PENERAPAN MODEL TREFFINGER UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 03 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL TREFFINGER UNTUK MENINGKATKAN

AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V

SD NEGERI 03 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN

2014/2015

Oleh

DIANTY EPRILIAN

Masalah yang terdapat dalam penelitian adalah rendahnya hasil belajar IPA yang ditunjukkan dengan persentase ketuntasan siswa sebesar 48,57%. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui penerapan model treffinger.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan setiap siklus, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Alat pengumpul data penelitian menggunakan lembar pengamatan dan lembar soal tes. Teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model treffinger dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA. Hal tersebut ditunjukkan dari persentase ketuntasan aktivitas siswa yang mencapai kategori minimal aktif pada siklus I sebesar 57,14% dengan nilai rata-rata 60,57 meningkat pada siklus II menjadi 80% dengan nilai rata-rata 79,14. Persentase ketuntasan kognitif siswa yang telah mencapai KKM pada siklus I sebesar 60% dengan nilai rata-rata 67,20 meningkat pada siklus II menjadi 80% dengan nilai rata-rata 75,89. Persentase ketuntasan nilai afektif siswa yang mencapai kategori minimal baik pada siklus I sebesar 57,14% dengan nilai rata-rata 59,73 kemudian meningkat pada siklus II menjadi 77,14% dengan nilai rata-rata 78,84. Persentase ketuntasan nilai psikomotor siswa yang mencapai kategori minimal baik pada siklus I sebesar 57,14% dengan nilai rata-rata 65,32 kemudian meningkat pada siklus II menjadi 77,14% dengan nilai rata-rata 80,54.


(2)

PENERAPAN MODEL TREFFINGER UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA

PEMBELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 03 METRO BARAT

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

DIANTY EPRILIAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENIDIKAN

Pada

Program Studi S1 PGSD Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal 03 April 1993, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Meni dan Ibu Supiyah.

Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Kresnowidodo, Kabupaten Pesawaran diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 2 Tegineneng, Kabupaten Pesawaran diselesaikan pada tahun 2008, dan menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi S1-PGSD melalui Seleksi UML, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(7)

i PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim…

Kupersembahkan karya ini sebagai rasa syukur kepada ALLAH Swt beserta Nabi junjungan kami Muhammad SAW dan ucapan terima kasih serta rasa banggaku

kepada:

Ayahanda dan Ibundaku tercinta, Bapak Meni, ST. dan Ibu Supiyah, S.Pd. Yang sudah membesarkanku, mendidik, bekerja membanting tulang yang tiada ternilai

harganya, dan selalu memberikan semangat untuk terus berjuang dalam menggapai cita-cita, dan tidak pernah lelah untuk selalu memberikan do’a, dan nasihat.

Adik tercinta Yudha Yudistira

Yang selalu memberikan motivasi dalam setiap senyuman dan semangat untuk terus berjuang dalam menggapai cita-cita, terimakasih.

Yang tercinta Isnaini Fitrah Sari, Sovia Rina, dan Dessy Ayu Purwandari Yang selalu memberikan senyum, dukungan dan motivasi untuk terus berjuang dalam

menyelesaikan skripsi ini, terimakasih. Teman-teman Angkatan 2011

Yang selalu memberikan motivasi, senyum dan semangat untuk terus berjuang dalam menyelesaikan studi ini, terimakasih.


(8)

MOTO

“Man Jadda Wa Jadda”

“Siapa yang bersungguh

-sungguh pa

sti akan berhasil”

(Al-hadits)

Dua kunci keberhasilan dalam hidup yaitu belajar pada orang yang telah

sukses dan belajar pada orang yang pernah gagal dalam hidup


(9)

ii

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kasih sayang serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Treffinger untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPA Kelas V SD Negeri 03 Metro Barat Tahun Pelajaran 2014/2015”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus ditempuh untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan di Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., Rektor Universitas Lampung yang mengesahkan ijasah dan gelar sarjana kami, sehingga peneliti termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., Dekan FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan semangat kemajuan serta dorongan untuk memajukan FKIP.

3. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan program studi PGSD.

4. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., Ketua Program Studi PGSD FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan banyak ilmu dan ide-ide kreatif untuk memajukan kampus tercinta PGSD.

5. Bapak Drs. Siswantoro, M.Pd., Koordinasi Kampus B FKIP Unila yang telah memberikan banyak ilmu selama masa kuliah dan memberikan bantuan untuk kelancaran penyusunan skripsi ini.


(10)

iii

6. Bapak Dr. Alben Ambarita, M.Pd., Dosen Penguji skripsi yang telah memberikan saran-saran yang berharga mulai dari seminar proposal hingga ujian skripsi.

7. Bapak Drs. A. Sudirman, M.H., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan masukan yang berharga kepada peneliti.

8. Ibu Dra. Siti Racmah Sofiani, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan masukan yang berharga kepada peneliti dengan penuh kesabaran.

9. Bapak Drs. Muncarno, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada peneliti.

10. Bapak Drs. Sunarto., Kepala Sekolah SD Negeri 03 Metro Barat serta dewan guru dan staf yang telah memberikan izin dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

11. Ibu Mulyati, SPd. SD., wali kelas V yang telah bersedia menjadi teman sejawat dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.

12. Siswa-siswi kelas V SD Negeri 03 Metro Barat, yang telah membantu dengan berpartisipasi aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

13. Sahabat-sahabatku yang selalu memotivasi, memberikan semangat, dan menemani perjuangan untuk menyelesaikan skripsi ini, terimakasih untuk Isnaini Fitrah Sari, Sovia Rina, Dessy Ayu Purwandari, Rani Rahmawati, Riyani Cahyanti, Nanda Pratiwi, Dwi Septi, Fitri Handayani, Ahmad Herwanto dan Nurlita Sari Ningsih yang yang selalu menghadirkan semangat dan kebersamaan yang tak terlupakan.

14. Teman-teman angkatan 2011 kelas A dan B, yang selalu menghadirkan semangat dan kebersamaan yang tak terlupakan.

15. Semua pihak yang namanya tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.


(11)

iv

Akhir kata, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi peneliti berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Metro, Juni 2015 Peneliti,


(12)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Ruang Lingkup Penelitian ... 7

D.Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A.Model Pembelajaran ... 10

B.Model Treffinger ... 11

1. Pengertian Model Treffinger ... 11

2. Pengertian Kreativitas ... 13

3. Kelebihan dan Kelemahan Model Treffinger ... 15

4. Langkah-langkah Model Treffinger ... 16

C.Belajar ... 19

1. Belajar ... 19

2. Aktivitas Belajar... 20

3. Hasil Belajar ... 22

D.Pembelajaran IPA ... 28

1. Pengertian Pembelajaran IPA ... 28

2. Tujuan Pembelajaran IPA ... 30

E. Kerangka Pikir ... 31

F. Hipotesis Tindakan ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A.Jenis Penelitian ... 35

B.Setting Penelitian ... 37

1. Tempat Penelitian ... 37

2. Waktu Penelitian ... 37

3. Subjek Penelitian ... 37

C.Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 37


(13)

vi

2. Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 49

E. Prosedur Penelitian ... 51

1. Siklus I ... 51

2. Siklus II ... 54

F. Indikator Keberhasilan ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

A.Profil SD Negeri 03 Metro Barat ... 58

1. SD Negeri 03 Metro Barat ... 58

2. Tenaga Pendidik SD Negeri 03 Metro Barat ... 59

3. Keadaan Siswa SD Negeri 03 Metro Barat ... 59

B.Prosedur Penelitian ... 59

1. Deskripsi Awal ... 59

2. Refleksi Awal ... 60

C.Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian Siklus I ... 61

1. Perencanaan... 61

2. Pelaksanaan ... 62

3. Pengamatan ... 73

4. Refleksi ... 83

5. Saran perbaikan ... 85

D.Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian Siklus II ... 86

1. Perencanaan... 86

2. Pelaksanaan ... 87

3. Pengamatan ... 97

4. Refleksi ... 104

E. Pembahasan ... 106

1. Kinerja Guru... 106

2. Aktivitas ... 107

3. Hasil Belajar Kognitif ... 109

4. Hasil Belajar Afektif ... 112

5. Hasil Belajar Psikomotor ... 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

A.Kesimpulan ... 117

B.Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 120


(14)

vii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jadwal kegiatan penelitian tindakan kelas ... 37

