsung oleh Letjend. Nishimura. Ada empat tempat pendaratan mereka ini yakni Sabang, Ulele, Kuala Bugak (dekat Peurlak Aceh Timur sekarang) dan Tanjung Tiram (kawasan Batubara sekarang).

Pasukan tentara Jepang yang mendarat di kawasan Tanjung Tiram inilah yang masuk ke Kota Medan. Mereka menaiki sepeda yang mereka beli dari rakyat di sekitarnya secara barter. Mereka bersemboyan bahwa mereka membantu orang Asia karena mereka adalah saudara tua orang-orang Asia sehingga mereka dielu-elukan menyambut kedatangannya.

Ketika peralihan kekuasaan Belanda kepada Jepang kota Medan kacau-balau. Orang pribumi mempergunakan kesempatan ini membalas dendam terhadap orang Belanda. Keadaan ini segera ditertibkan oleh tentara Jepang dengan mengerahkan


(34)

pasukannya yang bernama “ Kempetai “ (Polisi Militer Jepang). Dengan masuknya Jepang di kota Medan keadaan segera berubah terutama pemerintahan sipilnya yang zaman Belanda disebut “Gemeente Bestuur “ oleh Jepang dirubah menjadi “Medan Sico“ (Pemerintahan Kotapraja). Yang menjabat pemerintahan sipil di tingkat Kotapraja Kota Medan ketika itu hingga berakhirnya kekuasaan Jepang bernama Hoyasakhi. Untuk tingkat keresidenan di Sumatera Timur karena masyarakatnya heterogen disebut Syucokan yang ketika itu dijabat oleh T.Nakashima, pembantu Residen disebut dengan Gunseibu.

Penguasaan Jepang semakin merajalela di kota Medan. Mereka membuat masyarakat semakin papa, karena dengan kondisi demikianlah menurut mereka semakin mudah menguasai seluruh nusantara. Semboyan saudara tua hanyalah semboyan saja. Di sebelah timur Kota Medan yakni Marindal sekarang dibangun Kengrohositai sejenis pertanian kolektif. Di kawasan Titi Kuning Medan Johor sekarang tidak jauh dari lapangan terbang Polonia sekarang mereka membangun landasan pesawat tempur Jepang.

4.2. Keanekaragaman Makanan Tradisional di Medan

Penduduk kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat - istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk kota Medan bersifat terbuka (open-minded). Keanekaragaman ini dapat kita rasakan dan lihat dengan beragamnya bahasa yang digunakan masyarakat di Medan apabila mereka berbincang-bincang dengan orang yang satu suku ataupun mereka yang tahu bahasa dari lawan bicaranya.


(35)

Keberagaman budaya dan dan etnis masyarakatnya itu tercermin dari sajian makanan yang beranekaragam. Kelebihan ini memberikan dampak positif karena citarasa makanan yang khasnya dapat dinikmati oleh lidah setiap orang, sekalipun mereka adalah masyarakat pendatang. Anugerah ini dimanfaatkan betul oleh masyarakat kota Medan. Hampir di setiap sudut kota ditemui tempat-tempat jajanan yang dengan konsep-konsep yang menarik dan istimewa, serta telah dijadikan suatu ajang usaha yang begitu menggiurkan.

Istilah multikulturalisme menjadi perbincangan yang hangat akhir-akhir ini. Bagi sebagian orang, konsep ini diharapkan menjadi oase di tengah hubungan antar komponen masyarakat Indonesia yang kurang harmonis. Bahkan ada yang menjadikannya obat mujarab dalam menyembuhkan penyakit disintegrasi yang sedang menggerogoti batang tubuh bangsa.

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

Berikut adalah komposisi dari etnis (suku) yang ada di Medan (sekalipun tidak up-to-date/ terkini lagi), yaitu :


(36)

Komposisi Etnis Kota Medan

N o. Et n is Ta h u n 1 9 3 0 Ta h u n 1 9 8 0

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Jawa Bat ak Toba Cina

Mandailing/ Sipirok Minangkabau Melayu K a r o Aceh Sunda Sim alungun Dairi Nias Lain- lain 24, 90% 10, 70% 35, 63% 6, 43% 7, 30% 7, 06% 0, 19% - 1, 58% - 2, 34% - 14,28% 29, 41% 14, 11% 12, 80% 11, 91% 10, 93% 8, 57% 3, 99% 2, 19% 1, 90% 0, 67% 0, 24% 0, 18% 3,04%

Jum lah 100, 00% 100, 00%

Sum ber : Pelly, 1983

Berdasarkan keterangan tabel di atas, kita sudah tahu bahwa ada beragam suku yang menetap di kota Medan dalam segala profesi yang digambarkan dalam persentase. Namun, apabila kita memperhatikan dengan seksama bahwa suku Melayu yang merupakan suku asli kota Medan selalu berada diurutan keenam dalam jumlah. Padahal kita semua tahu bahwa orang-orang Melayulah yang pertama kalinya menginjakkan kakinya di tanah Deli (sekarang Medan).


