atasan terhadap pegawai yang kurang disiplin dan produktif sehingga pegawai yang disiplin dan produktif merasa kurang dihargai sehingga
timbul egoisme dan ketidakperdulian terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Akibatnya terjadi penurunan kinerja. Setelah diadakan peningkatan
pembelajaran organisasi melalui pelatihan, dan pendidikan serta perbaikan budaya organisasi seperti diskusi bersama dalam kondisi keterbukaan, sehingga terjadi
peningkatan kinerja pegawai sejak tahun 2012 hingga sekarang. Pembelajaran organisasi bagi pegawai dilakukan dengan meningkatkan frekuensi diskusi untuk
membangun keterbukaan dan keterbukaan antar sesama pegawai. Sedangkan dalam bidang budaya kerja, hal utama yang dibenahi Kantor Pos Medan adalah
peningkatan disiplin kerja dan penegakan mekanisme “reward and punishment” terhadap SDM secara lebih tegas dan fair agar tercipta hubungan kerja pegawai
yang lebih harmonis dan terbuka. Terdorong untuk meneliti lebih jauh tentang pengaruh pembelajaran
organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai, membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Pembelajaran
Organisasi dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai Kantor Pos Medan”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pembelajaran organisasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan ?
Universitas Sumatera Utara
2. Bagaimana pengaruh budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan ?
3. Bagaimana pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada Kantor Pos Medan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh parsial dan simultan pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja pegawai pada
Kantor Pos Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi tambahan
bagi perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara 2. Bagi peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan tentang pengaruh pembelajaran organisasi dan budaya kerja terhadap kinerja
pegawai pada Kantor Pos Medan. 3. Bagi Masyarakat, secara umum akan dapat menilai kebijakan lembaga
pemerintah khususnya BUMN terkait dengan pengelolaan Kantor Pos Medan untuk meningkatkan kinerja pegawai.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembelajaran Organisasi 2.1.1. Pengertian
Pembelajaran organisasi sering sekali diidentikkan dengan organisasi pembelajaran meskipun terdapat perbedaan diantara keduanya. Pemberlajaran
organisasi Organizational learning merupakan jenis aktivitas dalam organisasi dimana sebuah organisasi belajar sementara organisasi pembelajaran learning
organization adalah bentuk organisasi. Namun perbedaan antara organizational learning dengan learning organization sulit dilakukan.
Learning Organization atau Organisasi belajar adalah suatu konsep dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses
pembelajaran mandiri self learning sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang
muncul Senge, 1990. Peter Senge 1990: 3 memberikan definisi pembelajaran organisasi
learning organizations
sebagai berikut
: learning
organizations are:…organizations where people continually expand their capacity to create the
results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually
learning to see the whole together. Organisasi belajar adalah organisasi dimana orang
mengembangkan kapasitas
mereka secara
terus-menerus untuk
menciptakan hasil yang mereka inginkan, di mana pola pikir yang luas dan baru
Universitas Sumatera Utara
dipelihara, dimana aspirasi kolektif dipoles, dimana orang-orang belajar tanpa henti untuk melihat segala hal secara bersama-sama
Pengertian learning organization oganisasi belajar menurut Marquardt 1996:19 adalah: a learning organization is an organization which learns
powerfully and collectively and is continually transforming itself to better collect, manage, and use knowledge for corporate success. It empowers people within and
outside the company to learn as they work. Technology is utilized to optimize both learning and productivity Organisasi belajar adalah organisasi yang sangat
berkeinginan kuat untuk belajar secara kolektif dan mentranformasikan dirinya untuk mengumpulkan, mengelola dan memanfaatkan pengetahuannya demi
sukses perusahaan.
Teknologi dimanfaatkan
untuk mengoptimumkan
pembelajaran dan produktifitas. Suatu organisasi yang belajar secara bersungguh-sungguh dan bersama-
sama, dan secara terus menerus mentransformasikan dirinya menjadi lebih baik dalam mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan pengetahuan untuk
kesuksesan organisasi. Organisasi memberdayakan manusia di dalam dan diluar organisasi dan diluar organisasi untuk belajar sebagaimana mereka bekerja.
