PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 10 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

KELAS VA SD NEGERI 10 METRO TIMUR

Oleh LITA YULIANTI

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur pada mata pelajaran matematika. Hasil belajar rendah ditunjukkan dengan ketuntasan klasikal siswa yang hanya mencapai 45 %. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui penerapan model problem posing.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam II siklus. Tahapan masing-masing siklus yaitu perencanaan, pelakasanaan, observasi, dan refleksi. Pengumpulan data menggunakan teknik nontes dan tes dengan alat pengumpul data berupa lembar observasi untuk menilai aktivitas siswa, kinerja guru, hasil belajar afektif dan hasil belajar psikomotor, serta soal tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa. Analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata aktivitas siswa pada siklus I yaitu 59,80 meningkat 10,39 pada siklus II menjadi 70,19. Persentase siswa aktif pada siklus I adalah 57,89 % yang berada pada kategori cukup aktif, meningkat 17,11 % pada siklus II menjadi 75 % dengan kategori aktif. Nilai rata-rata hasil belajar siklus I yaitu 65,04 meningkat pada siklus II sebesar 11,86 menjadi 76,90. Ketuntasan kelas pada siklus I sebesar 65 %, meningkat 15 % pada siklus II menjadi 80 %. Penerapan model problem posing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.


(2)

PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS

VA SD NEGERI 10 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

Lita Yulianti

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti lahir di Labuhan Ratu VIII, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur, pada tanggal 18 Juli 1993. Peneliti adalah anak tunggal dari pasangan Bapak Suyanto dan Ibu Siti Jamilah.

Pendidikan formal dimulai dari Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi dan diselesaikan pada tahun 1999. Penulis melanjutkan Pendidikan Dasar di SD Negeri 2 Labuhan Ratu VIII, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur dan selesai pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 1 Labuhan Ratu, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2008. Sekolah Menengah Atas diselesaikan peneliti di SMA Negeri 1 Way Jepara Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama, peneliti terdaftar sebagai mahasiswa S-1 PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung.


(7)

Moto

































Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya

Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu

(Q.S. Muhammad: 7)

“Jangan

takut melangkah, karena jarak 1000 mil dimulai dari satu

langkah”


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah Swt dan kerendahan hati, karya ini kupersembahkan untuk:

Ayahandaku Suyanto dan Ibundaku Siti Jamilah tercinta yang telah berjuang, berkorban semuanya baik moril maupun materiil, memberikan motivasi dan semangat

untuk selalu belajar dan terus belajar sampai saat ini, selalu mengingatkanku dalam

setiap langkahku untuk menjadi yang lebih baik, serta mendo’akan untuk

keberhasilanku. Karyaku ini kupersembahkan untuk Ayahanda dan Ibunda sebagai

bukti bahwa usaha dan do’amu selama ini kepadaku tidak akan pernah sia-sia.

Untuk semua orang yang mengajariku cara belajar dan bertahan, meski mereka tidak menyadarinya

Sahabat dan Teman terdekat yang selalu memberikan motivasi dan semangat bagi peneliti.


(9)

SANWACANA

Puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Problem Posing untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur Tahun Pelajaran 2014/2015”.

Penyusunan skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., Rektor Universitas Lampung yang telah memfasilitasi peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., Dekan FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan menempuh pendidikan di FKIP Universitas Lampung.

3. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah mendukung dan memberikan kemudahan kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.


(10)

dan membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Siswantoro M.Pd., selaku Koordianator kampus B FKIP

Universitas Lampung telah banyak memberikan masukan dan membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., sebagai penguji yang selalu memberikan motivasi dan mengingatkan untuk tidak menunda-nunda pekerjaan serta masukan dan saran yang diberikan yang sangat bermanfaat bagi peneliti. 7. Bapak Drs. A. Sudirman, M.H., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

arahan dan masukan yang berharga kepada peneliti.

8. Ibu Dra. Siti Rachmah Sofiani, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan masukan yang berharga kepada peneliti dengan penuh kesabaran. 9. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf PGSD UPP Metro yang telah banyak

memberikan masukan dan membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

10.Ibu Artijah, S.Pd., Kepala SD Negeri 10 Metro Timur, serta dewan guru dan staf yang telah memberikan ijin dan membantu peneliti selama penyusunan skripsi ini.

11.Ibu Rika Febriani, S.Pd wali kelas VA dan teman sejawat yang telah banyak memberikan bantuan dan saran kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini. 12.Siswa-siswi kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur, yang telah berpartisipasi

aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

13.Sahabat dan teman-teman yang selalu membantu dan memotivasi agar cepat menyusul wisuda: Yuyun, Astri, Nur, Ana, Melani, Yuli, Rois dan Erlis.


(11)

14.Teman-teman seperjuangan PGSD angkatan 2011 khususnya kelas B. Semoga kita dapat mewujudkan mimpi-mimpi kita.

15.Keluarga kecil di Negara Batin (Anel, Prima, Suci, Adit, Juwita, Ayu, Firman, Puspa, dan Doni). Terimakasih atas kebersamaan dan kenangan yang telah kalian berikan selama KKN-PPL.

16.Semua pihak yang namanya tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan namun sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Metro, April 2015 Peneliti

Lita Yulianti NPM 1113053063


(12)

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Matematika... 9

1. Pengertian Matematika... 9

2. Ciri-ciri Matematika... 10

3. Tujuan Pembelajaran Matematika... 11

B. Belajar ... 13

1. Belajar ... 13

a. Pengertian Belajar... 13

b. Aktivitas Belajar... 14

c. Hasil Belajar... 16

2. Pembelajaran... 18

a. Pengertian Pembelajaran... 18

b. Pembelajaran Matematika di SD... 19

C. Model Pembelajaran... 21

1. Pengertian Model Pembelajaran... 21

2. Macam-macam Model Pembelajaran Matematika di SD... 22

D. Model Problem Posing... 23

1. Pengertian Problem Posing... 23

2. Ciri-ciri Problem Posing... 24

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Posing... 25

4. Langkah-langkah Problem Posing... 27

5. Peran Guru dalam Pembelajaran Problem Posing... 28

E. Hipotesis Tindakan ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 30


(13)

B. Setting Penelitian ... 31

1. Subjek Penelitian... 31

2. Tempat Penelitian ... 32

3. Waktu Penelitian ... 32

C. Teknik Pengumpulan Data ... 32

1. Teknik Nontes... 32

2. Teknik Tes... 32

D. Alat Pengumpulan Data... 33

1. Lembar Observasi... 33

2. Soal Tes... 33

E. Teknik Analisis Data ... 34

1. Teknik Analisis Data Kualitatif ... 34

2. Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 37

F. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas... 39

G. Urutan Penelitian Tindakan Kelas... 40

H. Indikator Keberhasilan... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Sekolah ... 48

B. Hasil Penelitian... 50

1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ... 50

2. Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian Siklus I ... 51

3. Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian Siklus II... 74

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 99

1. Kinerja Guru dalam Penerapan Model Problem Posing... 99

2. Aktivitas Siswa dalam Penerapan Model Problem Posing . . . 101

3. Hasil Belajar Siswa dalam Penerapan Model Problem Posing... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 107

B. Saran... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 111

LAMPIRAN ... 113


(14)