2. Indikator kinerja guru ... 39

2. Rubrik penilaian kinerja guru ... 40

3. Indikator aktivitas ... 40

4. Kisi-kisi soal tes formatif... 41

5. Indikator hasil belajar afektif ... 42

6. Rubrik penilaian hasil belajar afektif ... 43

6. Indikator hasil belajar psikomotor ... 44

7. Rubrik penilaian hasil belajar psikomotor ... 44

8. Kategori keberhasilan kinerja guru ... 45

7. Kategori nilai aktivitas siswa ... 46

8. Kategori tingkat keberhasilan aktivitas, hasil belajar afektif, psikomotor, dan kognitif secara klasikal ... 47

9. Kategori nilai hasil belajar afektif siswa ... 47

10. Kategori nilai hasil belajar psikomotor siswa ... 48

11. Kategori nilai hasil belajar kognitif siswa ... 50

12. Rekapitulasi nilai kinerja guru siklus I ... 73

13. Rekapitulasi nilai aktivitas siklus I ... 76

14. Rekapitulasi nilai hasil belajar kognitif pada siklus I ... 78

15. Rekapitulasi nilai hasil belajar afektif siklus I ... 80

16. Rekapitulasi nilai hasil belajar psikomotor siklus I ... 82

17. Rekapitulasi nilai kinerja guru siklus II ... 97

18. Rekapitulasi nilai aktivitas siklus II ... 99

19. Rekapitulasi nilai hasil belajar kognitif pada siklus II ... 100

20. Rekapitulasi nilai hasil belajar afektif siklus II ... 101

21. Rekapitulasi nilai hasil belajar psikomotor siklus II ... 103

22. Rekapitulasi kinerja guru siklus I dan siklus II ... 106

23. Rekapitulasi aktivitas siklus I dan siklus II ... 108

24. Rekapitulasi hasil belajar kognitif siklus I dan siklus II ... 110

25. Rekapitulasi hasil belajar afektif siklus I dan siklus II ... 112


(15)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pikir penelitian tindakan kelas ... 32

2. Alur siklus penelitian tindakan kelas ... 36

3. Gambar peningkatan nilai kinerja guru ... 106

4. Gambar peningkatan nilai aktivitas siswa ... 108

5. Gambar peningkatan nilai hasil belajar kognitif siswa ... 110

6. Gambar peningkatan nilai hasil belajar afektif siswa ... 112


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menghadapi tantangan masa depan dalam era globalisasi dan canggihnya teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai keterampilan dan kemampuan. Keterampilan dan kemampuan yang harus dimiliki tersebut antara lain kemampuan kreatif dan kemampuan pemecaham masalah. kedua kemampuan ini sangat penting, karena dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang harus dipecahkan dan menuntut kreativitas untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapinya.

Pada bidang pendidikan, kemampuan kreatif dan kemampuan pemecahan masalah mendapat perhatian yang cukup besar. Hal itu terlihat pada upaya-upaya pengambil kebijakan di bidang pendidikan untuk memasukkan kedua komponen ini dalam berbagai kegiatan pendidikan, baik dimuat dalam kurikulum, strategi pembelajaran maupun perangkat pembelajaran lainnya. Upaya tersebut dimaksudkan agar supaya setiap kegiatan pendidikan atau pembelajaran, kepada siswa dapat dilatihkan keterampilan yang dapat mengembangkan kemampuan kreatif dan pemecahan masalah. Dengan demikian dunia pendidikan akan memberikan kontribusi yang besar terhadap


(17)

pengembangan sumber daya manusia yang kreatif dan memiliki kemampuan pemecahan masalah yang handal untuk menjalani masa depan yang penuh tantangan.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yaitu melalui pendidikan. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 1 (ayat 1) bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pernyataan lebih jelas tertulis dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 2013 perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan kreatif dan pemecahan masalah bagi siswa pada pendidikan adalah melalui pembelajaran IPA. Pendidikan di Sekolah Dasar memiliki beberapa mata pelajaran yang sangat penting bagi kehidupan individu dikemudian hari diantaranya yaitu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berhubungan dengan


(18)

alam sekitar dan alam semesta yang berguna dalam kehidupan manusia. IPA juga mengajarkan berfikir kritis, kreatif, serta inovatif. Bruner (dalam Nasution, 2005: 6) menyatakan bahwa IPA atau yang sering disebut Sains memiliki fungsi yang fundamental dalam menimbulkan atau mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Pembelajaran IPA harus senantiasa dapat melibatkan siswa, sehingga dapat tercapainya tujuan pembelajaran serta dapat merangsang siswa berpikir kritis, kretif, dan inovatif.

Lebih lanjut Depdiknas (dalam Nasution, 2005: 25) menyatakan bahwa agar tujuan dapat tercapai, maka sains perlu diajarkan dengan cara yang tepat dan dapat melibatkan siswa secara aktif, yaitu melalui proses dan sikap ilmiah peningkatan mutu pembelajaran sains perlu ditingkatkan untuk mengimbangi dengan kemajuan dan perkembangan teknologi. Hakikatnya belajar IPA bukan hanya sekedar menghafal konsep tetapi siswa berusaha untuk menemukan konsep, sehingga dalam pembelajarannya hendaknya guru tidak hanya mentransfer pengetahuannya secara informatif saja tetapi mengajak siswa agar terlibat aktif secara langsung.

Berdasarkan wawancara dengan guru dan hasil observasi selama pembelajaran IPA yang dilakukan peneliti pada hari senin 22 Januari 2015 di kelas V SD Negeri 03 Metro Barat, peneliti menemukan bahwa guru belum optimal dalam penggunaan variasi model pembelajaran yang dapat melatih siswa untuk memahami konsep-konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan. Guru lebih mengutamakan pemberian pengetahuan secara informatif saja dan kurang memberikan ruang yang bebas bagi siswa untuk


(19)

mengembangkan kreativitasnya dalam memecahkan masalah serta kurang memberi keleluasaan kepada siswa untuk mencari arah-arah penyelesaiannya sendiri. Beberapa temuan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada guru (teacher centered) sehingga belum menunjukkan adanya proses konstruktivis yang optimal dan bermakna bagi siswa.

Jumlah siswa yang terlalu banyak sering membuat kondisi kelas menjadi kurang kondusif, tak jarang siswa tidak memperhatikan penjelasan guru dan sering membuat kegaduhan. Kegiatan siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan mengerjakan tugas, saat tanya jawab ada beberapa siswa yang terlihat diam saja. Mereka terlihat kurang percaya diri untuk mengemukakan pendapatnya. Meskipun demikian, masih terdapat siswa yang aktif, namun hanya siswa itu saja yang aktif untuk merespon setiap pertanyaan guru. Indikasi tersebut menunjukkan bahwa siswa belum sepenuhnya berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran karena pembelajaran yang dilaksanakan belum optimal untuk mengajak siswa agar terlibat didalamnya, sehingga pembelajaran menjadi kurang komunikatif.

Penelusuran lebih lanjut, melalui telaah dokumen hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA tahun pelajaran 2014/2015 yang menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA belum optimal. Hanya 17 orang siswa (48,57%) dari 35 orang siswa yang telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 66. Mulyasa (2013: 131) menyatakan dari segi hasil, proses pembentukan kompetensi dan karakter siswa dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik


(20)

seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar 75%. Indikator tersebut menunjukkan bahwa persentase ketuntasan hasil belajar IPA di kelas V masih sangat rendah karena persentase yang ditunjukkan masih jauh dari indikator keberhasilan.

Sebagai alternatif untuk dapat mengatasi masalah tersebut maka perlu diadakan perbaikan pembelajaran agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Upaya perbaikan pembelajaran dapat diwujudkan melalui pembelajaran yang mampu mengajak siswa terlibat aktif sepenuhnya sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Perbaikan dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan mengubah model pembelajaran yang digunakan. Model treffinger merupakan salah satu alternatif perbaikan yang dapat digunakan untuk memperbaiki pembelajaran sekaligus meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA.

Shoimin (20114: 218) mengemukakan bahwa model treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Dengan melibatkan keterampilan kognitif dan afektif pada setiap tingkat dari model ini, treffinger menunjukkan saling berhubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong belajar kreatif.

