Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi Swamitra Di Medan

(1)

KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN KREDIT DENGAN

JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA DI MEDAN

TESIS

Oleh

RUMIRIS RAMARITO NAINGGOLAN

067011078/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN KREDIT DENGAN

JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA DI MEDAN

Untuk Memperoleh Gelar magister Kenotariatan Dalam Program Studi Magister Kenotariatan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

RUMIRIS RAMARITO NAINGGOLAN

067011078/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

ABSTRAK

Koperasi merupakan organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang tidak merupakan konsentrasi modal. Keanggotaan koperasi berdasarkan sukarela yang mempunyai kepentingan, hak dan kewajiban yang sama. Salah satu bentuk koperasi adalah koperasi simpan pinjam yang membantu anggotanya dibidang perkreditan. Padahal ketersediaan modal yang berasal dari anggota relatif tidak mencukupi. Sehingga koperasi memerlukan bantuan melalui pola swamitra, yaitu suatu bentuk kerjasama atau kemitraan dengan Bank Bukopin untuk mengembangkan serta memodernisasi usaha simpan pinjam koperasi untuk meningkatkan kinerja koperasi dan menambah permodalan koperasi agar dapat lebih berkembang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Koperasi Swamitra, bagaimana kekuatan hukum perjanjian kredit dengan menggunakan akta fidusia yang tidak di daftarkan, serta penyelesaian sengketa apabila debitur melakukan wanprestasi. Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengungkapkan atau mendeskripsikan gejala yang telah ada dan atau yang sedang berlangsung. Untuk itu penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif terhadap perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada koperasi swamitra, yang di dukung dengan proses wawancara.

Dalam memberikan pinjaman koperasi swamitra mewajibkan adanya jaminan. Terhadap jaminan atas benda bergerak pengikatannya dalam bentuk “perjanjian penyerahan hak dan milik dalam kepercayaan atas barang-barang (fiduciaire eigendoms overdracht)” yang di legalisasi oleh notaris, akan tetapi tidak didaftarkan ke Departemen Hukum dan HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Hal ini dikarenakan jika didaftarkan akan memerlukan biaya yang memberatkan debitur yang rata-rata berasal dari golongan usaha kecil menengah. Sehingga mengakibatkan kepentingan kreditur tidak dilindungi secara sempurna. Apabila terjadi kredit macet atau kredit bermasalah, maka penyelesaiannya dilakukan secara musyawarah antara kreditur dengan debitur. Hal ini dikarenakan prinsip koperasi yang mengutamakan kesejahteraan anggotanya dan bersifat kekeluargaan.


(4)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

ABSTRACT

Cooperative is an organization of social people’s economy whose members are the people or cooperative corporate body that is capital concentrated. The members of cooperative are the volunteers with the same interst, right and obligation. One of the forms of cooperative is savings and loan cooperative that helps its members in the sector of credit whereas the avaibility of capital contributed by its members is relatively insufficient that cooperative needs financial assistance through the “pola swamitra”, a form of cooperation or partnership with Bank Bukopin to develop and modernize the savings and loan business of cooperative that it can develop more.

The purpose of this descriptive study with normative juridical approach is to examine how credit agreement with fiduciary transfer of ownership guarantee is implemented by Koperasi Swamitra (a cooperative which cooperates with financial institution such as bank), what dispute solution should be taken if the debtor neglects the substance of the agreement signed. The data for this study were obtained thourgh interviews.

In giving a loan, Koperasi Swamitra requires a guarantee. In terms of guarantee in the form of moveable goods, the receipt is in the form of “right and property transfer agreement based on trust in the material goods” (fiduciaire eigendoms overdracht) which is legalized by a notary but it is not registered in the Department of Law and Human Rights as regulated in Article 11 of Law No. 42/1999 on Fiduciary Transfer of Ownership Guarantee because the registration fees will burden the debtors who commonly belongs to the small and medium scale business group. This situation makes the interest of creditor imperfectly protected. In case the non-performing loan occurs, the creditor and debtor will solve the problem through deliberation because the principle of cooperative prioritizes the welfare of its members and a family atmosphere.

