49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
a. Lokasi Sekolah
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Giwangan yang merupakan Sekolah Dasar Negeri inklusi. Berlokasi di jalan Tegalturi no. 45,
Umbulharjo, tidak jauh dari terminal Giwangan Yogyakarta. Kompleks SD Negeri Giwangan Yogyakarta sebelumnya terdiri
dari 2 sekolah yaitu SD Negeri Nitikan I dan SD Negeri Giwangan. SD Negeri Nitikan I semula merupakan SD Terpadu. Saat terjadi gempa
pada 26 Desember 2006, gedung SD Negeri Nitikan I dan SD Negeri Giwangan roboh total. Semenjak itu, kedua SD Negeri tersebut
kemudian di-regrouping menjadi SD Negeri Giwangan Yogyakarta. Kompleks sekolah berada di tengah kepadatan kota Yogyakarta
dan gedung perkantoran. Hal ini menyebabkan udara disekitar sekolah kurang segar karena tercemar polusi dari asap kendaraan bermotor.
Oleh karena itu, sekolah menanam beberapa tanaman untuk menyegarkan udara di lingkungan sekolah.
b. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah
1 Visi
“Unggul dalam prestasi, berbudaya, berwawasan lingkungan, berdasar iman dan taqwa.”
50 2
Misi a
Peningkatan kualitas manajemen berbasis sekolah. b
Peningkatan profesionalisme tenaga pendidik. c
Peningkatan kualitas proses belajar mengajar. d
Peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
e Peningkatan sarana dan prasarana belajar.
f Peningkatan kegiatan ekstrakurikuler.
g Peningkatan sistem informasi manajemen.
h Peningkatan partisipasi masyarakat.
i Melaksanakan pendidikan berbasis lingkungan hidup.
j Melaksanakan pendidikan berbasis teknologi informatika.
k Melaksanakan pendidikan untuk semua education for all.
3 Tujuan
a Dapat mengamalkan ajaran agama hasil proses pembelajaran
pada kegiatan pembiasaan. b
Meraih prestasi akademik maupun non akademik minimal tingkat kecamatan.
c Menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai bekal untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. d
Menjadi sekolah pelopor dan penggerak di lingkungan masyarakat sekitar.
e Menjadi sekolah yang diminati di masyarakat.
51 f
Menjadi sekolah berwawasan lingkungan hidup education school of development.
g Menjadi sekolah berwawasan budaya.
h Terwujudnya hubungan harmonis dan dinamis baik dalam
sekolah maupun dengan masyarakat. c.
Deskripsi subjek penelitian Nama
: Ya Jenis kelamin
: Laki-laki Pekerjaan
: guru kelas III A SD Negeri Giwangan Yogyakarta.
Latar belakang pendidikan : S1
Ya sebagai subjek merupakan seorang guru kelas, diangkat menjadi PNS pada tahun 1979. Beliau mengampu kelas III A dan
baru dua tahun terakhir ini mengajar di SD Negeri Giwangan Yogyakarta. Sebelum mengajar di SD Negeri Giwangan, beliau
mengajar di SD Negeri Karang Waru selama 15 tahun dan kemudian menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SD Negeri di
Yogyakarta baik SD Negeri umum maupun SD Negeri inklusi. Setiap hari beliau berangkat dengan menggunakan mobil. Jarak rumah
dengan sekolah yang dekat membuat Ya selalu datang pagi dan menyapa siswa-siswinya di gerbang sekolah. Suara Ya yang lantang
saat menyampaikan materi dan memberi pertanyaan, membuat seluruh siswa bisa mendengar dengan jelas apa yang disampaikan.
52 Akan tetapi penguasaan kelasnya masih kurang, karena dalam
kelas masih sering siswa gaduh dan tidak mengerjakan sesuai instruksi yang disampaikan. Hal ini juga berkaitan dengan kondisi
siswanya, karena kelas III A ini memiliki siswa ABK yang lebih banyak dibanding di kelas lain. Idealnya dalam satu kelas inklusi
memiliki maksimal tiga siswa ABK, akan tetapi di kelas III A yang diampu oleh Ya memiliki empat siswa ABK.
Dalam mengajar terkadang Ya menggunakan mediaalat peraga untuk menyampaikan materi pembelajaran, akan tetapi belum efektif
karena terhambat dengan ketersediaan media yang ada di sekolah. Ya sering mengulang materi karena ada siswa
yang masih bingungbelum jelas, bahkan pernah dalam satu hari penuh hanya
diisi satu mata pelajaran karena siswa belum memahami materimasih bingung terhadap materi yang diajarkan.