Teknologi dimanfaatkan organisasi untuk mengoptimalkan pembelajaran maupun produktivitas.
Menurut Marquardt 1996:1-2 kemampuan organisasi beradaptasi dengan lingkungannya ditentukan oleh keberadaan suprastruktur yaitu sumber daya
manusia SDM, dan infrastruktur berupa iklim organisasi. Organisasi akan beradaptasi secara cepat bila memiliki SDM yang sensitif terhadap perubahan
Universitas Sumatera Utara
diluar organisasi
dan mampu
belajar secara
cepat, serta
apabila organisasi memiliki lingkungan yang kondusif untuk mendorong proses belajar.
Marquardt 1996:21-27 menyajikan komponen tersebut kedalam system dan subsistem. Sistem belajar yang dimaksud terdiri atas belajar itu sendiri,
organisasi, orang, pengetahuan, dan teknologi. Masing-masing komponen dalam system tersebut memiliki subsistem. Subsistem belajar terdiri atas; tingkat yang
mencakup tingkat individu, kelompok, dan organisasi, jenis belajar yang terdiri atas adaptif, antisipatori, deutero, dan tindakan, keterampilan belajar yang
mencakup system berpikir, model mental, penguasaan perorangan, belajar beregu, visi bersama, dan dialog.
Marquardt 1996 mengidentifikasi ciri organisasi belajar: 1
Belajar dilakukan melalui sistem organisasi secara keseluruhan dan organisasi seakan-akan mempunyai satu otak;
2 Semua anggota organisasi menyadari betapa pentingnya organisasi belajar
secara terus menerus untuk keberhasilan organisasi pada waktu sekarang dan akan datang;
3 Belajar merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus serta
dilakukan berbarengan dengan kegiatan bekerja; 4
Berfokus pada kreativitas dan generative learning; 5
Menganggap berpikir system adalah sangat penting, 6
Dapat memperoleh akses ke sumber informasi dan data untuk keperluan keberhasilan organisasi;
Universitas Sumatera Utara
7 Iklim organisasi mendorong, memberikan imbalan, dan mempercepat
masing-masing individu dan kelompok untuk belajar; 8
Orang saling berhubungan dalam suatu jaringan yang inovatif sebagai suatu komunitas di dalam dan di luar orgaisasi;
9 Perubahan disambut dengan baik, kejutan-kejutan dan bahkan kegagalan
dianggap sebagai kesempatan belajar; 10
Mudah bergerak cepat dan fleksibel; 11
Setiap orang terdorong untuk meningkatkan mutu secara terus menerus; 12
Kegiatan didasarkan pada aspirasi, reffleksi, dan konseptualisasi; 13
Memiliki kompetensi inti core competence yang dikembangkan dengan baik sebagai acuan untuk pelayanan dan produksi; dan
14 Memiliki kemampu untuk melakukan adaptasi, pembaharuan, dan
revitalisasi sebagai jawaban atas lingkungan yang berubah. Garvin 2000:11 mendefinisikan pembelajaran organisasi sebagai
keahlian organisasi untuk menciptakan, memperoleh, menginterpretasikan, mentransfer dan membagi pengetahuan yang bertujuan memodifikasi perilaku
organisasi. Dengan kata lain, pembelajaran organisasi merupakan kesempatan yang diberikan kepada pegawai sehingga organisasi menjadi lebih efisien.
