Cedera kepala Traumatic Brain injury Trauma toraks

dengan torakolumbal, klasifikasi dari cedera servical subaxial masih merupakan permasalahan besar, sering klasifikasi memfokuskan pada mekanisme cedera, dan tidak memperhatikan stabilitas ligament-ligament dan defisit neurologik. Baru-baru ini sebuah sistim klasifikasi juga telah dikembangkan, sama halnya seperti klasifikasi torakolumbal TLIC, yang dikenal dengan nama subaxial injury classification SLIC, yang memfokuskan pada : morfologi cedera, defisit neurologik dan integritas discoligament complex DLC, untuk memberikan petunjuk penanganan pada cedera servikal Sastrodiningrat, 2012. Morfologi cedera pada SLIC sama dengan cedera torakolumbal: kompresi, distraksi, dan rotasi translasi, dengan memberikan skor angka yang meningkat sesuai dengan derajat keparahan. Defisit neurologik juga diklasifikasikan dengan cara yang sama. DLC berbeda dengan PLC, karena pada tulang servikal, anterior lungitudinal ligament ALL dan diskus intervertebralis juga terlibat bersama posterior longitudinal ligament PLL, ligamentum flavum, ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan kapsul faset. Alignment faset yang abnormal dan pelebaran anterior disc space merupakan tanda kerusakan DLC. Sebaliknya, ligamentum interspinosum merupakan komponen yang paling lemah dari DLC, jadi pelebaran interspace saja tidak merupakan DLC compromise pada tulang servikal. Total skor ≤ 3 ditangani non operatif, sedangkan skor ≥ 5 memerlukan intervensi bedah Sastrodiningrat, 2012.

2.8.6 Cedera kepala Traumatic Brain injury

Cedera kepala adalah trauma yang mengenai kepala, dapat menyebabkan gangguan struktural dan atau gangguan fungsional sementara atau menetap. Center for Disease Control and Prevention CDC memperkirakan, setiap tahun di Amerika Serikat paling tidak 1.4 juta orang mengalami TBI. Dari jumlah ini kira-kira 1,1 juta orang ditolong dan diizinkan pulang dari Unit Gawat Darurat, 235.000 dirawat di rumah sakit dan 50.000 meninggal dunia. Penyebab utama dari kematian yang berhubungan dengan TBI adalah kecelakaan lalu lintas, jatuh dan penyerangan perkelahian assaults. Klasifikasi mengenai berat ringannya TBI sangat penting untuk mengarti dan menjelaskan penanggulangan TBI. Beberapa sistem skoring dapat menilai status neurologik awal pada pasien TBI, diantaranya Glasgow Coma Scale GCS, Trauma Score, Trauma Score Revised, dan Abbreviated Injury Scale AIS. GCS terlepas dari berbagai kekurangannya, merupakan sistem yang paling banyak dipakai. GCS sederhana, merupakan skala Universitas Sumatera Utara praktis untuk menilai derajat kesadaran pasien TBI dan untuk memprediksi hasil akhirnya. Secara sederhana juga dapat mengklasifikasikan berat ringannya penderita TBI. TBI ringan, GCS 13-15, TBI sedang, GCS 9-12, dan TBI berat, GCS 3-8 Sastrodiningrat, 2012. TBI memicu sederetan kejadian pada tingkat selular dan molekular sehingga menimbulkan histochemical responses, molecular responses, dan genetic response yang menyebabkan secondary insult, terutama keadaan iskemia, dan memperberat cedera otak primer primary braindamage. Akan tetapi sebaliknya, beberapa dari responses ini ada yang bersifat neuroprotective Sastrodiningrat, 2012.

2.8.7 Trauma toraks

Trauma toraks bisa terbagi dua yaitu : a Trauma toraks yang langsung dapat mengancam jiwa 1. Tension pneumothorax Terjadi karena adanya one way valve fenomena pentil dimana kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk kedalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi. Sehingga tekanan intra pleura meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke kontralateral dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung, dan akan menekan paru kontralateral. 2. Pericardial tamponade Sering disebabkan oleh luka tembus, namun cedera tumpul juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah, baik dari jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikardium. 3. Open pneumothorax Pneumotoraks Terbuka Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan pneumothoraks terbuka. Tekanan intrapleura akan sama dengan tekanan atmosfer. Jika defek pada dinding dada lebih besar dari 23 diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trachea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. 4. Hemotoraks masif Terjadi bila terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500cc di dalam rongga pleura. Sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Universitas Sumatera Utara 5. Flail chest Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Terjadi bila adanya fraktur iga yang multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur Oakley, 1998. b Trauma toraks yang potensial dapat mengancam jiwa 1. Ruptur aorta Sering menyebabkan kematian segera setelah kecelakaan mobil dengan tabrakan frontal atau jatuh dari ketinggian. Untuk penderita yang selamat sesampainya dirumah sakit kemungkinan sering dapat diselamatkan bila ruptur aorta dapat diidentifikasi dan secepatnya dilakukan operasi Williams, 2004. 2. Cedera tracheobronkial Sering disebabkan oleh cedera tumpul dan terjadi pada 1 inci dari karina. Sering ditemukan hemoptisis, emfisema subkutis dan tension pneumothoraks dengan pergeseran mediastinum. Adanya pneumothoraks dengan gelembung udara yang banyak pada WSD setelah dipasang selang dada harus dicurigai adanya cedera trakeo bronkial. 3. Cedera tumpul jantung Dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur atrium atau ventrikel ataupun kebocoran katup. 4. Cedera diafragma Ruptur diafragma traumatik lebih sering terdiagnosa pada sisi kiri karena obliterasi hepar pada sisi kanan atau adanya hepar pada sisi kanan sehingga mengurangi kemungkinan terdiagnosisnya ataupun terjadinya ruptur diafragma kanan. 5. Kontusio paru Merupakan kelainan yang paling sering ditemukan pada pada golongan potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian.

2.8.8 Trauma abdomen

Dokumen yang terkait

Kadar Serum Laktat Setelah Resusitasi sebagai Indikator Morbiditas dan Mortalitas pada Kasus Multipel Trauma di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

1 78 56

Hubungan Kadar Serum Laktat dan Defisit Basa Sebagai Indikator Morbiditas dan Mortalitas Pada Kasus Multipel Trauma di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

2 104 81

Hubungan Antara Penilaian Skor Trauma dan Kematian Pada Trauma Toraks di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 11

Penerimaan Tenaga Non PNS RSUP H. Adam Malik Semester I TA 2017

0 1 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan - Kadar Serum Laktat Setelah Resusitasi sebagai Indikator Morbiditas dan Mortalitas pada Kasus Multipel Trauma di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

0 0 21

Kadar Serum Laktat Setelah Resusitasi sebagai Indikator Morbiditas dan Mortalitas pada Kasus Multipel Trauma di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan - Hubungan Kadar Serum Laktat dan Defisit Basa Sebagai Indikator Morbiditas dan Mortalitas Pada Kasus Multipel Trauma di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

0 0 26

Hubungan Kadar Serum Laktat dan Defisit Basa Sebagai Indikator Morbiditas dan Mortalitas Pada Kasus Multipel Trauma di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

0 0 15

Hubungan Antara Koagulopati Dan Kadar Serum Laktat Sebagai Indikator Morbiditas Dan Mortalitas Pada Kasus Multipel Trauma Di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 13

Hubungan Antara Koagulopati Dan Kadar Serum Laktat Sebagai Indikator Morbiditas Dan Mortalitas Pada Kasus Multipel Trauma Di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 7