Perpindahan Ibukota Kabupaten Otonomi Daerah

15 a Prosdur dan mekanisme kerja yang jelas, tepat, dan benar, yang diatur dalam peraturan prundang-undang, dengan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat. b Mampu mempertanggungjawabkan hasil kerja, terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum. c Memberikan sanksi yang tegas bagi aparat yang melanggar hukum. 4 Prinsip professional a Sumber daya manusia yang memiliki profesionalitas dan kapabilitas yang memadai, netral serta didukung dengan etika dan moral sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. b Memilki kemampuan kompetensi dan kode etik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. c Memodernisasi administrasi Negara dengan mengaplikasikan teknologi telekomunikasi dan informatika yang tepat guna Hardijanto 2002:2.

2.3.2. Perpindahan Ibukota Kabupaten

Perpindahan ibukota kabupaten bukan sekedar persoalan pusat pemerintahan, namun hal ini merupakan perubahan yang sangat mendasar, yakni perubahan paradigma lama ibukota kabupaten sebagai pusat seluruh aktivitas pemerintahan ke paradigma baru bahwa ibukota kabupaten direncanakan sedemikian rupa untuk menjadi pusat pelayanan. Dari sisi nasional, hal ini sekaligus diharapkan mampu mengatasi ketimpangan pembangunan dengan merencanakan pembangunan yang lebih merata dan seimbang Purba, 2006:33. 16 Dari tujuan pemindahan ibukota kabupaten dapat dijelaskan bahwa hubungan di dalam kota, atau antara kota dengan daerah sekitarnya, dapat dipilah dari segi sosial ekonomi dan dari segi fisik. Kedua hal tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sebuah kota atau pusat merupakan inti dari berbagai kegiatan pelayanan, sedangkan wilayah di luar kota atau pusat tersebut adalah daerah yang harus dilayaninya, atau daerah belakangnya. Sebuah pusat yang kecil akan memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang dilayaninyapun relatif lebih dekat dengan luasan yang kecil. Guna mengetahui kekuatan dan keterbatasan hubungan ekonomi dan fisik suatu kota atau pusat dengan wilayah dijelaskan Christaller melalui sebuah teori yang kemudian dikenal sebagai Central Place Theory. Teori ini menjelaskan peran sebuah kota sebagai pusat pelayanan, baik pelayanan barang maupun jasa bagi wilayah sekitarnya tributary area Hagett 2001:176. Menurut Christaller dalam bukunya Haggett, “sebuah pusat pelayanan harus mampu menyediakan barang dan jasa bagi penduduk di daerah sekitarnya”. Lebih lanjut disebutkan bahwa “dua buah pusat permukiman yang mempunyai jumlah penduduk yang persis sama tidak selalu menjadi pusat pelayanan yang sama. Istilah kepusatan centrality digunakan untuk menggambarkan bahwa besarnya jumlah penduduk dan pentingnya peran sebagai tempat terpusat central place”. Ibukota kabupaten merupakan suatu perwilayahan pusat atau sentral pengendalian pembangunan yang akan mendorong terjadinya pertumbuhan secara seimbang antar kota dengan desa atau antara desa dengan desa yang bersinergis, 17 dan merupakan wilayah pusat keseimbangan regional regional balance yaitu daya dukung suatu potensi wilayah tergantung kepada keseimbangan penyebaran penduduk yang memperoleh peluang yang sama terhadap demografi ekonomi sosial dan lingkungan untuk mewujudkan seluruh potensi yang dimiliki dapat menghasilkan suatu jaminan kualitas dan keadilan pelayanan publik. Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah memberikan kewenangan yang luas dan nyata kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Terkait dengan hal tersebut dalam menentukan ibukota sebagai pusat pemerintahan harus dilakukan suatu penilaian yang objektif yang didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Kriteria-kriteria yang perlu mendapat penilaian dalam menentukan calon ibukota tersebut antara lain adalah aspek tata ruang, aksesibilitas, keadaan fisik, kependudukan dan ketersediaan fasilitas.

2.4. Pelayanan Publik