koagulasi pada PK memiliki sensitivitas 90 dan spesifitas 78 untuk menentukan perlunya perawatan di rumah sakit.
9
2.2. Fisiologi dan Jalur Pathway Koagulasi
Pada Gambar 2.2.1. menunjukan jalur pathway koagulasi, yang terdiri dari dua jalur yakni jalur instinsik dan jalur ekstrinsik. Dimana pada jalur
insrinsik yang ditimbulkan oleh adanya fase kontak dan pembentukan kompleks activator FX. Kemudian jalur ini akan meliputi diaktifkannya F XII, F XI, F IX,
F VIII, High Molecular Weight Kiminogen HMWK, Pre Kalikrein, PF 3 platelet factor 3 dan ion kalsium. Sedangkan pada jalur ekstrinsik terdiri dari
reaksi tunggal yaitu dengan adanya ion kalsium, faktor kalikrein dan faktor tromboplastin jaringan oleh karena adanya pembuluh darah yang luka, maka
faktor VII akan teraktifasi menjadi faktor VIIa. Kemudian kedua jalur ini akan bergabung menjadi jalur bersama, yaitu faktor VIIa jalur ekstrinsik, faktor IXa,
PF3, ion Ca jalur instrinsik akan mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa serta melibatkan faktor V, PF3, protrombin dan fibrinogen. Rangkaian reaksi koagulasi
ini akan membentuk thrombin dan mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang tidak larut. Fibrin sebagai hasil akhir dari proses pembekuan darah
akan menstabilkan sumbatan trombosit.
18,19
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2.1. Escobar CE, et al., Introduction to hemostasis. In: Harmening DM, ed.
Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. 4th ed. Philadelphia, PA: FA Davis Company; 2002:441-470.
2.3. Antithrombin III AT-III
Sistem koagulasi diatur oleh sejumlah inhibitor. Inhibitor ini berfungsi membatasi reaksi koagulasi yang berlebihan, agar pembentukan fibrin terbatas
disekitar daerah yang mengalami injuri saja untuk mencegah terjadinya kondisi patologi. Beberapa inhibitor penting dalam sistem koagulasi yaitu AT-III,
Protein C, Protein S.
20
AT-III
Universitas Sumatera Utara
AT-III merupakan inhibitor koagulasi fisiologik yang kuat, terdiri atas glikoprotein yang disintesa oleh hepar, AT-III menghambat aktivitas FXa, FIIa
thrombin dan dalam tingkatan yang lebih rendah juga menghambat faktor IXa, XIa,XIIa dan kalikrein. Fungsi inhibitor ini menjadi semakin kuat dengan adanya
heparin. Antithrombin memiliki waktu paruh dalam plasma darah sekitar 3 hari. Konsentrasi nilai AT-III normal pada plasma darah manusia sekitar 75–125 Udl
atau 75–125. Temuan pertama yang penting dari penelitian Agapakis dkk. adalah bahwa
nilai AT-III menurun secara bermakna pada pasien dengan PK berat, meskipun nilai AT-III tidak berbeda antara semua pasien PK dengan subjek kontrol sehat.
AT-III mengikat dan menghambat aktivasi protein koagulasi dan menurunnya nilai AT-III dihubungkan dengan peningkatan risiko thrombosis.
19
Hal ini diketahui bahwa endotelium pembuluh darah paru memainkan peranan penting dalam katabolisme AT-III.
9
21
Di sisi lain, gangguan proses di alveolar yang disebabkan gangguan pembentukan fibrin telah dilaporkan pada
pasien dengan pneumonia.
22
Pembentukan fibrin yang berisi agen infeksi saat terjadi infeksi paru dapat mempengaruhi kekebalan pejamu dan juga
mempengaruhi pemeliharaan dan perbaikan endotel-epitel barrier. Namun, hasil akhir koagulasi seperti trombin dan fibrin merupakan proinflamator signifikan
yang dapat mengganggu fungsi paru, seperti yang mungkin terjadi pada ARDS berat.
23
Choi dkk melaporkan bahwa ventilator terkait pneumonia VAP ditandai dengan keadaan protrombotik di lokasi infeksi.
Namun hubungan antara AT-III dengan PK berat tidak ada yang spesifik telah dilaporkan pada studi sebelumnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa
rendahnya nilai AT-III saat masuk dapat mengidentifikasi pasien beresiko PK berat. Oleh karena itu, AT-III mungkin merupakan biomarker baru untuk
memprediksi tingkat keparahan PK. Penurunan antikoagulan alami ini dapat memfasilitasi terjadinya thrombosis.
24
9
Universitas Sumatera Utara
2.4. Skor Klinis Pneumonia