Keywords: Credit Guarantee, Fiduciary Transfer of Ownership Guarantee, Koperasi


(5)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

KATA PENGANTAR

Syallom....

Puji syukur atas berkat dan karunia yang telah Tuhan berikan, sehingga penulis dapat menyusun tesis ini ini dengan judul ”KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA DI MEDAN.” Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan petunjuk yang penulis terima dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis dengan segenap kesungguhan hati serta rasa hormat menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin

Lubis, SH, MS, CN; Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, dan Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn atas kesediaannya memberikan bimbingan dan petunjuk serta saran

sejak dari awal penyusunan proposal sampai selesainya penulisan tesis ini.

Teristimewa sekali penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapaku Alopsen Nainggolan dan Mama Reni Cornelia Marpaung tercinta; Bapaudaku Arifin Nainggolan, SH dan Inanguda Ir. Marthalena Simanungkalit, Namboruku Bethesda Nainggolan dan Amangboru P. Sianipar; yang telah memberikan dukungan, doa, semangat, dorongan dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di MKn ini.


(6)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulisan tesisnya:

Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Prof Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Para Bapak dan Ibu Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Kakak-kakakku dan adik-adikku, Dorly Rhomatua dan Rumondang Anna Verawati, Humbang Edi Suseno, dan Vivian Ernawaty, serta B’Bobby dan B’Jon yang telah memberikan dorongan, doa dan motivasi untuk dapat berbuat lebih baik.

Keluargaku yang sangat istimewa di Pinang, Mamatua dan Bapa Ketua, Tante Mouly, K’Debby dan B’Deni, K’Rini dan B’Alex, yang bersedia memberikan tempat untuk berteduh, doa, perhatian, serta kesabaran yang sangat luar biasa dalam menghadapi sikap, sifat dan keberadaanku.

Rekan-rekan mahasiswa Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Khususnya untuk teman-teman Grup C angkatan 2006.

Serta semua pihak yang telah membantu Penulis yang tidak dapat disebutkan nama dan jabatannya satu persatu.


(7)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penyusunan tesis ini jauh dari sempurna, yang semuanya tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan serta pemahaman penulis. Untuk semua ini penulis dengan hati terbuka mengharapkan saran maupun kritik yang dapat memberikan manfaat dan dorongan bagi peningkatan kemampuan penyusunan dimasa yang akan datang.

Medan, Agustus 2008


(8)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Rumiris Ramarito Nainggolan Tempat/Tanggal Lahir : Pontianak/11 September 1981

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : JL. Gusti Hamzah Gg. Pancasila V No. 60A Pontianak, Kalimantan Barat

Nama orang tua : Alopsen Nainggolan (Bapak) Reni Cornelia Marpaung (Mama)

PENDIDIKAN

Tahun 1994 : Tamat SD Negeri 03 Mempawah, Kalimantan Barat Tahun 1997 : Tamat SMP Suster Pontianak, Kalimantan Barat Tahun 2000 : Tamat SMU Negeri 02 Pontianak, Kalimantan Barat Tahun 2005 : Tamat Strata 1 (satu) Fakultas Hukum

Universitas Atmajaya, Yogyakarta Tahun 2008 : Tamat Strata 2 (dua) Magister Kenotariatan,

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan


(9)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

G. Metode Penelitian ... 25

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA ... 28

A. Koperasi Swamitra... 28

B. Perjanjian Kredit ... 36

C. Jaminan Pemberian Kredit... 46

D. Jaminan Fidusia ... 52 E. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada


(10)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Koperasi Swamitra ... 62

BAB III KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA KOPERASI SWAMITRA DENGAN MENGGUNAKAN AKTA FIDUSIA YANG TIDAK DI DAFTARKAN ... 73

A. Pendaftaran Jaminan Fidusia ... 73

B. Kekuatan Akta Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan ... 80

C. Akibat Hukum Akta Fidusia Yang Tidak Didaftarkan ... 82

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA APABILA DEBITUR MELAKUKAN WANPRESTASI SEDANGKAN AKTA FIDUSIANYA TIDAK DIDAFTARKAN... 85

