Analisis Pengaruh Pembelajaran Organisasi dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Pos Medan
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH PEMBELAJARAN ORGANISASI DAN BUDAYA KERJA TERHADAP KINERJA
PEGAWAI PADA KANTOR POS MEDAN
OLEH
ELJA HERNAWATY 100502190
PROGRAM STUDI STRATA SATU MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(2)
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengaruh Pembelajaran Organisasi dan
Budaya Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Pos Medan” adalah benar hasil
karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Medan, Desember 2015 Yang membuat pernyataan,
Elja Hernawaty NIM: 100502190
(3)
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH PEMBELAJARAN ORGANISASI DAN BUDAYA KERJA TERHADAP KINERJA
PEGAWAI PADA KANTOR POS MEDAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan. faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawaipada Kantor Pos Medan. Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah pembelajaran organisasi dan budaya kerja. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Kantor Pos Medan yang berjumlah 77 orang. Pengumpulan data menggunakan metodetotal sampling, yakni mengambil seluruh populasi penelitian sehingga jumlah sampel penelitian adalah 77 orang. Metode analisis yang digunakan adalah dengan metode regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwaberdasarkan uji F, variabel pembelajaran organisasi dan budaya kerja secara serentak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Sedangkan berdasarkan uji t, pembelajaran organisasi dan budaya kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Variabel dominan dalam penelitian ini adalah variabel budaya kerja. Nilai Adjusted R Square adalah sebesar 0,643 yang berarti 64,3% faktor-faktor kinerja pegawai Kantor POS Medan, dijelaskan oleh variabel pembelajaran organisasi dan budaya kerja. Sedangkan sisanya sebesar 35,7% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang merupakan variabel di luar penelitian.
(4)
ABSTRACT
ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL LEARNING AND WORKING CULTURE TO THE EMPLOYEES
OF KANTOR POS MEDAN
The title of this study is “Analysis of the Influence of Organizational
Learning and Working Culture to the Employees of Kantor Pos Medan”. This study aims to analyze the factors that affect the performance of the employees working at Kantor Pos Medan. Factors analyzed in this study are organizational learning and working culture. The total population in this study consists of77 employees currently working at Kantor Pos Medan. The total sampling method is used to collect data (this method used the entire population), so there are 77 individualsused as samples. The analysis method used in this study is multiple regression.The results showed that based on the F test, variables (organizational learning and working culture) jointly positive and significant impact on employees,while based on the t-test, variables (organizational learning and working culture) positive and significant impact on employees.Dominant variable in this study is a variable working culture. Adjusted R Square value is equal to 0,643 which means that 64,3% factors in theemployees post office Medan can be explained by the independent variable is organizational learning and working culture while the remaining35,7% is explained by the variables other than this study.
(5)
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, penulis ingin mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Analisis Pengaruh Pembelajaran Organisasi dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Pos Medan”. Penulisan skripsi ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis, khususnya mengenai masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini dilaksanakan dalam memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana ekonomi manajemen di Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa doa, bimbingan, saran, motivasi, bantuan, dan kerja sama dari semua pihak yang telah turut membantu penulis, pertama saya ucapkan terima kasih kepada Pencipta yang bernama YEHUWA, kedua orang tua saya tercinta ayahanda Jayadin Bangun SEdan bunda Elisabet Manurung, adik saya Claudia Josephine SE, serta semua keluarga. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac.Ak, CA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, selaku Ketua Departemen Manajemen S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Marhayanie M.Si, selaku Sekretaris Departemen Manajemen S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi, selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 5. Ibu Dr. Sitti Raha Agoes Salim, selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberi bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Ibu Dra. Lucy Anna, Msi, selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah
memberi bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Kepada sahabat-sahabat saya Dessy Puspita Sari Harahap SE, Afriyani
(6)
Winursih SE, Ayu Sufatma Nainggolan SE atas doa, semangat, dan bantuan praktis yang telah diberikan selama ini.
8. Semua dosen, pegawai, dan seluruh rekan-rekan seperjuangan penulis di Departemen Manejemen Fakultas Ekonomi danBisnisUniversitas Sumatera Utara Stambuk 2010. Terima kasih atas dukungan, kerjasama, dan kebersamaan selama menempuh studi di Fakultas Ekonomi danBisnis Universitas Sumatera Utara.
Tiada ada gading yang tak retak. Demikian pula halnya dengan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan di dalamnya, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perkembangan pemahaman, penelitian, dan penulisan dari topik yang dibahas dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Medan, Desember 2015 Penulis,
Elja Hernawaty NIM: 100502190
(7)
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
2.1. Pembelajaran Organisasi ... 7
2.1.1. Pengertian ... 7
2.1.2. Bentuk-Bentuk Pembelajaran Organisasi ... 13
2.1.3. Fungsi Pembelajaran Organisasi ... 16
2.1.4. Tujuan Pembelajaran Organisasi ... 15
2.1.5. Faktor Faktor Penentu Pembelajaran Organisasi . 19 2.1.6. Hambatan Pelaksanaan Pembelajaran Organisasi 19
2.2. Budaya Kerja ... 21
2.2.1. Pengertian ... 21
2.2.2. Unsur Unsur Budaya Kerja ... 22
2.2.3 Indikator Budaya Kerja ... 23
2.3. Kinerja Pegawai ... 26
2.3.1. Pengertian ... 26
2.3.2. Pengukuran Kinerja ... 27
2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 28
2.4. Penelitian Terdahulu ... 30
2.5. Kerangka Konseptual ... 31
2.6. Hipotesis ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
(8)
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
3.3. Definisi Operasional Penelitian ... 34
3.4. Skala Pengukuran ... 35
3.5. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37
3.6. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 38
3.7. Metode Pengumpulan Data Penelitian ... 38
3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39
3.9. Uji Asumsi Klasik ... 40
3.9.1. Uji Normalitas ... 40
3.9.2. Uji Multikolinieritas ... 40
3.9.3. Uji Autokorelasi ... 41
3.9.4. Uji Heterokedastisitas ... 41
3.10.Teknik Analisis Data ... 42
3.10.1. Analisis Deskriptif ... 42
3.10.2. Analisis Regresi Linier Berganda ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
4.1. Gambaran Umum Kantor Pos Medan ... 46
4.2. Karakteristik Responden ... 54
4.3. Deskripsi Variabel Penelitian ... 57
4.3.1. Organisasi Pembelajaran ... 57
4.3.2. Budaya Kerja ... 59
4.3.3. Kinerja Pegawai ... 61
4.4. Hasil Analisis Data ... 63
4.4.1. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 63
4.4.1.1. Hasil Uji Normalitas ... 63
4.4.1.2. Hasil Uji Multikolinieritas ... 65
4.4.1.3. Hasil Uji Heterokedastisitas ... 65
4.4.1.4. Hasil Uji Autokorelasi ... 66
4.4.2. Hasil Uji Hipotesis ... 66
4.4.2.1. Hasil Uji F Secara Simultan ... 66
4.4.2.2. Hasil Uji t Secara Parsial ... 67
4.4.2.3. Hasil Uji Determinasi R ... 68
4.4.2.4. Persamaan Regresi ... 69
4.5. Pembahasan ... 70
4.5.1. Pengaruh Organisasi Pembelajaran Terhadap ... Kinerja Pegawai ... 70
4.5.2. Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kinerja Pegawai 71 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74
5.1. Kesimpulan ... 74
5.2. Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...
(9)
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH PEMBELAJARAN ORGANISASI DAN BUDAYA KERJA TERHADAP KINERJA
PEGAWAI PADA KANTOR POS MEDAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan. faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawaipada Kantor Pos Medan. Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah pembelajaran organisasi dan budaya kerja. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Kantor Pos Medan yang berjumlah 77 orang. Pengumpulan data menggunakan metodetotal sampling, yakni mengambil seluruh populasi penelitian sehingga jumlah sampel penelitian adalah 77 orang. Metode analisis yang digunakan adalah dengan metode regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwaberdasarkan uji F, variabel pembelajaran organisasi dan budaya kerja secara serentak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Sedangkan berdasarkan uji t, pembelajaran organisasi dan budaya kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Variabel dominan dalam penelitian ini adalah variabel budaya kerja. Nilai Adjusted R Square adalah sebesar 0,643 yang berarti 64,3% faktor-faktor kinerja pegawai Kantor POS Medan, dijelaskan oleh variabel pembelajaran organisasi dan budaya kerja. Sedangkan sisanya sebesar 35,7% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang merupakan variabel di luar penelitian.