(37)

Suku Melayu sangat memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan suku lainnya. Mengapa? Karena dulunya sesuai dengan peninggalan sejarah bahwa bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia lahir dari bahasa Melayu tua (Proto-Malay).

Menyinggung dari suku-suku lainnya seperti :Minangkabau, Manado, dan Bugis hanyalah sebagian saja mereka menetap di kota Medan. Kebanyakan mereka hanya menanamkan modalnya di berbagai perusahaan.

Sudah lama diberitakan bahwa makanan di kota Medan enak-enak. Tergantung selera, tinggal sebut kita bisa dapatkan segala jenis makanan di berbagai tempat di Medan. Hebatnya lagi kota Medan memang seolah menegaskan kekuatannya di wisata kulinernya, yang tampak pada banyakanya ragam makanan tradisional yang ada di kota terbesar ketiga Indonesia ini.

Berikut adalah sebagian dari contoh makanan khas daerah ataupun makanan tradisional yang banyak sekali dijual di Medan dengan harga yang terjangkau, yaitu : • Suku Jawa (nasi uduk, pecel lele, es dawet, pecel sayur, ayam penyet, sate

Madura, dan sebagainya).

• Suku Batak (ikan arsik, babi/sapi panggang, ikan mas diasami/naniura, dsb.). • Suku Aceh (mie goreng Aceh).

• Suku Padang (sate padang).

Semua jenis makanan tersebut dapat ditemui di sepanjang jalan kota Medan. Banyak tempat makan yang tersebar di pelosok kota mulai dari kelas café, restoran, maupun yang kelas kaki lima, namun terjamin kebersihannya. Beberapa diantaranya sangat mirip dengan negara Singapura dan Malaysia. Tidak heran mengingat posisi


(38)

mereka sangat berdekatan yang mana apabila ditempuh dengan pesawat hanya membutuhkan waktu kurang dari 1 jam saja.

Nah, bagi Anda yang beragama Muslim tidak perlu khawatir karena ada banyak sekali makanan tradisional Indonesia tersedia secara halal dan bersih. Bagi yang Kristiani, dapat menikmati semua jenis makanan tradisional dari setiap suku karena tidak adanya pantangan.

4.3. Keunggulan dan Potensi Pariwisata Kota Medan

Kota Medan sebagai kota transit atau pintu gerbang masuknya para wisatawan yang datang dari luar kota maupun negeri sebelum melakukan perjalanan ke daerah-daerah tujuan wisata lain seperti : Berastagi, Parapat, Pulau Samosir (Danau Toba), Bukit Lawang, dan berbagai daerah tujuan wisata yang ada di Sumatera Utara, maka kota Medan mempunyai beberapa potensi dan keunggulan pariwisata berupa objek – objek wisata yang bisa di kunjungi dan dinikmati baik secara kolektif maupun pribadi.

Perjalanan yang dengan waktu singkat serta hanya melihat-lihat sepintas mengenai keunikan yang dimiliki oleh sebuah kota disebut dengan city sight seeing tour. Seperti yang telah diungkapkan pada halaman sebelumnya bahwa kota Medan memiliki beberapa tempat yang layak untuk dikunjungi dan pantas untuk diabadikan dalam sebuah bentuk gambar.

Sebelum melakukan perjalanan city tour atau yang dikenal dengan keliling kota, perlu kita mengenal terlebih dahulu apa jenis objek wisata yang akan kita kunjungi sehingga kita akan cepat mengingat kesan yang kita peroleh setelah


(39)

melakukan perjalanan. Ya! Melakukan perjalanan membutuhkan persiapan yang tidak hanya untuk fisik saja tetapi juga mental dan pikiran serta pengetahuan yang cukup untuk mencerna apa yang menjadi keunikan dari objek wisata yang kita kunjungi tersebut.

