11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Mengenai Anak Berkebutuhan Khusus
1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus ABK, diantaranya yaitu anak penyandang cacat,
anak luar biasa, anak berkelainan, dan lain sebagainya. Menurut Hallahan dan Kauffman Abdul Hadis, 2006: 5, anak berkebutuhan khusus
didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara
sempurna. Geniofam 2010: 11 mendefinisikan ABK adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda pada umumnya tanpa selalu
menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Anak dengan kelainan khusus memiliki hambatan belajar dan
hambatan perkembangan barrier to learning and development. Oleh sebab itu, mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan
hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang dialami oleh masing- masing anak. Dari pengertian yang telah dipaparkan, maka dapat
disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus diartikan sebagai anak yang memiliki kelainan dalam hal fisik, mental-intelektual, sosial, dan
emosional sehingga memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak tersebut secara individual.
12 2.
Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Dalam dunia pendidikan, anak berkebutuhan khusus diklasifikasikan
menjadi beberapa kelompok sesuai jenis kelainan anak. Klasifikasi tersebut menurut Abdul Hadis 2006: 6 mencakup anak yang mengalami
keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar, gangguan emosional, kelainan fisik, kerusakangangguan pendengaran, kerusakangangguan
penglihatan, gangguan bahasa dan wicara, dan kelompok anak yang berbakat. Yosfan Azwandi 2007: 14 mengklasifikasikan anak
berkebutuhan khusus menjadi sepuluh jenis yaitu anak dengan gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, intelegensi rendah, gangguan gerak
anggota tubuh, gangguan perilaku, anak autisme, anak berkesulitan belajar, anak dengan gangguan komunikasi, anak dengan intelegensi
tinggi, dan anak dengan gangguan pemusatan perhatian. E. Kosasih 2012: 2-5 menggolongkan ABK menjadi dua belas jenis
yaitu autisme, cerebral palsy, down syndrome, indigo, kesulitan belajar, sindrom asperger, thalassemia, tunadaksa, tunagrahita, tunalaras,
tunanetra, dan tunarungu. Adapun klasifikasi yang diberikan oleh direktorat pembinaan sekolah luar biasa PSLB 2006: 20-21 yaitu
tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, tunaganda, HIV AIDS, gifted, talented, kesulitan belajar, lambat belajar,
autis, korban penyalahgunaan narkoba, dan indigo. Berikut adalah uraian singkat dari masing-masing klasifikasi anak berkebutuhan khusus yang
meliputi anak dengan gangguan penglihatan, pendengaran, bahasa dan
13 wicara, ketidakmampuan fisik, kesulitan belajar, gangguan emosi dan
perilaku, keterbelakangan mental atau intelegensi rendah, gangguan autisme, gangguan pemusatan perhatian, serta anak berbakat.
a. Anak dengan gangguan penglihatan
Anak dengan gangguan penglihatan atau disebut juga dengan tunanetra yakni anak yang memiliki penglihatan yang tidak normal.
Jika anak masih memiliki sisa ketajaman penglihatan maka disebut low vision, akan tetapi jika tidak memiliki ketajaman penglihatan
sama sekali maka disebut buta. Definisi tunanetra menurut Kaufman dan Hallahan NN, 2014 adalah individu yang memiliki lemah
penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 660 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
Menurut Yosfan Azwandi 2007: 15, bila ditinjau dari sudut pendidikan, anak dengan gangguan penglihatan merupakan anak yang
mengalami gangguan daya penglihatan baik kebutaan menyeluruh ataupun sebagian. Mereka tidak mampu memanfaatkan media
pembelajaran yang dirancang untuk siswa normal meskipun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus sehingga mereka
memerlukan pelayanan khusus. Alat bantu untuk anak yang mengalami gangguan penglihatan yaitu Braille atau dapat pula dengan
menggunakan metode aural yaitu menggunakan media tape yang dapat merekam dan didengar oleh anak yang mengalami gangguan
penglihatan.
14 b.
Anak dengan gangguan pendengaran Anak dengan gangguan pendengaran biasa disebut dengan
tunarungu. Gangguan pendengaran tersebut timbul karena kerusakan fungsi alat dengar. Dalam dunia pendidikan, menurut Yosfan
Azwandi 2007: 17 anak dengan gangguan pendengaran ini diartikan sebagai anak yang kehilangan sebagian atau seluruh pendengarannya
sehingga kurang atau tidak mampu berkomunikasi secara verbal walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar. Oleh
karena hal tersebut, anak dengan gangguan pendengaran ini membutuhkan
pelayanan khusus.