Berdasarkan observasi, metode yang digunakan Ya dalam pembelajaran sehari-hari kurang bervariasi. Ya sering menggunakan
ceramah dan tanya jawab dalam penyampaian materi kemudian meminta siswa untuk mengerjakan soal.
2. Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan observasi, dokumentasi dan wawancara dengan guru kelas III A di SD Negeri Giwangan Yogyakarta didapatkan hasil penelitian
dalam pelaksanaan dan hambatan-hambatan dalam pembelajaran serta
53 manajemen pendidikan inklusif. Berikut merupakan deskripsi hasil
penelitian yang diperoleh peneliti. a.
Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas Inklusi Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, peneliti
mendapatkan hasil bahwa kegiatan awal pada pembelajaran telah dirancang dengan baik oleh guru. Dalam mengawali pembelajaran
guru selalu memberi salam terlebih dahulu pada siswa kemudian mempresensi kehadiran siswa. Ketika memulai pembelajaran, guru
mengalami hambatan dalam memusatkan perhatian siswa. Guru senantiasa memanggil siswa ABK untuk memusatkan perhatian
sebelum guru memulai pembelajaran. Apersepsi dan memotivasi siswa juga dirancang dengan baik oleh guru, meski dalam kegiatan
pembelajaran guru tidak selalu menyampaikan kepada siswa. Guru juga selalu mengulang secara singkat materi yang telah diajarkan pada
pertemuan sebelumnya untuk meningkatkan pemahaman siswa. Pada kegiatan mengajukan permasalahan untuk mengarahkan siswa ke
materi yang akan diajarkan dilakukan oleh guru dengan menyesuaikan pada materi yang akan dipelajari.
Ya : “Disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, pengelolaan materi
untuk siswa normal dilakukan sesuai kurikulum, silabus, dan RPP, akan tetapi materi untuk siswa ABK dikelola oleh guru bersama GPK
sekolah dengan disesuaikan dengan tingkat kemampuan masing-
54 masing siswa ABK. Namun berdasarkan hasil observasi, siswa yang
hiperaktif mendapat materi sama seperti siswa normal lain sedangkan siswa slow learner dan siswa tuna grahita mendapat materi atau
mengerjakan tugas yang sama satu sama lain. Seperti pada materi luas dan keliling bangun persegi dan persegi panjang, siswa normal dan
siswa hiperaktif mengerjakan soal menghitung luas dan keliling bangun persegi dan persegi panjang, sedangkan siswa slow learner
dan tuna grahita hanya diminta menggambar bangun persegi dan persegi panjang sama seperti yang ada di buku. Dalam mengerjakan
tugas dari guru, siswa normal mengerjakan di meja masing-masing. Untuk siswa ABK, terkadang guru menunggui satu persatu siswa
ABK di mejanya atau guru meminta siswa ABK membawa kursi mereka ke meja guru kemudian duduk mengelilingi meja guru dan
dibimbing oleh guru dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Strategi dan metode pembelajaran yang diterapkan guru sesuai
dengan kurikulum yang berlaku. Berdasarkan hasil observasi strategi yang diterapkan guru adalah strategi ekspositori dimana guru
menyampaikan materi kepada siswa. Ya
: “Strategi yang dilakukan adalah menyampaikan materi kemudian memberikan siswa soal atau permasalahan
untuk mereka selesaikan baik secara individu atau diskusi dengan teman semeja
”. Metode yang digunakan oleh guru diantaranya adalah ceramah, tanya
jawab, demonstrasi, dan pemberian tugas. Guru tidak menggunakan media dalam pembelajaran selama penelitian berlangsung.
55 Ya
: “Metode sesuai yang ada di kurikulum saja, mbak. Seperti ceramah, diskusi dengan teman semeja, tanya jawab,
pemberian tugas, dan demonstrasi ”.
Berdasarkan pada penuturan guru, guru hanya memanfaatkan
media yang disediakan oleh sekolah. Dalam RPP, guru
mencantumkan media yang digunakan untuk pembelajaran. Akan tetapi saat melaksanakan pembelajaran, guru tidak menggunakan
media. Hal tersebut dikarenakan media untuk materi yang diajarkan saat penelitian berlangsung tidak tersedia sehingga guru tidak
menggunakan media dalam pembelajaran. Selama pembelajaran berlangsung, guru senantiasa memberikan bantuan kepada setiap
siswa yang membutuhkan dan secara intensif membimbing siswa ABK dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.