Keunikan dan potensi yang selama ini kita (khusus orang Medan) masih sedikit yang paham dan mau berpartisipasi untuk melestarikannya. Apakah itu keunikan dan potensi yang dimiliki kota Medan? Selain sebagai kota transit, kota ketiga terbesar, dan ibukota Provinsi Sumatera Utara, Medan memiliki masyarakat yang kondusif (di luar masalah demonstrasi mahasiswa SM.Raja sehingga menyebabkan kematian seorang ketua DPRD Sumatera Utara), yang selalu mengerti satu sama lain. Sering kita mendapati di tiap sudut jalan dan gang bahwa ada berdiri gereja dan mesjid atau pura dan vihara saling berhadapan dan berdampingan. Akan tetapi, hal ini tidak menjadi masalah yang besar bagi orang Medan.

Anda pernah mendengar kata “Ini Medan Bung!” Mungkin bagi kita yang pertama kali menginjakkan kaki di Medan merasa takut atau takut mendengar slogan gaul tersebut. Tapi Anda tidak perlu khawatir, karena itu bukanlah sebuah kata yang mengancam melainkan menunjukkan bahwa kehidupan di kota Medan sangat tegas (bukan keras) dan berprinsip. Prinsip untuk selalu menjaga keamanan dan kenyamanan yang sudah lama dibangun serta merupakan imbauan bagi para pendatang untuk menghormati dan memiliki rasa santun apabila berkunjung ke Medan (hal ini bukan untuk menunjukkan bahwa ada banyak preman di Medan).

Memang benar, banyak orang beranggapan bahwa Medan adalah sarang preman dan dipenuhi oleh orang – orang Batak yang sangat menyeramkan. Semua


(40)

pandangan itu salah, karena sebenarnya kota Medan tidak hanya didiami oleh orang – orang Batak saja, tetapi ada beragam suku yang hidup rukun serta ragam agama juga ada.

Kedua kata di atas memiliki hubungan yang sangat erat. Dan juga tidak dapat dipisahkan karena adanya ketergantungan satu sama lainnya. Selain itu, ada juga elemen lainnya yang paling mendasar dari hubungan yang erat itu, yaitu pelaku / masyarakat yang menjadi subjek ataupun pemeran utama dalam terjadinya keanekaragaman dan menimbulkan suatu dampak terhadap pariwisata.

Dapat kita buat suatu gambaran mengenai hal di atas. Berikut adalah diagram yang menunjukkan hubungan ataupun keterkaitan antara ketiga elemen di atas, yaitu :

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang paling bertahan keberadaannya untuk dijual ke luar negeri setelah migas. Pariwisata juga mampu menampung beribu pekerja sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dalam pariwisata apapun dapat dijual apabila benda ataupun jasa yang ditawarkan memiliki sesuatu yang unik dan khas yang mana keunikannya tidak dimiliki oleh kota lainnya. Jadi, pariwisata merupakan sarana yang menyatukan antara masyarakat dan budaya sehingga

WISATA KULINER

MAKANAN TRADISIONAL

MASYARAKAT KOTA MEDAN


(41)

melahirkan fenomena kerjasama yang erat sampai akhirnya menghasilkan daya tarik yang memiliki nilai jual lebih.

Keunikan yang dimiliki kota Medan adalah dapat kita nikmati dari makanannya yang beragam sekali dan disertai oleh harga yang beragam pula. Keanekaragaman budaya melahirkan kuliner yang beragam. Kita bisa menikmati segala aneka makanan yang pas di lidah juga pas di kantong. Salah satu contohnya, soto Medan, yang sebenarnya membuat berbeda dari soto lainnya tidak begitu menonjol hanya saja soto khas Medan lebih kental dan aroma kaldunya lebih terasa, dan yang paling penting adalah harganya tidak akan membuat kantong Anda menipis. Dapat kita temui di sepanjang jalan besar dan terutama di Jl. Setia Budi. Selain itu, adapula yang namanya rujak menteng, bakso urat, es krim tip-top, dan sebagainya yang tidak dapat saya sebut satu per satu.

Bila Anda berkunjung ke Medan, jangan lupa membeli oleh-oleh khas Medan. Hampir semua orang di Tanah Air ini apa saja yang menjadi ciri khas Medan, tidak terkecuali warga asing. Yup! Tepat sekali, yaitu kue serabi dan kue talam. Makanan ini sangat banyak dijajakkan di Jl. Mojopahit. Ada beragam rasa kue serabi di sana. Entah bagaimana bisa namanya menjadi bika ambon tapi yang pasti rasanya sangat lezat dan gurih, apalagi kalau dimakan bersama keluarga.

