Perkembangan ADR di beberapa negara

30 posisi alternatif resolusi konflik, serta posisi alternatif resolusi konflik terhadap aktor.

2.1.4 Perkembangan ADR di beberapa negara

Resolusi konflik melalui pendekatan ADR sudah mulai berkembang di sejumlah negara. Pendekatan tersebut digunakan pada berbagai kasus, mulai dari kasus-keluarga hingga ke perselisihan yang kompleks seperti konflik bisnis modern. Perkembangan lembaga ADR berada pada taraf yang berbeda-beda. Singapura, misalnya, termasuk dalam tahap pemantapan pemanfaatan mekanisme ADR. Badan-badan yang memfasilitasi konflik melalui mekanisme ADR belum banyak di negara tersebut, sebagai contoh : the Community Mediation Centre CMC yang menangani konflik seputar masalah sosial kemasyarakatan, the Singapore International Arbitration Centre SIAC yang mengkhususkan pada penanganan konflik bisnis dengan mekanisme arbitrase, serta the Singapore Mediation Centre SMC yang memfokuskan pada resolusi konflik menggunakan metoda mediasi. Perkembangan penggunaan pendekatan ADR di Singapura menunjukkan kecenderungan yang positif, khususnya dalam menurunkan kecenderungan masyarakat yang semakin litigous, disamping juga untuk mengefisienkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh para pihak yang berkonflik dalam mencari solusi atas perkara mereka. Mekanisme ADR di Australia mulai dimanfaatkan secara lebih melembaga. Negara ini sudah memiliki sistem standarisasi yang baik guna menjamin kualitas para mediator dan arbiternya. Seperti halnya Singapura, di Australia telah didirikan badan di tingkat nasional yang disebut the National Alternative Dispute Resolution Advisory Council NADRAC. Lembaga ini mempunyai tugas menyusun standar nasional yang akan mendukung pengembangan ADR di negara tersebut. Beberapa lembaga yang menggunakan mekanisme ADR untuk menyelesaikan konflik di Australia antara lain: the Australian Competition and Consumer Commission ACCC dan the Australian Competition Tribunal ACT. Lembaga ini dibentuk untuk menangani konflik persaingan usaha dan perlindungan konsumen dengan menggunakan pendekatan adjudikasi. 31 Commercial ADR adalah aktivitas lembaga penyedia jasa swasta yang kebanyakan merangkap kantor-kantor hukum yang praktek di Australia. Lembaga ini selain membuka diri melayani klien melalui jalur litigasi, juga menawarkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk menangani konflik melalui jalur ADR. Untuk menyelesaikan kasus-kasus konflik rumah tangga, Australia memiliki family mediation services. Mekanisme ADR yang ditawarkan oleh organisasi ini meliputi mediasi keluarga dan anak, konseling dan mediasi remaja. Di Amerika Serikat, penyelesaian konflik melalui jalur ADR berkembang dengan baik. ADR pada pokoknya dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : 1 primary dan 2 hybrid atau court-ennexed. Primary ADR terdiri dari empat macam yaitu: adjudikasi, arbitrasi, mediasi dan negoisasi. Sementara hybrid process terdapat sekurang-kurangnya lima bentuk penerapan mekanisme ADR yaitu: private judging, neutral expert fact finding, mini trial, ombudsman dan summary jury trial. Berdasarkan penerapan ADR di beberapa negara tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ADR bisa diterapkan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari konflik rumah tangga hingga ke konflik bisnis yang kompleks. Dari ketiga negara tersebut terdapat satu kesamaan bahwa pendekatan resolusi konflik melalui ADR sebaiknya ditangani oleh lembaga tertentu yang tidak bersifat ad hoc. Dengan demikian keputusan yang dihasilkan dapat dipertanggung jawaban, mengikat dan tentunya memiliki kekuatan hukum. Selain itu, penerapan ADR harus melibatkan semua fungsionari hukum secara keseluruhan. Ini berarti, suatu departemen tidak mungkin bekerja sendiri untuk mendirikan lembaga ADR yang berwibawa, melainkan harus melibatkan unit-unit pemerintahan dibidang legislatif dan yudikatif. 2.1.5 Perkembangan ADR di Indonesia Pendekatan resolusi konflik alternatif ADR telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk menyelesaikan konflik. Proses resolusi konflik secara tradisional dianggap efektif dan merupakan tradisi yang masih hidup dalam masyarakat Hadikusuma 1992. Dengan demikian bagi masyarakat Indonesia, ADR bukan merupakan fenomena asing, karena konsensus dan kompromi yang 32 menjadi inti dari ADR sesuai dengan pendekatan musyawarah dan mufakat yang dipandang sebagai mekanisme pengambilan keputusan resolusi konflik yang bersumber dari masyarakat Indonesia sendiri. Tujuan utama ADR adalah menciptakan konsensus yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Selain