Pada akhir kegiatan pembelajaran, tidak terlihat kegiatan guru dalam menegaskan inti-inti dari materi yang telah dipelajari kepada
siswa dalam memperkuat tujuan pembelajaran. Namun guru selalu memastikan apakah siswa sudah memahami atau belum materi yang
diajarkan. Evaluasi dilakukan jika materi yang diajarkan sudah selesai dan diaksanakan dalam ulangan harian, ujian tengan semester, ujian
semester, dan ujian kenaikan kelas. Evaluasi berbentuk tes tertulis dengan soal yang berbeda untuk siswa normal dan siswa ABK. Soal
tes untuk masing-masing siswa ABK juga dibuat berbeda karena disesuaikan dengan tingkat kemampuan masing-masing siswa ABK.
56 Ya
: “Evaluasi biasanya berbentuk tes tertulis, tapi untuk siswa ABK, soal tes dibuat berbeda dengan siswa normal
karena disesuaikan dengan pencapaian kemampuannya”. Berdasarkan pada observasi, selama penelitian dilaksanakan, guru
tidak melakukan evaluasi. Meski demikian, guru telah merancang evaluasi di dalam RPP yang disusun. Sebagai tindak lanjut yang
dilakukan oleh guru, bagi siswa yang belum mencapai KKM, akan dilakukan pendalaman materi kemudian dilaksanakan ujian ulang.
Guru juga selalu meminta siswa untuk mempelajari materi baik yang telah dipelajari atau yang akan dipelajari di hari berikutnya secara
mandiri di rumah masing-masing agar siswa lebih memahami materi pelajaran.
b. Hambatan yang Dialami Guru Kelas Inklusi
Hambatan yang dialami guru yang bersumber dari siswa diantaranya adalah siswa kurang memperhatikan pelajaran dan
penjelasan yang diberikan guru karena kurang termotivasi untuk belajar. Untuk menghadapi hal tersebut, guru harus bisa memotivasi
siswa agar siswa termotivasi untuk mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh. Siswa juga sering tidak berkonsentrasi saat guru
memberikan pelajaran. Ketika guru menyampaikan materi, siswa cenderung mengobrol dengan siswa lain dan mengabaikan guru. Oleh
karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut guru mengatur siasat dengan cara memelankan suara ketika siswa mulai gaduh saat guru
menyampaikan materi. Selain itu, guru akan memberikan pertanyaan
57 secara tiba-tiba kepada siswa yang tengah mengobrol seputar materi
yang disampaikan. Hal tersebut efektif untuk membuat siswa berkonsentrasi pada apa yang disampaikan guru.
Ya : “Siswa jika diterangkan, mereka tidak mau kalah dengan
gurunya dan ikut menerangkan mengobrol dengan siswa lain. Jika kita bersuara keras, mereka ikut mengeraskan
suara. Jadi,
guru memelankan
suara ketika
menyampaikan materi atau menerangkan sehingga siswa akan berkonsentrasi pada apa yang disampaikan guru.
Juga menunjuk siswa yang sedang mengobrol untuk menjawab
pertanyaan, sehingga
siswa kembali
konsentrasi pada pelajaran ”.
Untuk meningkatkan prestasi siswa, selain mempelajari materi
pelajaran di sekolah, guru juga meminta siswa untuk belajar di rumah. Siswa juga selalu diberi soal-soal latihan agar siswa lebih memahami
materi pelajaran untuk meningkatkan prestasi siswa. Guru tidak merasakan hambatan yang berarti dalam meningkatkan rasa percaya
diri siswa. Meski dalam beberapa kesempatan siswa terlihat enggan untuk
menampilkan hasil
kerjanya dihadapan
teman-teman sekelasnya, namun hal tersebut dapat diatasi dengan baik oleh guru.
Mengingat di kelas III A merupakan kelas inklusi dimana terdapat siswa ABK, tentu selain terdapat perbedaan intelegensi diantara siswa
normal juga terdapat perbedaan intelegensi yang mencolok antara siswa normal dengan siswa ABK terutama siswa slow learner dan
siswa tunagrahita. Hal tersebut menghambat guru dalam penyampaian materi karena tidak bisa menyamaratakan materi kepada semua siswa.
Oleh karena itu, guru harus bisa memahami perbedaan masing-masing
58 siswanya kemudian membantu siswa mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Ya
:”Setiap siswa itu kan beda-beda intelegensinya, hambatannya itu kita harus bisa memahami perbedaan
tersebut dan membantu masing-masing siswa untuk mengembangkannya”.
