49 Dari Tabel 6 dapat dilihat penduduk penduduk usia bawah lima tahun balita di
Kota Pekanbaru masih cukup banyak. Demikian juga penduduk berusia produktif antara 15-55 Tahun. Oleh karenanya, prasarana pelayanan kesehatan menjadi penting
untuk memberi layanan kepada penduduk. Belum lagi, pembangunan kesehatan untuk penduduk Kota Pekanbaru menjadi penting dengan tujuan semua lapisan masyarakat
dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah murah dan merata. Dengan tujuan tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat dengan baik.
Saat ini berbagai pembangunan sarana kesehatan, tenaga medis, rumah sakit semakin baik. Demikian juga, peningkatan kesadaraan masyarakat akan keluarga berencana
menujukan perkembangan yang mengembirakan.
4.3 Perkembangan Ekonomi
4.3.1 Prasarana dan Sarana Ekonomi
.
4.3.1.1 Panjang Jalan
Panjang Jalan Kota Pekanbaru dirinci menurut jenis permukaan jalan Km pada Tahun 2006 cenderung diaspal. Panjang jalan yang dicatat dengan jenis
permukaan diaspal ada 1 015 209 km. Sisanya, jalan dengan jenis permukaan kerikil sekitar 44 601 km, dan yang dengan jenis permukaan tanah ada sepanjang 1 369 173
km. Kondisi tersebut tidak berbeda jauh dengan kondisi pada Tahun 2005. Apabila
memperhatikan Tabel 7, maka dapat diketahui perkembangan panjang jalan menurut jenis permukaan dan kondisi jalan di Kota Pekanbaru. Hal ini menunjukkan, bahwa
perkembangan penyediaan jalan di Kota Pekanbaru tidak terlalu berbeda. Namun demikian, apabila memperhatikan kondisi lalu-lintas saat ini, maka penambahan
panjang jalan di Kota Pekanbaru mendesak dilakukan pada masa mendatang.
50 Tabel 7. Panjang Jalan Kota Pekanbaru
PANJANG JALAN NO KEADAAAN
2005 2006 1. Jenis Permukaan
A. B.
C. D. .
Diaspal Kerikil
Tanah Cor Beton
957.401 41.556
1.428.954 -
1.015.209 44.601
1.369.173 -
Jumlah Total 2.427.954
2.428.983 2. Kondisi Jalan
A. B.
C. D.
Diaspal Kerikil
Tanah Cor Beton
983.266 524.279
920.366
- 939.940
571.249 917.794
- Jumlah Total
2.427.954 2.428.983
4.3.1.2 Perkembangan Perbankan
Perkembangan perbankan di Kota Pekanbaru tidak terlepas dari perkembangan lembaga tersebut di Provinsi Riau. Sebagaimana ditunjukkan, perkembangan
perbankan di Kota Pekanbaru adalah cerminan perkembangan perbankan di Provinsi Riau yang sangat tinggi.
Jumlah bank berkembang pesat, baik dengan dibukanya kantor-kantor cabang yang baru maupun cabang-cabang pembantu. Sampai dengan triwulan III tahun 2007
jumlah bank sudah mencapai 34 buah. Jumlah ini meningkat 25,9 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah seluruh kantor pelayanan bank juga mengalami
peningkatan yang cukup pesat. Triwulan III 2006 banru sebanyak 265 buah dan tahun 2007 meningkat menjadi 312 buah atau 17,7 . Jumlah bank pemerintah 6 buah, bank
swasta 21 buah, bank asing 2 buah, bank syariah 2 dan unit usaha syariah 3 buah Tabel 8.
Peningkatan jumlah bank di Provinsi Riau cenderung berada di Kota Pekanbaru. Hal ini mengindikasikan perkembangan ekonomi kota Pekanbaru cukup berkembang
pesat.
51 Tabel 8 Perkembangan Jumlah Bank di Provinsi Riau
Periode NO Keterangan
TW III 2006
TW III 2007
Pertumbuhan I Jumlah
Bank 27
34 25.9
1 Pemerintah 6
6 0.0
2 Swasta 19
21 10.5
3 Asing 2
4 Syariah 2
2 0.0
5 Unit Usaha
Syariah 3
II Kantor Pusat
1 1
0.0 III Kantor
Cabang 63
66 4.8
1 Pemerintah 39
41 5.1
2 Swasta 24
23 -4.2
3 Asing 2
IV Kantor Cabang
Pembantu 80 85
6.3 1 Pemerintah
43 46
7.0 2 Swasta
37 39
5.4 3 Asing
V Kantor Kas
33 35
6.1 1 Pemerintah
21 22
4.8 2 Swasta
12 13
8.3 VI BRI
Unit 62
70 12.9
VII DSP 12
12 0.0
VIII Lainnya 14
43 207.1
JUMLAH 265
312 17.7
Sumber: Bank Indonesia Pekanbaru, 2007.