Tabel Halaman

3.01 Kategori keberhasilan kinerja guru ... 34

3.02 Kategori aktivitas siswa perindividu... 35

3.03 Kategori nilai aktivitas siswa secara klasikal... 35

3.04 Kategori nilai hasil belajar afektif siswa... 36

3.05 Kriteria Persentase hasil belajar afektif secara klasikal... 36

3.06 Kategori nilai hasil belajar psikomotor siswa... 37

3.07 Predikat keberhasilan hasil belajar kognitif... 40

4.01 Jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan kelas ... 51

4.02 Nilai kinerja guru siklus I... 62

4.03 Nilai indikator aktivitas siswa siklus I ... 64

4.04 Persentase aktivitas siswa secara klasikal siklus I ... 65

4.05 Hasil belajar kognitif siswa siklus I... 66

4.06 Hasil belajar afektif siswa siklus I... 67

4.07 Persentase hasil belajar afektif siswa siklus I... 68

4.08 Nilai hasil belajar psikomotor siswa siklus I... 69

4.09 Persentase psikomotor siswa secara klasikal siklus I... 70

4.10 Nilai hasil belajar siklus I... 71

4.11 Nilai kinerja guru siklus II ... 88

4.12 Nilai indikator aktivitas siswa siklus II... 89

4.13 Persentase aktivitas siswa secara klasikal siklus II... 90

4.14 Hasil belajar kognitif siswa siklus II... 91

4.15 Nilai hasil belajar afektif siswa siklus II... 92

4.16 Persentase hasil belajar afektif siswa siklus II... 93

4.17 Nilai hasil belajar psikomotor siswa siklus II ... 94

4.18 Persentase hasil belajar psikomotor secara klasikal siklus II... 95

4.19 Nilai hasil belajar siklus II... 96

4.20 Rekapitulasi kinerja guru dalam penerapan model problem posing... 100

4.21 Rekapitulasi aktivitas belajar siswa... 102

4.22 Persentase ketuntasan hasil belajar... 103


(15)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

I. SURAT

a. Penelitian Pendahuluan dari Fakultas ... 116

b. Izin Penelitian dari Fakultas ... 117

c. Surat Keterangan dari Fakultas ... 118

d. Izin Penelitian dari Sekolah ... 119

e. Pernyataan Teman Sejawat (Observer 1) ... 120

f. Pernyataan Teman Sejawat (Observer 2) ... 121

g. Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah ... 122

II. PERANGKAT PEMBELAJARAN a. Pemetaan SK/KD Siklus I ... 124

b. Silabus Siklus I ... 127

c. Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) Siklus I ... 131

d. Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus I ... 141

e. Kisi-kisi soal formatif siklus I ... 148

f. Soal Tes Formatif Siklus I ... 149

g. Kunci Jawaban Tes Formatif Siklus I ... 153

h. Pemetaan SK/KD Siklus II ... 155

i. Silabus Siklus II ... 158

j. Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) Siklus II ... 162

k. Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus II ... 171

l. Kisi-kisi soal formatif siklus I ... 176

m. Soal Tes Formatif Siklus I ... 177

n. Kunci Jawaban Tes Formatif Siklus II ... 181

III. ANALISIS KINERJA GURU a. Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus I ... 183

b. Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus II ... 195

IV. ANALISIS AKTIVITAS SISWA a. Aktivitas Siswa Siklus I ... 208

b. Aktivitas Siswa Siklus II ... 216

V. ANALISIS HASIL BELAJAR KOGNITIF a. Daftar Nilai Tes Formatif ... 225


(16)

x VI. ANALISIS HASIL BELAJAR AFEKTIF

a. Hasil Belajar Afektif Siklus I ... 227 b. Hasil Belajar Afektif Siklus II ... 235 VII.ANALISIS HASIL BELAJAR PSIKOMOTOR

a. Hasil Belajar Psikomotor Siklus I ... 244 b. Hasil Belajar Psikomotor Siklus I ... 252 VIII.DOKUMENTASI

a. Dokumentasi Siklus I ... 261 b. Dokumentasi Siklus II ... 265


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Alur Pemecahan Masalah Matematika... 12 1.2 Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 31

4.1 GrafikKinerja Guru dalam Penerapan Model Problem Posing... 100

4.2 Grafik Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Penerapan Model Problem

Posing... 102

4.3 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa ... 104


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Sejak adanya manusia dimuka bumi ini dengan peradabannya, maka sejak itu pula pada hakikatnya telah ada kegiatan pendidikan dan pengajaran. Berbeda dengan masa sekarang, dimana pendidikan dan pengajaran diselenggarakan di sekolah maka pada masa lampau kegiatan dilaksanakan di dalam kelompok-kelompok masyarakat, yang dewasa ini kita sebut dengan istilah pendidikan non formal. Pendidikan, pada dasarnya dirancang untuk menghasilkan manusia yang memiliki watak baik, pengetahuan yang cukup, dan keterampilan yang memadai guna menghadapi kehidupan di dunia. Hal ini sesuai dengan tujuan dari Pendidikan Nasional.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, yang menjelaskan bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Implikasi dari tujuan pendidikan itu sendiri yaitu mampu mewujudkan atau mengembangkan segala potensi yang ada pada diri manusia dalam berbagai konteks dimensi seperti moralitas, keberagaman, individualitas (personalitas), sosialitas, keberbudayaan yang menyeluruh, dan terintegrasi.


(19)

2

Tanggungjawab ini, diberikan secara formal kepada lembaga-lembaga pendidikan sekolah. Lembaga pendidikan diberi rambu-rambu dalam melaksanakan tanggungjawabnya melalui kurikulum yang telah diatur.

Undang-undang Sisdiknas pasal 1 ayat 19 Hasbullah (2012: 306) menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu, oleh karena itu pemerintah selalu memperbaiki sistem pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa.

Peran pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang unggul dimasa mendatang menuntut guru sebagai elemen penting dalam pembelajaran agar aktif, kreatif serta proaktif dalam meningkatkan mutu pembelajaran di kelas agar tujuan pendidikan dapat terlaksana dengan baik. Jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang paling fundamental dalam pemberian konsep. Pemberian konsep ini diberikan pada semua mata pelajaran agar siswa lebih mengerti serta diharapkan mampu menciptakan suasana belajar yang bermakna dan menyenangkan. Matematika juga merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan pada jenjang pendidikan tersebut, oleh karena itu pendidikan matematika memiliki andil yang penting dalam pencapaian tujuan nasional. Sejalan dengan hal tersebut, matematika khususnya di Sekolah Dasar yang dikemukakan oleh Aisyah (2007: 1-4), memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.


(20)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam memuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Pembelajaran matematika diarahkan untuk pembentukan kepribadian dan pembentukan kemampuan berfikir yang bermuara pada kemampuan menggunakan matematika sebagai bahasa dan alat untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Selain itu, dalam pembelajaran matematika guru harus teliti dalam memilih model pembelajaran sebagai kerangka dasar pembelajaran untuk menyampaikan materi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal itu sejalan dengan pendapat Amri (2013: 4) yang menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur pada tanggal 25-27 November 2014, diketahui bahwa proses pembelajaran matematika belum dilaksanakan secara optimal. Selama proses pembelajaran, guru masih mendominasi sebagai sumber utama dan cara penyampaian materi ajar masih terpaku pada buku pelajaran (text book) yang digunakan.


(21)

4

Prosedur pembelajaran juga kurang bervariasi serta belum dilaksanakan secara optimal, sehingga suasana pembelajaran cenderung membosankan dalam setiap pertemuan. Situasi tersebut memperkuat pola pikir siswa bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Pola pikir yang dimiliki siswa tersebut mempengaruhi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Selain itu, dalam proses pembelajaran, sebagian besar siswa cenderung pasif untuk bertanya atau mengajukan pendapat, sehingga berdampak pada proses pembelajaran yang kurang interaktif dan komunikatif antara siswa dan guru. Guru memberikan latihan dengan soal-soal yang ada di buku pelajaran. Soal yang diberikan oleh guru juga merupakan soal yang tidak mengarahkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berfikir dan memecahkan masalah serta menerapkan konsep yang telah dimiliki ke dalam dunia nyata. Masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tersebut berdampak pada hasil belajar siswa yang belum maksimal, yang dibuktikan dari data hasil ujian tengah semester kelas VA semester ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015.

Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 66, hanya 9 siswa yang tuntas dari 20 siswa atau sebesar 45%, dengan nilai rata-rata kelas yaitu 55. Melihat fakta-fakta tersebut, perlu diadakan perbaikan pembelajaran agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Upaya perbaikan pembelajaran sebaiknya dapat diwujudkan melalui pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Mengingat kembali teori kognitif yang dipaparkan oleh Piaget (Sudiatmaja, 2008: 16) menyatakan bahwa anak yang berusia 7-11 tahun berada pada tahap


(22)

operasional konkrit, yaitu berfikir logis dan dapat berfikir secara sistematis untuk mencapai penyelesaian masalah.