Menurut Treffinger (dalam Huda, 2013: 218) model treffinger adalah model yang berupaya untuk mengajak siswa berpikir kreatif dalam memecahkan masalah dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan sekitar lalu memunculkan berbagai gagasan dan memilih solusi yang tepat untuk diimplementasikan secara nyata. Disamping itu melalui


(21)

penerapan dengan model treffinger usaha untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA dilakukan secra sistematik dengan memusatkan perhatian kepada proses belajar memecahkan masalah. Tentu saja kegiatan sseperti ini akan memberi peluang besar kepada semua siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dalam pembelajaran IPA. Dengan demikian siswa yang memiliki kemampuan rendah yang umumnya melalui model treffinger akan lebih berkembang dan meningkat kemampuan kratif dan kemampuan pemecahan masalah IPA sehingga aktivitas dan hasil belajarpun meningkat.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model treffinger untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 03 Metro Barat tahun 2014/2015.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan aktivitas dan hasil belajar sebagai berikut: 1. Guru belum optimal dalam penggunaan variasi model pembelajaran yang

dapat melatih siswa untuk memahami konsep-konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan.

2. Guru lebih mengutamakan pemberian pengetahuan secara informatif saja dan kurang memberikan ruang yang bebas bagi siswa untuk mengembangkan kreativitasnya dalam memecahkan masalah

3. Guru kurang memberi keleluasaan kepada siswa untuk mencari arah-arah penyelesaiannya sendiri dalam pembelajaran.


(22)

4. Jumlah siswa yang terlalu banyak sering mengakibatkan kondisi kelas menjadi kurang kondusif.

5. Kegiatan siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan mengerjakan tugas.

6. Siswa belum menampakkan keterlibatannya secara aktif baik dalam kegiatan tanya jawab maupun dalam kegiatan pembelajaran.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dikaji, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi, dalam:

1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model treffinger.

2. Model treffinger yang dimaksud adalah untuk membuat suasana pembelajaran lebih aktif dengan meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 03 Metro Barat.

3. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri 03 Metro Barat.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan model treffinger dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 03 Metro Barat tahun pelajaran 2014/2015?


(23)

2. Bagaimanakah penerapan model treffinger dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 03 Metro Barat tahun pelajaran 2014/2015?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui penerapan model treffinger pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 03 Metro Barat tahun pelajaran 2014/2015.

2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui penerapan model treffinger pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 03 Metro Barat tahun pelajaran 2014/2015.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Siswa

Melalui penerapan model treffinger dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam memecahkankan masalah serta meningkatkan pemahaman dan prestasi siswa mengenai konsep IPA.

2. Guru

Melalui penerapan model treffinger dapat dijadikan sebagai refleksi untuk memperbaiki pembelajaran serta meningkatkan profesionalisme guru. Selain itu, model treffinger dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam melakukan inovasi pembelajaran, sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang bervariatif agar siswa tidak merasa bosan.


(24)

3. Sekolah

Mengharumkan nama baik sekolah, dan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan serta inovasi pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar yang lebih baik dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di SD Negeri 03 Metro Barat.

4. Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan dalam penelitian tindakan kelas serta meningkatkan penguasaan mengajar dengan menerapkan model treffinger sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran

Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Hanafiah & Suhana (2010: 41) model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan tingkah laku peserta didik secara adaptif maupun generatif. model pembelajaran erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style) dan gaya mengajar guru (teaching style).

Menurut Ekawarna (2013: 34) model pembelajaran merujuk kepada wujud/aplikasi dari suatu teori sehingga menjadi bentuk praktis untuk dilaksanakan. Model merupakan bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran.

Soekamto (dalam Trianto, 2009: 74) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Selanjutnya menurut Trianto (2009: 75) setiap model pembelajaran


(26)

diawali dengan upaya menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran, selanjutnya diakhiri dengan menutup pelajaran yang meliputi kegiatan merangkum pokok-pokok pelajaran yang dilakukan siswa dengan bimbingan guru.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu model pembelajaran yang mempunyai pola urut/sintaks yang sistematis dengan upaya menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa agar telibat dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang dipilih oleh guru digunakan sebagai pedoman dalam mengajar dan bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam belajar.

B. Model pembelajaran Treffinger 1. Pengertian model Treffinger

Model treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Menurut Shoimin (2014: 219) model treffinger untuk mendorong belajar kreatif menggambarkan susunan tiga tahap yang mulai dengan unsur-unsur dasar dan menanjak ke fungsi-fungsi berpikir yang lebih majemuk, siswa terlibat dalam kegiatan membangun keterampilan pada dua tahap pertama untuk kemudian menangani masalah kehidupan nyata pada tahap ketiga.

Menurut Sunata (dalam Shoimin, 2014: 219) model treffinger adalah suatu strategi pembelajaran yang dikembangkan dari model belajar kreatif yang bersifat develop mental dan mengutamakan segi proses. Strategi


(27)

pembelajaran yang dikembangkan Treffinger yang berdasarkan kepada model belajar kreatifnya.

Lebih lanjut Huda (2013: 318) model treffinger sebenarnya tidak berberda jauh dengan model pembelajaran yang digagas oleh Osborn. Model treffinger ini juga dikenal dengan Creative Problem Solving, kedua sama-sama berupaya untuk mengajak siswa berpikir kreatif dalam menghadapi masalah, namun sintak yang diterapkan antara Osborn dan Treffinger sedikit berbeda satu sama lain.

Menurut Treffinger (dalam Huda, 2013: 218) model treffinger adalah model yang berupaya untuk mengajak siswa berpikir kreatif dalam memecahkan masalah dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan sekitar lalu memunculkan berbagai gagasan dan memilih solusi yang tepat untuk diimplementasikan secara nyata.

Menurut Ngalimun, (2014: 179) pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap dengan sintaks: keterbukaan-urutan ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka,reward.

Strategi pemecahan masalah kreatif dalam penyelesaian problematik maksudnya segala cara yang dikerahkan oleh seseorang dalam berpikir kreatif, dengan tujuan menyelesaikan suatu permasalahan secara kreatif. Dalam implementasinya, Treffinger, dilakukan melalui solusi kreatif. Menurut Noller (dalam Suryosubroto, 2009: 199) solusi kreatif sebagai upaya pemecahan masalah yang dilakukan melalui sikap dan pola pikir kreatif, memiliki banyak alternatif pemecahan masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian menyampaikan


(28)

pendapat, berpikir divergen, dan fleksibel dalam upaya pemecahan masalah.

Menurut Sarson (dalam Huda, 2013: 320) karakteristik yang paling dominan dari model pembelajaran treffinger ini adalah upayanya dalam mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif siswa untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuhnya untuk memecahkan permasalahan, artinya siswa diberikan keleluasaan untuk berkreativitas menyelesaikan permasalahannya sendiri dengan cara-cara yang ia kehendaki, tugas guru adalah membimbing siswa agar arah-arah yang ditempuh oleh siswa ini tidak keluar dari permasalahan.

Menurut Shoimin (2014: 218) karakteristik model treffinger adalah melibatkan keterampilan kognitif dan afektif pada setiap tingkat dari model ini, treffinger menunjukkan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong belajar kreatif.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran treffinger adalah model pembelajaran yang mengajak siswa berpikir kreatif dalam memecahkan masalah dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan sekitar lalu memunculkan berbagai gagasan dan memilih solusi yang tepat untuk diimplementasikan secara nyata. Model ini lebih menekankan pada aspek kognitif dan afektif siswa dalam pembelajaran.

2. Pengertian Kreativitas

Model treffinger merupakan model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Menurut Suryosubroto (2009: 191) Kreativitas merupakan kemampuan sesorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, berupa gagasan maupun karya nyata, dalam bentuk ciri-ciri


(29)

aptitude maupun non aptitude, dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada yang relative berbeda dengan apa yang telah ada.

Lebih lanjut Mednick (dalam Suryosubroto, 2009: 192) mendifinisikan kreativitas, Creativity is the forming of associaties elements into new combination which either meet specified requirinwent or some ways useful. The more mutually remote the elements of the new combination, the more creative the process solution ( kreativitas merupakan bagian dari unsur-unsur asosiatif dalam kombinasi baru yang memenuhi syarat-syarat tertentu atau dengan beberapa cara yang berguna. Makin jauh timbal balik unsur-unsur kombinasi baru, makin kreatif proses pemecahan masalah itu). Kemampuan kreatif memiliki beberapa macam perilaku sesuai dengan pendapat Guilford (dalam Suryosubroto, 2009: 192-193) kemampuan kreatif dapat dicerminkan melalui lima macam perilaku, yaitu

a. Fluency, kelancaran atau kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan,

b. Fleksibility, kemampuan menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam mengatasi persoalan,

c. Originality, kemampuan mencetuskan gagasan-gagasan asli, d. Elaboration, kemampuan menyatakan gagasan secara terperinci, e. Sensitivity, kepekaan menangkap dan menghasilkan gagasan

sebagai tanggapan terhadap suatu situasi.