Hambatan yang juga dirasakan oleh guru adalah perbedaan sikap
masing-masing siswa terhadap belajar. Oleh karenanya, guru harus dapat menanamkan kepada siswa akan pentingnya belajar dan
merancang pembelajaran yang menyenangkan agar siswa tertarik untuk rajin belajar. Selain sikap terhadap belajar, kebiasaan siswa
dalam belajar tentu berbeda antara siswa satu dengan siswa lain. Untuk menghadapi perbedaan kebiasaan belajar masing-masing siswa
agar tidak menghambat pembelajaran di kelas, selain belajar di kelas guru juga meminta siswanya untuk belajar sendiri di rumah sesuai
dengan kebiasaan masing-masing siswa dalam belajar. Ya
: “Kebiasaan belajar masing-masing siswa itu kan berbeda-
beda, ya mbak. Kalau mau diseragamkan di kelas itu tidak mungkin dilakukan, jadi siswa saya minta belajar
sendiri di rumah kemudian saat di kelas siswa saya beri soal-soal juga kesempatan untuk bertanya yang mereka
belum paham”. Selain mendapat hambatan yang bersumber dari siswa, guru juga
mendapat hambatan dari lingkungan, baik itu lingkungan sekolah juga lingkungan keluarga siswa. Hambatan yang dialami guru yang
bersumber dari lingkungan sekolah diantaranya adalah guru harus selalu menyesuaikan dengan kurikulum yang berubah-ubah. Selain
59 itu, guru juga harus bisa memilih dan menerapkan metode yang tepat
sesuai dengan materi dan kemampuan siswa. Guru juga harus pandai dalam memanfaatkan media untuk membantu menyampaikan materi
kepada siswa. Akan tetapi, pemanfaatan media dalam pembelajaran terhambat oleh ketersediaan media yang disediakan sekolah.
Ya :”Media hanya memanfaatkan yang disediakan oleh
sekolah meski masih belum memadai”. Sedangkan dalam pengelolaan materi, guru tidak merasakan
adanya hambatan yang berarti. Hanya saja selain menyiapkan materi untuk siswa normal, guru juga harus menyiapkan materi untuk siswa
ABK. Ya
: ”Untuk materi, saya rasa tidak ada hambatan, ya mbak.
Ikuti saja yang sudah ditentukan dalam kurikulum yang berlaku kemudian dijabarkan dalam RPP. Untuk ABK
diberi materi sendiri sesuai kemampuan mereka”. Adapun hambatan yang dialami guru yang bersumber dari
lingkungan keluarga siswa diantaranya adalah perbedaan kemampuan ekonomi orang tua masing-masing siswa. Terlihat dari perlengkapan
sekolah yang dibawa atau dipakai siswa. Siswa dari keluarga yang serba berkecukupan memiliki perlengkapan sekolah yang lengkap dan
bagus-bagus, sedangkan siswa dari keluarga yang kurang mampu memiliki perlengkapan sekolah yang seadanya. Oleh karena itu,
muncul sikap untuk membeda-bedakan dalam bergaul diantara siswa berdasarkan pada perbedaan ekonomi keluarga masing-masing siswa.
Disinilah guru berperan untuk menanamkan pemahaman kepada siswa
60 agar mau bergaul dengan siswa lain tanpa membeda-bedakan
berdasarkan pada perbedaan ekonomi keluarga siswa. Guru juga menerapkan peraturan agar siswa tidak membawa perlengkapan
berlebih atau barang-barang yang tidak diperlukan dalam
pembelajaran agar tidak terjadi kecemburuan diantara siswa. Dalam hal kurangnya perhatian orang tua terhadap siswa sehingga
menghambat kelancaran kegiatan pembelajaran tidak tampak terjadi di kelas III A ini. Jika ada siswa yang kurang mendapat perhatian dari
orang tuanya, guru sebagai orang tua siswa di sekolah harus memberikan perhatian kepada siswa dengan lebih intensif dan
mendiskusikan kepada orang tua siswa untuk mendapat penyelesaian. Ya
: ”Jika memang ada siswa yang kurang mendapat perhatian
dari orang tuanya, guru harus lebih memberi perhatian dan pemahaman kepada siswa”.