Fiol dan Lyles dalam Ellitan dan Anatan 2009: 142 mendifinisikan pembelajaran organisasi sebagai suatu proses perbaikan melalui pengetahuan dan
pemahaman yang lebih baik yang dibangun berdasarkan pengetahuan dan pengalaman masa lampau. Dengan kata lain, pembelajaran organisasi adalah
proses mendeteksi dan memperbaiki kesalahan. Pembelajaran organisasi berarti
Universitas Sumatera Utara
proses perbaikan tindakan melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik. Pembelajaran organisasi juga dapat digambarkan sebagai seperangkat perilaku
organisasi yang menunjukkan komitmen untuk belajar dan terus melakukan perbaikan Sedangkan organisasi pembelajaran learning organization adalah
suatu organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasi diri Fiol and Lyles, dalam Jashapara,
2003: 46. Pembelajaran organisasi dalam studi ini mengacu pada pendapat Garvin
2000:11 yang mendefinisikan pembelajaran organisasi sebagai keahlian organisasi untuk menciptakan, memperoleh, menginterpretasikan, mentransfer
dan membagi pengetahuan, yang bertujuan memodifikasi perilaku anggotanya untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan baru. Oleh karena organisasi
belajar melalui individu dalam organisasi, maka pembelajaran organisasi dalam studi ini terjadi melalui pembelajaran organisasi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Kim 1993 yang menekankan pentingnya hubungan antara pembelajaran individu dengan pembelajaran organisasi dengan
menyatakan bahwa “....organisasi terutama belajar dari anggota organisasi.” Organisasi belajar melalui individu-individu yang menjadi bagian dari organisasi.
Pembelajaran individu merujuk pada perubahan keahlian, wawasan, pengetahuan, sikap, dan nilai-nilai yang diperoleh seseorang melalui pengalaman, wawasan dan
observasi. Organizational Learning Theory pada awalnya dipopulerkan oleh Peter
Senge lewat bukunya berjudul The Fifth Discipline yang menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
organisasi pembelajaran adalah organisasi dimana orang terus-menerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka
inginkan, dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi kolektif dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus belajar melihat bersama-
sama secara menyeluruh. Pandangan Senge 1990 selanjutnya menyatakan bahwa untuk
meningkatkan kapasitas organisasi dapat ditempuh melalui proses belajar melalui 5 lima aspek yakni 1 sistem berpikir system thinking, penguasaan pribadi
personal mastery, model mental mental models, penjabaran visi shared vision, dan tim belajar team learning.
Teori pembelajaran organisasi memiliki pemikiran bahwa pengetahuan merupakan proses produksi dan pengoperasiannya dapat diklasifikasikan secara
sistematis kedalam berbagai tingkatan yang menunjukkan organisasi dalam prosesnya selalu mencari proses terbaik lewat proses pembelajaran
Organisasi pembelajaran learning organization, memberikan kontribusi yang positif bagi organisasi tentang pemecahan masalah yang sistematis sebagai
aktivitas awal yang menekankan pada filosofi dan metode yang digunakan terhadap peningkatan kualitas, yang dilakukan melalui program pelatihan tehnik
pemecahan masalah, berupa latihan dan contoh kasus sehingga anggota organisasi lebih berdisiplin dengan pemikirannya, serta lebih memperhatikan detail sebuah
pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Bentuk Pembelajaran Organisasi
Menurut Pedler, dkk Dale, 2003 suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi yang memiliki karakteristik berikut :
1 Mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka;
2 Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan;
3 Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis;
4 Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus; Senge 1990 mengatakan sebuah organisasi pembelajar adalah organisasi
“yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima disiplin, yaitu:
penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, dan pemikiran sistem. Oleh karena itu, menurut
Senge 2002, bentuk atau dimensi pembelajaran
organisasi ada 5 yakni : 1. Thinking System Sistem berpikir
Thinking system model berpikir merupakan suatucaraberfikirtentang suatubahasauntukmenguraikandan memahamikekuatan-kekuatandan hubungan
antar pribadi yang membentuk perilaku sistem. Disiplin ini membantumelihatbagaimanamengubahsistem
secara lebih
efektifdan bertindaklebihselarasdenganproses-prosesyang
lebihbesardari alamdan
duniaekonomi. Senge 2002
Universitas Sumatera Utara
2. Personal Mastery Pemilikan budaya kerja Merupakan disiplin belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi dalam
menciptakan hasil yang paling diinginkan dan menciptakan suatu lingkungan organisaional yang mendorong semua anggotanya untuk mengembangkaan diri
mereka kearah sasaran- sasaran dan tujuan-tujuan yang dipilih. Senge 2002
Kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki wawasan agar objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang
strategis. Organisasi pembelajaran memerlukan pegawai yang memiliki kompetensi yang tinggi, agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan,
khususnya perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik ke paradigma yang berbasis pengetahuan.
