Klasifikasi Fraktur Prinsip penanganan fraktur

penyembuhan fraktur pada tulang panjang menjalani proses klinis dalam lima tahap : inflamasi, proliferasi, pembentukan callus, konsolidasi, remodelling. Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor lokal: a Lokasi fraktur, b Jenis tulang yang mengalami fraktur, c Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil, d Adanya kontak antar fragmen. e Ada tidaknya infeksi. f Tingkatan dari fraktur. Dan faktor sistemik : a umur, b nutrisi, c riwayat penyakit sistemik, d hormonal, e obat-obatan, f rokok.

2.8.9.2 Klasifikasi Fraktur

Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar, fraktur dapat dibagi menjadi : 1. Fraktur tertutup closed, bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. 2. Fraktur terbuka opencompound, bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya Klasifikasi fraktur terbuka yang dibuat oleh Gustillo and Anderson pada tahun 1976 sebagai berikut : 1. Tipe I a. Panjang luka 1 cm, biasanya luka tusukan atau puncture dimana patokan ujung tulang menembus kulit. b. Kerusakan jaringan lunak sedikit dan tidak ada tanda-tanda Crushing Injury. c. Fraktur biasanya simple, tranverse atau oblique pendek dan sedikit comminutive. 2. Tipe II a. Panjang luka 1 cm dan tidak ada kerusakan jaringan lunak yang luas, flap atau infeksi. b. Terdapat Crushing Injury ringan – sedang. c. Fraktur comminutive sedang dan kontaminasi sedang. 3. Tipe III Ditandai dengan kerusakan jaringan lunak luas meliputi otot, kulit dan struktur neurovaskuler serta kontaminasi tinggi, sering disebabkan oleh trauma high velocity yang menyebabkan derajat comminutive dan instabilitas tinggi. Universitas Sumatera Utara Tipe III ini dibagi lagi menjadi : a. Tipe III a Jaringan lunak yang meliputi tulang yang patah cukup adekuat meskipun terdapat laserasi luas, flap atau trauma high velocity, tanpa memandang ukuran luka. b. Tipe III b Cedera luas, terdapat atau hilangnya sebagian dari pada jaringan lunak dan stripping periosteal dan bone expose, kontaminasi dan fraktur comminutive yang berat. c. Tipe III c Meliputi semua fraktur yang terbuka yang berhubungan dengan kerusakan pembuluh darah yang harus di repair tanpa memandang cedera jaringan lunak.

2.8.9.3 Prinsip penanganan fraktur

Secara Umum Menurut Koval 2006, penanganan pada fraktur dibagi menjadi beberapa hal antara lain: 1. Penanganan langsung a. Pasang bidai sebelum memindahkan pasien atau pertahankan gerakan diatas dan dibawah tulang yang fraktur sebelum dan transplantasi b. Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi oedema c. Kirim pasien untuk pertolongan emergency d. Pantau daerah yang cedera dalam periode waktu yang pendek untuk sedini mungkin dapat melihat perubahan waktu, pernafasan, dan suhu. 2. Imobilisasi a. X-Ray b. Fiksasi eksternal bidai dan gips c. Traksi d. Fiksasi internal jarum, plat, skrup, kawat e. Bone Scans, termogram atau MRI Scans f. Arteriogram, dilakukan bila ada kerusakan vaskuler g. CCT kalau banyak kerusakan otot 3. Penanganan pada tulang terbuka a. Debridement untuk membersihkan kotoran atau benda asing b. Pemakaian toksoid tetanus c. Kultur jaringan dan luka Universitas Sumatera Utara d. Kompres terbuka e. Pengobatan dengan antibiotik f. Penutupan luka bila ada benda infeksi g. Imobilisasi fraktur. Imobilisasi fraktur yaitu mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah dalam bentuk semula anatomis imobilisasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak. Cara-cara yang dapat dilakukan meliputi: 1. Reposisi atau reduksi a. Manipulasi atau Close reduction adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan bentuk. Close reduksi dilakukan dengan lokal anestesi ataupun umum. b. Open reduction adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan. Sering dilakukan dengan internal fiksasi menggunakan kawat, screws, pins, plate, intermedulari rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan dengan anestesia. 2. Traksi, alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada dua macam yaitu: a. Skin traction traksi kulit adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plaster langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membentuk menimbulkan spasme otot pada bagian yang cidera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek 48 – 72 jam. b. Skeletal traction adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins atau kawat ke dalam tulang. 3. Imobilisasi setelah dilakukan reposisi dan posisi fragmen tulang sudah dipastikan pada posisi baik hendaknya diimobilisasi dan gerakan anggota badan yang mengalami fraktur diminimalisir untuk mencegah fragmen tulang berubah posisi. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik prospektif cross sectional.

3.2 Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilaksanakan setelah proposal disetujui sampai dengan terkumpul semua sampel penelitian .

3.3 Populasi dan sampel Penelitian

Populasi target adalah pasien dengan multipel trauma yang datang ke instalasi gawat darurat RSUP H. Adam Malik Medan . Sampel diambil dari semua pasien multipel trauma yang datang ke instalasi gawat darurat RSUP H. Adam Malik Medan setelah dilakukan resusitasi sesuai dengan protokol ATLS

3.4 Besar sampel

Untuk menghitung besar sampel pada penelitian ini digunakan rumus: n = Z α 2 PQ d 2 Keterangan: n = jumah sampel Z α = derajat interval kepercayaan digunakan 95 P = proporsi pasien multipel trauma d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki Maka berdasarkan rumus di atas jumlah sampel : n= 1.96 2 x 0,3 x 0,7 = 27,91 dibulatkan menjadi 28 orang 0.17 2

3.5 Kriteria inklusi

1. Penderita dengan multipel trauma yang datang ke IGD RS. H. Adam Malik Medan. 2. Durasi trauma kurang dari 12 jam sebelum masuk rumah sakit.. 3. Mendapat informed consent persetujuan dari keluarga Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kadar Serum Laktat Setelah Resusitasi sebagai Indikator Morbiditas dan Mortalitas pada Kasus Multipel Trauma di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

1 78 56

Hubungan Kadar Serum Laktat dan Defisit Basa Sebagai Indikator Morbiditas dan Mortalitas Pada Kasus Multipel Trauma di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

2 104 81

Hubungan Antara Penilaian Skor Trauma dan Kematian Pada Trauma Toraks di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 11

Penerimaan Tenaga Non PNS RSUP H. Adam Malik Semester I TA 2017

0 1 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan - Kadar Serum Laktat Setelah Resusitasi sebagai Indikator Morbiditas dan Mortalitas pada Kasus Multipel Trauma di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

0 0 21

Kadar Serum Laktat Setelah Resusitasi sebagai Indikator Morbiditas dan Mortalitas pada Kasus Multipel Trauma di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan - Hubungan Kadar Serum Laktat dan Defisit Basa Sebagai Indikator Morbiditas dan Mortalitas Pada Kasus Multipel Trauma di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

0 0 26

Hubungan Kadar Serum Laktat dan Defisit Basa Sebagai Indikator Morbiditas dan Mortalitas Pada Kasus Multipel Trauma di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

0 0 15

Hubungan Antara Koagulopati Dan Kadar Serum Laktat Sebagai Indikator Morbiditas Dan Mortalitas Pada Kasus Multipel Trauma Di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 13

Hubungan Antara Koagulopati Dan Kadar Serum Laktat Sebagai Indikator Morbiditas Dan Mortalitas Pada Kasus Multipel Trauma Di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 7