(10)
ABSTRACT
ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL LEARNING AND WORKING CULTURE TO THE EMPLOYEES
OF KANTOR POS MEDAN
The title of this study is “Analysis of the Influence of Organizational
Learning and Working Culture to the Employees of Kantor Pos Medan”. This study aims to analyze the factors that affect the performance of the employees working at Kantor Pos Medan. Factors analyzed in this study are organizational learning and working culture. The total population in this study consists of77 employees currently working at Kantor Pos Medan. The total sampling method is used to collect data (this method used the entire population), so there are 77 individualsused as samples. The analysis method used in this study is multiple regression.The results showed that based on the F test, variables (organizational learning and working culture) jointly positive and significant impact on employees,while based on the t-test, variables (organizational learning and working culture) positive and significant impact on employees.Dominant variable in this study is a variable working culture. Adjusted R Square value is equal to 0,643 which means that 64,3% factors in theemployees post office Medan can be explained by the independent variable is organizational learning and working culture while the remaining35,7% is explained by the variables other than this study.
(11)
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kinerja merupakan suatu konsep yang strategis dalam rangka menjalin hubungan kerja sama antara pihak manajemen dengan para pegawai. Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, sangat dibutuhkan pencapaian prestasi kerja baik oleh pegawai secara individu maupun oleh perusahaan secara kolektif.
Unsur paling dominan dalam mencapai kinerja yang baik adalah sumber daya manusia. Oleh karena itu, unit sumber daya manusia dalam organisasi harus berperan untuk menganalisis dan membantu memperbaiki masalah-masalah yang berhubungan dengan pencapaian kinerja. Kinerja pegawai tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna, tetapi juga kemampuan menguasai dan mengelola diri sendiri serta kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain (Martin, 2002:22).
Kinerja pegawai dipengaruhi oleh banyak faktor terutama oleh aspek aspek sumber daya manusia, termasuk pembelajaran organisasi dan budaya kerja, disamping faktor faktor lain seperti kompetensi, motivasi, dukungan yang diberikan organisasi atau perusahaan, keberadaan pekerjaan dan hubungan komunikasi antara atasan bawahan atau antar bawahan (Mathis dan Jackson (2001 : 82)
Pembelajaran organisasi sering disalahtafsirkan sebagai pelatihan maupun pengembangan kemampuan organisasi dan pegawai. Padahal sesungguhnya
(12)
organisasi pembelajaran membawa misi dimana pembelajaran yang dilakukan lebih pada merubah hakikat manusia atau individu pegawai untuk sadar akan potensi yang dimilikinya. Pembelajaran secara berkesinambungan merupakan inti dari organisasi pembelajaran.
Pembelajaran organisasi (organizational learning) merupakan wadah untuk membangun kelompok manusia dengan potensi yang beranekaragam dan mampu melakukan kerjasama secara cerdas sehingga dapat menjalankan visi, dan berbagi pengetahuan untuk mensinergiskan dan mentransformasikan dirinya menjadi modal maya organisasi. Tanpa mekanisme pembelajaran organisasi, maka organisasi tidak akan mampu menjaga konsistensi pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga tidak mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih besar bagi stakeholders.
Pembelajaran organisasi menjadi penting agar organisasi tetap eksis dan bersaing secara lebih fleksibel sehingga dalam lingkungan yang serba dinamis, organisasi harus berorientasi pada konsep pembelajaran organisasi (learning
organization). Kefleksibelan membutuhkan komitmen jangka panjang dalam
membangun dan mengembangkan sumberdaya strategis. Semua organisasi harus belajar, namun beberapa organisasi tidak dapat belajar cukup cepat untuk bertahan. Organisasi yang tidak responsif dan adaptif terhadap perkembangan lingkungan yang kompleks dan penuh ketidakpastian sudah tentu tidak fleksibel dalam menghadapi dunia persaingan yang semakin ketat.
Organisasi yang bersedia melakukan pembelajaran organisasi melalui pengalaman pengalamannya di masa lalu akan lebih sukses dibandingkan dengan
(13)
organisasi yang tidak melakukannya. Bahkan untuk dapat mencapai dan mempertahankan keunggulan bersaing dalam lingkungan bisnis yang berubah dengan cepat, organisasi harus dapat meningkatkan kapasitas pembelajarannya (Wheelen and Hunger, 2003:9).
Pembelajaran organisasi merupakan bagian dari metode adaptasi yang cepat dan tepat sehingga perusahaan yang melakukan pembelajaran organisasi tentunya akan memiliki keahlian dalam menciptakan, mengambil, dan mentransfer pengetahuan, dan memodifikasi perilakunya untuk merefleksikan pengetahuan dan pengalaman barunya.
Selain pembelajaran organisasi, unsur sumber daya manusia yang turut mempengaruhi kinerja adalah budaya kerja. Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya untuk membangun sumber daya manusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber dari perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri.
Budaya kerja pegawai secara sederhana dipahami sebagai perilaku pegawai yang didasari prinsip moral dan nilai-nilai yang diyakininya, dan memberi inspirasi untuk senantiasa bekerja lebih baik dan memuaskan bagi semua pihak. Budaya kerja yang kondusif tidak hanya penting untuk perkembangan organisasi tetapi juga berperan memberikan kepuasan personelnya (Ndraha, 2006:42).
Hadari Nawawi (2004) secara lebih tegas mengatakan bahwa budaya kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu
(14)
organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan pengertian budaya kerja tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan budaya kerja pegawai secara individual adalah untuk mencapai kinerja maksimal dalam meraih kepuasan kerja yang optimal. Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa selain faktor personal, faktor kepemimpinan (pembelajaran organisasi) dan faktor tim (budaya kerja) juga turut mempengaruhi kinerja pegawai (Mangkuprawira, 2008:56)
Demikian juga dengan Kantor Pos Medan, menurut penulis terjadi fonomena yang mengherankan dimana dalam periode kerja 2009-2011 seharusnya terjadi peningkatan kinerja keuangan sebab lingkungan bisnis secara umum cukup positif, akan tetapi faktanya justru terjadi penurunan kinerja keuangan yang menurut analisis penulis salah satu penyebabnya adalah
karena kurangnya pembelajaran organisasi dan budaya kerja yang kurang kondusif. Dalam bidang pembelajaran organisasi, beberapa kelemahan yang
menyebabkan menurunnya kinerja adalah minimnya kesamaan visi terhadap tujuan yang akan dicapai, kurangnya pemberian informasi yang berkesinambungan berhubungan dengan bisnis pos , keterbukaan dan minimnya diskusi antara sesama bawahan maupun dengan atasan.Sedangkan dalam bidang budaya kerja, persoalan utama adalah adanya kekurangharmonisan hubungan kerja akibat kurangnya ketegasan
(15)
atasan terhadap pegawai yang kurang disiplin dan produktif sehingga pegawai yang disiplin dan produktif merasa kurang dihargai sehingga timbul egoisme dan ketidakperdulian terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Akibatnya terjadi penurunan kinerja. Setelah diadakan peningkatan
pembelajaran organisasi melalui pelatihan, dan pendidikan serta perbaikan budaya organisasi seperti diskusi bersama dalam kondisi keterbukaan, sehingga terjadi peningkatan kinerja pegawai sejak tahun 2012 hingga sekarang. Pembelajaran organisasi bagi pegawai dilakukan dengan meningkatkan frekuensi diskusi untuk membangun keterbukaan dan keterbukaan antar sesama pegawai. Sedangkan dalam bidang budaya kerja, hal utama yang dibenahi Kantor Pos Medan adalah peningkatan disiplin kerja dan penegakan mekanisme “reward and punishment”
terhadap SDM secara lebih tegas dan fair agar tercipta hubungan kerja pegawai
yang lebih harmonis dan terbuka.
Terdorong untuk meneliti lebih jauh tentang pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai, membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Pembelajaran Organisasi dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai Kantor Pos Medan”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pembelajaran organisasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan ?
(16)
2. Bagaimana pengaruh budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan ?
3. Bagaimana pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh parsial dan simultan pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
1). Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi tambahan bagi perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
2). Bagi peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan tentang pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan.