Sejalan dengan perkembangan jumlah bank dan seluruh kantor pelayanannya maka jumlah dana yang berhasil dihimpun juga mengalami perkembangan yang pesat.
Keadaan ini juga didorong oleh implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiscal. Dana-dana yang mengucur dari sistem perimbangan keuangan pusat dan daerah
menyebabkan jumlah uang yang beredar di Riau makin besar. Pada gilirannya mampu menaikkan jumlah aktiva yang dimiliki. Sampai akhir peride 2006 jumlah aktiva bank
di Riau telah mencapai Rp 32,106 triliun yang terdiri dari Bank Pemerintah Rp 24,479
52 triliun 76,24 dan Bank Swasta Rp 7,349 triliun 22,89 serta Bank Perkreditan
Rakyat BPR sebesar Rp 0,227 triliun atau hanya 0,71 Tabel 9.
Tabel 9 Perkembangan Aktiva Menurut Kelompok Bank di Provinsi Riau juta rupiah
No Tahun Bank
Pemerintah Bank Swasta BPR
Total 1 1997
5,098,072 2,751,819
12,522 7,862,413
2 1998 8,437,685
5,847,238 26,277
14,311,200 3 1999
8,000,467 5,617,263
29,256 13,646,986
4 2000 8,849,230
5,225,251 51,799
14,298,083 5 2001
14,551,300 6,517,143
70,444 23,508,435
6 2002 15,682,704
5,686,859 116,111
21,485,674 7 2003
16,248,789 7,382,066
122,314 23,753,169
8 2004 18,405,735
10,082,704 191,948
28,680,387 9 2005
18,084,632 6,364,528
233,036 24,682,196
10 2006 24,479,864
7,349,358 277,692
32,106,914
Sumber: Bank Indonesia, SEKD, 2007
Sejak kebijakan otonomi daerah digulirkan jumlah aktiva perbankan di Provinsi Riau meningkat pesat. Pada tahun1999 total aktiva perbankan di Riau baru sebesar Rp
13,65 triliun sedangkan pada tahun 2006 telah mencapai Rp 32,11 triliun. Ini berarti terjadi peningkatan sebesar 135,24 atau rerata 19,32 setiap tahunnya.
Perkembangan pada bank pemerintah lebih pesat dibandingkan kelompok bank lainnya. Pada tahun 1999 aktiva bank pemerintah baru sebesar Rp 8 triliun sedangkan tahun
2006 sudah mencapai Rp 24,48 triliun atau naik sebesar 206 . Keadaan ini terjadi akibat naiknya aktiva bank daerah dan bank pemerintah lainnya. Bank swasta termasuk
bank asing tinggat pertumbuhan aktivanya sebesar 30,85 dan Bank Perkreditan Rakyat sebesar 849,18 . Pesatnya perkembangan aktiva BPR sejalan dengan
53 pertumbuhan jumlah BPR yang semakin banyak. Pada tahun 1999 jumlah kantor BPR
baru sebayak 9 buah dan pada tahun 2006 sudah mencapai 14 buah. Dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun perbankan juga mengalami
perkembangan yang pesat. Pada tahun 1999 dana pihak ketiga yang berhasil dikumpul baru sebanyak Rp 8,19 triliun yang terdiri dari Giro sebesar Rp 2,054 triliun atau 25,08
, Deposito sebesar Rp 2,793 triliun atau 34,1 dan Tabungan sebesar Rp 3,346 triliun atau 40,85 . Keadaan ini mencerminkan struktur dana pihak ketiga lebih
terkonsentrasi pada dana jangka pendek yang membuat bank kurang leluasa melemparkan dana tersebut dalam bentuk kredit berdurasi panjang.