Menurut Munandar (Shoimin, 2014: 220), mengemukakan bahwa kreativitas adalah:

Hasil interaksi antara individu dan lingkungannya, kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unur yang sudah ada atau dikenal sebelumnya, yaitu semua pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh seseorang selama hidupnya baik itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun dari lingkungan masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan


(30)

sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk karya baru maupun kombinasi dari hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.

3. Kelebihan dan Kelemahan Model Treffinger

Menurut Huda (2013: 320) manfaat yang bisa diperoleh dari menerapkan model ini antara lain:

a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep-konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan.

b. Membuat siswa aktif dalam pembelajaran.

c. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa karena disajikan masalah pada awal pembelajaran dan memberi keleluasaan kepada siswa untuk mencari arah-arah penyelesaiannya sendiri. d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mendifinisikan

masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis, dam percobaan untuk memecahkan suatu permasalahan.

e. Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru.

Menurut Huda (2013: 320) kelemahan dari menerapkan model treffinger antara lain:

a. Perbedaan level pemahaman dan kecerdasan siswa dalam menghadapi masalah.

b. Ketidaksiapan siswa untuk menghadapi masalah baru yang dijumpai di lapangan.

c. Model ini mungkin tidak terapkan untuk siswa taman kanak-kanak atau kelas-kelas awal sekolah dasar.

d. Membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mempersiapkan siswa melakukan tahp-tahap di atas.

Shoimin (2014: 222) kelemahan model treffinger yaitu butuh waktu yang lama. Namun menurut Shoimin (2014: 221-222) model treffinger memiliki kelebihan yaitu sebagai berikut:

a. Mengasumsikan bahwa kreativitas adalah proses dan hasil belajar.


(31)

b. Dilaksanakan kepada semua siswa dalam berbagai latar belakang dan tingkat kemampuan.

c. Mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif dalam pengembangannya.

d. Melibatkan secara bertahap kemampuan berpikir konvergen dan divergen dalam proses pemecahan masalah.

e. Memiliki tahapan pengembangan yang sistematik, dengan beragam metode dan teknik untuk setiap tahap yang dapat diterapkan secara fleksibel.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa kelebihan dari model treffinger yaitu lebih menekankan aspek kognitif dan afektif siswa. Melalui model treffinger siswa diberi kesempatan untuk memahami konsep-konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan, siswa menjadi aktif dalam pembelajaran, dikembangkannya kemampuan berpikir siswa dan kemampuan menyelesaikan permasalahan, serta siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru. Kekurangan dari model treffinger yaitu memerlukan waktu yang lama, sehingga untuk meminimalisir kekurangan tersebut maka guru perlu memperhatikan perbedaan level pemahaman dan kecerdasan siswa dalam menghadapi masalah dan kesiapan siswa untuk menghadapi masalah dalam pembelajaran.

4. Langkah- langkah Model Treffinger

Treffinger (dalam Huda, 2013: 318) menyebutkan bahwa model pembelajaran ini terdiri atas 3 komponen penting yaitu understanding challege, generating ideas, dan preparing for action. Penjelasan sintaknya mengenai model ini sebagai berikut:


(32)

a. Komponen I - Understanding Challege (Memahami Tantangan) yaitu 1) menentukan tujuan: guru menginformasi- kan kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajarannya, 2) menggali data: guru mendemonstrasi/ menyajikan fenomena alam yang dapat mengundang keingintahuan siswa dan 3) merumuskan masalah: guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengindentifikasi permasalahan.

b. Komponen II - Generating Ideas (Membangkitkan Gagasan) yaitu memunculkan gagasan: guru memberi waktu dan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing siswa untuk menyepakati alternatif pemecahan masalah yang akan diuji.

c. Komponen III - Preparing For Action (Mempersiapkan Tindakan) yaitu 1) mengembangkan solusi: guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, 2) membangun penerimaan: guru mengecek solusi yang telah diperoleh siswa dan memberikan permasalahan yang baru namun lebih kompleks agar siswa dapat menerapkan solusi yang telah ia peroleh.

Menurut Munandar (dalam Shoimin, 2014: 219-220) model treffinger terdiri dari langkah-langkah berikut:

a. Tahap I: basic tools

Basic tool atau teknik kreativitas meliputi keterampilan berpikir divergen dan teknik kreatif. Adapun kegiatan pembelajaran pada tahap I yaitu (1) guru memberikan suatu masalah terbuka dengan jawaban lebih dari satu penyelesaian, (2) guru membimbing siswa melakukan diskusi untuk menyampaikan gagasan atau idenya sekaligus memberikan penilaian pada masing-masing kelompok.

b. Tahap II: practice with process

Practice with process yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan keterampilan yang telah dipelajari pada tahap I dalam situasi praktis. Kegiatan pembelajaran pada tahap II yaitu (1) guru membimbing dan mengarahkan siswa untuk berdiskusi dengan memberikan contoh analog, (2) guru meminta siswa membuat contoh dalam kehidupan sehari-hari.

c. Tahap III: working with real problems

Working with real problem, yaitu menerapkan keterampilan yang dipelajari pada dua tahap pertama terhadap tantangan pada dunia nyata.


(33)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran treffinger adalah model pembelajaran yang berupaya untuk mengajak siswa berpikir kreatif dalam menghadapi masalah. Model treffinger merupakan model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Model ini lebih menekankan pada aspek kognitif dan afektif siswa dalam pembelajaran. Peneliti harus lebih optimal dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan model treffinger sehingga meminimalisir terjadinya kekurangan-kekurangan yang terjadi pada proses pembelajaran. Penelitian ini mengimplementasikan model treffinger dalam pembelajaran IPA dengan langkah-langkahnya yaitu

a. Menentukan tujuan: guru menginformasikan kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajarannya.

b. Menggali data: guru mendemonstrasi/ menyajikan fenomena alam yang dapat mengundang keingintahuan siswa.

c. Merumuskan masalah: guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengindentifikasi permasalahan.

d. Memunculkan gagasan: guru memberi waktu dan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing siswa untuk menyepakati alternatif pemecahan masalah yang akan diuji. e. Mengembangkan solusi: guru mendorong siswa untuk mengumpulkan

informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.


(34)

f. Membangun penerimaan: guru mengecek solusi yang telah diperoleh siswa dan memberikan permasalahan yang baru namun lebih kompleks agar siswa dapat menerapkan solusi yang telah ia peroleh.

C. Belajar 1. Belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hamalik (dalam Hamdani, 2010: 20) proses belajar dan perubahan merupakan bukti hasil yang penyusunan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan lain dan cita-cita.

Thursan Hakim (dalam Hamdani, 2010: 21) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain. Hal ini berarti peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang.

Selanjutnya menurut Ekawarna, (2013: 75) belajar merupakan rangkaian aktivitas yang kompleks, tetapi dilakukan dengan sadar oleh seseorang yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku. Sedangakan Skinner (dalam Dimyati & Mudjiono, 2013:9), berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Jika seseorang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik, sebaliknya, bila seseorang tidak belajar maka responsnya menurun.


(35)

Menurut teori Gestalt (dalam Susanto, 2013: 12), belajar merupakan suatu proses perkembangan artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu baik berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh lingkungannya.

Lebih lanjut menurut Susanto (2013: 4) belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan sesorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merassa, maupun dalam bertindak.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya. Seseorang yang belajar akan memperoleh suatu konsep, pemahaman atau pengetahuan baru.

2. Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Sardiman, (2008: 10) aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu harus saling berkaitan.

Kunandar (2013: 277) menjelaskan bahwa, aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.


(36)

Peningkatan aktivitas siswa, yaitu meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pembelajaran. Indikator aktivitas siswa dapat dilihat dari mayoritas siswa beraktivitas dalam pembelajaran, aktivitas pembelajaran didominasi oleh kagiatan siswa, dan mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru.