A. Wanprestasi Dalam Perjanjian... 85

B. Akibat Hukum Wanprestasi... 87

C. Proses Penyelesaian Apabila Debitur Wanprestasi ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96


(11)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Krisis yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 mempengaruhi pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional yang diharapkan dapat menciptakan dan menjadikan masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut maka semakin dirasakan kebutuhan akan tersedianya dana. Karena tidak dapat dipungkiri pembangunan tidak akan terlaksana apabila tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Pada kenyataannya, terdapat masyarakat yang kelebihan dana tetapi tidak memiliki kemampuan untuk mengusahakannya, sedangkan di sisi lain ada kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan untuk berusaha namun terhambat oleh karena hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki dana sama sekali. Guna mempertemukan keduanya diperlukan lembaga yang bertindak selaku kreditur yang menyediakan dana bagi debitur.

Khusus dalam memenuhi kebutuhan akan dana, perusahaan yang bergerak dibidang keuangan (lembaga keuangan) memegang peranan sangat penting.1 Lembaga keuangan mempunyai kegiatan untuk membiayai permodalan suatu bidang usaha di samping usaha lain seperti menampung uang yang sementara waktu belum digunakan oleh pemiliknya.

1

Mustafa Siregar, Pengantar Beberapa Pengertian Hukum Perbankan, Medan, USU Press, 1991, hlm 34


(12)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Secara garis besar, lembaga keuangan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yaitu lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan lembaga pembiayaan.

1. Lembaga keuangan bank, merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan dengan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya. Yang termasuk lembaga keuangan bank meliputi Bank Indonesia, Bank Umum, dan Bank Pembangunan Rakyat.

2. Lembaga Keuangan Bukan Bank, merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan dibidang keuangan yang secara langsung maupun tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya kepada masyarakat guna membiayai investasi perusahaan. Lembaga keuangan bukan bank diatur dengan undang-undang yang mengatur masing-masing bidang jasa keuangan bukan bank. Bidang usaha yang termasuk lembaga keuangan bukan bank meliputi, asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksadana, dan bursa efek.

1. Lembaga pembiayaan, merupakan badan usaha yang melakkan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Yang dapat melakukan kegiatan dalam lembaga pembiayaan adalah bank, lembaga keuangan bukan bank dan perusahaan pembiayaan. Pasal 9 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor. 1251/KMK.013/1988 menyatakan bahwa perusahaan pembiayaan sebagaimana disebutkan di atas harus berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi.2

Suatu lembaga keuangan merupakan lembaga yang mengerjakan salah satu dari dua hal yaitu pertukaran barang-barang dan jasa-jasa dengan penggunaan uang atau kredit, dan yang kedua dengan membantu menyalurkan tabungan sebagian masyarakat yang membutuhkan dana untuk investasi.

2


(13)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Dalam menyalurkan investasinya, masyarakat membutuhkan suatu wadah. Wadah tersebut dapat berupa perusahaan yang dapat terdiri dari beragam bentuk perusahaan dan bergerak dalam berbagai bidang usaha, mulai dari perdagangan, industri, pertanian, peternakan, perumahan, keuangan dan usaha-usaha lainnya.

Berbagai bentuk badan usaha dapat dijumpai di Indonesia, yang sebagian besar merupakan bentuk badan usaha peninggalan Belanda yang beberapa di antaranya telah diganti dengan sebutan bahasa Indonesia. Walaupun masih ada sebagian yang masih menggunakan nama aslinya, misalnya firma dan CV (Commanditaire Vennootschap).3 Secara lebih terperinci, kegiatan usaha di Indonesia terdiri atas:

1. Perusahaan Perorangan 2. Persekutuan, terdiri atas:

a. Persekutuan Firma b. Persekutuan Komanditer 3. Perseroan Terbatas

4. Perusahaan Negara dan Perusahaan daerah 1. Koperasi4

Masing-masing bidang usaha memiliki karakteristik tersendiri, misalnya usaha perdagangan sangat berbeda dengan usaha peternakan. Demikian pula usaha perumahan berbeda dengan pertanian, walaupun berbeda antara satu sama lainnya, masing-masing bidang usaha memiliki persamaan. Persamaan yang paling mendasar adalah kebutuhan setiap perusahaan akan tersedianya dana untuk membiayai permodalan.