Setiap orang tua pasti menginginkan dan mengharapkan anaknya
bisa sama atau bahkan lebih berprestasi dari anak lain. Hal tersebut juga dirasakan oleh orang tua dari siswa ABK. Akan tetapi hal
tersebut tidak tampak di kelas III A. Karena sejak awal orang tua siswa telah diberitahu kemampuan masing-masing anaknya terutama
orang tua dari siswa ABK. Ya
:”Kita harus bisa memberikan pemahaman kepada orang tua siswa mengenai kemampuan anaknya. Orang tua tidak
boleh memaksakan kehendaknya jika kemampuan anak tidak dapat mencapai itu, sebaliknya guru dan orang tua
harus bekerja sama untuk menggali dan mengembangkan
potensi yang dimiliki anak”.
61 Selanjutnya, guru juga mengalami hambatan dalam hal
pengelolaan kelas pada pelaksanaan pembelajaran. Sebenarnya, dalam mengajar di kelas inklusi, tidak jauh berbeda dengan mengajar di
kelas pada umumnya. Bedanya hanya pada keberadaan ABK di dalam kelas bersama dengan siswa normal. Siswa di kelas juga sering gaduh
apalagi jika guru sedang keluar kelas. Dalam mengelola materi pembelajaran di kelas, jika disamaratakan dengan siswa normal, jelas
yang ABK tidak bisa mengikuti, jadi selain guru menyiapkan materi untuk siswa normal, guru juga harus menyiapkan materi khusus untuk
ABK. Membedakan kemampuan masing-masing siswa penting untuk
dilakukan guru. Ketika guru lebih mencurahkan perhatian kepada ABK seperti menunggui dan membimbing dalam menyelesaikan
tugas, tidak sedikit siswa normal yang merasa iri. Bahkan beberapa orang tua sempat mengajukan protes kepada guru karena orang tua
menilai guru pilih kasih. Jadi, guru berusaha memberikan pemahaman kepada siswa dan orang tua siswa untuk bisa menerima dan
memahami kebutuhan ABK dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan bersikap adil terhadap seluruh siswa.
Berdasarkan hasil observasi, dalam melaksanakan pembelajaran di kelas inklusi, guru dituntun untuk lebih telaten dalam menghadapi
siswanya terutama siswa ABK. Ketelatenan guru dalam melayani siswa ABK terlihat saat guru memberikan tugas kepada siswa ABK
62 yaitu menggambar bangun persegi dan persegi panjang. Guru
meminta siswa ABK membawa kursi masing-masing ke meja guru dan siswa ABK duduk mengelilingi meja guru. Guru secara intensif
membimbing siswa ABK menyelesaikan tugas yang diberikan. Akan tetapi guru tetap memantau siswa lain agar siswa tetap bertanggung
jawab menyelesaikan soal yang diberikan guru kepada siswa. Guru juga selalu siaga menegur siswa yang mengganggu siswa lain agar
tetap fokus dalam menyelesaikan soal. Pengetahuan tentang bagaimana memperlakukan siswa ABK di
kelas juga perlu diketahui dan diterapkan oleh guru. Dalam hal ini, guru senantiasa bekerjasama dengan GPK sekolah untuk memberikan
pelayanan terbaik bagi siswa ABK. Selain GPK sekolah, ada juga GPK dari wali siswa yang mendampingi siswa ABK secara pribadi
saat pembelajaran di kelas. GPK dari wali siswa yang mendampingi siswa ABK secara pribadi memang dirasa guru sangat membantu
dalam proses pembelajaran di kelas yaitu untuk membantu mengkondisikan siswa agar situasi pembelajaran tetap terkendali.
Akan tetapi, GPK wali siswa juga memberikan hambatan bagi guru. Hambatan tersebut diantaranya adalah ketika siswa ABK didampingi
secara pribadi oleh GPK, tinggi harapan orang tua agar anaknya bisa normal. Oleh karena harapan yang tinggi dan tuntutan dari orang tua
siswa ABK, membuat GPK terkadang menjadi tidak sabaran sehingga
63 GPK memberikan pendampingan tidak sesuai porsinya tetapi sesuai
kehendaknya agar pendampingan yang dilakukannnya ada hasilnya. Guru dituntut untuk lebih sabar dalam mengajar di kelas inklusi
karena selain menghadapi siswa normal, guru juga menghadapi siswa ABK. Berdasarkan pemaparan guru, siswa ABK sebaiknya dilatih dan
bukan dididik. Hal teresbut berkaitan dengan keterbatasan yang ada pada siswa ABK. Dengan ketelatenan dalam melatih siswa ABK,
diharapkan agar potensi yang dimiliki siswa ABK dapat terlihat. Guru juga harus berusaha memberikan semua yang terbaik agar siswa
normal dan siswa ABK mendapat perhatian dan pelayanan yang merata.
B. Pembahasan