3). Bagi Masyarakat, secara umum akan dapat menilai kebijakan lembaga pemerintah khususnya BUMN terkait dengan pengelolaan Kantor Pos Medan untuk meningkatkan kinerja pegawai.
(17)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembelajaran Organisasi
2.1.1. Pengertian
Pembelajaran organisasi sering sekali diidentikkan dengan organisasi pembelajaran meskipun terdapat perbedaan diantara keduanya. Pemberlajaran organisasi (Organizational learning) merupakan jenis aktivitas dalam organisasi dimana sebuah organisasi belajar sementara organisasi pembelajaran (learning
organization) adalah bentuk organisasi. Namun perbedaan antara organizational
learning dengan learning organization sulit dilakukan.
Learning Organization atau Organisasi belajar adalah suatu konsep
dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran mandiri (self learning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul (Senge, 1990).
Peter Senge (1990: 3) memberikan definisi pembelajaran organisasi (learning organizations sebagai berikut : learning organizations are:…organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together. (Organisasi belajar adalah organisasi dimana
orang mengembangkan kapasitas mereka secara terus-menerus untuk menciptakan hasil yang mereka inginkan, di mana pola pikir yang luas dan baru
(18)
dipelihara, dimana aspirasi kolektif dipoles, dimana orang-orang belajar tanpa henti untuk melihat segala hal secara bersama-sama)
Pengertian learning organization (oganisasi belajar) menurut Marquardt (1996:19) adalah: a learning organization is an organization which learns
powerfully and collectively and is continually transforming itself to better collect, manage, and use knowledge for corporate success. It empowers people within and outside the company to learn as they work. Technology is utilized to optimize both learning and productivity (Organisasi belajar adalah organisasi yang sangat
berkeinginan kuat untuk belajar secara kolektif dan mentranformasikan dirinya untuk mengumpulkan, mengelola dan memanfaatkan pengetahuannya demi sukses perusahaan. Teknologi dimanfaatkan untuk mengoptimumkan pembelajaran dan produktifitas).
Suatu organisasi yang belajar secara bersungguh-sungguh dan bersama-sama, dan secara terus menerus mentransformasikan dirinya menjadi lebih baik dalam mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan pengetahuan untuk kesuksesan organisasi. Organisasi memberdayakan manusia di dalam dan diluar organisasi dan diluar organisasi untuk belajar sebagaimana mereka bekerja. Teknologi dimanfaatkan organisasi untuk mengoptimalkan pembelajaran maupun produktivitas.
Menurut Marquardt (1996:1-2) kemampuan organisasi beradaptasi dengan lingkungannya ditentukan oleh keberadaan suprastruktur yaitu sumber daya manusia (SDM), dan infrastruktur berupa iklim organisasi. Organisasi akan beradaptasi secara cepat bila memiliki SDM yang sensitif terhadap perubahan
(19)
diluar organisasi dan mampu belajar secara cepat, serta apabila organisasi memiliki lingkungan yang kondusif untuk mendorong proses belajar.
Marquardt (1996:21-27) menyajikan komponen tersebut kedalam system dan subsistem. Sistem belajar yang dimaksud terdiri atas belajar itu sendiri, organisasi, orang, pengetahuan, dan teknologi. Masing-masing komponen dalam system tersebut memiliki subsistem. Subsistem belajar terdiri atas; tingkat yang mencakup tingkat individu, kelompok, dan organisasi, jenis belajar yang terdiri atas adaptif, antisipatori, deutero, dan tindakan, keterampilan belajar yang mencakup system berpikir, model mental, penguasaan perorangan, belajar beregu, visi bersama, dan dialog.
Marquardt (1996) mengidentifikasi ciri organisasi belajar:
1) Belajar dilakukan melalui sistem organisasi secara keseluruhan dan organisasi seakan-akan mempunyai satu otak;
2) Semua anggota organisasi menyadari betapa pentingnya organisasi belajar secara terus menerus untuk keberhasilan organisasi pada waktu sekarang dan akan datang;
3) Belajar merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus serta dilakukan berbarengan dengan kegiatan bekerja;
4) Berfokus pada kreativitas dan generative learning; 5) Menganggap berpikir system adalah sangat penting,
6) Dapat memperoleh akses ke sumber informasi dan data untuk keperluan keberhasilan organisasi;
(20)
7) Iklim organisasi mendorong, memberikan imbalan, dan mempercepat masing-masing individu dan kelompok untuk belajar;
8) Orang saling berhubungan dalam suatu jaringan yang inovatif sebagai suatu komunitas di dalam dan di luar orgaisasi;
9) Perubahan disambut dengan baik, kejutan-kejutan dan bahkan kegagalan dianggap sebagai kesempatan belajar;
10)Mudah bergerak cepat dan fleksibel;
11)Setiap orang terdorong untuk meningkatkan mutu secara terus menerus; 12)Kegiatan didasarkan pada aspirasi, reffleksi, dan konseptualisasi;
13)Memiliki kompetensi inti (core competence) yang dikembangkan dengan baik sebagai acuan untuk pelayanan dan produksi; dan
14)Memiliki kemampu untuk melakukan adaptasi, pembaharuan, dan revitalisasi sebagai jawaban atas lingkungan yang berubah.
Garvin (2000:11) mendefinisikan pembelajaran organisasi sebagai keahlian organisasi untuk menciptakan, memperoleh, menginterpretasikan, mentransfer dan membagi pengetahuan yang bertujuan memodifikasi perilaku organisasi. Dengan kata lain, pembelajaran organisasi merupakan kesempatan yang diberikan kepada pegawai sehingga organisasi menjadi lebih efisien.
Fiol dan Lyles dalam Ellitan dan Anatan (2009: 142) mendifinisikan pembelajaran organisasi sebagai suatu proses perbaikan melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik yang dibangun berdasarkan pengetahuan dan pengalaman masa lampau. Dengan kata lain, pembelajaran organisasi adalah proses mendeteksi dan memperbaiki kesalahan. Pembelajaran organisasi berarti
(21)
proses perbaikan tindakan melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik. Pembelajaran organisasi juga dapat digambarkan sebagai seperangkat perilaku organisasi yang menunjukkan komitmen untuk belajar dan terus melakukan perbaikan Sedangkan organisasi pembelajaran (learning organization) adalah suatu organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasi diri (Fiol and Lyles, dalam Jashapara, 2003: 46).
Pembelajaran organisasi dalam studi ini mengacu pada pendapat Garvin (2000:11) yang mendefinisikan pembelajaran organisasi sebagai keahlian organisasi untuk menciptakan, memperoleh, menginterpretasikan, mentransfer dan membagi pengetahuan, yang bertujuan memodifikasi perilaku anggotanya untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan baru. Oleh karena organisasi belajar melalui individu dalam organisasi, maka pembelajaran organisasi dalam studi ini terjadi melalui pembelajaran organisasi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Kim (1993) yang menekankan pentingnya hubungan antara pembelajaran individu dengan pembelajaran organisasi dengan menyatakan bahwa “....organisasi terutama belajar dari anggota organisasi.” Organisasi belajar melalui individu-individu yang menjadi bagian dari organisasi. Pembelajaran individu merujuk pada perubahan keahlian, wawasan, pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai yang diperoleh seseorang melalui pengalaman, wawasan dan observasi.
Organizational Learning Theory pada awalnya dipopulerkan oleh Peter
(22)
organisasi pembelajaran adalah organisasi dimana orang terus-menerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi kolektif dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus belajar melihat bersama-sama secara menyeluruh.
Pandangan Senge (1990) selanjutnya menyatakan bahwa untuk meningkatkan kapasitas organisasi dapat ditempuh melalui proses belajar melalui 5 (lima) aspek yakni 1) sistem berpikir (system thinking), penguasaan pribadi (personal mastery), model mental (mental models), penjabaran visi (shared
vision), dan tim belajar (team learning).
Teori pembelajaran organisasi memiliki pemikiran bahwa pengetahuan merupakan proses produksi dan pengoperasiannya dapat diklasifikasikan secara sistematis kedalam berbagai tingkatan yang menunjukkan organisasi dalam prosesnya selalu mencari proses terbaik lewat proses pembelajaran
Organisasi pembelajaran (learning organization), memberikan kontribusi yang positif bagi organisasi tentang pemecahan masalah yang sistematis sebagai aktivitas awal yang menekankan pada filosofi dan metode yang digunakan terhadap peningkatan kualitas, yang dilakukan melalui program pelatihan tehnik pemecahan masalah, berupa latihan dan contoh kasus sehingga anggota organisasi lebih berdisiplin dengan pemikirannya, serta lebih memperhatikan detail sebuah pekerjaan.