Karena Medan adalah surganya makanan enak dan sekaligus mulai dipandang sebagai kota wisata kuliner, maka berikut adalah tempat-tempat yang tepat untuk dikunjungi untuk menikmati makanan tradisional juga makanan yang modern, yaitu :


(42)

Merdeka Walk

Tempat ini merupakan salah satu objek wisata kuliner yang menawarkan konsep food, fun and leisure. Di sini Anda akan makan di udara terbuka, di bawah langit cerah penuh bintang dan bulan sedang purnama. Keistimewaan tempat ini karena tepat di jantungnya kota Medan, Lapangan Merdeka. Sekalipun penataannya yang semakin modern, akan tetapi kelestarian makanan tradisional tetap terjamin karena jika Anda berkunjung ke tempat ini, maka masih dapat Anda temui beragam makanan tradisional.

Tip top restoran

Berada di jalan Ahmad Yani, sebuah kawasan yang masih dipenuhi oleh bangunan-bangunan abad ke – 20, Anda akan dibawa ke nuansa Medan tempo doeloe. Tak heran kalau tip top restoran selalu jadi pilihan utama para wisatawan terutama dari luar negeri.

Makanan Laut (Sea-food)

Banyak yang bilang kalau seafood (makanan laut) Medan tak terlukiskan kelezatannya. Makanya, menu yang satu ini selalu ada di setiap hotel, mall, restoran, bahkan sampai jajanan pinggir jalan. Sejumlah lokasi yang kerap dikunjungi adalah Rumah Makan Waringin (Jl. Waringin/ sebelah hotel Best Western Asean), kompleks perumahan Cemara Asri (Jl. Cemara), Deli Serdang (Ocean Pacific Beach & Seafood) di Jl. Ujung Baru, Belawan. Dasar dari masakan yang disediakan adalah merupakan unsur masakan tradisional


(43)

yang mana hanya sedikit diberi sentuhan modern dari sisi tampilan luarnya saja.

Makanan khas tradisional

Kenikmatan makanan tradisional Sumatera Utara tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Lemak, pedas, manis, atau perpaduan ketiganya sangat erat. Jika Anda ingin makan soto khas Medan, jangan khawatir jika Anda tak bisa menikmatinya. Cukup dengan datang ke Jl. Sei Deli yaitu Rumah Makan Sinar Pagi merupakan rumah makan yang menawarkan kenikmatan soto Medan yang lezat dan nikmat.

Menu khas Mandailing silahkan berkunjung ke Rumah Makan Padang Sidempuan di Jl. SM Raja, Jl. Juanda Baru dan Jl. Letda Sudjono. Makanan khas Karo/Batak Toba tersebar di sepanjang jalan Jamin Ginting (kawasan Padang Bulan). Dan khusus menikmati makanan khas Melayu, silakan datang ke Jl. Sltn Hasanudin, yaitu Rumah Makan Serai Wangi.

Durian

Akhirnya, kuliner terbaik dari kota Medan adalah duriannya. Buah berduri asal Medan ini memang terkenal di seluruh negeri kita. Harga murah (5-10 ribu rupiah saja/buah), rasa yang nikmat, serta mudah didapat di sepanjang jalan kota Medan, yaitu di Jl. Iskandar Muda, Jl. Abdul Haris, Jl. Adam Malik, Jl.Sumatera, Jl. Bogor, dan Jl. Gatot Subroto.

Makanan tradisional yang beragam dan banyak sekali ditemui di setiap jalan kota Medan, menjadikan kota Medan semakin dikenal dengan wisata kulinernya.


(44)

Betapa tidak, apabila kita melihat di sekeliling kita, maka Anda akan meyadari bahwa banyak sekali orang berkunjung ke tempat-tempat tertentu di jalanan kota Medan. Mereka ingin menikmati makanan yang ada setelah menyelesaikan segala aktifitasnya.

Wisata kuliner telah menjadi bagian dalam diri masyarakat kota Medan setelah mereka menyadari bahwa betapa besarnya anugerah yang didapatkan dari dampak positif akan keberadaan keanekaragaman budaya mereka. Bisa kita simpulkan juga, itu sebabnya mengapa selama ini keadaan penduduk kota Medan hampir selalu kondusif dan aman sejahtera, karena hampir semuanya mulai memanfaatkan keadaan ini demi memperoleh rupiah.

Jelas sekali dari penjelasan di atas, bahwa makanan tradisional telah memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan wisata kuliner, yakni semakin banyak makanan tradisional ditawarkan dalam bentuk yang beragam dan rasa yang berbeda , maka akan semakin majulah wisata kuliner yang ada dan bahkan semakin diperluas penjualannya (dengan mengupayakan promosi ke luar negeri).

