Efektivitas pengelolaan konflik Manfaat Penelitian

34 Asas kepatutan mengarah kepada usaha mengurangi jatuhnya seseorang ke dalam alam rasa malu yang ditimbulkan oleh hasil resolusi konflik. Oleh karena itu asas kepatutan memusatkan perhatian kepada cara menemukan resolusi konflik yang dapat menyelamatkan kualitas dan status pihak-pihak yang bersangkutan dengan sebaik-baiknya. Asas keselarasan berhubungan dengan metode resolusi konflik yang mempertimbangkan terpenuhinya aspek perasaan estetis secara optimal. Dalam hal ini, resolusi konflik dianggap memenuhi perasaan estetis jika dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan maupun masyarakat yang bersangkutan.

2.1.6 Efektivitas pengelolaan konflik

Efektivitas menempati posisi sentral dalam evaluasi suatu kebijakan termasuk didalamnya pengelolaan konflik. Pertanyaan sentral yang sering muncul dalam evaluasi efektivitas adalah ”Apakah pengelolaan konflik telah berjalan dengan baik?”. Pada hakekatnya pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut efektivitas dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: 1 Pernyataan dapat berupa deskriptif. Pertanyaan berupaya untuk menjelaskan apa yang telah terjadi. 2 Pertanyaan yang berupa sebab kejadian causal origin. Pertanyaan tidak semata-mata menanyakan apa yang telah terjadi, tetapi juga berupaya untuk mencari penjelasan sebab terjadinya. 3 Pertanyaan normatif. Pertanyaan terkait dengan kepuasan terhadap suatu kebijakan. Pertanyaan normatif sering digunakan untuk menilai efektivitas, relevansi, efisiensi maupun utilitas. Efektivitas dapat dibedakan menjadi efektivitas kelembagaan, efektivitas kelompok sasaran, efektivitas lingkungan, dan efektivitas sosial. Bruyninckx dan Cioppa 2000 mendefinisikan efektivitas kelembagaan sebagai suatu kondisi dimana rejim atau kebijakan dapat beroperasi atau berlangsung dalam kondisi yang disepakati bersama. Dengan perkataan lain, efektivitas kelembagaan menyatakan suatu kondisi dimana output suatu kebijakan sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri. Output dinilai sebagai tangible results EEA 2001. Output lebih mengarah pada ukuran jangka pendek, dimana hasilnya dapat dinilai segera 35 setelah implementasi metoda resolusi atau saat proses resolusi konflik berlangsung. Output bisa saja bukan merupakan bagian langsung dari tujuan kebijakan, atau dengan perkataan lain output tidak harus memiliki hubungan otomatislangsung dengan kinerja metode resolusi konflik. Efektivitas kelompok sasaran menyatakan sampai sejauh mana outcome yang merupakan respons kelompok sasaran terhadap output berhubungan dengan tujuan EEA 2001. Jika output terkait dengan hasil jangka pendek, maka outcome terjadi dalam jangka menengah. Efektivitas impact terkait dengan efek yang mempengaruhi isu pengelolaan konflik. Impact dari suatu kebijakan hanya dapat diidentifikasi dalam jangka panjang. Efektivitas sosial terkait dengan pertanyaan yang terkait dengan relevansi atau utilitas. Dalam hal ini, efektivitas sosial mengukur apakah impact dapat memuaskan kebutuhan sosial, atau apakah resolusi konflik dapat memberikan manfaat bagi tujuan sosial yang lebih luas. Isu sentral yang selalu muncul ketika melakukan evaluasi impact dari metode pengelolaan konflik atau kebijakan adalah isu kausalitas. Dalam mengevaluasi efektivitas suatu kebijakan, maka tidak cukup hanya dengan mengukur tujuan yang berhasil dicapai, tetapi harus mampu mencari hubungan kausalitas antara kebijakan dengan hasilnya. Bruyninckx dan Cioppa 2000 menyebutkan tiga kondisi yang harus dipenuhi untuk mengidentifikasi hubungan yang bersifat kausalitas, yaitu : 1 Sequential relationship antara penyebab dengan hasil yang mengikutinya. 2 Covariance antara sebab dan akibat, dengan perkataan lain harus ada korelasi empirik antara sebab dengan akibat. 3 Tidak ada faktor penjelas yang lain. Sebagai contoh jika ada perubahan antara kebijakan dan efeknya tetapi ada faktor lain yang dapat menjelaskan perubahan tersebut diluar kebijakan dan efeknya maka tidak dapat dibuktikan adanya hubungan sebab akibat yang absolut antara kebijakan dengan efek. Lebih lanjut hubungan sebab akibat yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: 1 Sebab yang dibutuhkan dan memenuhi syarat kecukupan; X adalah dibutuhkan dan akan menyebabkan terjadinya Y. 36 Contoh: Pemerintah daerah membutuhkan tenaga ahli yang mampu memantau kerusakan lingkungan, maka dengan merekrut tenaga ahli masalah tersebut dapat diatasi. 2 Dibutuhkan tetapi tidak memenuhi syarat kecukupan; X dibawah kondisi tertentu akan menyebabkan terjadinya Y. Contoh, latihan fisik akan memperbaiki kondisi fisik seseorang jika yang bersangkutan mengikuti program pelatihan dengan baik. 3 Mencukupi tetapi bukan merupakan penyebab; X akan menyebabkan Y, dan juga hal lainnya. Contoh: Terbakar akan menyebabkan rasa sakit, tetapi rasa sakit tidak selalu disebabkan karena terbakar. 4 Penyebab tambahan; X tidak dibutuhkan dan tidak menyebabkan terjadinya Y, tetapi merubah kemungkinan terjadinya Y. Contoh: Turunnya harga bahan bakar dapat atau tidak dapat mendorong terjadinya kemacetan lalu-lintas.

2.2 Hubungan Upaya dan Hasil Tangkapan