(23)
2.1.2. Bentuk Pembelajaran Organisasi
Menurut Pedler, dkk (Dale, 2003) suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi yang memiliki karakteristik berikut :
1) Mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka;
2) Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan;
3) Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis;
4) Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus;
Senge (1990) mengatakan sebuah organisasi pembelajar adalah organisasi “yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima disiplin, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, dan pemikiran sistem. Oleh karena itu, menurut Senge (2002), bentuk atau dimensi pembelajaran organisasi ada 5 yakni :
1). Thinking System (Sistem berpikir)
Thinking system (model berpikir) merupakan suatucaraberfikirtentang
suatubahasauntukmenguraikandan memahamikekuatan-kekuatandan hubungan antar pribadi yang membentuk perilaku sistem. Disiplin ini membantumelihatbagaimanamengubahsistem secara lebih efektifdan bertindaklebihselarasdenganproses-prosesyang lebihbesardari alamdan duniaekonomi. (Senge (2002))
(24)
2). Personal Mastery (Pemilikan budaya kerja )
Merupakan disiplin belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi dalam menciptakan hasil yang paling diinginkan dan menciptakan suatu lingkungan organisaional yang mendorong semua anggotanya untuk mengembangkaan diri mereka kearah sasaran- sasaran dan tujuan-tujuan yang dipilih. (Senge (2002))
Kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki wawasan agar objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang strategis. Organisasi pembelajaran memerlukan pegawai yang memiliki kompetensi yang tinggi, agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik ke paradigma yang berbasis pengetahuan. Senge (2002)
3). Mental Model (Pemahaman dan keyakinan)
Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan prasangka atas rangsangan yang muncul. Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi (Senge (2002))
Mental model ini juga didefinisikan sebagai disiplin belajar yang terus-menerus melakukan perenungan, mengklarifikasi dan memperbaiki gambaran-
(25)
gambaran internal kita tentang dunia dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita.
4). Shared Vision (Berbagi visi)
Merupakan upaya membangun suatu rasa mempunyai komitmen dalam suatu kelompok membuatgambaran- gambaranbersama tentang masa depan yang coba kita ciptakan dan prinsip sertapraktik-praktek penuntun yang kita harapkan berfungsi sebagai sarana untuk bisa mencapai masa depan. (Senge (2002))
Shared vision juga merupakan komitmen untuk menggali visi bersama
tentang masa depan secara murni tanpa paksaan. Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi organisasi untuk bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang pegawai, organisasi juga memiliki berbagai unit yang pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam organisasi. (Senge (2002))
5). Team Learning (Pembelajaran Tim)
Merupakan disiplin untuk mengubah keahlian percakapan dan keahlian berpikir kolektif sehingga kelompok-kelompok manusia dapat diandalkan dan
(26)
bisa mengembangkan kecerdasan dan kemampuan yang lebih besardari pada jumlah bakat para anggotanya secara individual. (Senge (2002))
Team learning ini juga merupakan gambaran kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan berkesinambungan. Kini makin banyak organisasi berbasis tim, karena rancangan organisasi dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berfikir sistemik seperti yang telah diuraikan di atas. Namun tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya. (Senge (2002))
Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan pada masa depan. Kelima dimensi dari Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
Menurut Garvin (2000), kegiatan kunci dalam pembelajaran adalah akuisisi, distribusi, kreasi dan pemanfaatan atau utilisasi pengetahuan. Dalam
(27)
studi yang dilakukan oleh Marquardt (2002), ditunjukan 2 bahwa semakin tinggi kemampuan pembelajaran suatu organisasi, semakin tinggi pula kemampuannya untuk melakukan perubahan secara efektif. Selanjutnya diketahui pula bahwa pembelajaran pada tingkat reaktif akan membuat organisasi mampu beradaptasi dengan perubahan di lingkungannya dengan memberikan respon-respon efektif. Sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu pembelajaran antisifatif, organisasi mampu memprediksi akan munculnya perubahan-perubahan, bahkan menjadi pemicu terjadinya perubahan.
2.1.3. Fungsi Pembelajaran Organisasi
Menurut Senge (2002 : 23) ada 3 (tiga) karakteristik fungsi dari pembelajaran organisasi, yakni:
1). Agar organisasi memiliki komitmen terhadap pengetahuan. Artinya, organisasi memiliki komitmen untuk terus menerus mengupayakan memperoleh pengetahuan.
2). Agar melalui pembelajaran organisasi, organisasi memiliki mekanisme pembaharuan (amechanism of renewal) dalam organisasi.
3). Agar melalui pembelajaran organisasi, organisasi memiliki keterbukaan (transparansi) terhadap dunia luar. Hal ini melibatkan berbagai cara, sebab begitu banyak hal yang harus dipelajari organisasi dari lingkungannya. Berbagai hal yang menyangkut keterbukaan misalnya para manajer membutuhkan pengetahuan mengenai bagaimana lingkungan bisnis berubah secara periodik serta kemauan untuk terus mengikuti pendidikan formal.
(28)
Sikap dan keyakinan
Kesadaran, keahlian dan
kepekaan
Keahlian dan kemampuan
Siklus pembelajaran
yang dalam
Keahlian dan kemampuan
Secara sederhana, fungsi dan hakekat pembelajaran organisasi dapat digambarkan pada gambar:
Gambar : 2.2 Fungsi dan Hakekat Pembelajaran Organisasi
Gambar proses pembelajaran organisasi tersebut di atas memperlihatkan bahwa keahlian dan kemampuan merupakan hasil proses belajar (yang merupakan integrasi dari aspirasi perenungan dan perbincangan–konseptual) akan menimbulkan perubahan
2.1.4. Tujuan Pembelajaran Organisasi
Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan dan diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurutnya pembelajaran organisasi adalah:
1) Tidaklah semata-mata jumlah pembelajaran masing-masing anggota;
2) Pembelajaran itu membangun pemahaman yang luas terhadap keadaan internal maupun eksternal melalui kegiatan-kegiatan dan sistem-sistem yang tidak tergantung pada anggota-anggota tertentu;
(29)
3) Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau perancangan kembali unsur-unsur organisasi;
4) Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta-pembelajaran yang mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan mempertautkan potongan-potongan sebuah organisasi dan juga mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang relevan;
5) Pembelajaran organisasi adalah suatu proses yang seolah-oleh mengikat beberapa sub-proses, misalnya perhatian, penafsiran, pencarian, pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan penilaian.
6) Pembelajaran organisasi mencakup baik unsur kognitif, misalnya pengetahuan dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para anggota organisasi maupun kegiatan organisasi yang berulang-ulang, misalnya rutinitas dan perbaikan tindakan.
2.1.5. Faktor Faktor Penentu Pembelajaran Organisasi
Studi dari Garvin (2000), Goh dan Richards (1997) serta Marquardt (2002) menunjukan adanya beberapa faktor yang dapat dipandang sebagai kondisi kunci agar pembelajaran organisasi dapat terjadi. Faktor-faktor tersebut adalah : (1). Kejelasan visi organisasi ;
(2). Peluang pembelajaran;
(3). Kebijakan manajemen sumber daya manusia; (4) Dukungan pimpinan serta;
(5). Dukungan Information and Communication Technology (ICT) / Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
(30)
2.1.6. Hambatan Pelaksanaan Pembelajaran Organisasi
Menurut Robbins (2008), beberapa hambatan pelaksanaan pembelajaran organisasi adalah :
1). Globalisasi dunia
Perkembangan masyarakat informasi akan sejalan dalam masyarakat pengetahuan, oleh karena itu tidak ada alasan dalam kepemimpinan abad baru atas kebutuhan akan pelaksanaan organisasi pembelajar untuk menghadapi tantangan dalam ekonomi global.