4.4. Peran Makanan Tradisional dalam Pengembangan Wisata Kuliner

Kota Medan kini dikenal bukan hanya karena ia merupakan kota terbesar di Sumatera Utara, akan tetapi mulai memperkenalkan dirinya karena kulinernya (wisata kuliner yang dimiliki). Kita semua mengenal bahwa kota Medan memiliki penduduk kurang lebih 2 juta dengan latar belakang yang berbeda dan beragam. Baik dari segi budaya, suku, pola pikir, dan sampai agama. Tidak terlepas dari itu semua, bahwa karena adanya keanekaragaman, maka dalam setiap budaya pasti ada sesuatu yang


(45)

unik dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi apabila dikelola dengan tepat dan sungguh-sungguh.

Sesuatu yang unik itu bisa terwujud ke dalam makanan, artefak, kesenian, dan bahasa. Kali ini kita sedang fokus pada wujud makanan tradisional yang beragam dan tersedia dalam beragam rasa dan warna. Makanan tradisional suku asli bangsa Indonesia yang ada di Medan (Jawa, Batak, Padang, Melayu, dan sebagainya) telah mampu mencuri perhatian pasar pariwisata dewasa ini.

Dulunya kebanyakan orang menilai bahwa makanan tradisional hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang berada di pedesaan ataupun khusus bagi mereka yang berkalangan menengah ke bawah, sedangkan yang selebihnya adalah orang-orang yang menikmati makanan cepat saji (fast-food) dan kebarat-baratan.

Kini, tampilan makanan tradisional semakin berkelas dan telah mulai diminati orang-orang kalangan atas juga termasuk para wisatawan dari luar negeri.

Makanan tradisional memiliki aneka rasa dan tampilan yang mampu menggoyangkan lidah setiap orang, sehingga mampu membuatnya merasa puas dengan menikmati makanan yang beraneka ragam itu Di mana-mana setiap orang membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, namun dewasa ini kebanyakan orang menikmati makanan tidak hanya menginginkan kepuasan lidah dan perut saja, akan tetapi ada rasa kepuasan dalam batin dan pikiran. Inilah yang dinamakan adanya pengalaman yang selalu dikenang dan tak terlupakan.

Sejumlah aneka ragam makanan tradisional dapat kita temui di Medan, di sepanjang jalan kota ini kita bisa menemukannya baik di mall, hotel, bahkan sampai kaki lima. Tergantung kepada kita mana yang dapat dijangkau, kita bisa menikmati


(46)

makanan tradisional dan kita juga harus bisa memilih tempat yang bersih dan nyaman.

Sering menjadi pertanyaan dalam hati kita, sebenarnya bagaimana peran makanan tradisional dalam pengembangan wisata kuliner di kota Medan? Tepat sekali jika Anda menjawab sebelumnya bahwa kedua hal ini memiliki hubungan yang sangat erat. Keberadaan makanan tradisional merupakan tolok ukur bagi lahirnya wisata kuliner di Medan. Tanpa adanya makanan tradisional yang khas, belum tentu bisa melahirkan wisata kuliner yang mantap dan berkembang. Mengenai wisata kuliner telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa lebih mengutamakan hasil pertanian dan diolah dengan bumbu asli suku bangsa Indonesia tanpa ada campuran dari bumbu luar negeri, dan tidak ada kompromi dalam pencampuradukan rasa antara makanan tradisional yang satu dengan yang lainnya. Setiap masakan suku tertentu memiliki ciri khas dan keunikan rasa yang berbeda (walaupun hampir ada kemiripan), misalnya sate Padang (bumbunya terasa lebih kental dan pedas) dan sate Madura (lebih mengutamakan rasa bumbu kacang yang kering dan gurih tapi tidak terlalu pedas).

Wisata kuliner yang lahir karena adanya makanan tradisional di kota Medan, semakin hari semakin berkembang karena adanya eksplorasi (penemuan resep-resep kelezatan yang lebih nikmat) dalam masakan tradisional disertai dengan penampilan yang semakin modern (tidak monoton gayanya). Jadi, jelas sekali bahwa makanan tradisional memiliki peran dalam pengembangan wisata kuliner (terlihat dari banyaknya kios jajanan di setiap ruas jalan) untuk menarik minat para wisatawan.