Anak dengan
gangguan pendengaran ini dapat dideteksi dari ciri-ciri fisik maupun
perilakunya. Yosfan Azwandi 2007: 17 memaparkan ciri-ciri tersebut
diantaranya bentuk daun telinga tidak normal, sering keluar cairan dari lubang telinga, sering mengeluh sakit atau gatal pada lubang
telinga, bila diajak berbicara selalu memperhatikan gerak bibir lawan bicaranya, tidak bereaksi jika suara orang yang mengajak bicara
kurang keras, sering meminta pengulangan ketika melakukan pembicaraan, dan lain sebagainya. Menurut Abdul Hadis 2006: 20,
anak yang kehilangan seluruh pendengarannya atau tuli diajarkan berkomunikasi dengan bahasa isyarat dan mengeja dengan jari.
Sedangkan anak yang kehilangan sebagian pendengarannya
15 memungkinkan untuk diajari memahami kata-kata dengan melihat
gerak bibir orang lain atau lawan bicaranya. c.
Anak dengan gangguan bahasa dan wicara Gangguan wicara merupakan suatu bentuk kerusakan atau
gangguan dari suara, artikulasi bunyi, atau kelancaran dalam hal wicara. Jadi gangguan wicara ini meliputi gangguan suara, gangguan
artikulasi, dan gangguan kelancaran bicara. Gangguan bahasa merupakan gangguan dari pemahaman atau penggunaan bahasa
ujaran, bahasa tulis, atau bahasa sistem simbol. Kerusakan tersebut meliputi bentuk bahasa, bahasa atau semantik, dan fungsi bahasa atau
pragmatik. Gangguan bahasa dan gangguan wicara merupakan bentuk dari gangguan komunikasi. Yosfan Azwandi 2007: 27 memaparkan
anak dengan gangguan bahasa dan wicara menunjukkan gejala seperti tidak lancar dalam berbicara, pembicaraan sulit ditangkap, suara tidak
normal, gagap, dan sebagainya. d.
Anak dengan ketidakmampuan fisik atau gangguan gerakan Gangguan ini sering disebut tunadaksa. Abdul Hadis 2006: 23
menjelaskan anak dengan ketidakmampuan fisik adalah anak yang mengalami gangguan atau kerusakan fisik yang mempengaruhi
kehadiran anak di sekolah. Terdapat dua kategori yang termasuk tunadaksa menurut Yosfan Azwandi 2007: 18-19 yaitu cacat
anggota tubuh karena penyakit polio dan cacat tubuh karena kerusakan otak sehingga mengakibatkan ketidak mampuan gerak
16 cerebral palsy. Oleh karena itu, anak dengan gangguan ini
memerlukan pelayanan khusus dalam segala hal terutama dalam hal pendidikan.
e. Anak dengan kesulitan belajar
Kesulitan belajar menurut Yosfan Azwandi 2007: 24 ialah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologi yang disebabkan
oleh suatu disfungsi neurologis yang menyebabkan anak memiliki keterbatasan kognitif seperti dalam bidang akademik atau
keterampilan umum lainnya. Keterampilan umum yang dimaksud ialah keterampilan mendengarkan, berbicara atau berpikir. Anak yang
mengalami kesulitan belajar menurut Mulyono NN, 2014 adalah anak yang memiliki intelegensi normal atau diatas normal, akan tetapi
mengalami satu atau lebih gangguan dalam aspek-aspek yang dibutuhkan untuk belajar. Anak berkesulitan belajar tidaklah sama
dengan anak
tunagrahita, gangguan
emosional, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan, atau kemiskinan budaya atau sosial.
f. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku
Pengertian anak dengan gangguan emosi menurut Yosfan Azwandi 2007: 20 ialah anak yang mengalami tekanan dan
memperlihatkan rasa cemas, neurotik, atau tingkah laku psikotik. Anak yang mengalami kondisi tersebut dikenal juga dengan sebutan
anak tunalaras.