Menurut Suhana, (2014: 22) Aktivitas dalam belajar dapat memberikan nilai tambah bagi peserta didik yaitu a) peserta didik memiliki kesadaran untuk belajar sebagai wujud adanya motivasi internal untuk belajar sejati, b) peserta didik mencari pengalaman dan dampak langsung mengalami sendiri, c) peserta didik akan belajar dengan menurut minat dan kemampuannya, d) menumbuh kembangkan sikap disiplin dan suasana belajar yang demokratis di kalangan peserta didik, e) pembelajaran dilaksanakan secara kongkrit sehingga dapat menumbuh kembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme, f) menumbuhkembangkan sikap kooperatif di kalangan peserta didik, sehingga sekolah menjadi hidup, sejalan, serasi dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Aktivitas memiliki beberapa jenis dalam pembelajaran, sesuai dengan pendapat Dierich (dalam Hamalik, 2008: 172-173) tentang jenis-jenis aktivitas dalam pembelajaran yaitu: a) kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar mengamati eksperimen, dan lain-lain, b) kegiatan lisan: mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, diskusi, dan lain-lain, c) kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, dan lain-lain, d) kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, mengerjakan tes, dan lain-lain, e) kegiatan menggambar: menggammbar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola, f) kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model dan lain-lain, g) kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, dan lain-lain, dan h) kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar dalam penelitian ini adalah adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam


(37)

kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan dalam rangka mencapai tujuan belajar. Adapun indikator yang dikembangkan pada penelitian ini antara lain antusias/ semangat mengikuti pembelajaran, menampakkan keceriaan dan kegembiraan dalam belajar, melakukan kerjasama dalam kegiatan diskusi kelompok, mengajukan pertanyaan, dan aktif mengerjakan tugas.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses pengajaran. Menurut Hamalik (dalam Ekawarna, 2013:70) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hasil belajar itu biasanya dinyatakan dalam bentuk angka, huruf atau kata-kata baik, sedang, kurang, dan sebagainya. Selanjutnya menurut Ekawarna, (2013: 78) hasil belajar siswa adalah cermin dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar.

Sedangkan Nasution (dalam Kunandar, 2013: 276) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Selanjutnya menurut Kunandar, (2013: 276-277) hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif.


(38)

Tujuan dari hasil belajar dapat dilihat dari tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut Kunandar (2013: 62) hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar. Bloom (dalam Hanafiah & Suhana, 2009: 20-22) menyatakan hasil belajar terbagi atas tiga ranah utama yaitu sebagai berikut.

a. Ranah kognitif

Ranah kognitif dalam pembelajaran ditunjukkan dengan kemampuan intelektual siswa. Penilaian kompetensi kognitif adalah penilaian yang dilakukan guru untuk mengukur tingkat pencapaian atau penguasaan siswa dalam aspek pengetahuan. Bloom (dalam Sunarti & Rahmawati, 2013: 29) tentang enam tingkatan dalam ranah kognitif, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Sejalan dengan Sudjana (2011: 22) menyatakan bahwa berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai (Kunandar, 2013: 100). Pada ranah afektif menurut Bloom (dalam Sunarti & Rahmawati, 2013: 45) menggradasikan ranah afektif menjadi lima tingkatan yaitu penerimaan, partisipasi,


(39)

penilaian dan penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup. Adapun sikap yang akan dinilai dalam penelitian ini yaitu.

1) Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa (Kemendikbud, 2013: 23).

Kemendikbud (2013: 23) menyebutkan beberapa indikator sikap tanggung jawab yaitu sebagai berikut

a) Melaksanakan tugas individu dengan baik. b) Menerima resiko dari tindakan yang dilakukan.

c) Tidak menyalahkan/menuduh orang lain tanpa bukti yang akurat.

d) Mengembalikan barang yang dipinjam.

e) Mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan f) Menepati janji.

g) Tidak menyalahkan orang lain untuk kesalahan tindakan kita sendiri.

h) Melaksanakan apa yang pernah dikatakan tanpa disuruh/ diminta.

Lebih lanjut, Mulyasa (2013: 147) mengemukakan bahwa sikap tanggung jawab dapat dilihat melalui beberapa indikator yaitu: (1) melaksanakan kewajiban, (2) melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan, (3) mentaati tata tertib sekolah, (4) memelihara fasilitas sekolah, (5) menjaga kebersihan lingkungan. 2) Percaya diri

Kemendikbud (2013: 25) percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis seseorang yang memberi keyakinan kuat untuk berbuat atau bertindak.


(40)

Kemendikbud (2013: 25) menyebutkan beberapa indikator sikap tanggung jawab yaitu sebagai berikut.

a) Berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu. b) Mampu membuat keputusan dengan cepat.

c) Tidak mudah putus asa.

d) Tidak canggung dalam bertindak. e) Berani presentasi di depan kelas.

f) Berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan. c. Ranah psikomotor

Menurut Kunandar (2013: 249) Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Sunarti & Rahmawati (2013: 59) menyatakan bahwa aspek penilaian psikomotor terdiri dari meniru (perception), menyusun (manipulating), melakukan prosedur (precision), melakukan dengan baik dan tepat (articulation) serta melakukan tindakan secara alami (naturalization).

Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang berorietasi pada keterampilan proses. Nur & Wikandari (dalam Trianto, 2010: 143) mengemukakan proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep, teori dan sikap ilmiah siswa. Indrawati (dalam Trianto, 2010:144) mengemukakan keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap satu penemuan.


(41)

Menurut Trianto (2010: 150) menjelaskan bahwa melatihkan keterampilan proses merupakan salah satu upaya yang penting untuk memperoleh keberhasilan belajar siswa yang optimal. Materi pelajaran akan lebih mudah dipelajari, dipahami, dihayati dan diingat dalam waktu yang relatif lama bila siswa sendiri memperoleh pengalaman langsung dari peristiwa belajar tersebut melalui pengamatan atau eksperimen.

Funk (dalam Trianto, 2010:144) membagi keterampilan proses menjadi dua tingkatan, yaitu keterampilan proses tingkat dasar (basic science process skill) dan keterampilan proses terpadu (integrated science skill). mengamati, mengukur, menyimpulkan, meramalkan, menggolongkan, dan mengkomunikasikan. Keterampilan proses terpadu khususnya diperlukan saat melakukan eksperimen untuk memecahkan masalah. Keterampilan proses terpadu meliputi pengotrolan variabel, interpretasi data, perumusan hipotesa, pendefinisian variabel secara operasional, dan merancang eksperimen. Trianto (2010: 144-146) mengungkapkan beberapa indikator dari keterampilan proses dasar yaitu sebagai berikut.

a. Pengamatan

1) Penggunaan indera-indera tidak hanya penglihatan 2) Pengorganisasian objek-objek menurut satu sifat

tertentu

3) Pengidentifikasian banyak sifat

4) Melakukan pengamatan kuantitatif dan kualitatif b. Mengelompokkan

1) Mengidentifikasi suatu sifat umum

2) Memilah-milah dengan menggunakan dua sifat atau lebih


(42)

c. Menyimpulkan

1) Mengaitkan pengamatan dengan pengalaman atau pengetahuan terdahulu

2) Mengajukan penjelasan-penjelasan untuk pengamatan-pengamatan

d. Meramalkan

1) Penggunaan data dan pengamatan yang sesuai 2) Penafsiran generalisasi tentang pola-pola

3) Pengujian kebenaran dari ramalan-ramalan yang sesuai e. Pengukuran

1) Mengukur dalam satuan yang sesuai

2) Memilih alat dan satuan yang sesuai untuk pengukuran tertentu

f. Mengomunikasikan

1) Pemaparan pengamatan dengan menggunakan perbendaharaan kata yang sesuai

2) Pengembangan grafik atau gambar untuk menyajikan pengamatan dan peragaan data

3) Perencanaan poster atau diagram untuk menyajikan data untuk meyakinkan orang lain

Berdasarkan kajian mengenai hasil belajar yang telah dikemukakan para ahli, maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan yang terjadi pada siswa yang belajar setelah melaksanakan proses pembelajaran, perubahan tersebut meliputi aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Adapun indikator yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu pada ranah kognitif meliputipengetahuan, pemahaman, penerapan, dan analisis.