3

Dhaniswara K. Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006, hlm 1

4

Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian (Sejarah, Teori, &Praktek), Jakarta, Ghalia indonesia, 2002, hlm 103


(14)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Salah satu lembaga yang memberikan jasa keuangan yang paling lengkap adalah lembaga perbankan. Usaha keuangan yang dilakukan di samping menyalurkan dana atau memberikan pinjaman (kredit) juga melakukan usaha menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan. Dalam pemberian kredit diperlukan adanya jaminan karena jaminan merupakan salah satu syarat untuk dikabulkannya permohonan atas permintaan kredit. Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, menetapkan suatu ketentuan mengenai jaminan dalam pemberian kredit. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 11 yang berbunyi sebagai berikut:

“Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.”5

Dari ketentuan pasal tersebut nampak jelas bahwa jaminan sangat penting sekali dalam pemberian kredit dan juga merupakan suatu keharusan karena bagi perbankan, setiap pemberian kredit yang disalurkan kepada pengusaha selalu mengandung resiko, oleh karena itu perlu unsur pengaman dalam pengembaliannya. Unsur pengaman (safety) adalah salah satu prinsip dasar dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian (suitability) dan keuntungan (profitability).6 Sehingga Bank Indonesia menetapkan suatu ketentuan mengenai jaminan sebagai bentuk pengaman

5

Undang-Undang Perbankan, Jakarta, Sinar Grafika, 2002, hlm 14

6

Muchdarsyah Sinungan, Dasar-Dasar dan Teknik Management Kredit, Jakarta, Bina Aksara, 1989, hlm 4


(15)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

kredit dalam praktek perbankan. Jaminan dalam rangka pemberian kredit dapat dibedakan atas dua bagian yaitu jaminan atas benda bergerak dan jaminan atas benda tidak bergerak atau benda tetap.

Sehubung dengan hal tersebut di atas, maka yang akan dibahas di sini adalah berkenaan dengan jaminan benda bergerak khususnya yang disebut dengan Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia ini merupakan salah satu pasangan accessoir yang mutlak dari perjanjian kredit dan bukan karena dikehendaki saja oleh para pihak. Perjanjian dikuasai oleh ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1131 yang menyatakan: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”

Sedangkan mengenai lembaga jaminan fidusia itu sendiri diatur dalam Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia yang selanjutnya disebut dengan Undang-undang Fidusia. Sebelum di keluarkannya Undang-undang Fidusia, eksistensi fidusia sebagai jaminan diatur berdasarkan yurisprudensi.

Konstruksi fidusia berdasarkan yurisprudensi adalah penyerahan hak-hak milik kepercayaan. Dalam khasanah ilmu hukum penyerahan kebendaan ini dikenal dengan constitutum possessorium; yang merupakan suatu bentuk penyerahan dimana barang yang diserahkan dibiarkan tetap berada dalam penguasaan pihak yang menyerahkan, jadi yang diserahkan hanya haknya saja.7 Sedangkan di dalam Pasal 612 Kitab

7

Oey Hoey Tiong, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1985, hlm 44-45.


(16)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Undang-undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa penyerahan suatu benda bergerak dilakukan dengan penyerahan yang nyata. Akan tetapi penyerahan secara constitutum possessorium tetap dapat dilakukan secara sah oleh karena pada dasarnya para pihak bebas memperjanjikan yang mereka kehendaki.8 Constitutum possessorium tersebut dalam hal ini fidusia pada prinsipnya dilakukan melalui proses tiga fase:

1. Fase perjanjian obligatoir (Obligatoir Overeenskomst)

Diawali oleh perjanjian obligatoir, berupa perjanjian pinjam uang dengan jaminan fidusia di antara pihak debitur dan kreditur.