Senge 2002
3. Mental Model Pemahaman dan keyakinan Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan
prasangka atas rangsangan yang muncul. Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental
model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan,
dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi Senge
2002 Mental model ini juga didefinisikan sebagai disiplin belajar yang terus-
menerus melakukan perenungan, mengklarifikasi dan memperbaiki gambaran-
Universitas Sumatera Utara
gambaran internal kita tentang dunia dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita.
4. Shared Vision Berbagi visi Merupakan upaya membangun suatu rasa mempunyai komitmen dalam
suatu kelompok membuatgambaran- gambaranbersama tentang masa depan yang coba kita ciptakan dan prinsip sertapraktik-praktek penuntun yang kita harapkan
berfungsi sebagai sarana untuk bisa mencapai masa depan. Senge 2002
Shared vision juga merupakan komitmen untuk menggali visi bersama tentang masa depan secara murni tanpa paksaan. Oleh karena organisasi terdiri
atas berbagai orang yang berbeda latar belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi organisasi untuk
bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang pegawai, organisasi juga memiliki berbagai unit yang pekerjaannya
berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan
bersama diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam organisasi.
Senge 2002
5. Team Learning Pembelajaran Tim Merupakan disiplin untuk mengubah keahlian percakapan dan keahlian
berpikir kolektif sehingga kelompok-kelompok manusia dapat diandalkan dan
Universitas Sumatera Utara
bisa mengembangkan kecerdasan dan kemampuan yang lebih besardari pada jumlah bakat para anggotanya secara individual.
Senge 2002 Team learning ini juga merupakan gambaran kemampuan dan motivasi
untuk belajar secara adaptif, generatif, dan berkesinambungan. Kini makin banyak organisasi berbasis tim, karena rancangan organisasi dibuat dalam lintas fungsi
yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berfikir
sistemik seperti yang telah diuraikan di atas. Namun tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maka
pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan
belajar bersama-sama. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal
intelektualnya. Senge 2002
Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan SDM,
karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan
pada masa depan. Kelima dimensi dari Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan
dalam perilaku sehari-hari. Menurut Garvin 2000, kegiatan kunci dalam pembelajaran adalah
akuisisi, distribusi, kreasi dan pemanfaatan atau utilisasi pengetahuan. Dalam
Universitas Sumatera Utara
studi yang dilakukan oleh Marquardt 2002, ditunjukan 2 bahwa semakin tinggi kemampuan pembelajaran suatu organisasi, semakin tinggi pula kemampuannya
untuk melakukan perubahan secara efektif. Selanjutnya diketahui pula bahwa pembelajaran pada tingkat reaktif akan membuat organisasi mampu beradaptasi
dengan perubahan di lingkungannya dengan memberikan respon-respon efektif. Sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu pembelajaran antisifatif,
organisasi mampu memprediksi akan munculnya perubahan-perubahan, bahkan menjadi pemicu terjadinya perubahan.
2.1.3. Fungsi Pembelajaran Organisasi
Menurut Senge 2002 : 23 ada 3 tiga karakteristik fungsi dari pembelajaran organisasi, yakni:
1. Agar organisasi memiliki komitmen terhadap pengetahuan. Artinya, organisasi memiliki komitmen untuk terus menerus mengupayakan
memperoleh pengetahuan. 2. Agar melalui pembelajaran organisasi, organisasi memiliki mekanisme
pembaharuan amechanism of renewal dalam organisasi. 3. Agar melalui pembelajaran organisasi, organisasi memiliki keterbukaan
transparansi terhadap dunia luar. Hal ini melibatkan berbagai cara, sebab begitu banyak hal yang harus dipelajari organisasi dari lingkungannya.