2). Kemajuan teknologi web dan aplikasi internet
Sejalan dengan kemajuan teknologi web dan aplikasi internet, maka terjadi pula beragam kemajuan, seperti orang mengembangkan dan memanfaatkan aplikasi internet baik ke dalam intranet maupun extranet. Akibatnya orang bisa komunikasi dengan siapa saja dan di mana saja, atasan bisa komunikasi dengan bawahan di ruangnya masing-masing. Oleh karena itu, perilaku organisasi akan mengalami perubahan, dan suka tidak suka setiap orang dalam organisasi harus selalu belajar untuk mengejar ketertinggalannya.
3). Total Quality Management dan bertambahnya pengaruh pelanggan
Ungkapan pelanggan adalah raja karena sikap dan perilakunya sangat menentukan keberhasilan suatu produk yang akan dibelinya dan karena ia memiliki kekuasaan sebagai raja untuk memilihnya. Pilihan itu didasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sangat menguntungkan dilihat dari hal-hal yang berkaitan dengan apa yang disebut cost, quality, times, services, innovation, customization
(31)
4). Mengubah Cara Pandang Organisasi Untuk Menatap Masa Depan
Tantangan terbesar menejer saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk menghadapi lingkungan yang berubah dengan cepat. Inovasi dari penemuan-penemuan dalam bidang komunikasi dan dikombinasikan dengan penemuan-penemuan dalam bidang komputer dan informasi menghasilkan pasar global yang membuat dunia tidak sebagaimana pada era sebelumnya. Sebagai hasil, prinsip-prinsip dan pedoman-pedoman menejemen yang mampu membuat organisasi lebih stabil dan dapat diprediksi, tidak dapat lagi diterapkan dalam kurun waktu yang lama. Kesuksesan organisasi pada saat ini sangat tergantung pada kemampuan organisasi tersebut untuk belajar dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Menejer organisasi yang sukses adalah orang yang mampu secara efektif menggunakan kebijaksanaan, mengelola organisasi dengan berbasis ilmu pengetahuan, dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan. Di sinilah letak pentingnya organisasi pembelajar. Organisasi pembelajar adalah pengembangan kapasitas organisasi untuk terus belajar, beradaptasi dan berubah. Perbedaan antara organisasi pembelajar dengan organisasi tradisional disajikan sebagaimana tabel berikut
2.2. Budaya Kerja 2.2.1. Pengertian
Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Triguno (2005:32) dalam bukunya Manajemen Sumber
(32)
Daya Manusia menerangkan bahwa: budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.
Ndraha (2006:45) dalam bukunya Teori Budaya Kerja, mendefinisikan budaya kerja, sebagai berikut : ”budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”.
Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik (2005:69) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa: “Budaya kerja adalah seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi”.
Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi. Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan dinyatakan dengan menggunakan sarana (vehicle) tertentu berkali-kali, sehingga agar masyarakat dapat mengamati dan merasakannya.
(33)
2.2.2. Unsur Unsur Budaya Kerja
Menurut Ndraha (2006;47), budaya kerja dapat dibagi menjadi 2 (dua) unsur, yaitu:
1) Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.
2) Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama pegawai, atau sebaliknya.
Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing.
Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga memerlukan perlu pembenahan-pembenahan mulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya,
(34)
terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin. Budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi
(Amnuhai :2003)
Menurut Triguno, (2005). pembentukan budaya kerja terjadi pada saat lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi. Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan
2.2.3 Indikator Budaya Kerja
Nilai-nilai budaya kerja diartikan sebagai suatu kekuatan atau energi yang melekat dalam setiap individu dalam berinteraksi dengan individu lainnya dalam lingkungan kerja. Nilai-nilai budaya kerja meliputi aktualisasi diri, bakat, norma-norma, prinsip-prinsip yang digunakan dalam menjalankan aktifitas kerja. Penerapan nilai-nilai budaya kerja dilingkungan kerja penting dilakukan untuk pengembangan jati diri seseorang, aparatur termasuk pegawai dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat.
Menurut Robbin (2003 : 721) budaya kerja dalam organisasi mengacu ke sistem makna bersama yang dianut oleh anggota – anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi–organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila
(35)
diamati dengan seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu.
Selanjutnya Luthans (2003 : 125) memaparkan bahwa budaya organisasi memiliki beberapa karakteristik atau indikator :
1.Peraturan – peraturan yang harus dipenuhi 2.Norma – norma
3.Nilai – nilai yang dominan 4.Filosofi
5.Aturan – aturan 6.Iklim budaya
Karakteristik budaya organisasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya unsur – unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi baik yang berorientasi pada pelayanan jasa atau organisasi yang menghasilkan produk.
Moekijat (2006:47) menjelaskan bahwa indikator budaya kerja tersebut adalah meliputi :
1. Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.
2. Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.
(36)
3. Saling menghargai; Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.
4. Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan atau kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.
Menurut Triguno (2005) bahwa orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan mempunyai budaya kerja dengan indikator sebagai berikut :
- Menyukai kebebasan dialog terbuka bagi gagasan gagasan dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran.
- Memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, pemikiran yang kreatif, dan tidak menyukai penyimpangan dan pertentangan.
- Berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya.
- Mempersiapkan dirinya sesuai budaya kerja dalam mengelola tugas atau kewajiban bidangnya.
- Memahami dan menghargai lingkungannya. Berpartisipasi dengan loyal kepada kehidupan rumah tangga, masyarakat dan organisasinya serta penuh rasa tanggung jawab (Said, (2008)).
Sikap budaya kerja diharapkan bermanfat bagi pribadi aparat Negara termasuk pegawai maupun unit kerjanya, dimana secara pribadi memberi kesempatan, berperan, berprestasi dan aktualisasi diri, dan dalam kelompok bisa meningkatkan kualitas kinerja kelompok Sasaran yang ingin dicapai dalam
(37)
menerapkan dan mengembangkan budaya kerja adalah nilai-nilai moral dan budaya kerja produktif.
2.3. Kinerja Pegawai 2.3.1. Pengertian
Kinerjamerupakantingkatpencapaianhasilataaspelaksanaantugas
tertentu.Dalamkontekspengembangansumberdaya manusiakinerjaseorang pegawai dalam sebuahperusahaan sangatdibutuhkan untukmencapaiprestasi kerjabagi pegawai itu sendiri dan jugauntuk keberhasilan perusahaan.
Kinerja merupakan hasil dari pekerjaan yang dilaksanakan dengan nilai yang diharapkan. Hasil kerja adalah target yang harus dicapai oleh suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Hasil kerja yang ingin dicapai tidak hanya menggambarkan titik akhir dari perencanaan kerja, tetapi juga menunjukkan sistem pengorganisasian kerja, pengisian lowongan kerja, gaya kepemimpinan dan pengendalian pegawai yang kesemuanya ini merupakan faktor-faktor pendukung dari tercapainya hasil kerja yang diinginkan oleh suatu unit kerja. Di dalam organisasi modern, penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar-standar kinerja dan memotivasi kinerja individu di waktu berikutnya
Istilahkinerja berasaldarijobperformanceatauactualperformance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang), atau juga hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang ingin dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawabyang diberikan kepadanya. (Mangkunegara2007 : 67).
(38)
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sedarmayanti (2007: 260) bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompokorang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
2.3.2. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja pada suatu instansi merupakan suatu tindakan pengukuran terhadap berbagai aktivitas yang telah dilakukan perusahaan yang dapat digunakan sebagai umpan balik untuk dapat memberikan informasi tentang keberhasilan pelaksaan perencanaan dan untuk mengetahui apakah diperlukan perbaikan untuk masa akan datang. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan dan manfaat dari kinerja dapat digunakan sebagai motivasi terhadap pegawai dalam mencapai visi, misi, dan sasaran yang telah ditetapkan perusahaan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan hasil yang diinginkan perusahaan.
Menurut Robbins (2003:155) mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1). Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.
(39)
2).Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran”tingkat kepuasan”,yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.
3). Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatukegiatan.
2.3.3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian kinerja adalah Faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) (Mangkunegara 2007:67) 1). Faktor Kompetensi
Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ)dan kemampuan realita, artinya pegawai yang memiliki IQ yang rata-rata (IQ 110-120) dengan memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerjayang diharapkan oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
2). Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (Attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. (Sikap mental yang siap secara psikofik)
(40)
artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dalam mencapai situasi kerja.