Berdasarkan masalah tersebut, model problem posing merupakan salah satu alternatif perbaikan yang tepat. Hal ini didukung oleh pendapat Suryosubroto (2009: 203) yang menyatakan bahwa problem posing dapat menggali kemampuan siswa untuk menemukan pengetahuan yang bukan diakibatkan dari ketidaksengajaan melainkan melalui upaya mereka untuk mencari hubungan-hubungan dalam informasi. Thobroni & Mustofa (2012: 356) menyatakan bahwa keterlibatan siswa untuk turut belajar dengan menerapkan model problem posing merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Siswa tidak hanya menerima materi dari guru tetapi juga berusaha menggali dan mengembangkan informasi terhadap suatu permasalahan. Model pembelajaran problem posing merupakan model pembelajaran yang menekankan kepada student centered sedangkan guru berfungsi sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator dalam pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka di dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti mengambil judul: “Penerapan model problem posing untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur Tahun Pelajaran 2014/2015”.


(23)

6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Guru masih mendominasi proses pembelajaran sebagai sumber utama. 2. Guru belum optimal menggunakan model pembelajaran, khususnya model

problem posing.

3. Guru masih memberikan materi ajar terpaku pada buku pelajaran.

4. Proses pembelajaran kurang bervariasi, sehingga suasana pembelajaran terkesan membosankan bagi siswa.

5. Sebagian besar siswa cenderung pasif untuk bertanya atau mengajukan pendapat, sehingga berdampak pada proses pembelajaran yang kurang interaktif dan komunikatif antara siswa dan guru.

6. Rendahnya hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika di kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran problem posing pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur Tahun Pelajaran 2014/2015?

2. Apakah penerapan model problem posing pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur Tahun Pelajaran 2014/2015?


(24)

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar pada pembelajaran matematika siswa kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur melalui penerapan model problem posing Tahun Pelajaran 2014/2015.

2. Meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran matematika siswa kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur melalui penerapan model problem posing Tahun Pelajaran 2014/2015.

E.Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Menambah khasanah pustaka khususnya tentang model problem posing serta diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran di kelas.

2. Manfaat praktis a. Siswa

Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran problem posing pada mata pelajaran matematika kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur.

b. Guru

Memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam menggunakan model pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan kemampuan profesional guru.


(25)

8

c. Sekolah

Memberi masukan kepada sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui model pembelajaran problem posing, khususnya dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. d. Peneliti

Menambah pengetahuan, pengalaman serta wawasan tentang penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model problem posing.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Matematika

1. Pengertian Matematika

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Suwangsih (2006: 3) menyatakan bahwa kata matematika berasal dari perkataan

Latin “Mathematika” yang mulanya diambil dari prakata Yunani

Mathematike” yang berarti mempelajari. Adji & Maulana (2006 B :a34) mengemukakan bahwa matematika adalah bahasa, sebab matematika merupakan bahasa simbol yang berlaku secara universal (internasional) dan sangat padat makna dan pengertiannya.

Prihandoko (2006:a1) berpendapat bahwa matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu, penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep-konsep matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini. Sejalan dengan pendapat-pendapat di atas, Wale (2006:a13) mendefinisikan matematika sebagai ilmu yang memiliki pola keteraturan dan urutan yang logis. Berdasarkan definisi di atas, diketahui bahwa matematika bukanlah ilmu pengetahuan yang


(27)

10

didominasi oleh perhitungan-perhitungan yang tanpa alasan. Sehingga dengan menginterprestasikan dan mengaplikasikan pola keteraturan inilah akan muncul makna dari belajar matematika.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang logika, yang berhubungan dengan bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep abstrak yang berhubungan satu dengan lainnya.

2. Ciri-ciri Matematika

Mempelajari matematika berbeda dengan mempelajari ilmu - ilmu lainnya karena setiap ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan alam maupun ilmu sosial, bahasa, dan ilmu agama memiliki ciri masing-masing, hal inilah yang membuat pembelajarannya pun tidak sama. Menurut Soedjadi (2007: 42) ciri-ciri matematika yaitu (1) matematika memiliki obyek kajian yang konkret dan juga abstrak, (2) berpola pikir deduktif dan juga induktif, serta konsisten dalam sistemnya (termasuk sistem yang dipilih untuk pendidikan), (3) memiliki/menggunakan simbol yang memiliki arti tertentu.

Matematika memiliki bahasan yang berkesinambungan antara satu bahasan dengan bahasan lainnya sehingga untuk memahami suatu pokok bahasan tertentu terkadang dibutuhkan pemahaman tentang pokok bahasan yang sebelumnya. Menurut Hudoyo (2012) ciri–ciri matematika adalah sebagai berikut.

a. Memiliki aksioma, definisi, lemma, teorema, dan melibatkan operasi bilangan.


(28)

b. Keberanannya terjaga konsistensinya.

c. Konsep bahasan berjenjang dari hal yang sederhana menuju hal yang lebih kompleks.

d. Membutuhkan penalaran logis.

e. Menekankan pola pikir deduktif, namun dalam proses pembelajaran dan pemahaman terkadang diawali dengan fakta-fakta atau contoh-contoh yang ada dilapangan yang kemudian dibuat kesimpulan matematisnya, induktif-deduktif.

f. Dalam beberapa pokok bahasan dapat diaplikasikan ke dalam bidang keilmuan lain dan kehidupan sehari-hari.

Menurut beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa ciri-ciri matematika adalah matematika memiliki obyek kajian yang konkret dan abstrak, berpola pikir deduktif dan juga induktif, memiliki/menggunakan simbol yang memiliki arti tertentu, kebenarannya terjaga konsistensinya, Membutuhkan penalaran logis, memiliki aksioma, definisi, lemma, teorema, dan melibatkan operasi bilangan, serta dalam beberapa pokok bahasan dapat diaplikasikan ke dalam bidang keilmuan lain dan kehidupan sehari-hari.

3. Tujuan Pembelajaran Matematika

Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar menurut Prihandoko (2006: 5) adalah memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk menghadapi materi-materi matematika pada tingkat pendidikan lanjutan. Sedangkan menurut Depdiknas (Prihandoko, 2006:a21) tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah.


(29)

12

Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Berikut merupakan diagram alur matematika sebagai cara memecahkan masalah.

Penyederhanaan Pemeriksaan hasil

Interpretasi Transformasi

Matematisasi

Gambar 2.1 Alur pemecahan masalah matematika (sumber: Adjie & Maulana, 2006 A: 15)

Pada gambar alur pemecahan masalah di atas, soal atau masalah nyata disederhanakan (simplifikasi) kemudian dirumuskan kedalam soal yang bisa diselesaikan secara matamatika, lalu melalui proses matematisasi

Situasi masalah atau soal nyata

Solusi

Perumusan Masalah

Model Matematika


(30)

yaitu proses menyatakan soal kedalam bahasa matematika sehingga diperoleh model matematika. Melalui tranformasi atau penyelesaian secara sistematis diperoleh solusi dari model matematika. Solusi ini kemudian ditafsirkan atau diinterprestasikan sebagai pemecahan masalah matematika.

B. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Komalasari (2010: 2) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama dan dengan syarat bahwa perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh adanya kematangan ataupun perubahan sementara karena suatu hal.

Witherington (Thobroni & Mustafa 2012: 20) menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian. Selanjutnya Hernawan dkk, (2007: 2) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku yang dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan


(31)

14

dalam hal kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan).

Beberapa ciri belajar, seperti dikutip oleh Darsono (Hamdani, 2011: 22) adalah sebagai berikut:

1. Belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan. Tujuan ini digunakan sebagai arah kegiatan, sekaligus tolak ukur keberhasilan belajar.

2. Belajar merupakan pengalaman sendiri, tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Jadi, belajar bersifat individual.

3. Belajar merupakan proses interaksi antara individu dengan lingkungan. Hal ini berarti individu harus aktif apabila dihadapkan pada lingkungan tertentu. Keaktifan ini dapat terwujud karena individu memiliki berbagai potensi.

4. Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar, perubahan tersebut bersifat integral, artinya perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor yang terpisah yang satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan (kognitif) saja, melainkan juga berbentuk perubahan sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor) menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya.

b. Aktivitas Belajar

Aktivitas erat kaitannya dengan proses belajar, karena aktivitas belajar berlangsung dalam proses belajar. Sardiman (2010: 100) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Sejalan dengan


(32)

pendapat Sardiman, Kunandar (2010: 277) mengemukakan bahwa aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.

Pendidikan modern lebih menitik beratkan pada aktivitas, dimana siswa belajar sambil melakukan. Dengan melakukan secara langsung, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan serta perilaku lainnya, termasuk sikap dan nilai. Sehubungan dengan hal tersebut, sistem pembelajaran dewasa ini sangat menekankan pada pendayagunaan asas keaktifan (aktivitas) dalam proses belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Menurut Hamalik (2013: 91) penggunaan asas aktivitas dalam proses pembelajaran memiliki beberapa manfaat, antara lain:

1. Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.

2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa.

3. Memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan para siswa yang pada gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok. 4. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan

kemampuan sendiri, sehingga sangat bermanfaat rangka pelayanan perbedaan individual.

5. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan kekeluargaan, musyawarah dan mufakat. 6. Membina dan memupuk kerjasama antara sekolah dan

masyarakat, dan hubungan guru dan orang tua siswa, yang bermanfaat dalam pendidikan siswa.

7. Pembelajaran dan belajar dilaksananakan secara realistik dan konkrit, sehingga pengembangan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme. 8. Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup

sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.


(33)

16

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan aktivitas dalam penelitian ini adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan siswa terhadap suatu objek untuk memperoleh perubahan perilaku sebagai hasil dari proses belajar baik secara fisik maupun mental. Adapun indikator aktivitas yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah (1) mengajukan pertanyaan kepada guru/teman untuk memperoleh konsep pengetahuan yang dibutuhkan, (2) melakukan diskusi dan kerjasama kelompok, (3) keberanian dalam mengemukakan pendapat, (4) mampu memecahkan masalah/soal yang diberikan guru, dan (5) antusias/semangat mengikuti pembelajaran dengan model problem posing.

c. Hasil Belajar

Hasil belajar yang sering disebut dengan istilah “scholastic achievement” atau “academic achievement” adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar Bringgs (Ekawarna, 2013: 69).

Menurut Hamalik (2011: 30) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu. Sudjana (2011: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada


(34)

hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati & Mudjiono (2006: 34) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

Bloom (Dimyati & Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:

a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.

b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari.

c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip.

d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.

e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu program. f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat

tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah prestasi yang dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku siswa dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor.


(35)

18

2. Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Komalasari, 2013: 3).

Menurut Huda (2013: 2) pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal ini yang terjadi ketika seseorang sedang belajar, dan kondisi ini juga sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena belajar merupakan proses ilmiah setiap orang.

Sejalan dengan pendapat di atas, Hamalik (2007: 54) menjelaskan bahwa pembelajaran diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Pembelajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi antara guru dan siswa, dimana didalamnya menyangkut tujuan, metode, siswa, guru, alat bantu mengajar, penilaian dan situasi pembelajaran.

Menurut beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk terjadinya proses belajar pada siswa dengan adanya interaksi antara siswa dengan guru, sehingga siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran.


(36)

b. Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar harus disajikan dalam suasana yang menyenangkan, sehingga siswa termotivasi untuk belajar matematika. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian siswa dalam belajar matematika antara lain dengan mengaitkan materi yang disajikan dengan konteks kehidupan riil sehari-hari yang dikenal siswa disekelilingnya atau dengan memberikan informasi manfaat materi yang sedang dipelajari bagi perkembangan kepribadian dan kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah selanjutnya, baik permasalah-masalahan dalam matematika itu sendiri, permasalahan dalam mata pelajaran lain, maupun permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Belajar matematika tidaklah bermakna jika tidak dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena matematika tumbuh dan berkembang dari kehidupan manusia sehari-hari dengan segala aktivitasnya. Menurut Suwangsih (2006: 25-26) ciri-ciri pembelajaran matematika di SD adalah:

a. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral. Metode spiral ini melambangkan adanya keterkaitan antar materi satu dengan materi lainnya. Topik sebelumnya menjadi prasyarat untuk memahami topik berikutnya atau sebaliknya.

b. Pembelajaran matematika diajarkan secara bertahap. Materi pembelajaran matematika diajarkan secara bertahap yang dimulai dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih kompleks.

c. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif, sedangkan matematika merupakan ilmu deduktif. Namun, sesuai tahap perkembangan siswa maka pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif.


(37)

20

e. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna. Konsep matematika tidak diberikan dalam bentuk jadi, tapi sebaliknya siswalah yang harus mengonstruksi konsep tersebut.

Menurut Bruner (Aisyah, 2007: 1-5) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar tentulah berbeda dengan pembelajaran matematika di sekolah menengah dan tinggi. Teori matematika ditingkat Sekolah Dasar yang dikemukakan oleh Heruman (2008: 4-5) bahwa dalam proses pembelajaran diharapkan adanya reinvention (penemuan kembali) secara informal dalam pembelajaran di kelas dan harus menampakkan adanya keterkaitan antar konsep. Hal ini bertujuan untuk memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.

Kebermaknaan ini dapat terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan siswa yang berupa konsep matematika. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.


(38)

C. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran dapat diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas (Suprijono 2009: 46).

Model pembelajaran adalah suatu pola pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran di kelas. Menurut Soekamto (Trianto, 2010: 74) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Joyce (Trianto, 2010: 22) menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan guru dalam mendesain suatu pembelajaran untuk membantu siswa sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Selanjutnya, Majid (2013: 13) menyatakan bahwa model belajar mengajar adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.


(39)

22

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan prosedur perencanaan pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2. Macam-macam Model Pembelajaran Matematika di SD

Guru dalam pembelajaran diharapkan mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Di mana dalam pemilihan model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Menurut Amri (2013: 7-13) ada beberapa macam model pembelajaran yang biasa digunakan dalam pembelajaran diantaranya adalah:

a. Model Contextual Teaching and Learning (CTL). b. Model Cooperative Learning.

c. Model Penemuan Terbimbing. d. Model Pembelajaran Langsung.

e. Model Missouri Mathematics Project (MMP). f. Model Pembelajaran Problem Solving.

g. Model Pembelajaran Problem Posing. h. Model Pembelajaran Kontekstual.

Berdasarkan uraian tentang macam-macam model pembelajaran di atas, maka peneliti menetapkan model yang akan dikembangkan dalam pembelajaran di kelas yaitu model pembelajaran problem posing. Model


(40)

problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.

Pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah/soal akan mengubah pembelajaran yang selama ini berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Model problem posing memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa melalui pembentukan soal sederhana, dimana siswa mempelajari pengetahuan dari masalah yang diberikan. Kemampuan pada perumusan soal dan penyelesaiannya adalah tujuan umum dalam pelajaran matematika. Penggunaan model problem posing diharapkan dapat menciptakan situasi belajar yang menyenangkan, mendorong siswa belajar dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya sehingga tercapainya hasil belajar siswa yang lebih baik.

D. Model Problem Posing

1. Pengertian Problem Posing

Salah satu model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk berfikir kritis sekaligus dialogis, kreatif dan interaktif yakni problem posing atau pengajuan masalah-masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan. Problem posing sendiri merupakan salah satu model pembelajaran yang sudah lama dikembangkan. Huda (2013: 276) menyatakan bahwa problem posing merupakan istilah yang pertama kali


(41)

24

dikembangkan oleh ahli pendidikan asal Brazil, Paulo Freire dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed (1970).

Suryanto (Thobroni & Mustofa 2012: 343) mengartikan bahwa kata problem sebagai masalah atau soal sehingga pengajuan masalah dipandang sebagai suatu tindakan merumuskan masalah atau soal dari situasi yang diberikan. Selanjutnya, Amri (2013: 13) menyatakan bahwa pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing mewajibkan siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal dengan mandiri. Sejalan dengan pendapat tersebut, Thobroni & Mustofa (2012: 351) menyatakan bahwa model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model problem posing adalah model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.