Berbagai hal yang menyangkut keterbukaan misalnya para manajer membutuhkan pengetahuan mengenai bagaimana lingkungan bisnis berubah
secara periodik serta kemauan untuk terus mengikuti pendidikan formal.
Universitas Sumatera Utara
Sikap dan keyakinan
Kesadaran, keahlian dan
kepekaan Keahlian dan
kemampuan Siklus
pembelajaran yang dalam
Keahlian dan kemampuan
Secara sederhana, fungsi dan hakekat pembelajaran organisasi dapat digambarkan pada gambar:
Gambar : 2.2 Fungsi dan Hakekat Pembelajaran Organisasi Gambar proses pembelajaran organisasi tersebut di atas memperlihatkan
bahwa keahlian dan kemampuan merupakan hasil proses belajar yang merupakan integrasi dari aspirasi perenungan dan perbincangan–konseptual akan
menimbulkan perubahan
2.1.4. Tujuan Pembelajaran Organisasi
Lundberg Dale, 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan dan diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan
ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurutnya pembelajaran organisasi adalah:
1 Tidaklah semata-mata jumlah pembelajaran masing-masing anggota; 2 Pembelajaran itu membangun pemahaman yang luas terhadap keadaan
internal maupun eksternal melalui kegiatan-kegiatan dan sistem-sistem yang tidak tergantung pada anggota-anggota tertentu;
Universitas Sumatera Utara
3 Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau perancangan kembali unsur-unsur organisasi;
4 Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta-pembelajaran yang mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan
mempertautkan potongan-potongan
sebuah organisasi
dan juga
mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang relevan; 5 Pembelajaran organisasi adalah suatu proses yang seolah-oleh mengikat
beberapa sub-proses,
misalnya perhatian,
penafsiran, pencarian,
pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan penilaian. 6 Pembelajaran organisasi mencakup baik unsur kognitif, misalnya pengetahuan
dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para anggota organisasi maupun kegiatan organisasi yang berulang-ulang, misalnya rutinitas dan perbaikan
tindakan.
2.1.5. Faktor Faktor Penentu Pembelajaran Organisasi
Studi dari Garvin 2000, Goh dan Richards 1997 serta Marquardt 2002 menunjukan adanya beberapa faktor yang dapat dipandang sebagai kondisi
kunci agar pembelajaran organisasi dapat terjadi. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Kejelasan visi organisasi ;
2. Peluang pembelajaran; 3. Kebijakan manajemen sumber daya manusia;
4 Dukungan pimpinan serta; 5. Dukungan Information and Communication Technology ICT Teknologi
Informasi dan Komunikasi TIK.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Hambatan Pelaksanaan Pembelajaran Organisasi
Menurut Robbins 2008, beberapa hambatan pelaksanaan pembelajaran organisasi adalah :
1. Globalisasi dunia Perkembangan masyarakat informasi akan sejalan dalam masyarakat
pengetahuan, oleh karena itu tidak ada alasan dalam kepemimpinan abad baru atas kebutuhan akan pelaksanaan organisasi pembelajar untuk menghadapi
tantangan dalam ekonomi global. 2. Kemajuan teknologi web dan aplikasi internet
Sejalan dengan kemajuan teknologi web dan aplikasi internet, maka terjadi pula beragam kemajuan, seperti orang mengembangkan dan memanfaatkan
aplikasi internet baik ke dalam intranet maupun extranet. Akibatnya orang bisa komunikasi dengan siapa saja dan di mana saja, atasan bisa komunikasi dengan
bawahan di ruangnya masing-masing. Oleh karena itu, perilaku organisasi akan mengalami perubahan, dan suka tidak suka setiap orang dalam organisasi harus
selalu belajar untuk mengejar ketertinggalannya. 3. Total Quality Management dan bertambahnya pengaruh pelanggan
Ungkapan pelanggan adalah raja karena sikap dan perilakunya sangat menentukan keberhasilan suatu produk yang akan dibelinya dan karena ia
memiliki kekuasaan sebagai raja untuk memilihnya. Pilihan itu didasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sangat menguntungkan dilihat dari hal-hal yang
berkaitan dengan apa yang disebut cost, quality, times, services, innovation, customization
Universitas Sumatera Utara
4. Mengubah Cara Pandang Organisasi Untuk Menatap Masa Depan Tantangan terbesar menejer saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk
menghadapi lingkungan yang berubah dengan cepat. Inovasi dari penemuan- penemuan dalam bidang komunikasi dan dikombinasikan dengan penemuan
dalam bidang komputer dan informasi menghasilkan pasar global yang membuat dunia tidak sebagaimana pada era sebelumnya. Sebagai hasil, prinsip-prinsip dan
pedoman-pedoman menejemen yang mampu membuat organisasi lebih stabil dan dapat diprediksi, tidak dapat lagi diterapkan dalam kurun waktu yang lama.
Kesuksesan organisasi pada saat ini sangat tergantung pada kemampuan organisasi tersebut untuk belajar dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi
dengan cepat. Menejer organisasi yang sukses adalah orang yang mampu secara efektif menggunakan kebijaksanaan, mengelola organisasi dengan berbasis ilmu
pengetahuan, dan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan. Di sinilah letak pentingnya organisasi pembelajar. Organisasi pembelajar adalah
pengembangan kapasitas organisasi untuk terus belajar, beradaptasi dan berubah. Perbedaan antara organisasi pembelajar dengan organisasi tradisional disajikan
sebagaimana tabel berikut
2.2. Budaya Kerja 2.2.1. Pengertian
Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang
dalam organisasi berbeda. Triguno 2005:32 dalam bukunya Manajemen Sumber
Universitas Sumatera Utara
Daya Manusia menerangkan bahwa: budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan,
dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku,
kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.
Ndraha 2006:45 dalam bukunya Teori Budaya Kerja, mendefinisikan budaya kerja, sebagai berikut : ”budaya kerja merupakan sekelompok pikiran
dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”.
Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik 2005:69 dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa: “Budaya kerja adalah
seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi”.
Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang
dimiliki bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi. Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi
menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan dinyatakan dengan menggunakan sarana vehicle tertentu berkali-kali, sehingga
agar masyarakat dapat mengamati dan merasakannya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Unsur Unsur Budaya Kerja
Menurut Ndraha 2006;47, budaya kerja dapat dibagi menjadi 2 dua unsur, yaitu:
1 Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari
kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.
2 Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan
kewajibannya, suka membantu sesama pegawai, atau sebaliknya. Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu
dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan
bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup
pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan
pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu
mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing. Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu yang
relatif lama, sehingga memerlukan perlu pembenahan-pembenahan mulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya,
Universitas Sumatera Utara
terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin. Budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya pembentukan
budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi
Amnuhai :2003 Menurut Triguno, 2005. pembentukan budaya kerja terjadi pada saat
lingkungan kerja atau organisasi belajar menghadapi masalah, baik yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal maupun internal yang menyangkut
persatuan dan keutuhan organisasi. Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia
untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan
2.2.3 Indikator Budaya Kerja
Nilai-nilai budaya kerja diartikan sebagai suatu kekuatan atau energi yang melekat dalam setiap individu dalam berinteraksi dengan individu lainnya dalam
lingkungan kerja. Nilai-nilai budaya kerja meliputi aktualisasi diri, bakat, norma- norma, prinsip-prinsip yang digunakan dalam menjalankan aktifitas kerja.