Kinerja dipengaruhi oleh faktor intrinsik yaitu personal individu dan faktor ekstrinsik yaitu kepemimpinan, sistem, tim, situasional, dan konflik. Dalam (Sjafri 2007:155)
a. Faktor personal/individual, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu pegawai.
b. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan teamleader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja kepada pegawai.
c. Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satutim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.
d. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi.
e. Faktor situasional, meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
f. Konflik, meliputi konflik dalam diri individu/konflik peran, konflik antar individu, konflik antar kelompok/organisasi.
(41)
Berdasarkan penjelasan tentang klasifikasi faktor faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran organisasi dan budaya kerja adalah termasuk faktor faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kinerja pegawai karena kedua faktor ini bukan merupakan faktor intrinsik personal.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan reduplikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam kurun waktu berbeda meskipun dengan variabel penelitian yang tidak persis sama seperti disajikan pada tabel berikut :
(42)
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1 Siti Makrufah, Manajemen Bisnis, Universitas Brawijaya Surabaya, 2011,
Pengaruh Budaya
kerja dan
Pembelajaran Organisasi Terhadap Kinerja pegawai Hotel Bumi Surabaya
Metode kuantatitif dengan regresi linier berganda
Budaya kerja dan pembelajaran organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai hotel Bumi Surabaya (p-value < 0.05).
2 Bambang Setyadin, program pascasarajana Universitas Muhammadiyah 2010 Pengaruh pembelajaran organisasional, budaya organisasi sekolah dan kepemimpinan terhadap motivasi serta perubahan organisasi dalam peningkatan kinerja SMAN di Jawa Tmur
Metode kuantatitif dengan regresi linier berganda
Pembelajaran
organisasional, budaya organisasi dan berpengaruh signifikan terhadap kinerja SMAN Jawa Timur (p-value < 0.05)
3 Wahda, 2010, Perguruan Tinggi Sulawesi Selatan Pengaruh Kepemimpinan, Budaya Pembelajaran Organisasional Terhadap Pengelolaan
Pengetahuan Dengan Variabel Moderasi Konflik
Disfungsional Dan Kepuasan Kerja Serta Implikasinya Pada Kinerja Organisasi
Metode kuantatitif dengan regresi linier berganda
Kepemimpinan, dan budaya pembelajaran organisasi berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan pengetahuan (p-value < 0.05).
(43)
2.5. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Kerangka konseptual bertujuan untuk mengemukakan secara umum mengenai objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka dari variabel yang akan diteliti (Sugiyono, 2008:89).
Pembelajaran organisasi merupakan konstruk pertama. Konstruk kemampuan pembelajaran organisasi diukur dengan menggunakan dimensi yang dikembangkan oleh Marquardt (1996:30) yang terdiri dari sistem berpikir, model mental, kemampuan personal, kerjasama tim, kemampuan membagi visi bersama, dan kemampuan dialog. Pembelajaran organisasi berpengaruh terhadap kompetensi. Dalam pembelajaran organisasi, Kantor Pos Medan secara berkelanjutan memberikan kesempatan pegawai untuk belajar berdasarkan pengalaman kerja sebelumnya dengan asumsi bahwa organisasi yang memberikan kesempatan pembelajaran kepada anggota organisasinya akan berkembang dan akan menjadi pendorong timbul dan berkembangnya inisiatif. Pembelajaran organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai karena kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui pembelajaran organisasi dimaksudkan untuk mencapai atau meningkatkan kinerja yang diharapkan.
Konstruk kedua adalah budaya kerja. Budaya kerja diperlihatkan dalam bentuk kerja dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab serta memiliki komitmen tinggi atas hasil dan kualitas kerja. Kinerja atau produktifitas kerja yang tinggi dalam suatu organisasi sangat dipengaruhi pola dan mekanisme kerja.
(44)
makin efektif dan efisien pelaksanaan tugas suatu organisasi makin semakin besar potensi untuk menghasilkan produktifitas kerja yang tinggi
Penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel independen yakni pembelajaran organisasi (X1) dan budaya kerja (X2) dan 1 (satu) variabel dependen yakni kinerja pegawai (Y) sehingga kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut ;
`
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian 2.6. Hipotesis Penelitian
Menurut Sumarsono (2007 :30), hipotesis adalah pernyataan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih dengan kata lain hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, berdasarkan teori yang ada. Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat disimulkan bahwa hipotes dalam penelitian ini adalah :
1). Ada pengaruh signifikan pembelajaran organisasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan.
2). Ada pengaruh signifikan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan.
3). Ada pengaruh signifikan pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan.
Pembelajaran organisasi (X1)
Kinerja pegawai (Y) Budaya Kerja (X2)
(45)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini berupa deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel penelitian dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data untuk menganalisis pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai Kantor Pos Medan.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Adapun perusahaan yang penulis teliti adalah pada PT. Pos Indonesia Kantorpos Medan dengan lokasi perusahaan berada di Jl. Pos No. 1 Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2015.
3.3. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari 2 variabel independent (pembelajaran organisasi dan budaya kerja) serta 1 (satu) variabel terikat Y (kinerja) dengan definisi operasional sebagai berikut:
(46)
Tabel 3.1.
Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel Defenisi Dimensi Indikator Alat Ukur
Pembelajaran organisasi (X1)
Yakni proses perbaikan kapasitas organisasi secara terus menerus melalui 5 aspek belajar yakni sistem berpikir, penguasaan pribadi, model mental, penjabaran visi dan belajar bersama
a. Sistem berpikir b. Model pemahaman c. Pemilikan kemampuan d. Belajar bersama e. Berbagi visi
(Senge, 1990)
a1. Berpikir praktis dan logis a2. Mengekspresikan pikiran b1. Memudahkan pemahaman b2. Menghindari pemahaman rumit c1. Mengenali diri
c2. Mengembangkan kemampuan d1. Terbuka terhadap rekan d2. Diskusi bersama e1. Mengeluarkan pendapat e2 Memberi saran
Skala Likert
Budaya kerja (X2)
Yakni nilai, norma dan aturan kebiasaan yang dijadikan sebagai pedoman kerja oleh Kantor Pos Medan
a. Peraturan b. Iklim kerja
(Luthans (2003)
a1. Mentaati aturan kerja a2. Mematuhi hukuman /sanksi b1. Menciptakan kekondusifan kerja b2. Menjaga keharmonisan hubungan
Skala Likert
Kinerja Yakni prestasi kerja yang dicapai pegawai dalam satu tugas tertentu yang ditugaskan oleh pegawai Kantor Pos Medan dalam kurun waktu tertentu
a. Kuantitas b. Kualitas c. Ketepatan waktu
(Robbins, 2003)
a1 Standar volume kerja
a2. Jumlah satuan kerja yang dicapai b1. Mencapai mutu kerja b2 Meningkatkan mutu kerja c1. Bekerja tepat waktu
c2 Menyelesaikan target kerja tepat waktu
Skala Likert
(47)
3.4. Skala Pengukuran Variabel 3.4.1. Pembelajaran Organisasi
Instrumen pengumpulan data tentang pembelajaran organisasi terdiri dari 10 pernyataan tertutup dengan 4 (empat) opsi jawaban Skala Likert yakni :
1. Sangat Setuju (SS) = 4
2. Setuju (S) = 3
3. Tidak Setuju (TS) = 2 4. Sangat Tidak Setuju (TS) = 1
Skor tertinggi 40 dan skor terendah 10 seperti berikut :
P = Kategori terendah Skor tertinggi Skor − = 3 10 40− =10
Sehingga kategori pemberdayaan organisasi adalah sebagai berikut : a). Skor 10 – 20 --- Pembelajaran organisasi kurang baik b). Skor 21 – 30 --- Pembelajaran organisasi cukup baik b). Skor 31 – 40 --- Pembelajaran organisasi baik
3.4.2. Budaya organisasi
Instrumen pengumpulan data tentang budaya organisasi terdiri dari 10 pernyataan tertutup dengan 4 (empat) opsi jawaban Skala Likert dengan skor tertinggi 40 dan skor terendah 10 seperti berikut :
P = Kategori terendah Skor tertinggi Skor − = 3 10 40− =10
Skor tertinggi 40 dan skor terendah 10 seperti berikut: a). Skor 10 – 20 --- Budaya organisasi kurang baik b). Skor 21 – 30 --- Budaya organisasi cukup baik
(48)
3.4.3. Kinerja Pegawai
Instrumen pengumpulan data tentang kinerja pegawai terdiri dari 10 pernyataan tertutup dengan 4 (empat) opsi jawaban Skala Likert dengan Skor tertinggi 40 dan skor terendah 10 seperti berikut :
P =
Kategori
terendah Skor
tertinggi
Skor −
= 3
10 40−
=10
Sehingga kategori budaya organisasi adalah sebagai berikut : a). Skor 10 – 20 --- Kinerja pegawai kurang baik
b). Skor 21 – 30 --- Kinerja pegawai cukup baik b). Skor 31 – 40 --- Kinerja pegawai baik
3.5. Populasi dan Sampel Penelitian 3.5.1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan, sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang (Sugiyono, 2010:47). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah pegawai Kantor Pos Medan yang berjumlah 77 orang pegawai.
