12
4. Bagi Peneliti
a. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan secara
mendalam tentang tentang ilmu ke-PLB-an, khususnya pendidikan anak tunarungu serta
keterampilan yang diperoleh selama penelitian berlangsung.
b. Sebagai sumber untuk mengembangkan penelitian
lebih lanjut pada metode yang menyenangkan dan efektif pada kemampuan bahasa bagi anak
tunarungu.
G. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini perlu memberikan pembatasan cakupan yang terkait agar dalam kajian lebih jelas dan singkat adalah
sebagai berikut: 1.
Kemampuan membaca ujaran adalah kemampuan dalam memperoleh bahasa batin yang terdiri dari kata-kata
sebagaimana tampil pada gerak bibir sebagai pengganti bunyi berupa vokal, konsonan dan intonasi pada anak
tunarungu.
2. Anak tunarungu adalah seseorang anak yang mengalami
hambatan fisik, yaitu organ pendengaran yang disebabkan oleh kerusakan atau ketidakberfungsian pada sebagian
atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami
13
hambatan dalam perkembangan bahasanya, terutama
dengan verbalism.
14
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Tentang Anak Tunarungu
1. Pengertian Anak Tunarungu
Tunarungu adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mengalami gangguan atau hambatan pendengaran sehingga
terpengaruh pada perkembangan kemampuan berbahasa. Istilah yang sekarang lazim digunakan dalam dunia pendidikan khususnya,
pendidikan luar biasa adalah tunarungu. Istilah tunarungu diambil dari kata ”tuna” dan ”rungu”, meliputi tuna artinya kurang atau tidak dan
rungu artinya pendengaran. Anak atau individu yang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu mendengar atau kurang mampu
mendengar suara Somad dan Tati Herawati, 1996:26.
Menurut Suharmini 2009: 35 menyatakan bahwa tunarungu dapat diartikan sebagai keadaan dari seorang individu yang mengalami
kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain melalui
pendengaran. Blackhurst dan Berdine via Suharmini 2009: 35 memberi
batasan tentang tunarungu sebagai berikut : “Deafness means a hearing loss si great that hearing cannot
be used for the normal purposes of life, whereas the other terms are used to describe any deviation from normal hearing, regardless
of its severity.”
15
Pernyataan di atas yang dijelaskan oleh Blackhurst dan Berdine dapat diartikan bahwa tunarungu dapat dibatasi sebagai suatu
keadaan kehilangan fungsi pendengaran, sehingga tidak dapat digunakan untuk mendengar seperti pada kehidupan yang normal.
Menurut Sumantri 2007: 93, menyatakan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan kemampuan
pendengaran yang disebabkan oleh kerusakan atau ketidakberfungsian pada sebagian atau seluruh organ pendengaran, sehingga ia mengalami
hambatan dalam perkembangan bahasanya. Menurut Suparno 2001: 9, menyatakan bahwa tunarungu
adalah kondisi ketidakmampuan anak dalam mendapatkan informasi secara lisan, sehingga membutuhkan bimbingan dan pelayanan khusus
dalam belajarnya di sekolah. Berdasarkan beberapa definisi di atas dari para ahli, maka
dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah individu yang mengalami hambatan pendengaran yang disebabkan oleh disfungsi
auditori, sehingga mengalami terhambatnya dalam memperoleh informasi lisan yang berupa rangsangan bunyi melalui pendengaran
yang baik, maka ia memerlukan bimbingan dan pelayanan khusus dalam proses belajarnya di sekolah, terutama pada kemampuan
berbahasa verbal seperti membaca ujaran sebagai alat komunikasi guna dapat pemerolehan bahasanya dengan baik dan tepat.