Pada ranah afektif yaitu tanggung jawab dan percaya diri. Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas yang seharusnya dia lakukan. Indikator yang digunakan yaitu (1) menjaga kebersihan dan merapikan alat-alat percobaan setelah selesai melaksanakan percobaan, (2) melaksanakan percobaan dan


(43)

mental seseorang dan keyakinan kuat untuk berbuat atau bertindak. Indikator yang digunakan yaitu (1) berani menyatakan pendapat dan (2) berani mengemukakan hasil percobaan di depan teman-temannya.

Ranah keterampilan yaitu keterampilan proses. Keterampilan proses adalah kemampuan dasar yang digunakan untuk menemukan suatu pengetahuan atau memecahkan suatu masalah melalui langkah kerja ilmiah. Keterampilan proses yang dinilai yaitu keterampilan mengamati dan mengomunikasikan. Indikator keterampilan mengamati yaitu: (1) menggunakan indera/alat bantu indera, (2) mengamati objek percobaan/ pengamatan dengan posisi tubuh yang benar, (3) mengidentifikasi perubahan pada objek percobaan/ pengamatan. Indikator keterampilan mengkomunikasikan yaitu: (1) menyampaikan hasil percobaan dengan kalimat singkat dan jelas, (2) menyampaikan hasil percobaan dengan sikap tenang, dan (3) menyampaikan hasil percobaan dengan bahasa komunikatif dan runtut.

D. Pembelajaran IPA

1. Pengertian Pembelajaran IPA

IPA adalah suatu mata pelajaran yang senantiasa mengkaji hal-hal yang terjadi di alam semesta. Menurut Sutrisno (2007: 1.19) IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar, dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul.


(44)

Oleh karena itu pembelajaran IPA yang diajarkan di sekolah harus membekali siswa tentang berbagai cara untuk mengetahui dan mengerjakan sesuatu dengan tujuan membantu siswa memahami alam secara mendalam. Serta memberikan pengetahuan dan pengajaran secara kongkrit. Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, mengemukakan bahwa:

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Lebih lanjut Paolo (dalam Usman, 2006: 12) mendefinisikan keterampilan belajar IPA untuk anak sekolah dasar yaitu: (1) mengamati; (2) mencoba memahami; (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi; (4) menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi – kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Dengan demikian jelaslah bahwa pembelajaran IPA membutuhkan pemusatan perhatian pembelajaran kepada siswa, jadi siswa akan aktif mencari dan membangun pengetahuannya sendiri.

Trianto (2010: 136-137) berpendapat bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segala fenomena yang terdapat di alam dalam bentuk fakta, konsep, ataupun prinsip sehingga


(45)

untuk membuktikan kebenarannya dilakukan melalui langkah kerja ilmiah.

2. Tujuan Pembelajaran IPA

Tujuan IPA tertuang dalam Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi adalah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Selanjutnya Rustaman (dalam Zubaedi, 2012:293) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran IPA selain untuk memahami konsep-konsep IPA dan keterkatitannya, juga ditujukan untuk:

a. Meningkatkan kesadaran dan kelestarian lingkungan, kebanggaan nasional, dan kebesaran serta kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. b. Mengembangkan daya penalaran untuk memecahkan masalah

sehari-hari.

c. Mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep IPA dan menumbuhkan nilai serta sikap ilmiah.

d. Menerapkan konsep dan prinsip IPA untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia.


(46)

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA diantaranya yaitu a) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, b) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, c) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, d) meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

E. Kerangka Berpikir

Kerangka pikir dari penelitian ini berupa input, proses, dan output. Adapun kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.


(47)

INTERAKSI KELUAR MASUK

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

Input dari penelitian yaitu guru belum optimal dalam penggunaan variasi model pembelajaran yang dapat melatih siswa untuk memahami konsep-konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan. Guru lebih mengutamakan pemberian pengetahuan secara informatif saja dan kurang memberikan ruang yang bebas bagi siswa untuk mengembangkan kreativitasnya dalam memecahkan masalah serta kurang memberi keleluasaan kepada siswa untuk mencari arah-arah penyelesaiannya sendiri. Beberapa

Proses

Siswa & Guru

Kelompok

Menerapkan model treffinger

1. Menentukan tujuan 2. Menggali data 3. Merumuskan masalah 4. Memunculkan gagasan 5. Mengembangkan solusi 6. Membangun penerimaan

Suasana Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Meningkat Profil guru dan siswa 1. Guru belum

optimal dalam penggunaan variasi model pembelajaran. 2. Siswa kurang

aktif dalam kegiatan pembelajaran 3. Hasil belajar

rendah 4. suasana kurang kondusif

Dimensi suasana pembelajaran yaitu interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan

bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.


(48)

temuan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada guru (teacher centered) sehingga belum menunjukkan adanya proses konstruktivis yang optimal dan bermakna bagi siswa.

Jumlah siswa yang terlalu banyak sering membuat kondisi kelas menjadi kurang kondusif, tak jarang siswa tidak memperhatikan penjelasan guru dan sering membuat kegaduhan. Kegiatan siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan mengerjakan tugas, saat tanya jawab ada beberapa siswa yang terlihat diam saja. Mereka terlihat kurang percaya diri untuk mengemukakan pendapatnya. Indikasi tersebut menunjukkan bahwa siswa belum sepenuhnya berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran karena pembelajaran yang dilaksanakan belum optimal untuk mengajak siswa agar terlibat didalamnya, sehingga pembelajaran menjadi kurang komunikatif. Hasil belajar yang ditunjukkan siswa juga masih sangat rendah yang diindikasikan dengan persentase siswa yang mencapai KKM yaitu 48,57%.

Salah satu alternatif untuk memperbaiki pembelajaran tersebut yaitu dengan menggunakan model treffinger. model pembelajaran treffinger adalah model pembelajaran yang mengajak siswa berpikir kreatif dalam memecahkan masalah dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan sekitar lalu memunculkan berbagai gagasan dan memilih solusi yang tepat untuk diimplementasikan secara nyata. Suatu proses pembelajaran yang penyampaian materinya disajikan secara tidak lengkap dan menuntut siswa terlibat secara aktif untuk memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Jadi model treffinger merupakan pembelajaran yang dapat mengembangkan aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa baik kognitif, afektif maupun


(49)

psikomotor siswa secara seimbang. Hasil yang diharapkan yaitu meningkatnya aktivitas dan hasil belajar siswa sesuai dengan indikator yang ditetapkan yaitu:

1. Dari segi proses, siswa aktif apabila sebagian besar (≥ 75%) siswa terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran.

2. Dari segi hasil, adanya peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya. Keberhasilan pembelajaran ditentukan apabila sebagian besar

siswa tuntas mencapai (≥75%) dari jumlah siswa.

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka di atas, peneliti merumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas ini adalah: “Apabila dalam pembelajaran IPA dengan model treffingersesuai konsep dan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 03 Metro Barat Tahun Pelajaran 2014/2015”.


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang difokuskan pada situasi kelas. Kemmis & Mc. Taggart (dalam Kunandar, 2011: 42) penelitian tindakan adalah suatu bentuk self-inquiry kolektif yang dilakukan oleh para partisipan di dalam situasi sosial untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan, serta mempertinggi pemahaman mereka terhadap praktik dan situasi praktik itu dilaksanakan.

Reason & Breadbury (dalam Kunandar, 2011: 44) penelitian tindakan adalah proses partisipori, demokratis yang berkenaan dengan pengembangan pengetahuan praktis untuk mencapai tujuan-tujuan mulia manusia, berlandaskan pandangan dunia partisipori yang muncul pada momentum histori sekarang ini. Reason & Breadbury berusaha memadukan tindakan dengan refleksi, teori dengan praktik, dengan menyertakan pihak-pihak lain, uasaha menemukan solusi praktis terhadap persoalan-persoalan yang menyesakkan dan lebih umum lagi demi pengembangan individu-individu bersama komunitasnya.

Selanjutnya menurut Kunandar (2011: 45) penelitian tindakan kelas meliputi tiga unsur atau konsep yaitu “penelitian”, “tindakan”, “kelas”.


(51)

Penelitian adalah aktivitas mencermati suatu objek tertentu, melalui metodologi ilmiah dengan mengumpulkan data-data dan dianalisis untuk menyelesaikan suatu masalah. Tindakan adalah suatu aktivitas yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang berbentuk siklus kegiatan dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu atau kualitas proses belajar mengajar. Sedangkan kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru.

Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas terdiri dari beberapa siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahapan yang harus dilalui yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali pembelajaran, tetapi dapat dilaksanakan beberapa kali sampai tujuan pembelajaran tercapai. Siklus tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 Siklus PTK

Sumber: Adopsi dari Arikunto (2006: 16) Perencanaan I

Pelaksanaan I Refleksi I

Pengamatan II SIKLUS I

SIKLUS II Perencanaan II

Pengamatan I

Pelaksanaan II Refleksi II


(52)

B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri 03 Metro Barat. Tepatnya Jl. Soekarno – Hatta 16C Mulyojati Kecamatan Metro Barat Kota Metro.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap dengan lama penelitian 5 bulan, terhitung dari penelitian pendahuluan hingga penyusunan skripsi ini selesai. Adapun jadwal penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan pada kelas V SD Negeri 03 Metro Barat sebagai berikut.

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas

Siklus Pertemuan Hari/tanggal Waktu

I 1 Sabtu, 07 Februari 2015 08.00 s.d 09.10 WIB 2 Senin, 09 Februari 2015 11.00 s.d 12.10 WIB II 1 Sabtu, 14 Februari 2015 08.00 s.d 09.10 WIB 2 Senin, 18 Februari 2015 11.00 s.d 12.10 WIB

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah seorang guru dan siswa kelas V SD Negeri 03 Metro Barat yang berjumlah 35 siswa terdiri dari jumlah perempuan 17 dan laki-laki 18.

C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas ini adalah tenik tes dan non tes.


(53)

a. Teknik Nontes

Teknik nontes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik minat, sikap dan kepribadian. Teknik nontes digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kualitatif yang dilakukan melalui observasi untuk mengukur variabel berupa kinerja guru, aktivitas, afektif, dan pdikomotor selama pembelajaran berlangsung.

b. Teknik tes

Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang jawabannya dapat benar atau salah. Dalam penelitian ini, teknik tes digunakan untuk mendapatkan data yang bersifat kuantitatif yaitu nilai hasil belajar kognitif siswa. Teknis tes dilakukan untuk memperoleh data nilai-nilai siswa berupa angka yang akan dilaksanakan pada akhir setiap siklus dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model pembelajaran treffinger.

2 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data ini dimaksudkan untuk memudahkan observer untuk memperoleh data yang lengkap, valid, dan reliabel mengenai hasil belajar siswa dan kinerja guru. Adapun alat pengumpulan data aktivitas belajar dan hasil belajar adalah sebagai berikut.

a. Lembar pengamatan

1) Lembar pengamatan aktivitas kinerja guru

Penilaian kinerja guru diperoleh melalui pengamatan yang dilakukan oleh observer menggunakan lembar pengamatan.


(54)

Lembar pengamatan penilaian aktivitas kinerja guru digunakan dengan tujuan memperoleh informasi tentang kemampuan guru dalam melaksanakan praktik mengajar yang baik dan benar. Adapun model yang digunakan untuk melaksanakan praktik mengajar, yaitu model treffinger. Indikator kinerja guru yang dipakai adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Indikator penilaian kinerja guru No

.

Indikator kinerja guru berkenaan dengan penerapan model

treffinger

1 Guru menentukan tujuan: guru menginformasikan kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajarannya.

2 Menggali data: guru mendemonstrasi/ menyajikan fenomena alam yang dapat mengundang keingintahuan siswa.

3 Merumuskan masalah: guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengindentifikasi permasalahan.

4

Memunculkan gagasan: guru memberi waktu dan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dan juga membimbing siswa untuk menyepakati alternatif pemecahan masalah yang akan diuji.

5

Mengembangkan solusi: guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

6

Membangun penerimaan: guru mengecek solusi yang telah diperoleh siswa dan memberikan permasalahan yang baru namun lebih kompleks agar siswa dapat menerapkan solusi yang telah ia peroleh.

Rubrik penskoran yang digunakan untuk menilai kinerja guru selama pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(55)

Tabel 3.3 Rubrik penilaian kinerja guru Nilai

Angka Nilai Mutu Indikator

1 Kurang Dilaksanakan dengan kurang baik oleh guru dan guru terlihat kurang menguasai 2 Cukup Dilaksankan dengan cukup baik oleh

guru dan guru terlihat cukup menguasai 3 Baik Dilaksanakan dengan baik oleh guru dan

guru terlihat menguasai

4 Sangat baik Dilaksanakan dengan sangat baik oleh guru dan guru terlihat profesional

(Sumber: Adopsi Andayani, 2009: 73)

2) Lembar pengamatan penilaian aktivitas siswa

Lembar pengamatan penilaian aktivitas siswa ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Lembar pengamatan aktivitas belajar siswa ini dikembangkan berdasarkan indikator aktivitas dalam penelitian ini, antara lain antusias/ semangat mengikuti pembelajaran, menampakkan keceriaan dan kegembiraan dalam belajar, melakukan kerjasama dalam kegiatan diskusi kelompok, mengajukan pertanyaan, dan aktif mengerjakan tugas.

Tabel 3.4 Indikator aktivitas pembelajaran

Keterangan Indikator

A Antusias/ semangat mengikuti pembelajaran

B Menampakkan keceriaan dan kegembiraan dalam belajar

C Melakukan kerjasama dalam kegiatan diskusi kelompok

D Mengajukan pertanyaan E Aktif mengerjakan tugas


(56)

b. Hasil Belajar

1)Hasil belajar kognitif

Alat Pengumpulan data hasil belajar kognitif dalam penelitian ini menggunakan lembar evaluasi atau tes. Lembar soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah dalam bentuk soal pilihan jamak dan esai untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan dan ketercapaian indikator pembelajaran. Tabel 3.5 Kisi-kisi soal tes formatif

Indikator Soal Bentuk

Soal

No

Soal Ranah

Tes Formatif I

1. Menyebutkan benda-benda tembus cahaya dan tidak tembus cahaya.

Pilihan ganda Esai 3 1 C1

2. Menentukan benda-benda yang merupakan sumber cahaya dan bukan sumber cahaya.

Pilihan ganda Esai 2 4 C2

3. Menyebutkan sifat-sifat cahaya. Pilihan ganda Esai

1

3

C1

4. Mengaitkan contoh penggunaan cermin datar, cekung dan cembung dalam kehidupan sehari-hari.

Pilihan ganda Esai 6, 9 2 C3

5. Menjelaskan sifat-sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin datar, cermin cekung dan cermin cembung. Pilihan ganda 5, 7 5 C2

6. Menganalisis sifat-sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin datar, cermin cekung dan cermin cembung.

Pilihan ganda

4, 8, 10 C4

Tes Formatif II

1. Menganalisis suatu suatu karya atau model misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.

Pilihan ganda Esai 1,8 3,5 C4

2. Menentukan berbagai alat atau bahan yang sesuai untuk suatu suatu karya atau model misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.

Pilihan ganda


(57)

Indikator Soal Bentuk Soal

No

Soal Ranah

3. Menyebutkan suatu contoh alat optik menerapkan sifat-sifat cahaya dalam kehidupan sehari-hari. Pilihan ganda 6,7,9, 10 C1

4. Menyebutkan suatu pekerjaan yang menggunakan alat optik yang menerapkan sifat-sifat cahaya.

Esai 2 C1

5. Menjelaskan kegunaan suatu alat optik yang menerapkan sifat-sifat cahaya.

Esai 1, 4 C2

6. Menguji cara kerja model yang dibuat misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.

Pilihan ganda

3,4,5 C4

2)Lembar pengamatan penilaian hasil belajar afektif

Lembar pengamatan penilaian hasil belajar afektif ini digunakan untuk mengetahui sikap dan tingkah laku setiap siswa selama proses pembelajaran. Ada dua sikap siswa yang harus dinilai yaitu tanggung jawab dan percaya diri. Adapun indikator penilaian hasil belajar afektif siswa dan rubrik penilaian hasil belajar afektif siswa adalah sebagai berikut.

Tabel 3.6 Indikator Penilaian Hasil Belajar Afektif

No Sikap Indikator

1. Tanggung jawab

Menjaga kebersihan dan merapikan alat-alat percobaan setelah selesai melaksanakan percobaan.