Penerapan nilai-nilai budaya kerja dilingkungan kerja penting dilakukan untuk pengembangan jati diri seseorang, aparatur termasuk pegawai dalam memberikan
pelayanan yang prima kepada masyarakat. Menurut Robbin 2003 : 721 budaya kerja dalam organisasi mengacu ke
sistem makna bersama yang dianut oleh anggota – anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi–organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila
Universitas Sumatera Utara
diamati dengan seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu.
Selanjutnya Luthans 2003 : 125 memaparkan bahwa budaya organisasi memiliki beberapa karakteristik atau indikator :
1.Peraturan – peraturan yang harus dipenuhi 2.Norma – norma
3.Nilai – nilai yang dominan 4.Filosofi
5.Aturan – aturan 6.Iklim budaya
Karakteristik budaya organisasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya unsur – unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam
suatu jenis organisasi baik yang berorientasi pada pelayanan jasa atau organisasi yang menghasilkan produk.
Moekijat 2006:47 menjelaskan bahwa indikator budaya kerja tersebut adalah meliputi :
1. Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang
berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja,
berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya. 2.
Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
3. Saling menghargai; Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap
individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja. 4.
Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan atau kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.
Menurut Triguno 2005 bahwa orang yang terlatih dalam kelompok budaya kerja akan mempunyai budaya kerja dengan indikator sebagai berikut :
- Menyukai kebebasan dialog terbuka bagi gagasan gagasan dan fakta baru
dalam usahanya untuk mencari kebenaran. -
Memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, pemikiran yang kreatif, dan tidak
menyukai penyimpangan dan pertentangan.
- Berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan
kebiasaan sosialnya.
- Mempersiapkan dirinya sesuai budaya kerja dalam mengelola tugas atau
kewajiban bidangnya.
- Memahami dan menghargai lingkungannya. Berpartisipasi dengan loyal
kepada kehidupan rumah tangga, masyarakat dan organisasinya serta
penuh rasa tanggung jawab Said, 2008.
Sikap budaya kerja diharapkan bermanfat bagi pribadi aparat Negara termasuk pegawai maupun unit kerjanya, dimana secara pribadi memberi
kesempatan, berperan, berprestasi dan aktualisasi diri, dan dalam kelompok bisa meningkatkan kualitas kinerja kelompok Sasaran yang ingin dicapai dalam
Universitas Sumatera Utara
menerapkan dan mengembangkan budaya kerja adalah nilai-nilai moral dan budaya kerja produktif.
2.3. Kinerja Pegawai 2.3.1. Pengertian
Kinerjamerupakantingkatpencapaianhasilataaspelaksanaantugas tertentu.Dalamkontekspengembangansumberdaya manusiakinerjaseorang pegawai
dalam sebuahperusahaan sangatdibutuhkan untukmencapaiprestasi kerjabagi
pegawai itu sendiri dan jugauntuk keberhasilan perusahaan.
Kinerja merupakan hasil dari pekerjaan yang dilaksanakan dengan nilai yang diharapkan. Hasil kerja adalah target yang harus dicapai oleh suatu
organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Hasil kerja yang ingin dicapai tidak hanya menggambarkan titik akhir dari perencanaan kerja, tetapi juga
menunjukkan sistem pengorganisasian kerja, pengisian lowongan kerja, gaya kepemimpinan dan pengendalian pegawai yang kesemuanya ini merupakan
faktor-faktor pendukung dari tercapainya hasil kerja yang diinginkan oleh suatu unit kerja. Di dalam organisasi modern, penilaian kinerja memberikan mekanisme
penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar-standar kinerja dan memotivasi kinerja individu di waktu berikutnya
Istilahkinerja berasaldarijobperformanceatauactualperformance prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang, atau juga hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang ingin dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawabyang diberikan kepadanya.
Mangkunegara2007 : 67.