(47)

BAB V

PENUTUP

Terlahir sebagai perkampungan yang sangat harmoni, kini menjadi sesosok yang begitu menonjolkan dirinya karena adanya keragaman budaya terutama keragaman makanan tradisional sehingga memiliki keunggulan di bidang wisata kuliner yang semakin disukai oleh orang pendatang baik dari luar maupun dalam negeri. Dulunya kota Medan merupakan perkampungan bagi warga Muslim yang hanya hidup dalam satu dominasi saja, dan umum dihuni oleh suku Melayu.

Hingga pada akhirnya mengikuti perkembangan zaman dan peradaban manusia yang semakin jauh ke depan, menjadikan kota Medan serasa mempercantik diri dengan cara melakukan pemekaran sesuai dengan keadaan perubahan zaman. Semakin banyak jumlah penduduk yang bermukim di Medan, hingga mencapai sekitar 2 juta jiwa yang terdiri dari beragam suku dan bangsa. Keanekaragaman inilah yang menjadikan kota Medan mulai berpikir untuk menciptakan suatu image/gambaran diri untuk mengarah kepada status yang lebih maju dan menjadi metropolitan (kota besar yang memiliki sejumlah gedung pencakar langit serta memiliki banyak lapangan pekerjaan).

Menurut saya adapun upaya dalam menggalakkan dunia pariwisata terutama di bidang wisata kuliner, baik oleh pihak pemerintah ataupun masyarakat sendiri adalah dengan cara seperti berikut :


(48)

1. Melestarikan makanan tradisional masing – masing sehingga terhindar dari kontaminasi makanan barat.

2. Meningkatkan penghijauan kota dengan merawat taman-taman kota yang telah disediakan agar terhindar dari pencemaran udara (global warming / pemanasan global), guna meningkatkan kenyamanan bagi wisatawan agar lebih enak apabila menikmati makanan tradisional yang disediakan.

3. Meningkatkan kebersihan dan keteraturan di saat menjajakkan jualan.

4. Diuupayakan agar para pedagang kaki lima tidak ada di sekitar jalan besar ataupun taman kota karena akan sangat merusak pemandangan sehingga yang timbul adalah kesemerautan, usahakan agar ada tempat yang spesial bagi mereka berjualan.

5. Meningkatkan jumlah aparat keamanan di tiap jalan kota agar dapat menghindari tindak kriminal bahkan kemacetan lalu lintas (ada yang memantau jalan raya). 6. Lebih baik di tiap jalan tertentu (jalan-jalan utama jalur angkot ataupun jalur

khusus pejalan kaki) disediakan tong sampah agar tidak ada lagi sampah yang berserakan, dan dapat mengurangi beban para pekerja kebersihan.

7. Bila perlu setiap minggu wajib diadakan pentas seni dan budaya di balai kota agar orang – orang yang berasal dari luar kota bahkan luar negeri tahu mengenai kebudayaan apa saja yang ada di kota Medan.

8. Dengan adanya tv swasta lokal yaitu Deli TV akan mampu membuka mata kita kalau Medan juga dapat berperan dalam pengembangan teknologi dan diupayakan agar lebih maju dari kota lainnya.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

4. Pendit, Nyoman S. 2003. Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta. Pradnya Pramita

5. Khodyat, H. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta. PT. Gramedia Widiasarana

6. Wikipedia Bahasa Indonesia, Kota Medan,

2009

7. International Culinary Tourism Association, Culinary Tourism,

8. Ardiansyah, Medan The Real Trully City of Asia, Maret 2009

9. Gus Wai, Wisata Kuliner di Kota Medan,

2009

10. Ardiansyah, Tempat Makan Enak di Kota Medan,

11.

Maret 2009

Bayu Listiaji, Wisata Sumatera Utara : Tempat Makan di Medan,


(50)

D a fta r Riw a ya t H id u p

N a m a : Ira Ad e So fia L.To bin g

Te m p at/ Ta n gga l La h ir : Me d a n , 2 7 Ma re t 19 8 7

Ala m at : J l. Sriw ijaya No . 6 5 A/ 6 2 , Me d a n

Aga m a : Kris te n Pro te s ta n

J e n is Ke lam in : Pe re m pu a n

H o bby : Be rm a in Mu s ik

Pe n d idikan

SD : Sw as ta Ta ru n a An d a la n Ria u

( 19 9 3 -19 9 9 )

SLTP : Sw as ta ST. Th o m a s 3 Me d a n

( 19 9 9 -2 0 0 2 )

SMU : N e ge ri 4 Me d a n ( 2 0 0 2 -2 0 0 5 )

D -III Pa riw is a ta U SU ( 2 0 0 6 -2 0 0 9 )

N a m a Ora n g Tu a

Ayah : SM. L.To bin g

Ibu : Me rry br. Sitan gga n g

Pe ke rja a n Ora n g Tu a

Ayah : Pe ga w ai Sw as ta

Ibu : W ira s w a s ta


(1)

unik dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi apabila dikelola dengan tepat dan sungguh-sungguh.