3.5.2. Sampel
Arikunto Suharsimi (2010:134) menyatakan bahwa “apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10 –
(49)
penentuan sampel penelitian menggunakan metode total sampling yakni mengambil seluruh populasi penelitian sehingga jumlah sampel penelitian adalah 77 orang.
3.6. Jenis dan Sumber Data
3.6.1.Data primer
Yakni data yang langsung diperoleh dari responden berupa jawaban responden terhadap kuesioner yang didistribusikan
3.6.2. Data sekunder:
Yakni data yang mendukung data primer yang diperoleh dari dokumen seperti sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, jumlah personil dan upaya-upaya peningkatan kinerja yang dilakukan
3.7. Metode Pengumpulan Data
3.7.1. Kuesioner
Merupakan alat pengumpul data dalam bentuk sejumlah pertanyaan yang harus dijawab secara tertulis oleh responden (Sugiyono, 2010:67).
Dalam hal ini peneliti akan menyebarkan kuisioner kepada pegawai Kantor Pos Medan.
3.7.2. Wawancara
Diadakan tanya jawab secara langsung dengan Manajer Bagian SDM (Sumber Daya Manusia) mengenai data-data yang diperlukan untuk melakukan penelitian.
(50)
3.7.3. Dokumentasi
Yakni pengumpulan data berupa sumber referensi tertulis baik berupa text book, majalah dan sumber referensi lainnya.
3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas 3.8.1. Uji Validitas
Validitas atau kesahihan merupakan kemampuan suatu instrumen (alat pengukur) mengukur apa yang harus diukur. Untuk mendapatkan data yang valid dalam metode kuantitatif diperlukan instrumen yang valid, oleh karenanya diperlukan uji validitas instrument. Validitas instrument menggambarkan tingkat instrument yang mampu mengukur apa yang akan diukur (Suharsimi Arikunto; 2010: 219).
Hasil uji validitas terhadap ke-30 item pernyataan penelitian dapat dirangkum pada tabel berikut :
(51)
Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Item pertanyaan r-hitung
validitas
r-tabel Kesimpulan
Organisasi pembelajaran (X1)
Ogpel1 .585 0.36 Valid
Ogpel2 .617 0.36 Valid
Ogpel3 .497 0.36 Valid
Ogpel4 .533 0.36 Valid
Ogpel5 .469 0.36 Valid
Ogpel6 .564 0.36 Valid
Ogpel7 .589 0.36 Valid
Ogpel8 .508 0.36 Valid
Ogpel9 .375 0.36 Valid
Ogpel10 .526 0.36 Valid
Budaya kerja (X2)
Budker1 .617 0.36 Valid
Budker2 .565 0.36 Valid
Budker3 .561 0.36 Valid
Budker4 .613 0.36 Valid
Budker5 .435 0.36 Valid
Budker6 .548 0.36 Valid
Budker7 .583 0.36 Valid
Budker8 .572 0.36 Valid
Budker9 .406 0.36 Valid
(52)
Kinerja pegawai (Y)
Kinerja1 .625 0.36 Valid
Kinerja2 .586 0.36 Valid
Kinerja3 .478 0.36 Valid
Kinerja4 .648 0.36 Valid
Kinerja5 .512 0.36 Valid
Kinerja6 .569 0.36 Valid
Kinerja7 .614 0.36 Valid
Kinerja8 .557 0.36 Valid
Kinerja9 .506 0.36 Valid
Kinerja10 .461 0.36 Valid
Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)
Tabel 3.2 memperlihatkan bahwa nilai r-hitung validitas ke-30 item pertanyaan adalah lebih besar dari r-tabel (0.30) sehingga dapat disimpulkan bahwa ke-30 item pertanyaan adalah valid.
3.8.2. Uji Reliabilitas
Sugiyono (2010:39) menyatakan bahwa reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Reabilitas tes adalah tingkat konsitensi suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang konsisten, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Menurut Agung Nugroho (2005:67) reliabilitas suatu tes adalah seberapa besar derajat tes mengukur secara konsisten sasaran
(53)
yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi.
Reliabilitas adalah kehandalan berkaitan dengan estimasi sejauh mana suatu alat ukur dilihat dari stabilitas atau konsistensi internal dari informasi, jawaban atau pertanyaan, jika pengukuran atau pengamatan dilakukan berulang. Pengujian reliabilitas dapat dihitung dengan menggunakan formula Alpha’s
Cronbachyang dirumuskan dalam Agung Nugroho (2005:64) sebagai berikut. jika
koefisien reliabilitas (α) ≥ 0,6 maka alat ukur dianggap reliable (handal) atau terdapat internal consistency reliability
Hasil uji reliabilitas terhadap ke-3 variabel penelitian memperlihatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas
No Variabel r-hitung
reliabilitas
r-tabel Kesimpulan
1 Organisasi pembelajaran (X1) 0.835 0.6 Reliabel
2 Budaya kerja (X2) 0.842 0.6 Reliabel
3 Kinerja (Y) 0.852 0.6 Reliabel
Sumber : Hasil penelitian 2013 (data diolah)
Tabel 3.3 memperlihatkan bahwa ketiga variabel penelitian memiliki nilai r-hitung reliabilitas lebih besar dari 0.6, sehingga dapat disimpulkan bahwa ke-3 variabel penelitian adalah reliable.
(54)
3.8. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan sebagai persyaratan sebelum melakukan uji hipotesis terhadap penelitian yang mengandung lebih dari 1 (satu) variabel independen yang terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas dan uji heterokedastisitas.
3.9.1. Uji Normalitas
Uji normalitas berguna untuk tahap awal dalam metode pemilihan analisis data. Jika data normal, gunakan statistik parametrik dan, Jika data tidak normal, gunakan statistik non parametrik atau lakukan treatment agar data normal. Tujuan Uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal, Sugiyono (2010:49).
Pada penelitian ini uji normalitas akan dideteksi melalui perhitungan regresi dengan SPSS dan uji statistik dengan menggunakan Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov (K-S) Test.
3.9.4. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika variansi berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang terbaik adalah bila tidak terjadi heterokedastisitas.
(55)
3.10. Teknik Analisis Data 3.10.1. Analisis Deskriptif
Yakni analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan secara deskriptif karakteristik sampel penelitian seperti umur, jenis kelamin, pendidikan dan lama kerja serta gambaran deskriptif tentang pembelajaran organisasi, budaya organisasi dan kinerja pegawai.
3.10.2. Analisis Regresi Linier Berganda
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan persamaan Regresi Linier Berganda (Multiple Linear Regression) yang digunakan untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen (Sugiono, 2006:58).
1). Uji Serempak (Uji-F)
Uji-F secara simultan dipergunakan untuk mengetahui pengaruh serentak variabel bebas X1 (organisasi pembelajaran) dan X2 (budaya kerja) terhadap variabel terikat ( kinerja pegawai ) dengan rumus sebagai berikut :
sisa reg
RJK a b RJK
F = ( / )
Ketentuan yang diterapkan adalah bila F-dihitung> F-tabel pada signifikansi 5% maka Ho ditolak atau Ha diterima.