2. Ciri-ciri Problem Posing

Problem posing adalah model pembelajaran yang menekankan siswa untuk dapat menyusun atau membuat soal setelah kegiatan pembelajaran dilakukan. Thobroni & Mustofa (2012: 350) mengemukakan bahwa model problem posing memiliki ciri-ciri sebagai berikut.


(42)

a. Guru belajar dari siswa dan siswa belajar dari guru.

b. Guru menjadi rekan siswa yang melibatkan diri dan menstimulasi daya pemikiran kritis siswanya serta mereka saling memanusiakan.

c. Manusia dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengerti secara kritis dirinya dan dunia tempat siswa berada. d. Pembelajaran problem posing senantiasa membuka rahasia

realita yang menantang manusia kemudian menuntut suatu tanggapan terhadap tantangan tersebut.

Akay & Boz (2010: 60) menyebutkan bahwa ciri khusus model pembelajaran problem posing adalah siswa mengajukan permasalahan atau pertanyaan, dapat pula berupa pengajuan permasalahan baru yang lebih komplek, jika model ini dilakukan pada siswa dengan kemampuan berpikir tinggi. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan materi kepada siswa pada awal pertemuan kemudian memberikan latihan soal untuk dikerjakan oleh siswa. Selanjutnya, siswa diharuskan membuat soal beserta penyelesaiannya.

Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model problem posing ini bersifat fleksibel, menganggap siswa adalah subjek belajar, membuat siswa untuk dapat mengembangkan potensinya sebagai orang yang memiliki potensi rasa ingin tahu dan berusaha keras dalam memahami lingkungannya.

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Posing

Setiap model pembelajaran pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Begitu pula dengan model problem posing. Thobroni & Mustofa (2012: 349) mengemukakan bahwa kelebihan dan kekurangan model problem posing adalah:


(43)

26

a. Kelebihan

1. Mendidik siswa berfikir kritis. 2. Siswa aktif dalam pembelajaran. 3. Belajar menganalisis suatu masalah. 4. Mendidik siswa percaya pada diri sendiri.

b. Sedangkan kekurangan model problem posing adalah: 1. Memerlukan waktu yang cukup banyak.

2. Tidak bisa digunakan di kelas rendah. 3. Tidak semua siswa terampil bertanya.

Sedangkan menurut Sutisna (2010: 18) kelebihan dan kekurangan problem posing diantaranya adalah:

a. Kelebihan problem posing

1. Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa.

2. Minat siswa dalam pembelajaran lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.

3. Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.

4. Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.

5. Siswa dapat memahami soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah.

b. Sedangkan kekurangan problem posing adalah:

1. Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat disampaikan.

2. Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.

Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model problem posing yaitu siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada sehingga meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, memunculkan ide yang kreatif dalam mengajukan soal dan mengetahui proses bagaimana cara siswa memecahkan masalah. Sedangkan kekurangan model problem posing yaitu model pembelajaran ini


(44)

membutuhkan waktu yang lama dan tidak semua siswa terampil membuat soal.

4. Langkah-langkah Problem Posing

Penerapan suatu model pembelajaran harus memiliki langkah-langkah yang jelas, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja guru dan aktivitas yang dilakukan siswa. Amri (2013: 13) menyatakan bahwa langkah-langkah model problem posing yaitu:

a. Guru menjelaskan materi pelajaran, alat peraga yang disarankan. b. Memberikan latihan soal secukupnya.

c. Siswa mengajukan soal yang menantang dan dapat menyelesaikan. Ini dilakukan dengan kelompok.

d. Pertemuan berikutnya guru meminta siswa menyajikan soal temuan di depan kelas.

e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.

Selanjutnya, Thobroni & Mustofa (2012: 351) menjelaskan bahwa langkah-langkah penerapan model problem posing adalah (1) guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa menggunakan alat peraga untuk memfasilitasi siswa dalam mengajukan pertanyaan, (2) siswa diminta untuk mengajukan pertanyaan secara berkelompok, (3) siswa saling menukarkan soal yang telah diajukan, (4) kemudian menjawab soal-soal tersebut dengan berkelompok.

Suryosubroto (2009: 212) menyatakan bahwa, langkah-langkah pembelajaran problem posing yaitu (1) membuka kegiatan pembelajaran, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa, (4) guru memberikan latihan soal secukupnya, (5) memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas, (6) guru membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen, tiap kelopok terdiri atas 4-5 siswa, (7) siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal berdasarkan informasi yang diberikan guru, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Kemudian


(45)

soal-28

soal tersebut dipecahkan oleh kelompok-kelompok lain, (8) guru memberikan tugas rumah secara individu sebagai penguatan, (9) guru menutup kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, peneliti cenderung menggambil teori dari langkah-langkah problem posing menurut Thobroni & Mustofa. Langkah-langkah problem posing yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) menjelaskan materi pelajaran, (2) guru membagi siswa menjadi kelompok secara heterogen, (3) siswa mengajukan pertanyaan pada lembar soal secara berkelompok, kemudian menjawab soal yang telah dibuat, (4) siswa menukarkan lembar soal yang dimiliki dengan kelompok lainnya, (5) menjawab soal kelompok lain pada lembar jawab, dan (6) mempresentasikan lembar soal dan lembar jawab di depan kelas.

5. Peran Guru dalam Pembelajaran Problem Posing

Peran guru dalam pembelajaran sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Rohman & Amri (2013: 180) menyatakan bahwa sebagai perencana, guru dituntut untuk memahami secara benar kurikulum yang berlaku, karakteristik siswa, fasilitas dan sumber daya yang ada, sehingga semuanya dapat dijadikan komponen-komponen dalam menyusun rencana pembelajaran. Rusman (2012: 75) menyatakan bahwa jika dipandang dari segi siswa, maka tugas guru adalah harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktik-praktik komunikasi.


(46)

Thobroni & Mustofa (2012: 348) menyatakan bahwa yang harus dilakukan guru adalah:

a. Memotivasi siswa untuk mengajukan soal

b. Guru melatih siswa merumuskan dan mengajukan masalah atau pertanyaan berdasarkan situasi yang diberikan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa peran guru adalah tindakan yang dilakukan guru untuk memberikan suasana belajar sesuai dengan pembelajaran serta mengantarkan siswa untuk memahami konsep dengan cara menyiapkan situasi sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dibahas. Adapun peran guru dalam model problem posing yaitu sebagai perancang pembelajaran, sebagai motivator, mediator, fasilitator, evaluator dan pengelola kelas. Selain itu guru juga berperan untuk mengantarkan siswa dalam memahami konsep dengan cara menyiapkan situasi sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan atau sesuai dengan materi dalam pembelajaran.

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian

tindakan kelas ini adalah “Apabila dalam proses pembelajaran matematika menerapkan model problem posing sesuai konsep dan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur Tahun Pelajaran 2014/2015”.


(47)

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan Classroom Action Research atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Istilah penelitian tindakan berasal dari kata action research dalam bahasa Inggris. Penelitian tindakan ini diciptakan oleh Kurt Lewin, seorang sosiolog Amerika yang bekerja pada proyek-proyek kemasyarakatan yang berkenaan dengan integrasi dan keadilan sosial di berbagai bidang seperti perumahan dan ketenagakerjaan.

PTK meliputi tiga kata yaitu “Penelitian”, “Tindakan” dan “Kelas”. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat bagi peneliti atau orang-orang yang berkepentingan dalam rangka peningkatan kualitas diberbagai bidang. Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang disengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam pelaksanaannya berbentuk rangkaian periode/siklus kegiatan. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa/mahasiswa yang dalam waktu yang sama dan tempat yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru/dosen yang sama Suharsimi (Ekawarna, 2013: 4)

Sedangkan, Arikunto (2011: 58) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu pelajaran di kelas. Melalui PTK guru dapat meningkatkan kinerjanya secara terus menerus dengan cara melakukan refleksi diri yakni upaya menganalisis untuk menemukan kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran yang dilakukannya, kemudian merencanakannya dalam proses


(48)

pembelajaran sesuai dengan program pembelajaran yang telah disusunnya dan diakhiri dengan refleksi.