Melaksanakan percobaan dan mampu menyelesaikan tugas tepat waktu.

2. Percaya diri

Berani menyatakan pendapat.

Berani mengemukakan hasil percobaan di depan teman-temannya.


(58)

Tabel 3.7 Rubrik Penilaian Hasil Belajar Afektif

Kriteria Baik sekali 4 Baik 3 Cukup 2 Kurang 1 Tanggung jawab Menjaga kebersihan dan merapikan alat-alat percobaan setelah selesai melaksana kan percobaan. Menjaga kebersihan dan tidak merapikan alat-alat percobaan setelah selesai melaksana-kan percobaan. Kurang menjaga kebersihan dan tidak merapikan alat-alat percobaan setelah selesai melaksana-kan percobaan. Tidak menjaga kebersihan dan tidak merapikan alat-alat percobaan setelah selesai melaksana- kan percobaan. Melaksana kan percobaan dan mampu menyelesai -kan tugas tepat waktu. Melaksana kan percobaan dan tidak mampu menyelesai kan tugas tepat waktu. Kurang mampu melaksana kan percobaan dan tidak mampu menyelesai-kan tugas tepat waktu. Tidak melaksana kan percobaan dan tidak mampu menyelesai kan tugas tepat waktu. Percaya diri Tidak terlihat ragu-ragu atau berani menyataka n pendapat. Terlihat ragu-ragu dalam menyatakan pendapat. Memerlukan bantuan guru dalam mengemu kakan pendapat. Belum berani menyata-kan pendapat. Tidak terlihat ragu-ragu dan berani mengemuk a kan hasil percobaan di depan teman-temannya. Terlihat ragu-ragu dalam mengemuka -kan hasil percobaan di depan teman-temannya. Memerlukan bantuan guru dalam mengemuka kan hasil percobaan di depan teman-temannya. Belum berani mengemu-kakan hasil percobaan di depan teman-temannya.

3)Lembar Observasi Penilaian Hasil Belajar Psikomotor

Alat pengumpulan data psikomotor ini menggunakan lembar pengamatan yang digunakan untuk mengetahui keterampilan siswa.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dibahas pada bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian tindakan kelas yang diterapkan di kelas V SD Negeri 03 Metro Barat tahun pelajaran 2014/2015, pada pembelajaran IPA melalui model treffinger dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Peningkatan aktivitas dan hasil belajar IPA sebagai berikut.

1. Terjadi peningkatan nilai rata-rata aktivitas dan persentase ketuntasan secara klasikal. Persentase ketuntasan aktivitas siswa yang mendapat kategori minimal aktif pada siklus I yaitu 57,14% (kategori rendah) dengan nilai rata-rata 60,57 meningkat pada siklus II menjadi 80% (kategori tinggi) dengan nilai rata-rata 79,14.

2. Penerapan model treffinger dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

a. Terjadi peningkatan nilai rata-rata kognitif dan persentase ketuntasan secara klasikal. Pada siklus I persentase ketuntasan siswa yang mencapai KKM sebesar 60% (kategori rendah) dengan nilai rata-rata 67,20 meningkat pada siklus II menjadi 80% (kategori tinggi) dengan nilai rata-rata 75,89.


(2)

b. Terjadi peningkatan nilai rata-rata afektif dan persentase ketuntasan secara klasikal. Persentase ketuntasan afektif siswa yang mendapat kategori minimal baik pada siklus I yaitu 57,14% (kategori rendah) dengan nilai rata-rata 59,73 meningkat pada siklus II menjadi 77,14% (kategori tinggi) dengan nilai rata-rata 78,84.

c. Terjadi peningkatan nilai rata-rata psikomotor dan persentase ketuntasan secara klasikal. Persentase ketuntasan psikomotor siswa yang mendapat predikat minimal terampil pada siklus I yaitu 57,14% (kategori rendah) dengan nilai rata-rata 65,32 meningkat pada siklus II menjadi 77,14% (kategori tinggi) dengan nilai rata-rata 80,54.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan di atas, berikut ini disampaikan saran-saran sebagai berikut:

1. Siswa

Siswa diharapkan untuk selalu aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat menghasilkan pengetahuan yang bersifat komperehensif baik kognitif, afektif, dan psikomotor. Siswa diharapkan dapat bertanggung jawab akan tugas yang diberikan guru baik tugas individu maupun kelompok dan dapat lebih kreatif dalam berpikir, belajar, dan dalam memecahkan masalah. Serta harus diimbangi dengan semangat belajar siswa yang akan memperkaya ilmu pengetahuan siswa sehingga memperoleh hasil belajar yang meningkat.


(3)

2. Guru

Beberapa hal yang pelu diperhatikan sebagai pelaksanaan penerapan

model treffinger adalah perlu mempersiapkan segala perangkat

pembelajaran dan penunjang pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan materi yang akan dibahas. Diharapkan pada penerapan model ini lebih mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam belajar baik dalam proses pembelajaran sampai menentukan kesimpulan untuk memotivasi siswa agar lebih aktif dalam belajar.

3. Sekolah

Pengoptimalan sarana dan prasarana serta penyediaan alat dan media sebagai penunjang yang mendukung pelaksanaan pembelajaran agar siswa lebih aktif dan termotivasi dalam penerapan model treffinger.

4. Peneliti

Penelitian ini dilakukan melalui penerapan model treffinger pada mata pelajaran IPA dengan materi pokok sifat-sifat cahaya dan pemanfaatannya. Diharapkan peneliti berikutnya dapat mengembangkan dan melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran sejenis pada jenjang kelas lain atau pada mata pelajaran lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, dkk. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta.

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk guru SD, SLB & TK. Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.

Dimyati, Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Ekawarna.2013. Penelitian Tindakan Kelas. REFERENSI (GP Press Group).

Jakarta

Hamalik, Oemar.2008. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Hamdani. 2011. Stategi belajar mengajar. Cv Pustaka Setia. Bandung

Hamiyah, Nur, & Muhamad Jauhar. 2014. Strategi Belajar-Mengajar di Kelas. Prestasi Pusataka. Jakarta.

Hanafiah, Nanang & Cucu, Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.

Huda, Miftahul.2013. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran. Pustaka

Pelajar. Yogyakarta.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Refika Aditama. Bandung

Kunandar, 2013. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai

Pengembang Profesi Guru. Rajawali Pers. Jakarta.

,2013. Penilaian Autentik. Rajawali Pers. Jakarta.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. PT Remaja Rosdakarya.


(5)

Nasution,s. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara:Jakarta.

Ngalimun.2014. Strategi dan Model Pembelajaran.Aswaja Pressindo.Yogyakarta. Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran.

Remaja Rosdakarya. Bandung.

Samatowa, Usman.2006. Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar.

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan. Jakarta.

Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Press: Jakarta.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.

Suhana, Cucu. 2014. Konsep Strategi Pembelajaran: Pengertian Aktivitas belajar

h.21-22. Refika Aditama.Bandung.

Sunarti & Rahmawati. 2014. Penilaian dalam Kurikulum 2013. C.V ANDI OFFSET.Yogyakarta

Suryosubroto. 2009.Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta.Jakarta. Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.

Kencana Prenadamedia Group. Jakarta

Sutrisno, Leo. 2007. Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Depdiknas Dirjen Dikti: Jakarta.

Trianto. 2009. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. PT Prestasi

Puastaka. Jakarta.

. 2010. Model Pembelajaran Terpadu (Konsep, Strategi, dan

Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). PT

Bumi Aksara. Jakarta.

Tim Penyusun. 2013. Panduan Teknis Penilaian di Sekolah Dasar. Kemendikbud. Jakarta.

. 2006. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22


(6)

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 01 SUKA AGUNG BARAT KECAMATAN BULOK

1 5 41

PENERAPAN MODEL QUANTUM TEACHING DAN SEQIP UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 8 METRO SELATAN

2 16 47

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN TEMATIK SISWA KELAS IV A SDN 1 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 9 75

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 4 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 9 101

PENERAPAN MAPPING DALAM MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IVA SD NEGERI 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 10 77

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV B SD NEGERI 10 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 4 63

PENERAPAN MODEL TREFFINGER UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 03 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

5 45 78

PENERAPAN MEDIA REALIA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IA SD NEGERI 7 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

7 93 76

PENERAPAN MODEL PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VA SD NEGERI 10 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 6 71

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA KELAS V SD

0 0 8