Pada tahun 2006 dana pihak ketiga telah mencapai Rp 27,841 triliun. Jika dibanding dengan Tahun 1999 berarti mengalami peningkatan sebesar 239,44 atau
naik rerata 34,21 setiap tahunnya. Strukturnya terdiri dari Giro sebesar Rp 14,57 triliun atau 52,32 . Depositu berjumlah Rp 6,379 atau 22,91 sedangkan tabungan
mencapai Rp 9,30 triliun atau 33,38 . Keadaanini menunjukkan bahwa dana-dana jangka pendek dalam struktur DPK perbankan Riau yang mencapai 85,7 jauh lebih
besar dari dana-dana jangka panjang sehingga menimbulkan kesulitan untuk memainkan dana tersebut dalam bentuk kredit berdurasi panjang. Jalan yang paling
aman untuk menjaga likuiditas adalah dengan menempatkan dana tersebut disektor moneter dalam bentuk SBI dan lain-lain. Hanya saja startegi ini kurang memberikan
keuntungan profitabilitas. Perbandingan Rupiah dan Valas dalam struktur DPK perbankan di Provinsi
Riau masih didominasi oleh DPK dalam bentuk rupiah. Pada tahun 1999 porsi DPK dalam rupiah mencapai 84,84 sedangkan tahun 2006 komposisinya 96,47 . Dilihat
dari julah rekening maka pada tahun 1999 yang terbesar adalah dalam bentuk tabungan yang mencapai 1.695.567 rekening, deposito 101.816 rekening dan giro sebanyak
52.636 rekening. Pada tahun 2006 julah rekening tabungan mencapai 1.344.496 reking, deposito sebanyak 37.448 rekening dan giro sebanyak 42.722 rekening, struktur DPK
seperti Tabel 10. Berdasarkan tabel tersebut diketahui juga pada tahun 1999 rerata giro per
rekening dalam mata uang rupiah sebesar Rp 34,16 juta, deposito Rp 24,16 juta dan tabungan sebesar Rp 1,97 juta. Sedangkan tahun 2006 rerata giro per rekening sebesar
54 Rp 300 juta, deposito sebesar Rp 168,616 dan tabungan sebesar Rp 6,94 juta. Berarti
selama otonomi daerah jumlah dana per rekening untuk semua jenis rekening mengalami peningkatan. Giro meningkat sebesar 778,22 , deposito 597,91
sedangkan tabungan meningkat 252,28 . Percepatan jumlah giro dari segi kuantitas dana disebabkan oleh naiknya dana-dana pemerintah daerah meskin jumlah rekeningnya
menyusut. Tahun 2006 dibandingkan dengan tahun sebelumnya jumlah rekening giro turun sebesar 10,99 padahal jumlah dananya naik sebesar 47,79 . Untuk deposito
jumlah rekening di tahun 2006 dibandingkan dengan tahun sebelumnya meningkat sebesar 6,42 sedangkan dananya naik sebesar 35,27 . Tabungan mengalami
kenaikan jumlah dana sebesar 24 sedangkan jumlah rekeningnya turun sebesar 13,39 . Fenomena ini seperti menggambarkan adanya pemusatan kepemilikan asset ekonomi
kepada orang yang berpenghasilan lebih tinggi. Menciutnya jumlah penabung untuk jenis tabungan menandakan semakin mengecilnya kemampuan menabung masyarakat
kelas bawah. Naiknya dana dari jenis tabungan menggambarkan penabung-penabung besar mengalami kenaikan dana. Penabung kecil kian terkikis dari dunia perbankan.
55 Tabel 10 Struktur DPK Perbankan Riau Pasca Otonomi Daerah juta rupiah
Tahun No
Jenis 1999
2000 2001
2002 2003
2004 I
Jumlah DPK 8,193,228
10,459,025 15,520,358
16,917,547 19,421,053
23,987,933 1
Rupiah 6,951,737
8,665,071 13,755,878
15,026,877 17,297,773
21,470,320
a Giro
1,215,126 1,653,222
4,296,190 4,370,475
4,605,655 6,183,087
Rekening 35,578
35,901 44,110
59,983 66,478
67,762
b Deposito
2,391,135 2,366,481
3,324,011 3,580,697
3,750,645 4,315,708
Rekening 98,988
71,684 76,224
62,446 55,966
50,646
c Tabungan
3,345,476 4,645,368
6,135,677 7,075,705
8,941,472 10,971,526
Rekening 1,694,567
1,724,019 1,896,876
2,133,072 2,268,924
2,271,161 2
Valuta Asing 1,241,491
1,793,954 1,764,480
1,890,670 2,123,280
2,517,613
a Giro
839,221 1,281,295
1,360,444 1,545,266
1,710,432 2,079,264
Rekening 16,014
17,080 20,865
20,206 19,577
19,500
b Deposito
402,270 488,031
403,958 345,288
412,425 437,917
Rekening 2,828
5,842 2,426
2,472 2,421
2,079
c Tabungan
- 24,628
78 116
423 432
Rekening -
746 21
22 38
45
Sumber: Bank Indonesia Pekanbaru, SEKD, 2007
.
56
4.3.2 Perkoperasian