Arikunto (2011:a16) menjelaskan bahwa secara garis besar terdapat empat tahapan yang dilalui, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Adapun model dan pelaksanaan untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1. Tahapan PTK (Modifikasi: Arikunto, 2011: 16)

B. Setting Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa dan guru kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur. Jumlah siswa dalam kelas tersebut adalah 20 siswa yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan.

Perencanaan

Siklus I

Pengamatan

Pelaksanaan Refleksi

Perencanaan

Siklus II

Pengamatan

Pelaksanaan Refleksi


(49)

32

2. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 10 Metro Timur yang terletak di Jl. Stadion Tejo Sari, Tejo Agung, Kecamatan Metro Timur Kota Metro.

3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015 selama 4 bulan. Kegiatan penelitian dimulai dari perencanaan sampai laporan hasil penelitian (bulan Desember sampai dengan bulan Maret).

C. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang berkaitan dengan penelitian dikumpulkan melalui dua teknik, yaitu teknik nontes dan tes.

1. Teknik Nontes

Teknik nontes dilakukan dengan mengobservasi kinerja guru, aktivitas siswa, hasil belajar afektif, dan hasil belajar psikomotor dalam pembelajaran problem posing untuk memperoleh data yang bersifat kualitatif dengan menggunakan lembar observasi.

2. Teknik Tes

Tes ini digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kuantitatif. Tes ini dilaksanakan pada pertemuan terakhir setiap siklus, dalam bentuk soal tes formatif. Melalui soal tes formatif ini dapat diketahui peningkatan


(50)

hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran problem posing.

D. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Lembar Observasi

Lembar observasi penelitian menggunakan instrumen penilaian kinerja guru (IPKG), lembar pengamatan aktivitas siswa, lembar hasil belajar afektif dan psikomotor. Instrumen penilaian kinerja guru yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru dalam mengajar menggunakan model problem posing dengan baik dan benar. Lembar pengamatan aktivitas siswa untuk mengamati kemajuan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika melalui model problem posing. Lembar hasil belajar afektif digunakan untuk mengamati sikap disiplin, percaya diri dan saling menghargai dan lembar observasi hasil belajar psikomotor digunakan untuk mengamati keterampilan siswa seperti membuat pertanyaan berdasarkan materi, membangun komunikasi aktif dengan guru dan teman, mengoreksi soal beserta jawaban dengan teliti serta menggunakan bahasa yang baik saat berkomunikasi.

2. Soal Tes

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data hasil belajar kognitif siswa menggunakan soal tes yang digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kuantitatif. Soal tes diberikan setiap pertemuan (tes evaluasi) dan setiap akhir siklus (tes formatif). Melalui soal tes formatif ini


(51)

34

dapat diketahui hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran matematika melalui model problem posing disetiap siklusnya.

E. Teknik Analisis Data

Data-data yang telah diperoleh melalui alat pengumpul data tersebut, perlu dianalisis sesuai dengan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian. 1. Analisis Kualitatif

a. Kinerja Guru

Tingkat pencapaian kinerja guru dapat diperoleh dengan rumus:

N = ×

Keterangan: N = Nilai yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh

SM = Skor maksimum ideal yang diamati 100 = Bilangan tetap

Sumber: Purwanto (2008: 102)

Nilai hasil tersebut akan dikategorikan sebagai nilai keberhasilan guru dalam menerapkan model problem posing.

Tabel 3.01 Kategori keberhasilan kinerja guru

No Rentang nilai Kategori

1 80,1 – 100 Sangat baik

2 60,1 – 80 Baik

3 40,1 – 60 Cukup

4 20,1 – 40 Kurang

5 0,1 – 20 Sangat kurang


(52)

b. Aktivitas Siswa

1) Nilai aktivitas belajar tiap siswa diperoleh dengan rumus:

x

SM R

N 100

Keterangan:

N = nilai

R = skor mentah yang diperoleh siswa

SM = skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan (Sumber: Purwanto, 2008: 102)

Tabel 3.02 Kategori aktivitas siswa perindividu

No Rentang nilai Kategori

1 80,1 – 100 Sangat aktif

2 60,1 – 80 Aktif

3 40,1 – 60 Cukup aktif

4 20,1 – 40 Kurang aktif

5 0,1 – 20 Pasif

(Modifikasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)

2) Nilai aktivitas belajar siswa secara klasikal diperoleh dengan rumus:  siswa yang tuntas belajar

 siswa

Tabel 3.03 Kategori nilai aktivitas siswa secara klasikal

No Siswa aktif (%) Kategori

1 ≥ 80 Sangat aktif

2 60 – 79 Aktif

3 40 – 59 Cukup aktif

4 20 – 39 Kurang aktif

5 < 20 Pasif

(Sumber: Aqib, dkk., 2009: 41)

X 100 P =


(53)

36

c. Hasil Belajar Afektif Siswa

1) Untuk menentukan nilai hasil belajar afektif tiap siswa, menggunakan rumus:

Nilai = � ℎ �

� � � �

Nilai tersebut dikategorikan dalam kategori nilai hasil belajar afektif siswa sebagai berikut.

Tabel 3.04 Kategori nilai hasil belajar afektif siswa

Nilai angka Kategori

81-100 Sangat baik

66-80 Baik

51-65 Cukup baik

0-50 Kurang baik

(Sumber: Kemendikbud 2013: 131)

2) Persentase hasil belajar afektif siswa secara klasikal

Persentase hasil belajar afektif siswa secara klasikal atau keseluruhan diperoleh menggunakan rumus.

P = ∑ � � � ��� � �

∑ � � x 100%

(Sumber: Aqib, 2009: 41)

Persentase tersebut dikategorikan dalam kriteria persentase siswa secara klasikal sebagai berikut.

Tabel 3.05 Kriteria persentase hasil belajar afektif secara klasikal

Tingkat keberhasilan (%) Kategori

≥80 Sangat tinggi

60-79 Tinggi

40-59 Sedang

20-39 Rendah

<20 Sangat rendah


(54)

d. Hasil Belajar Psikomotor Siswa

1) Untuk menentukan nilai hasil belajar psikomotor tiap siswa menggunakan rumus:

Nilai = Ju a o

Ju a o a a ×

Nilai tersebut dikategorikan dalam predikat nilai psikomotor siswa sebagai berikut.

Tabel 3.06 Predikat nilai psikomotor siswa Nilai

Predikat

Skala 100 Skala 4

86-100 4 A

81-85 3,66 A-

76-80 3,33 B+

71-75 3 B

66-70 2,66 B-

61-65 2,33 C+

56-60 2 C

51-55 1,66 C-

46-50 1,33 D+

0-45 1 D

(Sumber: Kemendikbud, 2013: 131)

2) Untuk menentukan hasil belajar psikomotor secara klasikal menggunakan rumus:

Ketuntasan kelas = � ℎ � � ��� � "≥�−"

� ℎ � � � %

(Sumber: Aqib, 2009: 41)

2. Teknik Analisis Data Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan berbagai dinamika kemajuan kualitas hasil belajar siswa dalam hubungannya dengan penguasaan materi yang diajarkan guru.


