Pengelolaan konflik Teluk Sendang Biru .1 Keadaan umum lokasi

101 penggunaan rumpon juga melibatkan nelayan sekoci lokal rumpon dengan nelayan sekoci lokal yang tidak memiliki rumpon. Berdasarkan keterangan responden faktor penyebab konflik utama adalah jumlah rumpon di fishing ground yang tidak memadai Pada saat itu, jumlah perahu payang sebanyak 23 unit sementara sekoci sebanyak 111 unit dengan jumlah rumpon sebanyak 3 unit. Proses resolusi konflik dilakukan dengan melakukan negosiasi dan dicapai kesepakatan kelompok payang diberi 1 rumpon, tetapi harus memberikan 5 dari penjualan hasil tangkapannya kepada kelompok sekoci yang akan digunakan untuk biaya pemeliharaan rumpon. Konflik penggunaan potasobat-obatan Konflik penggunaan potas terjadi pada 1996, melibatkan nelayan Sendang Biru Sumbermanjing dengan nelayan Tambakrejo. Nelayan Tambakrejo dicurigai menggunakan potas dalam operasi penangkapan ikan dan udang barong lobster di kawasan terumbu karang perairan Sendang Biru. Menurut nelayan Sumbermanjing penggunaan potas dalam operasi penangkapan ikan sangat berbahaya karena akan berdampak pada perusakan terumbu karang. Konflik penggunaan potas frekuensinya jarang terjadi, sehingga konflik ini tidak terlalu dihiraukan bahkan terkesan nelayan Sumbermajing membiarkan saja aktivitas penangkapan ikan ini dan lebih mengharapkan adanya peran yang lebih aktif dari aparat pengawas pemerintah untuk menanggulangi permasalahan ini. Konflik ini kurang mendapatkan perhatian karena dampaknya tidak langsung menyentuh kepentingan nelayan dan bersifat jangka panjang. Pada saat penelitian, tidak dijumpai laporan atau kasus penangkapan ikan dengan menggunakan potas.

4.3.2.3 Pengelolaan konflik

Pengelolaan konflik perikanan tangkap di Teluk Sendang Biru pada umumnya diselesaikan dengan melibatkan tokoh masyarakat. Sebagian besar konflik yang terjadi dikalangan masyarakat nelayan Sendang Biru seperti konflik retribusi, konflik tambat labuh, konflik daerah tangkap, konflik penggunaan potasobat-obatan dan konflik nelayan lokal vs andon diselesaikan dengan negosiasi, dan tidak ada konflik yang diselesaikan dengan litigasi atau pengadilan. Proses negosiasi antara pihak yang berkonflik dimungkinkan karena masing- 102 masing pihak masih bersedia untuk bertemu. Fasilitasi digunakan bila konflik melibatkan pihak ketiga atau pihak lain yang berasal dari luar Teluk Sendang Biru. Hasil resolusi konflik biasanya berupa kesepakatan-kesepakatan yang tidak tertulis tetapi dipatuhi oleh masyarakat. Tingginya tingkat kepatuhan masyarakat terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat diduga terkait dengan budaya masyarakat yang paternalistik dan tidak terlepas dari peranan tokoh masyarakat nelayan yang sangat dihormati. Penyelesaian konflik alat tangkap payang dengan sekoci dilakukan dengan menghadirkan pihak-pihak yang terlibat konflik dalam proses negosiasi untuk mencapai kesepakatan. Dari proses tersebut diperoleh saling pengertian dan harapan untuk melakukan kerjasama tanpa saling merusak alat tangkap masing- masing. Contoh kesepakatan yang dihasilkan adalah kelompok payang diberi satu rumpon oleh kelompok sekoci, tetapi mereka harus membayar lima persen dari jumlah hasil tangkapan kepada kelompok sekoci. Secara umum keterkaitan antar stakeholder dalam proses resolusi konflik di Teluk Sendang Biru dapat dilihat pada Gambar 20. : fasilitasimediasi : konflik Gambar 15. Keterkaitan antar erkaitan antar stakeholder dalam proses resolusi konflik di Teluk Sendang Biru Konflik antara nelayan lokal dengan nelayan andon, biasanya diselesaikan oleh ”pengambek” yaitu penduduk lokal yang mencukupi kebutuhan nelayan FACILITATORMEDIATOR : APARAT DESA APARAT KAB.KOTA HNSI LEPM3 PPI SENDANG BIRU Pihak berkonflik I Pihak berkonflik II 103 andon selama melakukan operasi penangkapan ikan di perairan Sendang Biru. Peranan pengambek sangat penting bagi nelayan andon, karena pengambek tidak hanya memberi pinjaman bagi operasi penangkapan seperti perbekalan dan rumpon, tetapi pengambek juga berperan sebagai fasilitator dalam proses negosiasi. Nelayan andon biasanya dapat menerima kesepakatan-kesepakatan karena mereka menyadari posisinya sebagai tamu di Sendang Biru. Tingkat kepatuhan nelayan terhadap kesepakatan yang dihasilkan cukup baik, namun masih dijumpai adanya pelanggaran terhadap kesepakatan tersebut. Pelanggaran terjadi karena masyarakat menganggap kesepakatan tersebut belum formal sehingga tidak mempunyai efek yang mengikat. Oleh karena itu, legalisasi kesepakatan ke dalam format peraturan daerah Perda diharapkan dapat membuat kesepakatan menjadi lebih mengikat sehingga dipatuhi oleh masyarakat nelayan. 4.3.3 Teluk Popoh 4.3.3.1 Keadaan umum lokasi