Klasifikasi Anak Tunarungu Kajian Tentang Anak Tunarungu

20 3 Tunarungu berat dengan ketajaman pendengaran sebesar 61-90 dB. 4 Tunarungu sangat berat dengan ketajaman pendengaran sebesar 91-120 dB. 5 Tunarungu total dengan ketajaman pendengaran sebesar 121 dB atau lebih. Berdasarkan beberapa pengkelompokan ketunarunguan yang beragam dari pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pengklasifikasian ketunarunguan dapat digolongkan berdasarkan tingkat derajat ketunarunguan dengan ketajamaan pendengaran seberapa besar disibel dB disertai kapan terjadinya ketunarunguan yang dikaitkan dengan taraf penguasaan bahasa. Anak tunarungu di SLB-B Dena Upakara Wonosobo tersebut dapat digolongkan berdasarkan atas klasifikasi ketunarunguan apabila terdapatnya data-data yang akurat dari hasil pemeriksaan dari tim multidispliner seperti dokter THT, audiolog, dan psikolog, sehingga dapat membantu kepada pihak sekolah itu dalam pengkondisian atau penempatan anak yang disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan tiap anak yang bervariasi secara efektif dan efesien agar perkembangannya tersebut dapat berkembang secara seoptimal mungkin. 21

4. Karakteristik Anak Tunarungu

Perkembangan anak tunarungu mengalami hambatan komunikasi dibandingkan dengan pertumbuhan pada segi fisik yang tidak terlihat mengalami hambatan, karena anak tunarungu mengalami disfungsi pendengaran sehingga kesulitan dalam memperoleh informasi yang berupa bunyi melalui pendengaran baik dan akibatnya perkembangan bahasanya juga ikut terhambat. Somad dan Herawati 1996: 35-37 menjelaskan bahwa sebagai dampak dari ketunarunguannya, anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas, yaitu dilihat dari segi inteligensi, bahasa dan bicara, emosi serta sosial diantaranya sebagai berikut : 1 Segi Inteligensi Secara potensial kemampuan intelektual anak tunarungu sama seperti anak yang normal pendengarannya. Anak tunarungu ada yang memiliki inteligensi tinggi, rata-rata dan rendah. Perkembangan inteligensi yang fungsional pada anak tunarungu tidak sama dengan anak mendengar. Anak mendengar mudah menangkap dari segala yang didengarnya dan segala sesuatu yang didengarnya merupakan sesuatu latihan berpikir, sedangkan hal tersebut tidak sama pada anak tunarungu. Anak tunarungu memiliki prestasi tingkat rendah ini bukan berasal dari kemampuan intelektual yang rendah, akan tetapi pada umumnya disebabkan oleh keterbatasan 22 kemampuan fungsi auditori yang mengakibatkan kurangnya kemampuan penguasaan bahasa, gangguan dalam komunikasi, dan keterbatasan dalam pemerolehan informasi, sehingga intelegensi itu tidak dapat memberikan kesempatan untuk berkembangnya dengan maksimal Somad dan Herawati, 1996: 35. Aspek inteligensi anak tunarungu tidak terhambat bila yang bersumber pada penglihatan dan yang berupa motorik itu tidak banyak mengalami hambatan, bahkan justru dapat berkembang dengan cepat. 2 Segi Bahasa dan Bicara Kemampuan berbahasa dan bicara anak tunarungu berbeda dengan anak yang mendengar. Hal ini disebabkan oleh perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Perkembangan bahasa dan bicara pada anak tunarungu sampai masa meraban tidak mengalami hambatan karena meraban merupakan kegiatan alami pernafasan dan pita suara. Setelah masa meraban, perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu terhenti. Pada masa imitasi anak tunarungu terbatas pada peniruan yang sifatnya visual, yaitu gerak dan isyarat. Perkembangan bicara selanjutnya pada anak tunarungu memerlukan pembinaan secara khusus dan intensif, sesuai dengan taraf ketunarunguan dan kemampuan-kemampuan yang lain. 23 Menurut Suparno 2001: 14 menjelaskan bahwa karakteristik anak tunarungu dalam segi bahasa antara lain: a Miskin kosa kata, b Sulit mengartikan ungkapan-ungkapan dan kata-kata yang abstrak idematik, c Sulit memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kalimat panjang tentu dalam bentuk kiasan-kiasan, d Kurang menguasai irama dan gaya bahasa. 3 Segi Emosi dan Sosial Ketunarunguan dapat mengakibatkan keterasingan dari pergaulan sehari-hari, yang berarti terasing dari pergaulan atau aturan sosial yang berlaku dalam masyarakat dimana ia hidup. Keadaan ini turut menghambat perkembangan kepribadian anak tunarungu menuju kedewasaan. Akibat dari keterasingan tersebut dapat menimbulkan efek-efek negatif seperti Somad dan Herawati, 1996: 37 : a Egosentrisme yang melebihi anak normal; b Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas; c Ketergantungan terhadap orang lain; d Perhatian lebih sukar dialihkan; e Umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah; 24 f Lebih mudah marah dan cepat tersinggung. Menurut Edjaah Sadjaah 2005: 110 menjelaskan bahwa karakteristik anak tunarungu dalam aspek emosi dan sosial ini memiliki bahasa yang terkait dengan perilaku emosi dan sosialnya meliputi emosi, marah atau gembira karena anak telah mengerti bahasa. Penyesuaian emosi dan sosial anak tunarungu mengalami hambatan sebagai dampak ketunarunguan yang akibatnya merasa sulit dalam mengadakan kontak sosial atau komunikasi karena keterbatasan dalam berbahasa atau bicara sebagai alat untuk kontak sosial dan mengekspresikan emosinya, sehingga mempengaruhi pada perkembangan kepribadiannya juga turut terhambat. Menurut Mardiati Busono 1993:40-49 menjelaskan bahwa karakteristik anak tunarungu diantaranya sebagai berikut : 1 Dari segi afektif Daerah pengamatan anak tunarungu lebih kecil dibandingkan dengan anak yang normal mendengar, salah satunya pada unsur pengamatan yang terpenting ialah pendengaran. Anak tunarungu hanya memiliki penglihatan saja. Daerah pengamatan penglihatan jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan daerah pengamatan pendengaran. Besarnya peranan penglihatan dalam pengamatan, maka anak tuli mempunyai sifat ’sangat ingin tahu‟ seolah-olah haus untuk melihat. Seseorang anak tunarungu tidak menguasai