(55)

38

a) Nilai hasil belajar kognitif siswa secara individual diperoleh dengan rumus:

S = x 100 Keterangan:

S = Nilai yang diharapkan

R = Jumlah skor/item yang dijawab benar N = Skor maksimum dari tes

100 = Bilangan tetap

(Sumber: Purwanto, 2008: 112)

b) Nilai rata-rata hasil belajar siswa diperoleh dengan rumus: S =

X

Keterangan:

S = Nilai yang diharapkan

R = jumlah skor/item yang dijawab benar N = Skor maksimum dari tes

100 = Bilangan tetap

(Sumber: Purwanto, 2008: 112)

c) Nilai persentase ketuntasan belajar siswa dalam ranah kognitif secara klasikal diperoleh dengan rumus:

Jumlah siswa yang memiliki nilai kognitif ≥ 66 Jumlah seluruh siswa

(Modifikasi dari Aqib, dkk., 2009: 41)

X 100 P =


(56)

Tabel 3.7 Predikat keberhasilan hasil belajar kognitif No Tingkat keberhasilan Keterangan

1 ≥ 80 % Sangat tinggi

2 60 - 79 % Tinggi

2 40 – 59 % Sedang

4 20 – 39 % Rendah

5 < 20 % Sangat rendah

F. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing-masing siklus dilakukan melalui empat tahapan dasar yang saling berkesinambungan, yaitu tahap perencanaan (planning), tahap pelaksanaan (acting), tahap pengamatan (observing), dan tahap refleksi (reflecting).

1. Perencanaan adalah merencanakan program tindakan yang mencakup semua langkah tindakan secara rinci tentang segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran mencakup metode dan teknik mengajar, serta teknik atau instrumen observasi dan evaluasi.

2. Pelaksanaan adalah realisasi dari segala teori dan teknik mengajar yang telah disiapkan oleh peneliti sebelumnya sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

3. Pengamatan adalah kegiatan atau observasi yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.

4. Refleksi adalah tahapan untuk memproses data yang didapatkan peneliti pada saat melakukan pengamatan. Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar acuan perencanaan siklus selanjutnya.


(57)

40

G. Urutan Penelitian Tindakan Kelas 1. Siklus I

Prosedur penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan

Pada tahap ini yang dilakukan adalah:

1) Melakukan analisis pembelajaran yang akan dilakukan untuk mengetahui Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan diajarkan dengan menggunakan model problem posing.

2) Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui model problem posing.

3) Menyiapkan materi pembelajaran yang diajarkan melalui model problem posing.

4) Membuat rencana perbaikan pembelajaran (RPP) dengan materi pecahan.

5) Menyiapkan media berupa gambar kue yang digunakan dalam pembelajaran.

6) Menyusun dan menyiapkan lembar kerja siswa. 7) Menyiapkan instrumen penilaian.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan yang dilakukan adalah merujuk kepada skenario pembelajaran yang telah dirancang yaitu melalui pembelajaran menggunakan model problem posing. Kegiatan pembelajaran dengan beberapa tahap yaitu:


(58)

1) Kegiatan Pendahuluan a) Pengkondisian kelas.

b) Memberikan motivasi kepada siswa. c) Melakukan apersepsi.

d) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dari kegiatan pembelajaran.

e) Menyampaikan cakupan materi dan menjelaskan uraian kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

2) Kegiatan Inti

Penerapan model problem posing dalam pembelajaran matematika tampak pada kegiatan inti. Berikut ini langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajan problem posing:

a) Eksplorasi

1. Menggali pengetahuan dengan memberikan contoh soal yang berkaitan dengan materi “Mengubah pecahan biasa ke dalam bentuk desimal dan persen serta sebaliknya”.

2. Siswa dibimbing untuk mencari informasi dan menggali pengetahuan melalui masalah yang disajikan oleh guru melalui tanya jawab dan penjelasan guru.

b) Elaborasi

1. Siswa diberi penjelasan bahwa kegiatan pembelajaran dilakukan untuk mencari tahu tentang konsep mengubah pecahan biasa ke dalam bentuk decimal dan persen.


(59)

42

2. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok secara heterogen.

3. Siswa berdiskusi dengan anggota berkelompoknya, untuk mengajukan beberapa pertanyaan pada lembar soal dan kemudian menjawab soal yang telah dibuat.

4. Setelah selesai berdiskusi, siswa diminta menukarkan lembar soal dengan kelompok lainnya.

5. Kegiatan selanjutnya yaitu menjawab soal pada lembar jawab secara berkelompok.

6. Siswa mempresentasikan lembar soal dan lembar jawab di depan kelas, kemudian siswa diminta untuk saling memberi tanggapan dan mengajukan pertanyaan.

c) Konfirmasi

1. Guru memberi umpan balik dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat maupun hadiah terhadap keberhasilan siswa. 2. Penguatan dan penyempurnaan terhadap beberapa hal

yang diinformasikan pada diskusi kelas.

3. Siswa melakukan refleksi untuk mengevaluasi rangkaian aktivitas yang telah dilakukan.

3) Kegiatan Penutup

a) Siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran atas manfaat yang dihasilkan dari kegiatan pembelajaran.


(60)

b) Siswa memberikan umpan balik atas kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan serta memberikan apresiasi kepada siswa yang aktif.

c) Siswa diberi tugas rumah sebagai tindak lanjut.

d) Kegiatan selanjutnya adalah penyampaian rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.

e) Guru mengakhiri pertemuan dengan mengucapkan salam.

c. Pengamatan

Observer melaksanakan pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan dilakukan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi. Lembar observasi yang disediakan meliputi lembar observasi aktivitas siswa, kinerja guru, hasil belajar afektif, dan psikomotor siswa.

d. Refleksi

Peneliti bersama guru dan teman sejawat melakukan refleksi untuk menganalisis kelebihan dan kekurangan selama proses pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang dianalisis adalah aktivitas siswa, kinerja guru dan hasil belajar siswa. Analisis tersebut sebagai acuan perbaikan kinerja guru dan digunakan sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut dalam rangka mencapai tujuan PTK. Hasil analisis juga digunakan sebagai bahan perencanaan pada siklus berikutnya dengan membuat rencana tindakan baru agar menjadi lebih baik lagi.


(61)

44

2. Sikus II

a. Perencanaan

Kegiatan pada siklus II ini dibuat dengan membuat rencana pembelajaran secara kolaboratif antara peneliti, guru dan teman sejawat seperti siklus sebelumnya berdasarkan refleksi pada siklus I. Peneliti melakukan perencanaan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1) Mendata masalah dan kendala yang dihadapi pada proses

pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I.

2) Merancang perbaikan untuk proses pembelajaran di siklus II berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.

3) Menyiapkan perangkat pembalajaran yang akan digunakan selama proses pembelajaran di kelas

4) Menyiapkan susunan skenario pembelajaran yaitu rencana perbaikan pembelajaran.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan tindakan yang dilakukan adalah merujuk pada rencana perbaikan pembelajaran (RPP) yang telah dirancang yaitu melalui pembelajaran menggunakan model problem posing. Kegiatan pembelajaran dengan beberapa tahap yaitu.

1) Kegiatan Pendahuluan a) Pengkondisian kelas.

b) Memberikan motivasi kepada siswa. c) Melakukan apersepsi.


(62)

d) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dari kegiatan pembelajaran.

e) Menyampaikan cakupan materi dan menjelaskan uraian kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

2) Kegiatan Inti

Penerapan model problem posing dalam pembelajaran matematika tampak pada kegiatan inti. Berikut ini langkah-langkah pembelajaran dengan model problem posing:

a) Eksplorasi

1. Menggali pengetahuan dengan memberikan contoh soal yang berkaitan dengan materi “Penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan”.

2. Siswa dibimbing untuk mencari informasi dan menggali pengetahuan melalui masalah yang disajikan oleh guru melalui tanya jawab dan penjelasan guru.

b) Elaborasi

1. Siswa diberi penjelasan bahwa kegiatan pembelajaran dilakukan untuk mencari tahu tentang konsep Penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan. 2. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok secara

heterogen.

3. Siswa berdiskusi dengan anggota berkelompoknya, untuk mengajukan beberapa pertanyaan pada lembar soal dan kemudian menjawab soal yang telah dibuat.


(63)

46

4. Setelah selesai berdiskusi, siswa diminta menukarkan lembar soal dengan kelompok lainnya.

5. Kegiatan selanjutnya yaitu menjawab soal pada lembar jawab secara berkelompok.

6. Siswa mempresentasikan lembar soal dan lembar jawab di depan kelas, kemudian siswa diminta untuk saling memberi tanggapan dan mengajukan pertanyaan.

c) Konfirmasi

1. Guru memberi umpan balik dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat maupun hadiah terhadap keberhasilan siswa. 2. Penguatan dan penyempurnaan terhadap beberapa hal

yang diinformasikan pada diskusi kelas.

