melarutkan senyawa organik, pelarut air akan melarutkan senyawa anorganik Achmadi 1992. Tabel 3 menunjukkan beberapa jenis pelarut dan sifat-sifatnya.
Proses ekstraksi terdiri dari beberapa tahap, yaitu penghancuran bahan, penimbangan, perendaman dengan pelarut, penyaringan dan tahap pemisahan.
Penghancuran bertujuan agar dapat mempermudah pengadukan dan kontak bahan dengan pelarutnya pada saat proses perendaman. Kemudian bahan ditimbang
untuk mengetahui berat awal bahan sehingga dapat menentukan rendemen yang dihasilkan. Bahan yang telah ditimbang kemudian direndam dalam pelarut, seperti
heksana non polar, etil asetat semi polar, dan metanol polar. Proses perendaman ini disebut dengan maserasi. Prinsip pelarutan yang dipakai pada
metode ini adalah like dissolve like artinya pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar. Tahap
selanjutnya, yaitu tahap pemisahan yang terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan sampel dengan pelarut yang telah
mengandung bahan aktif. Untuk memisahkan pelarut dengan senyawa bioaktif yang terikat dilakukan evaporasi, sehingga pelarutnya akan menguap dan
diperoleh senyawa hasil ekstraksi yang dihasilkan Khopkar 2003. Tabel 3. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya
Pelarut Titik didih
o
C Titik beku
o
C Konstanta dielektrik
Dietil eter Aseton
Kloroform Heksana
Etil asetat Etanol
Metanol Air
35 56
61 68
77 78
65 100
-116 -95
-64 -94
-84 -117
-98 4.3
20.7 4.8
1.8 6.0
24.3 32.6
80.2
Sumber : Nur dan Adijuwana 1989
2.8 Metode Ekstraksi Bioaktif Karang lunak
Metode ekstraksi ini mengacu pada metode yang dilakukan oleh Rachmaniar 1995, yang mengisolasi senyawa aktif dari karang lunak yang
belum diketahui jenisnya menggunakan metanol 80 vv untuk mengekstrak komponen bioaktifnya. Alur ekstraksi karang lunak disajikan pada Gambar 3.
Soft coral segar 25 g dipotong kecil-kecil
Ekstrak kasar diblender
Maserasi dengan metanol 80 vv 35 ml ; 24 jam
Ekstrak disaring dengan kertas saring milipore
Ekstrak disimpan dalam lemari pendingin
Gambar 3. Alur ekstraksi karang lunak Rachmaniar 1995
2.9 Minimum Inhibitory Concentration
Minimum inhibitory concentration MIC merupakan metode pengujian yang dilakukan secara in vitro untuk mengetahui konsentrasi minimum dari suatu
zat untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lebih dari 99 Andrews 2001. Suatu zat dapat dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi
terhadap mikroba apabila dengan konsentrasi yang rendah tetapi mempunyai daya hambat yang besar.
Ada 3 metode yang digunakan dalam pengujian MIC, yaitu teknik tabung pengenceran tube dillution technique, metode difusi agar agar diffusion
metode dan metode sumuran. Dalam teknik tabung pengenceran, digunakan beberapa seri tabung yang berisi medium kultur yang telah diinokulasi dengan
mikroorganisme yang akan diuji dan diberi zat antimikroba dengan beberapa konsentrasi. Ada beberapa faktor yang menentukan dalam penggunaan metode ini
antara lain jenis organisme, komponen media kultur, waktu inkubasi, serta parameter-parameter seperti suhu, pH dan aerasi Schlegel dan Schmidt 1994.
Metode difusi agar menggunakan sejumlah paper disc steril yang telah diisi zat antibakteri dengan konsenterasi berbeda, lalu diletakkan di atas
permukaan agar yang telah mengandung bakteri dan diinkubasi selama waktu tertentu. Zat antimikroba akan terdifusi dari paper disc menuju agar dan
menimbulkan suatu gradien konsentrasi disekelilingnya atau terlihat zona penghambatan. Aktivitas bakteri ditentukan dengan mengukur diameter
hambatannya, yaitu daerah bening yang terbentuk disekitar kertas Schlegel dan Schmidt 1994.
Metode sumuran dilakukan dengan membuat lubang pada media nutrien agar yang sudah diinokulasi bakteri uji, kemudian diisi dengan larutan ekstrak.
Daya antimikroba diukur berdasarkan diameter zona bening dan perkembangan mikrobia di sekitar sumuran Faatih 2005.
3. METODOLOGI