2. Fase perjanjian kebendaan (Zakelijke Overeenkomst)

Selanjutnya diikuti oleh perjanjian kebendaan berupa penyerahan hak milik dari debitur kepada kreditur. Dalam hal ini dilakukan secara constitutum posessorium. Yakni penyerahan hak milik tanpa menyerahkankan fisik benda.

3. Fase perjanjian pinjam pakai

Dimana dalam hal ini benda objek fidusia yang hak miliknya sudah berpindah dari kreditur dipinjam pakaikan kepada debitur setelah diikat dengan jaminan fidusia benda tersebut tetap saja dikuasai secara fisik oleh pihak debitur. 9

Yang dimaksudkan dari konstruksi tiga fase ini adalah “jaminan” terhadap hutang, bukan dimaksudkan sebagai peralihan hak milik. Akan tetapi, Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada prinsipnya tetap memberlakukan fidusia dengan konsep penyerahan hak milik, tidak semata-mata jaminan saja. Hal ini terlihat antara lain dari pengakuan pembentuk undang-undang lewat penjelasan resmi atas Pasal 17, yang menyatakan bahwa “Fidusia ulang oleh pemberi fidusia, baik debitur maupun penjamin pihak ketiga, tidak dimungkinkan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia karena hak kepemilikan atas benda tersebut telah beralih kepada penerima fidusia”

8

Ibid, hlm 45

9


(17)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Dengan lembaga yang berbentuk koperasi simpan pinjam yang menghimpun dana dari para anggotanya kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kepada para anggota koperasi dan masyarakat umum. Para anggota koperasi simpan pinjam menyimpan uangnya yang sementara belum digunakan, kemudian oleh pengurus koperasi uang tersebut disalurkan kepada para anggotanya atau masyarakat umum melalui kredit dengan tujuan untuk membantu para anggotanya. Dari sinilah perjanjian utang piutang atau pemberian kredit terjadi.

Koperasi-koperasi yang ada di Indonesia dalam memberikan pinjaman kepada para anggotanya tidak berskala besar, dan itupun terbatas pada barang-barang atau benda-benda yang diperlukan untuk meningkatkan hasil usahanya. Koperasi swmitra memberikan pinjaman kepada anggotanya, bisa dalam skala besar maupun kecil dengan syarat bagi setiap anggota yang ingin meminjam harus memberikan jaminan berupa benda bergerak.

Dalam membantu anggotanya dan menjalankan usahanya koperasi juga membutuhkan dana, padahal ketersediaan modal yang berasal dari anggota relatif tidak mencukupi. Sehingga koperasi memerlukan bantuan guna ketersediaan dana tersebut. Banyak cara yang ditempuh untuk membantu sektor koperasi, salah satunya adalah seperti apa yang dilakukan oleh Bank Bukopin yang bermitra dengan beberapa koperasi di Kota Medan melalui pola Swamitra. Swamitra merupakan nama dari suatu bentuk kerjasama atau kemitraan untuk mengembangkan serta memodernisasi usaha simpan pinjam koperasi. Melalui kerjasama antara Bank Bukopin dengan koperasi, maka sistem yang digunakan oleh koperasi swamitra adalah sistem perbankan. Hal ini berguna untuk meningkatkan kinerja koperasi dan menambah permodalan koperasi


(18)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

agar dapat lebih berkembang serta membuka peluang sukses permodalan bagi koperasi yang selama ini banyak menghadapi kendala.

Salah satu koperasi yang ikut ambil bagian dalam kerjasama tersebut adalah Koperasi Karyawan Bank Bukopin Medan (KKBM) yang terletak di jalan Sei-Blumai Medan baru, merupakan koperasi unit simpan pinjam yang menggunakan pola swamitra dalam pengembangan usahanya.