Universitas Sumatera Utara
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sedarmayanti 2007: 260 bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompokorang
dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing- masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
2.3.2. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja pada suatu instansi merupakan suatu tindakan pengukuran terhadap berbagai aktivitas yang telah dilakukan perusahaan yang
dapat digunakan sebagai umpan balik untuk dapat memberikan informasi tentang keberhasilan pelaksaan perencanaan dan untuk mengetahui apakah diperlukan
perbaikan untuk masa akan datang. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan dan
manfaat dari kinerja dapat digunakan sebagai motivasi terhadap pegawai dalam mencapai visi, misi, dan sasaran yang telah ditetapkan perusahaan dalam
mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan hasil yang diinginkan perusahaan.
Menurut Robbins 2003:155 mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan
kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
2.Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan baik tidaknya. Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran”tingkat kepuasan”,yaitu
seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran. 3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.
Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatukegiatan.
2.3.3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian kinerja adalah Faktor kemampuan ability dan faktor motivasi motivation Mangkunegara 2007:67
1. Faktor Kompetensi Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi IQdan
kemampuan realita, artinya pegawai yang memiliki IQ yang rata-rata IQ 110- 120 dengan memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan
pekerjaannya sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerjayang diharapkan oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai
dengan keahliannya.
2. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap Attitude seorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi tujuan kerja. Sikap
mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental yang siap secara psikofik
Universitas Sumatera Utara
artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dalam
mencapai situasi kerja. Kinerja dipengaruhi oleh faktor intrinsik yaitu personal individu dan faktor
ekstrinsik yaitu kepemimpinan, sistem, tim, situasional, dan konflik. Dalam Sjafri 2007:155
a. Faktor personalindividual, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan skill, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap
individu pegawai. b. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan teamleader dalam
memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja kepada pegawai.
c. Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satutim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan
dan keeratan anggota tim. d. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang
diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi.
e. Faktor situasional, meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
f. Konflik, meliputi konflik dalam diri individukonflik peran, konflik antar individu, konflik antar kelompokorganisasi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan
tentang klasifikasi
faktor faktor
yang mempengaruhi kinerja tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran organisasi dan budaya kerja adalah termasuk faktor faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kinerja pegawai karena kedua faktor ini bukan
merupakan faktor intrinsik personal.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merupakan reduplikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam kurun waktu berbeda meskipun dengan variabel penelitian yang
tidak persis sama seperti disajikan pada tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti
Judul Penelitian Metode Penelitian
Hasil Penelitian
1 Siti
Makrufah, Manajemen
Bisnis, Universitas Brawijaya
Surabaya, 2011, Pengaruh
Budaya kerja
dan Pembelajaran
Organisasi Terhadap Kinerja
pegawai Hotel Bumi Surabaya
Metode kuantatitif
dengan regresi linier berganda
Budaya kerja
dan pembelajaran organisasi
berpengaruh signifikan
terhadap kinerja pegawai hotel Bumi Surabaya p-
value 0.05.
2 Bambang
Setyadin, program
pascasarajana Universitas
Muhammadiyah 2010 Pengaruh
pembelajaran organisasional,
budaya organisasi
sekolah dan
kepemimpinan terhadap
motivasi serta
perubahan organisasi
dalam peningkatan kinerja
SMAN di Jawa Tmur Metode
kuantatitif dengan regresi linier
berganda Pembelajaran
organisasional, budaya
organisasi dan
berpengaruh signifikan
terhadap kinerja SMAN Jawa Timur p-value
0.05
3 Wahda,
2010, Perguruan
Tinggi Sulawesi Selatan
Pengaruh Kepemimpinan,
Budaya Pembelajaran Organisasional
Terhadap Pengelolaan
Pengetahuan Dengan Variabel
Moderasi Konflik
Disfungsional Dan
Kepuasan Kerja Serta Implikasinya
Pada Kinerja Organisasi
Metode kuantatitif
dengan regresi linier berganda
Kepemimpinan, dan
budaya pembelajaran
organisasi berpengaruh signifikan
terhadap pengelolaan pengetahuan
p-value 0.05.
Sumber : Siti, Bambang, dan Wahda, 2010
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konseptual