Sesuatu yang unik itu bisa terwujud ke dalam makanan, artefak, kesenian, dan bahasa. Kali ini kita sedang fokus pada wujud makanan tradisional yang beragam dan tersedia dalam beragam rasa dan warna. Makanan tradisional suku asli bangsa Indonesia yang ada di Medan (Jawa, Batak, Padang, Melayu, dan sebagainya) telah mampu mencuri perhatian pasar pariwisata dewasa ini.

Dulunya kebanyakan orang menilai bahwa makanan tradisional hanya dapat dinikmati oleh orang-orang yang berada di pedesaan ataupun khusus bagi mereka yang berkalangan menengah ke bawah, sedangkan yang selebihnya adalah orang-orang yang menikmati makanan cepat saji (fast-food) dan kebarat-baratan.

Kini, tampilan makanan tradisional semakin berkelas dan telah mulai diminati orang-orang kalangan atas juga termasuk para wisatawan dari luar negeri.

Makanan tradisional memiliki aneka rasa dan tampilan yang mampu menggoyangkan lidah setiap orang, sehingga mampu membuatnya merasa puas dengan menikmati makanan yang beraneka ragam itu Di mana-mana setiap orang membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, namun dewasa ini kebanyakan orang menikmati makanan tidak hanya menginginkan kepuasan lidah dan perut saja, akan tetapi ada rasa kepuasan dalam batin dan pikiran. Inilah yang dinamakan adanya pengalaman yang selalu dikenang dan tak terlupakan.

Sejumlah aneka ragam makanan tradisional dapat kita temui di Medan, di sepanjang jalan kota ini kita bisa menemukannya baik di mall, hotel, bahkan sampai kaki lima. Tergantung kepada kita mana yang dapat dijangkau, kita bisa menikmati


(2)

makanan tradisional dan kita juga harus bisa memilih tempat yang bersih dan nyaman.

Sering menjadi pertanyaan dalam hati kita, sebenarnya bagaimana peran makanan tradisional dalam pengembangan wisata kuliner di kota Medan? Tepat sekali jika Anda menjawab sebelumnya bahwa kedua hal ini memiliki hubungan yang sangat erat. Keberadaan makanan tradisional merupakan tolok ukur bagi lahirnya wisata kuliner di Medan. Tanpa adanya makanan tradisional yang khas, belum tentu bisa melahirkan wisata kuliner yang mantap dan berkembang. Mengenai wisata kuliner telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa lebih mengutamakan hasil pertanian dan diolah dengan bumbu asli suku bangsa Indonesia tanpa ada campuran dari bumbu luar negeri, dan tidak ada kompromi dalam pencampuradukan rasa antara makanan tradisional yang satu dengan yang lainnya. Setiap masakan suku tertentu memiliki ciri khas dan keunikan rasa yang berbeda (walaupun hampir ada kemiripan), misalnya sate Padang (bumbunya terasa lebih kental dan pedas) dan sate Madura (lebih mengutamakan rasa bumbu kacang yang kering dan gurih tapi tidak terlalu pedas).

Wisata kuliner yang lahir karena adanya makanan tradisional di kota Medan, semakin hari semakin berkembang karena adanya eksplorasi (penemuan resep-resep kelezatan yang lebih nikmat) dalam masakan tradisional disertai dengan penampilan yang semakin modern (tidak monoton gayanya). Jadi, jelas sekali bahwa makanan tradisional memiliki peran dalam pengembangan wisata kuliner (terlihat dari banyaknya kios jajanan di setiap ruas jalan) untuk menarik minat para wisatawan.


(3)

BAB V

PENUTUP

Terlahir sebagai perkampungan yang sangat harmoni, kini menjadi sesosok yang begitu menonjolkan dirinya karena adanya keragaman budaya terutama keragaman makanan tradisional sehingga memiliki keunggulan di bidang wisata kuliner yang semakin disukai oleh orang pendatang baik dari luar maupun dalam negeri. Dulunya kota Medan merupakan perkampungan bagi warga Muslim yang hanya hidup dalam satu dominasi saja, dan umum dihuni oleh suku Melayu.