2). Uji Pengaruh Parsial (Uji-t)
Uji-t secara parsial dipergunakan untuk mengetahui pengaruh parsial masing masing variabel bebas X1 (pembelajaran organisasi) atau X2 (budaya
(56)
2
1 2 xy xy
r N r t
− − =
Dengan menggunakan derajat kebebasan (db=N-2) pada daftar signifikansi 5%, maka apabila t-hitung> t-tabel dinyatakan kontribusi yang dihitung berarti atau signifikan (Sudjana, 2006:44). Seluruh analisis data regresi linier berganda dilakukan dengan proses kompeterisasi Statistical Package for Sosial
Science (SPSS) Versi 19. 3). Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi R2 bertujuan untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel independen secara simultan mempengaruhi perubahan yang terjadi pada variabel dependen. Jika R2 yang diperoleh dari hasil perhitungan mendekati 1 (satu) atau 0 ≤ R2 ≤ 1, maka semakin kuat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Sebaliknya apabila nilai R2 mendekati nol, maka semakin lemah pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
4). Persamaan Regresi
Model persamaannya adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + e
Dimana :
Y = Kinerja pegawai
α = Konstanta
b = Koefisien Regresi X1 = Pembelajaran organisasi X2 = Budaya kerja
(57)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Kantor Pos Medan
PT. Pos Indonesia (Persero) merupakan suatu bentuk Badan Usaha Milik Negara yang didirikan pertama kali pada tanggal 26 Agustus 1746 oleh Gubernur Jendral G. W Barron Van Inhoff di kota Batavia (yang dikenal saat ini dengan kota Jakarta). Pentingnya komunikasi merupakan alasan didirikannya kantor pos ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat melakukan komunikasi yang lebih mudah dengan relasi atau orang lain yang berada jauh dari lokasi tempat tinggal mereka.
Pada tahun 1901 kantor pos didirikan di Medan dan dinamakan sebagai Kantor Pos Medan. Seiring dengan perkembangan peranan Kantor Pos dalam masyarakat dan dengan munculnya berbagai teknologi baru seperti telegraf dan telepon (tahun 1907), dibentuklah Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon (Jawatan PTT). Jawatan ini merupakan bagian dari departemen perusahaan milik Kolonial Belanda (berdasarkan UU Perusahaan Negara Hindia Belanda). Kemudian pada saat kedatangan Jepang ke Indonesia maka kekuasaan daripada jawatan ini pun jatuh ke tangan Jepang. Menurut struktur organisasi yang dianut oleh jepang, jawatan ini dibagi menjadi beberapa bagian antara lain jawatan PTT Sumatera, PTT Jawa dan PTT Sulawesi. Kemudian jawatan ini kembali diambil oleh Indonesia tepatnya kantor PTT Pusat. Pada saat Proklamasi Kemerdekaan,
(1)
danvertikal, membinahubunganpersonalbaikformalmaupuninformaldiantarajajaran manajemen, sehinggatumbuh sikap saling menghargai.
Pada gilirannya setelah interaksi lintas sektoral dan antar karyawan semakin baik akan menyuburkan semangatkerjasamadalam wujud saling koordinasi manajemen atau karyawan lintas sektoral, menjaga kekompakkan
manajemen, mendukung dan mengamankan setiap
keputusanmanajemen,sertasalingmengisidanmelengkapi.Halinilah yang menjadi tujuan bersama dalamrangka membentuk budaya kerja. Dengan membiasakan
kerja berkualitas, seperti berupaya
melakukancarakerjatertentu,sehinggahasilnyasesuaidenganstandar atau kualifikasi yang ditentukan organiasi. Jika hal ini dapat terlaksana denganbaikataumembudayadalam diripegawai,sehinggapegawai tersebutmenjaditenagayangbernilaiekonomis,atau memberikannilai tambahbagioranglaindanorganisasi.Selainitu,jikapekerjaanyang dilakukanpegawai dapat dilakukan dengan benar sesuaiprosedur atau ketentuan yang berlaku,berarti pegawai dapat bekerjaefektifdan efisien.
(2)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang pengaruh organisasi pembelajaran dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pembelajaran organisasi memberi pengaruh signifikan terhadap perbaikan dan peningkatan kinerja pegawai Kantor Pos Medan. Hal ini diindikasikan oleh hasil analisa pasca implementasi diperoleh bahwa :
t-hitung X1 (4.021) > t-tabel (1.99), dan p-value (0.000) <0.05, dimana
menurut hasil Uji t Secara Parsial disebutkan bahwa apabila diperoleh nilai t hasil perhitungan lebih besar dari pada nilait table , maka itu berarti pada objek penelitian terjadi perubahan yang signifikan.
2. Budaya kerja memberi pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Kantor Pos Medan. Hal ini diindikasikan oleh hasil analisa pasca implementasi diperoleh bahwa: t-hitung X2 (5.159)> t-tabel (1.99) dan
p-value (0.000) <0.05, dimana menurut hasil Uji t Secara Parsial disebutkan bahwa apabila diperoleh nilai t hasil perhitungan lebih besar dari pada nilai t table , maka itu berarti pada objek penelitian terjadi perubahan yang signifikan.
(3)
3. Pembelajaranorganisasi dan budaya kerja berpengaruh secara simultan terhadap kinerja pegawai , hal ini terlihat dari :F-hitung (50.805) > F-tabel
(2.75) dan sig-p (0.000) < 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ke-2 variabel bebas X1 (pembelajaranorganisasi) dan Xke-2 (budaya kerja) secara simultan memberi pengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y (kinerja pegawai).
2. Saran
Sejalan dengan hasil penelitian ini dan mengingat capaian penelitian ini belumlah maksimal, maka dengan ini disampaikan saran-saran guna peningkatan kinerja Keuangan dan mutu pelayanan Kantorpos Medan, kinerja pegawai serta perbaikan untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1. Kepada manajemen Kantor Pos Medan, disarankan untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan aspek - aspek organisasi pembelajaran dan budaya kerja kepada seluruh pegawai di semua lini dan fungsi agar kinerja pegawai dapat lebih dimaksimalkan. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan misalnya adalah dengan menambah frekuensi dan keragaman pelatihan, pendidikan, dan kursus untuk meningkatkan kinerjanya.
2. Kepada pegawai Kantor Pos Medan, disarankan untuk menyerap dan memetik manfaat yang sebesar-besarnya segala aktifitas pembelajaran
(4)
meningkatkan kualitas personal mereka sehingga dapat memberi perbaikan kinerja individu pegawai di kemudian hari.
3. Kepada peneliti selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian sejenis dengan menambah varian dan skala penelitian seperti menambah jumlah sampel, atau mengganti jenis dan bentuk sampel sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih variatif, akurat dan berdayaguna.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Baldwin, T.T., C.Danielson, dan W. Wiggenhorn, 1997. The Evolution of Learning Strategies in Organizations: From Employee Development to Business Redefinition. Academy of Management Executive, November, pp.47- 58.
Ellitan, 2009 Fakultas Ekonomi, Universitas Widya Mandala Surabaya, Jurnal Strategi Inovasi Dan Kinerja Operasional Perusahaan: Sebuah Review Aplikasi Intellectual Capital Anagement Dalam Era Baru manufaktur . Garvin, D.A. (2000). Learning in Action: A Guide to Putting the Learning
Organization to Work, Boston: Harvard Business School Press
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Cetakan IV. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Geoffrey Hadari Nawawi, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan kelima,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
Hunger, J. David dan Wheelen, Thomas L. (2003). Manajemen Strategis. Yogyakarta: Penerbit Andi
Jasaphara, 2003, Cognition, Culture and Competition, an Empirical Test of Organizational Learning, The Learning Organization. 32.
Marquardt, M.J. 2002. Building the learning organization. New York : McGraw-Hill
Martin Harry J. 2002. Job Satisfaction and Organizational Commitment in Relation to Work Performance and Turnover Intensions. Human Relation. Vol. 42. No. 7. pp. 625-648.
Moekijat, 2006, Asas-Asas Perilaku Organisasi, edisi kedua, CV. Mandar Maju, Bandung
Ndraha , 2006. Teori Budaya Kerja, Cetakan ketiga, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
Osborn dan Plastrik, 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Penerbit Andi
(6)
Robbins, Stephen P. 2003. Organizational Behavior Concept, Controversies and Applications. New Jersey : Prentice Hall International Inc.
Senge, Peter M,1990, The fifth discipline: The art and practice of the learning organization. New York: Doubleday
Senge, P.M. (2000). The Academy as a Learning Community: Contradiction in Terms or Realizable Future In A.F. Lucas and Associates, Leading Academic Change: Essential Roles for Department Chairs .
Siti Amnuhai, 2003, Manajemen Sumber daya Manusia, edisi keempat Bumi Aksara. Jakarta