Sianida LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA

berlangsung. Senyawa tersebut antara lain nitrit NO2- yang teroksidasi menjadi nitrat NO3-, lignin merupakan senyawa yang sulit untuk didegradasi, dan diduga karena adanya bahan toksik dalam limbah yang tidak terukur dengan uji BOD tetapi terukur dengan uji COD. Bahan toksik tersebut adalah HCN yang merupakan komponen racun pada umbi yang terlarut dan terbuang bersama air limbah sisa pencucian ubi kayu. Hasil analisis COD untuk limbah pencucian, setelah proses filtrasi ternyata dapat menurunkan nilai COD sampai dapat memenuhi baku mutu limbah cair, yaitu perlakuan A1B1C1 dengan debit 50 mlmenit. Untuk limbah pengendapan aci, setelah filtrasi cenderung dapat menurunkan nilai COD meskipun belum mampu memenuhi baku mutu limbah cair berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No KEP- 51MENLH101995, karena nilai COD harus bernilai 300 mgl

5. Sianida

Sianida merupakan kelompok senyawa anorganik dan organik dengan siano CN - sebagai struktur utamanya. Limbah pencucian umbi memiliki nilai sianida sebesar 0,05 mgl. Nilai ini dibawah baku mutu sianida industri kecil tapioka yaitu sebesar 0,3 mgl. Sedangkan limbah pengendapan aci memiliki nilai sianida di atas baku mutu sianida industri kecil tapioka yaitu sebesar 5,71 mgl. Berdasarkan hasil analisis sianida terhadap limbah pengendapan aci menunjukkan bahwa proses filtrasi ternyata dapat menurunkan nilai sianida. Persentase penurunan kadar sianida dapat dilihat pada Gambar 8. Keterangan : 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 50 100 150 200 Debit m lm enit Pen uru n an s ian id a A2C1 limbah pengendapan aci+Media berlapis A2C2 Llimbah pengendapan aci+Media tunggal Gambar 8. Grafik hubungan antara perlakuan media filtran pada jenis limbah tapioka terhadap persentase penurunan kadar sianida limbah cair tapioka pada debit yang berbeda. Penanganan sianida dengan media berlapis A2B1C1 pada debit 50 mlmenit dapat menurunkan kadar sianida dari 5,71 mgl menjadi 0,4 mgl atau memiliki efisiensi penurunan nilai sianida sebesar 93,08 , sedangkan perlakuan A2B2C1 debit 100 mlmenit, perlakuan A2B3C1 debit 150 mlmenit dan perlakuan A2B4C1 debit 200 mlmenit dapat menurunkan kadar sianida menjadi 0,621 mgl 89,12 , 1,03 mgl 82,05 , 1,21 mgl 78,86 . Perlakuan dengan menggunakan media karbon aktif A2B1C2 pada debit 50 mlmenit dapat menurunkan kadar sianida dari 5,69 mgl menjadi 0,613 mgl dengan efektifitas penurunan sianida sebesar 89,27 , sedangkan perlakuan A2B2C1 pada debit 100 mlmenit, A2B3C1 debit 150 mlmenit dan A2B4C1 debit 200 mlmenit dapat menurunkan kadar sianida menjadi 0,75 mgl 86,93 , 1,64 mgl 71,22 , 2,14 mgl 62,60 . Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor debit, media dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai sianida limbah pengendapan aci yang dihasilkan. Uji lanjut duncan menyatakan bahwa perlakuan debit 50 mlmenit berbeda nyata dengan debit 150 mlmenit, 200 mlmenit. Dan debit 100 mlmenit berbeda nyata dengan debit 150 mlmenit dan 200 mlmenit. Penggunaan media berlapis dan debit yang semakin kecil juga adanya interaksi antar perlakuan debit dengan media yang digunakan menghasilkan nilai sianida yang semakin kecil. Perlakuan terbaik didapatkan dengan menggunakan media berlapis dengan debit 50 mlmenit, namun perlakuan tersebut belum dapat memenuhi baku mutu limbah cair industri tapioka dalam KEP-51MENLH101995 yaitu sebesar 0,3. Faktor debit akan berhubungan dengan waktu kontak limbah dengan media, yang akan mempengaruhi mekanisme proses penjerapan, penyerapan dan pertukaran ion. Semakin lama waktu kontaknya, maka mekanisme proses penjerapan, penyerapan dan pertukaran ion akan mudah terjadi. Faktor media ternyata memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan kadar sianida, hal ini dikarenakan terjadinya proses penjerapan dan penyerapan oleh media karbon aktif dan zeolit. Diameter molekul siandia yang lebih kecil dari diameter pori karbon aktif dan zeolit menyebabkan terjadinya mekanisme penyerapan. Dan adanya perbedaan valensi antara molekul sianida dengan atom-atom bebas pada permukaan zeolit dan karbon aktif menyebabkan terjadinya mekanisme penjerapan.

6. pH