Hingga pada akhirnya mengikuti perkembangan zaman dan peradaban manusia yang semakin jauh ke depan, menjadikan kota Medan serasa mempercantik diri dengan cara melakukan pemekaran sesuai dengan keadaan perubahan zaman. Semakin banyak jumlah penduduk yang bermukim di Medan, hingga mencapai sekitar 2 juta jiwa yang terdiri dari beragam suku dan bangsa. Keanekaragaman inilah yang menjadikan kota Medan mulai berpikir untuk menciptakan suatu image/gambaran diri untuk mengarah kepada status yang lebih maju dan menjadi metropolitan (kota besar yang memiliki sejumlah gedung pencakar langit serta memiliki banyak lapangan pekerjaan).

Menurut saya adapun upaya dalam menggalakkan dunia pariwisata terutama di bidang wisata kuliner, baik oleh pihak pemerintah ataupun masyarakat sendiri adalah dengan cara seperti berikut :


(4)

1. Melestarikan makanan tradisional masing – masing sehingga terhindar dari kontaminasi makanan barat.

2. Meningkatkan penghijauan kota dengan merawat taman-taman kota yang telah disediakan agar terhindar dari pencemaran udara (global warming / pemanasan global), guna meningkatkan kenyamanan bagi wisatawan agar lebih enak apabila menikmati makanan tradisional yang disediakan.

3. Meningkatkan kebersihan dan keteraturan di saat menjajakkan jualan.

4. Diuupayakan agar para pedagang kaki lima tidak ada di sekitar jalan besar ataupun taman kota karena akan sangat merusak pemandangan sehingga yang timbul adalah kesemerautan, usahakan agar ada tempat yang spesial bagi mereka berjualan.

5. Meningkatkan jumlah aparat keamanan di tiap jalan kota agar dapat menghindari tindak kriminal bahkan kemacetan lalu lintas (ada yang memantau jalan raya). 6. Lebih baik di tiap jalan tertentu (jalan-jalan utama jalur angkot ataupun jalur

khusus pejalan kaki) disediakan tong sampah agar tidak ada lagi sampah yang berserakan, dan dapat mengurangi beban para pekerja kebersihan.

7. Bila perlu setiap minggu wajib diadakan pentas seni dan budaya di balai kota agar orang – orang yang berasal dari luar kota bahkan luar negeri tahu mengenai kebudayaan apa saja yang ada di kota Medan.

8. Dengan adanya tv swasta lokal yaitu Deli TV akan mampu membuka mata kita kalau Medan juga dapat berperan dalam pengembangan teknologi dan diupayakan agar lebih maju dari kota lainnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

4. Pendit, Nyoman S. 2003. Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta. Pradnya Pramita

5. Khodyat, H. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta. PT. Gramedia Widiasarana

6. Wikipedia Bahasa Indonesia, Kota Medan,

2009

7. International Culinary Tourism Association, Culinary Tourism,

8. Ardiansyah, Medan The Real Trully City of Asia, Maret 2009

9. Gus Wai, Wisata Kuliner di Kota Medan,

2009

10. Ardiansyah, Tempat Makan Enak di Kota Medan,

11.

Maret 2009

Bayu Listiaji, Wisata Sumatera Utara : Tempat Makan di Medan,


(6)

D a fta r Riw a ya t H id u p

N a m a : Ira Ad e So fia L.To bin g

Te m p at/ Ta n gga l La h ir : Me d a n , 2 7 Ma re t 19 8 7

Ala m at : J l. Sriw ijaya No . 6 5 A/ 6 2 , Me d a n

Aga m a : Kris te n Pro te s ta n

J e n is Ke lam in : Pe re m pu a n

H o bby : Be rm a in Mu s ik

Pe n d idikan

SD : Sw as ta Ta ru n a An d a la n Ria u

( 19 9 3 -19 9 9 )

SLTP : Sw as ta ST. Th o m a s 3 Me d a n

( 19 9 9 -2 0 0 2 )

SMU : N e ge ri 4 Me d a n ( 2 0 0 2 -2 0 0 5 )

D -III Pa riw is a ta U SU ( 2 0 0 6 -2 0 0 9 )

N a m a Ora n g Tu a

Ayah : SM. L.To bin g

Ibu : Me rry br. Sitan gga n g

Pe ke rja a n Ora n g Tu a

Ayah : Pe ga w ai Sw as ta

Ibu : W ira s w a s ta