enzim protease dalam mekanisme molekuler hidupnya berupa protein M yang biasa ditulis Mpro Anan et al. 2003.
2.6 Inhibitor Protease dari Karang Lunak
Kunitz dan Northrop 1936 pertama kali mengisolasi inhibitor protease dari pankreas sapi dan mengkristalisasikannya. Sejak saat itu berbagai penelitian
menunjukkan adanya potensi inhibitor di alam secara luas tersebar baik pada tumbuhan, hewan, fungi, actinomycetes dan beberapa jenis bakteri yang mampu
memproduksi inhibitor. Coval
et el. 1996 berhasil mengidentifikasi senyawa terpen dari jenis Lobophytum cristagalli yang berpotensi sebagai inhibitor dari fernesyl protein
transferase FPT yang berasosiasi pada sel kanker. Enzim FPT ini dilepaskan oleh sel kanker untuk mendegradasi protein yang akan digunakan untuk
meregulasi sel induk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa diterpena dari karang lunak mampu berkompetisi dengan FPT untuk mendapatkan substrat,
sehingga kinerja dari enzim FPT dapat terhambat. Senyawa inhibitor FPT ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker.
Selain itu, sumber lain menyatakan bahwa karang lunak Lobophytum mampu memproduksi senyawa turunan terpen yang berpotensi sebagai HIV-
protease inhibitor yang dapat menghambat kinerja protease dari virus HIV Rashid et al. 2000.
2.7 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan yang didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak
saling bercampur. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Dalam pemilihan
jenis pelarut yang digunakan harus memperhatikan daya melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi
Khopkar 2003. Pertimbangan yang harus diperhatikan dalam sifat pelarut antara lain
pelarut yang polar akan melarutkan senyawa polar, demikian sebaliknya pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa non-polar, pelarut organik akan cenderung
melarutkan senyawa organik, pelarut air akan melarutkan senyawa anorganik Achmadi 1992. Tabel 3 menunjukkan beberapa jenis pelarut dan sifat-sifatnya.
Proses ekstraksi terdiri dari beberapa tahap, yaitu penghancuran bahan, penimbangan, perendaman dengan pelarut, penyaringan dan tahap pemisahan.
Penghancuran bertujuan agar dapat mempermudah pengadukan dan kontak bahan dengan pelarutnya pada saat proses perendaman. Kemudian bahan ditimbang
untuk mengetahui berat awal bahan sehingga dapat menentukan rendemen yang dihasilkan. Bahan yang telah ditimbang kemudian direndam dalam pelarut, seperti
heksana non polar, etil asetat semi polar, dan metanol polar. Proses perendaman ini disebut dengan maserasi. Prinsip pelarutan yang dipakai pada
metode ini adalah like dissolve like artinya pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar. Tahap
selanjutnya, yaitu tahap pemisahan yang terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan sampel dengan pelarut yang telah
mengandung bahan aktif. Untuk memisahkan pelarut dengan senyawa bioaktif yang terikat dilakukan evaporasi, sehingga pelarutnya akan menguap dan
diperoleh senyawa hasil ekstraksi yang dihasilkan Khopkar 2003. Tabel 3. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya
Pelarut Titik didih
o
C Titik beku
o
C Konstanta dielektrik
Dietil eter Aseton
Kloroform Heksana
Etil asetat Etanol
Metanol Air
35 56
61 68
77 78
65 100
-116 -95
-64 -94
-84 -117
-98 4.3
20.7 4.8
1.8 6.0
24.3 32.6
80.2
Sumber : Nur dan Adijuwana 1989
2.8 Metode Ekstraksi Bioaktif Karang lunak