itu ADR berupaya mempertemukan semua pihak yang berkonflik untuk duduk bersama guna memecahkan masalah yang mereka hadapi. Dengan cara ini dapat ditumbuhkan sikap saling percaya sehingga semua pihak merasa menjadi bagian dari sebuah tim yang bertujuan untuk mencari penyelesaian konflik secara bersama. Karakteristik utama ADR adalah lebih informal dibandingan dengan litigasi, serta memungkinkan semua pihak yang berkonflik aktif berpartisipasi dan memiliki kontrol yang lebih baik dalam proses resolusi konflik. Jika dibandingkan perkembangan proses resolusi konflik melalui “alternative dispute resolution” sebagai model resolusi konflik antara Indonesia dan Amerika, keduanya mempunyai latar belakang historis yang berbeda. ADR di Indonesia merupakan bagian dari tradisi masyarakat yang diikuti secara turun temurun dan bagian dari budaya lokal, sedangkan di Amerika merupakan bentuk baru dari strategi resolusi konflik yang sengaja diciptakan untuk menghindari resolusi konflik melalui pengadilanlitigasi yang dinilai banyak kelemahannya Hadikusuma 1992. Dikalangan masyarakat Indonesia, jika timbul konflik penyelesaiannya jarang yang dibawa ke pengadilan. Pihak-pihak yang berkonflik umumnya lebih suka membawa masalah mereka ke lembaga masyarakat hukum adat untuk diselesaikan secara damai. Dalam masyarakat hukum adat, resolusi konflik biasanya dilakukan di depan kepala desa atau hakim adat. Secara historis, kultur masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi pendekatan konsensus. Pengembangan resolusi konflik di Indonesia dilakukan sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan secara tradisional dan resolusi konflik secara hukum adat. Alasan kultural bagi eksistensi dan pengembangan ADR di Indonesia tampaknya lebih kuat dibandingkan alasan ketidakefisienan proses peradilan dalam menangani konflik. 33 Menurut Santosa dan Hutapea 1992, selain hal-hal di atas terdapat beberapa alasan yang dapat dilihat sebagai peluang pengembangan ADR di Indonesia, yaitu : 1 Faktor ekonomis. ADR memiliki potensi sarana resolusi yang lebih ekonomis, baik ditinjau dari aspek biaya maupun waktu. 2 Faktor ruang lingkup yang dibahas. ADR memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan fleksibel. Hal ini dapat terjadi karena aturan main dapat dikembangkan dan ditentukan oleh para pihak yang berkonflik sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya. 3 Faktor keahlian. ADR memiliki potensi untuk menyelesaikan konflik-konflik yang sangat rumit yang disebabkan oleh substansi kasus yang penuh dengan persoalan-persoalan ilmiah karena dapat diharapkan adanya pihak ketiga yang ahli dibidangnya sebagai penengah langsung. 4 Faktor membina hubungan baik. ADR mengandalkan cara-cara resolusi kooperatif sehingga sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya pembinaan hubungan baik para pihak yang telah berlangsung maupun yang akan datang. Oleh karena itu, dalam menilai perkembangan alternatif resolusi konflik di Indonesia diperlukan pemahaman yang cukup mendalam mengenai hukum adat. Koesnoe 1979 menyebutkan tiga asas kerja didalam menyelesaikan perkara- perkara adat, yaitu : 1 asas kerukunan, 2 asas kepatutan dan 3 asas keselarasan. Asas kerukunan adalah asas yang menekankan pada pandangan dari sikap orang dalam menghadapi kehidupan sosial di dalam suatu lingkungan. Satu sama lain saling bergantung, saling memerlukan sehingga masing-masing pihak memiliki komitmen untuk mewujudkan dan mempertahankan kehidupan bersama. Asas kerukunan dituangkan dalam dua bentuk ajaran, yaitu ajaran musyawarah dan ajaran mufakat. Ajaran musyawarah diartikan sebagai suatu tindakan seseorang bersama orang-orang lain untuk menyusun suatu pendapat bersama yang bulat atas suatu permasalahan yang dihadapi oleh seluruh masyarakat. Sedangkan ajaran mufakat adalah menyelesaikan perbedaan-perbedaan kepentingan pribadi seseorang terhadap orang lain atas dasar perundingan antara yang bersangkutan. 34 Asas kepatutan mengarah kepada usaha mengurangi jatuhnya seseorang ke dalam alam rasa malu yang ditimbulkan oleh hasil resolusi konflik. Oleh karena itu asas kepatutan memusatkan perhatian kepada cara menemukan resolusi konflik yang dapat menyelamatkan kualitas dan status pihak-pihak yang bersangkutan dengan sebaik-baiknya. Asas keselarasan berhubungan dengan metode resolusi konflik yang mempertimbangkan terpenuhinya aspek perasaan estetis secara optimal. Dalam hal ini, resolusi konflik dianggap memenuhi perasaan estetis jika dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan maupun masyarakat yang bersangkutan.

2.1.6 Efektivitas pengelolaan konflik