Gangguan emosi
ini dapat
menyebabkan
17 penyimpangan perilaku. Penyimpangan perilaku adalah perilaku yang
memberi pengaruh yang merugikan bagi perkembangan dan penyesuaian diri anak juga dapat mengganggu orang lain. Ada
beberapa karakteristik yang ditunjukkan oleh anak yang mengalami gangguan emosional menurut Achenbach dan Edelbrock dalam
Abdul Hadis, 2006: 16 yaitu tidak dapat berkonsentrasi, cenderung menentang, obsesi, pusing, menangis, meminta perhatian, kejam
terhadap orang lain, merusak barang miliknya dan barang orang lain, tidak tunduk pada peraturan, suka menyendiri, depresi, dan lain
sebagainya. g.
Anak dengan keterbelakangan mental atau intelegensi rendah Anak dengan intelegensi rendah dapat diketahui melalui tes
intelegensi atau disebut juga tes IQ. Dalam skala Wechler, anak yang memiliki IQ di bawah 70 disebut dengan tunagrahita atau
keterbelakangan mental. Sedangkan anak dengan IQ antara 70-90 termasuk dalam kategori borderline yang dalam bidang pendidikan
disebut slow learner lambat belajar. Anak yang lambat belajar maupun anak yang merupakan anak tunagrahita ringan banyak
terdapat di sekolah umum. Hal tersebut dapat terlihat dari prestasi belajar pada sebagian atau seluruh mata pelajaran umumnya rendah,
sering tidak naik kelas, sulit menangkap pelajaran, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, guru hendaknya dapat mengenali anak
tersebut sehingga dapat memberikan bantuan sedini mungkin agar
18 anak tersebut tidak putus sekolah. Hal tersebut karena anak lambat
belajar maupun anak dengan tunagrahita ringan masih dapat mengikuti pelajaran akan tetapi mereka membutuhkan bantuan yang
intensif. h.
Anak dengan gangguan autisme Gangguan autisme menurut Sutadi Yosfan Azwandi, 2007: 24
adalah gangguan
perkembangan neurobiologis
berat yang
mempengaruhi cara berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Hal tersebut menyebabkan gangguan pada bidang komunikasi,
interaksi soaial, imajinasi, bahasa, kognitif, sosial, dan fungsi adaptif sehingga seolah-olah mereka hidup dalam dunianya sendiri. Anak
yang menderita autis juga mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi sehingga menjadi mudah mengamuk, agresif, marah, menangis,
takut pada hal tertentu, juga terkadang mendadak tertawa. Kesulitan yang dialami oleh anak yang menderita autis menyebabkan
perkembangannya akan semakin jauh tertinggal bila dibandingkan dengan anak lain seusianya.
i. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian
Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dapat dibagi ke dalam dua tipe yaitu ADD Attention Deficit Disorder dan ADHD
Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Tin Suharmini 2005: 30 memaparkan, anak tipe ADD letak gangguan pokoknya ada pada
seleksi perhatian sehingga anak sering mengalihkan perhatian dari
19 aktivitas satu ke aktivitas lain. Anak dengan ADHD memiliki sifat
yang sama dengan anak yang tergolong ADD, bedanya adalah pada adanya hiperaktivitas, seperti bergerak secara berlebihan, gelisah, sulit
diminta untuk duduk diam, dan sering disertai gangguan tidur. Dunia pendidikan dan dunia kedokteran memiliki perhatian yang besar
terhadap anak dengan gangguan pemusatan perhatian ini sehingga memungkinkan terciptanya pendekatan multidisipliner lintas ilmu
dalam penanganan pendidikan bagi anak yang memiliki gangguan pemusatan perhatian baik ADD maupun ADHD.
j. Anak berbakat
Anak berbakat menurut Abdul Hadis 2006: 27 ialah anak yang memiliki bakat yang istimewa di bidang intelektual, seni, oleh raga,
dan keterampilan tertentu. Anak berbakat termasuk didalamnya adalah anak yang memiliki intelegensi tinggi. Anak ini memiliki memiliki
kecepatan belajar akademik yang tinggi sehingga mereka memerlukan program pembelajaran khusus agar potensinya dapat berkembang
dengan optimal. Program pembelajaran yang biasa disediakan untuk anak berbakat yaitu program akselerasi. Program akselerasi
merupakan program dimana anak tidak hanya menguasai materi kurikulum dalam waktu yang cepat tetapi juga memperoleh tingkat
penguasaan materi yang mendalam. Prestasi yang dimiliki oleh anak berbakat ini meliputi kemampuan intelektual umum, bakat akademik
20 khusus, pemikiran kreatif dan produktif, kemampuan memimpin, seni
visual dan pertunjukan, dan kemampuan psikomotor.
B. Tinjauan Mengenai Pendidikan Inklusif