3. Siswa melakukan refleksi untuk mengevaluasi rangkaian aktivitas yang telah dilakukan.

3) Kegiatan Penutup

a) Siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran atas manfaat yang dihasilkan dari kegiatan pembelajaran.

b) Siswa memberikan umpan balik atas kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan serta memberikan apresiasi kepada siswa yang aktif.


(64)

c. Pengamatan

Observer melaksanakan pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung. Pengamatan dilakukan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi. Lembar observasi yang disediakan meliputi lembar observasi aktivitas siswa, kinerja guru, hasil belajar afektif, dan psikomotor siswa.

d. Refleksi

Tahap terakhir siklus ini merupakan kegiatan menganalisis seluruh informasi yang telah terkumpul yang diperoleh pada tahap observasi. Peneliti merefleksikan kegiatan yang berlangsung dengan membuat kesimpulan.

H. Indikator Keberhasilan

Keberhasilan dalam penerapan model problem posing dapat dilihat dalam indikator, antara lain:

1) Adanya peningkatan aktivitas belajar siswa, sehingga siswa yang aktif mencapai ≥75% dari jumlah siswa yang ada di kelas.

2) Adanya peningkatan hasil belajar siswa, sehingga persentase ketuntasan hasil belajar siswa mencapai ≥75% dari jumlah siswa yang ada di kelas.


(1)

Berdasarkan hasil yang diperoleh peneliti berdasarkan dari apa yang telah diungkapkan sebelumnya, maka dapat menjawab hipotesis penelitian ini, yaitu penerapan model problem posing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas VA SD Negeri 10 Metro Timur Tahun Pelajaran 2014/2015.

B. Saran

Perbaikan aktivitas dan hasil belajar matematika melalui penerapan model problem posing yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran antara lain:

1. Bagi Siswa

Siswa harus mempersiapkan bahan materi yang akan dipelajari terlebih dahulu sebelum materi disampaikan oleh guru. Siswa harus berani dalam menyampaikan ide/gagasan dan pertanyaan kepada teman maupun guru dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas, karena diskusi merupakan salah satu tempat memahami konsep.

2. Bagi Guru

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan guru sebagai pelaksana pembelajaran dalam menerapan model problem posing. Secara umum hal-hal yang perlu dipersiapkan yaitu perangkat pembelajaran seperti pemetaan, silabus, RPP, soal tes formatif, LKS, sumber belajar dan media pembelajaran. Secara khusus penerapan model problem posing perlu diperhatikan beberapa hal, diantaranya yaitu perlunya bimbingan


(2)

kepada siswa untuk dapat membuat/mengajukan permasalahan (soal) dan penyelesaian soal yang telah dibuat secara bertahap agar siswa lebih mudah mengerti dan memahami konsep dari materi yang sedang dipelajari, serta pemberian tindak lanjut baik pengulangan terhadap materi yang telah dipelajari maupun dasar-dasar untuk materi berikutnya.

Selanjutnya dalam penerapan model problem posing terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu guru hendaknya dapat melibatkan siswa selama proses pembelajaran. Selain itu, pengenalan terhadap karakter dan latar belakang siswa diperlukan untuk memberikan perlakuan tertentu terhadap siswa.

3. Bagi SD Negeri 10 Metro Timur

Seiring dengan perubahan dan perkembangan dunia yang semakin maju menuntut manusia untuk selalu belajar agar dapat diterima dan mampu bersaing. Pendidikan adalah penentu kualitas yang dimiliki oleh manusia. Dunia pendidikan yang selalu mengalami peningkatan, perlu diadakan inovasi pembelajaran. Inovasi pembelajaran tersebut harus mampu menciptakan manusia yang cakap, cerdas dan berwawasan luas menghadapi realita dan fenomena yang ada saat ini. Seperti penerapan model problem posing dalam pembelajaran di sekolah serta pengoptimalan sarana dan prasarana.


(3)

4. Bagi peneliti berikutnya

Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian, peneliti menyarankan bagi peneliti berikutnya untuk dapat mengembangkan dan melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model problem posing pada materi yang berbeda. Selain itu, model problem posing dapat diterapkan pada kelas yang berbeda khususnya kelas tinggi dan mata pelajaran yang lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie & Maulana. 2006 A. Pemecahan Masalah Matematika. UPI Press. Bandung.

. 2006 B. Konsep Dasar Matematika. UPI Press. Bandung.

Aisyah, Nyimas dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD (Bahaan Ajar Cetak). Depdiknas. Jakarta.

Akay, Hayri dan Boz, Nihat. 2010. The Effect of Problem Posing Oriented Analyses-II Course on the Attitudes toward Mathematics and Mathematics Self-Efficacy of Elementary Prospective Mathematics Teachers. Australian

Journal of Teacher Education. Diakses dari

http://ro.ecu.edu.au/ajte/vol35/iss1/6 pada tanggal 17 Januari 2015.

Amri, Sofan. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Prestasi Pustakarya. Jakarta.

Arumsari, dkk. 2009. Pelajaran Matematika Bilingual untuk SD/MI Kelas 5. Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.

. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan . Bumi Aksara. Jakarta.

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK. CV Yrama Widya. Bandung.

Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Ekawarna. 2013. Penelitian Tindakan Kelas. GP Press Group. Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Ikrar Mandiri abadi. Jakarta. . 2013. Proses Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara.. Jakarta. Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia. Bandung.


(5)

Hasbullah. 2012. Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Hermawan, Ruswandi, dkk. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Sekolah Dasar. Bandung : UPI PRESS.

Heruman. 2008. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Hudoyo. 2012. Ciri, fungsi dan tujuan matematika. Diakses dari (http://mengenalmatematika.blogspot.com/2012/03/ciri-fungsi-dan-tujuan-pembelajaran.html) pada tanggal 31 Maret 2015.

Kemendikbud. 2013. Diklat Guru Dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013. Kemendikbud. [Modul].

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Kunandara.a2010. Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Rajawali Pers. Jakarta.

Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung. Mulyasa. 2007. Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Prihandoko, Antonius Cahya. 2006. Pemahaman dan Penyajian Konsep Matematika Secara Benar dan Menarik. Depdiknas. Jakarta.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rohman, M & Sofan Amri. 2013. Strategi dan Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran. Prestasi Pustaka. Jakarta.

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. . 2012. Model-model Pembelajaran Pengembangan Profesionalisme


(6)

Sani, R. A. 2013. Inovasi Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta.

Sardiman. 2010. Assesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta. Sudiatmaja, Kojat. 2008. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Bandar Lampung:

Gajah Mada

Sudjana, Nana. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta.

Soedjadi. 2007. Masalah Kontekstual Sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Depdiknas : UNESA

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Suryosubroto B, 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta.

Jakarta.

Sutisna. 2010. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia : http://sutisna.com/artikel/artikel- kependidikan/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran-dengan-pendekatan-problem-posing/ (Diakses 16 Januari 2015)

Suwangsih, Erna & Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. UPI Press. Bandung.

Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. 2012. Belajar dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembengunan Nasional. Ar-ruzz Media. Yogyakarta.

Trianto. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Prestasi Pusdakarya. Jakarta.

. 2009. Mengembangkan Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana. Jakarta.

Wale, John A. 2006. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Terjemahan dari Suyono Elementary and Middle School Mathematics. Erlangga. Jakarta.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN METODE INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS IVA SD NEGERI 8 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2010/2011

0 8 53

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IV A SDN 1 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 75

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 4 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 9 101

PENERAPAN MAPPING DALAM MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IVA SD NEGERI 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 10 77

HUBUNGAN PENERAPAN STRATEGI PROBLEM BASED LEARNING DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI 10 METRO TIMUR

0 3 69

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV B SD NEGERI 10 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 4 63

PENERAPAN MODEL TREFFINGER UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 03 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

5 45 78

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 BANJARREJO BATANGHARI LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 24 52

PENERAPAN MEDIA REALIA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IA SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

7 93 76

PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 10 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 6 71