Gambar 6.3 Korelasi antara mortalitas rayap
C. gestroi dengan tingkatan proporsi vektor yang diinokulasi dengan beberapa
spesies cendawan entomopatogen 5 hari setelah inokulasi Spesies cendawan B. bassiana pada penelitian ini menunjukan respon yang
paling rendah terhadap perlakuan proporsi vektor. Penurunan proporsi vektor tidak memperlihatkan penurunan mortalitas yang kontras; hal ini ditunjukan oleh
nilai R
2
paling rendah R
2
= 0.4538. Walaupun B. bassiana secara umum mempunyai kemampuan membunuh lebih rendah jika dibandingkan dengan
spesies M. brunneum dan M. anisopliae namun keefektifannya terlihat lebih stabil sampai penggunaan proporsi yang paling rendah. Spesies cendawan M. brunneum
memperlihatkan keefektifan paling tinggi pada penggunaan proporsi vektor kurang dan sama dengan 30.
Berdasarkan analisis ragam dan DNMRT pada taraf nyata 5, mortalitas sampai hari ke 5 memperlihatkan bahwa setiap spesies cendawan yang diinokulasi
dengan berbagai tingkatan proporsi vektor dengan LC
95
umumnya berbeda nyata. Dapat dinyatakan bahwa semua spesies cendawan yang diuji pada penelitian ini
bersifat patogen dan dapat ditularkan antar individu di dalam koloni dalam waktu yang singkat. Pada penelitian sebelumnya tentang keefektifan cendawan
entomopatogen terhadap pengendalian rayap C. gestroi juga terlihat bahwa semua sepesies cendawan yang sama dapat menyebabkan mortalitas rayap 100 dalam
waktu 1 minggu setelah semua individu rayap di dalam satuan unit percobaan diinokulasi dengan kerapatan konidia sama dan lebih dari 5.10
6
konidiaml.
y = 0.999x + 16.49 R
2
= 0.9341 y = 1.024x + 35.5
R
2
= 0.9015 y = 0.312x + 49.86
R
2
= 0.4538 y = 0.55x + 52.74
R
2
= 0.7262
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
10 20
30 40
50
Vektor M
o rt
a lit
as
Kontrol Linear F. oxysporum
Linear M. anisopliae Linear B. bassiana
Linear M. brunneum
Pada tingkatan proporsi vektor yang berbeda, masing-masing spesies mempunyai kemampuan menyebabkan mortalitas rayap C. gestroi yang berbeda
pula kecuali mortalitas yang disebabkan oleh M. brunneum dan M. anisopliae sampai dengan proporsi 30 tidak berbeda nyata. Perbedaan mortalitas rayap
terutama terlihat pada penggunaan proporsi vektor sama dan lebih rendah dari 30.
Perbedaan tingkat patogenisitas antar spesies cendawan yang diuji selain dipengaruhi oleh faktor kecocokan yang berbeda antara satu spesies dengan
spesies yang lainnya terhadap jenis inang tertentu, diperkirakan juga disebabkan oleh keefektifan cendawan pada tingkat kerapatan konidia tertentu juga berbeda.
Pada pengujian ini digunakan LC
95
dari masing-masing spesies cendawan. Hal ini terlihat pada penelitian sebelumnya tentang keefektifan cendawan entomopatogen
terhadap pengendalian rayap C. gestroi bahwa masing-masing spesies menghasilkan nilai LC yang bervariasi. Semakin rendah nilai LC yang dihasilkan
menunjukkan semakin tinggi tingkat patogenisitas dari spesies cendawan. Secara umum M. anisopliae, M. brunneum dan B. bassiana dengan proporsi
vektor sampai dengan 10 dapat menyebabkan mortalitas rayap C. gestroi lebih dari 90 pada pengamatan hari ke 15 namun F. oxysporum hanya dapat
menyebabkan mortalitas 43.75, sehingga F. oxysporum menyebabkan mortalitas paling rendah sampai penggunaan proporsi vektor 10 Gambar 6.4. Tingkat
patogenisitas F. oxysporum yang lebih rendah juga terlihat pada perlakuan penggunaan berbagai variasi kerapatan konidia penelitian sebelumnya, hanya
efektif pada kerapatan konidia yang lebih tinggi.
y = 1.55x + 25.2 R
2
= 0.8489 y = 0.176x + 92.96
R
2
= 0.5 y = 0.226x + 90.2
R
2
= 0.8727 y = 100
R
2
= NA
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
10 20
30 40
50
Vektor M
o rt
alit as
Kontrol Linear F. oxysporum
Linear M. brunneum Linear B. bassiana
Linear M. anisopliae
Gambar 6.4 Korelasi antara mortalitas rayap
C. gestroi dengan tingkatan proporsi vektor yang diinokulasi dengan beberapa