Koperasi yang secara etimologi merupakan suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang-orang atau badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota menurut peraturan yang ada, dengan bekerjasama secara kekeluargaan, menjalankan suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.10 Sehingga dapat dikatakan koperasi bukan merupakan kumpulan modal dan harus mengabdi kepada kemanusiaan bukan kepada suatu kebendaan. Koperasi merupakan suatu bentuk kerjasama atau gotong royong yang berdasarkan asas kesamaan derajat, hak dan kewajiban, serta kesadaran para anggotanya tanpa adanya paksaan atau intimidasi dengan tujuan kepentingan bersama para anggotanya.11

Tujuan utama koperasi adalah untuk membangun perekonomian rakyat. Koperasi yang keanggotaannya bersifat sukarela dan terbuka, memiliki cirri khas yaitu selalu diawasi oleh para anggota yang mempergunakan jasa-jasa koperasi dan dengan

10

R.T. Sutantya Rahardja Hadikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo, 2000, hlm 1

11


(19)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

adanya persamaan hak dan kewajiban yang menunjukkan dasar dari koperasi yaitu demokrasi.12 Koperasi merupakan lembaga atau badan yang berbentuk sosial.

Berdasarkan hal tersebut timbul pemikiran penulis bahwa apabila koperasi dibentuk berdasarkan pada asas kekeluargaan dan gotong royong maka yang menyebabkan adanya lembaga fidusia dalam tubuh koperasi yang tujuannya untuk mempertinggi kesejahteraan dan kepentingan para anggotanya tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan membahas serta mengangkatnya menjadi sebuah karya tulis/tesis yang berjudul:

KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA DI MEDAN

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka timbul beberapa pertanyaan yang hendak dicari jawabannya melalui penelitian ini:

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Koperasi Swamitra?

2. Bagaimana kekuatan hukum perjanjian kredit pada koperasi swamitra dengan menggunakan akta fidusia yang tidak didaftarkan?

3. Bagaimana penyelesaian sengketa apabila debitur melakukan wanprestasi sedangkan akta fidusianya tidak didaftarkan?

12

Dhaniswara K. Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006, hlm 8


(20)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada Koperasi Swamitra

2. Untuk mengetahui kekuatan hukum perjanjian kredit pada koperasi swamitra dengan menggunakan akta fidusia yang tidak didaftarkan.

3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa apabila debitur melakukan wanprestasi sedangkan akta fidusianya tidak didaftarkan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, sebagai berikut:

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan akademik dibidang hukum pada umumnya maupun dibidang keperdataan dan jaminan pada khususnya.

2. Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai wacana dan sumber informasi serta bahan masukan bagi masyarakat khususnya anggota koperasi,


(21)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

serta dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah dalam menerapkan kebijakan dan peraturan-peraturan baru.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada sepanjang penelusuran yang dilakukan di kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN

FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA DI MEDAN” belum pernah dijumpai

dan belum pernah dilakukan penulis-penulis lain sebelumnya. Adapun penulisan tentang lembaga jaminan fidusia pernah dilakukan oleh beberapa penulis tetapi cakupan dan lokasi penelitiannya berbeda, maka penulisan ini adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan preposisi-preposisi yang telah diuji kebenarannya. Apabila berpedoman kepada teori maka seorang ilmuwan akan dapat menjelaskan, aneka macam gejala sosial yang dihadapinya walaupun hal ini tidak selalu berarti adanya pemecahan terhadap masalah yang dihadapi.13 Teori menggambarkan keteraturan atau hubungan dari gejala-gejala yang tidak berubah di

13


(22)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

bawah kondisi tertentu tanpa pengecualian. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang dihadapi.14

Dalam menganalisa penulisan ini digunakan teori sistem dari Mariam Darus Badrulzaman yang mengemukakan bahwa sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang terpadu yang merupakan landasan di atas mana dibangun tertib hukum.15 Adapun yang dimaksud dengan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan, pegangan teoritis.16

a. Perjanjian Pada Umumnya

Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku Ke-III Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan judul “Perikatan”. Kata perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas daripada kata “perjanjian”. Dimana kata perikatan dapat diartikan sebagai “suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi

14

Bandingkan Snelbecker dalam Lexy J. Moleong. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2000, hlm 57-58. Snelbecker menyatakan ada empat fungsi suatu teori, yaitu (1) mensistematikan penemuan-penemuan penelitian,(2) menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis membimbing peneliti untuk mencari jawaban-jawaban, (3) membuat ramalan atas dasar penemuan, dan (4) menyajikan penjelasan dan, dalam hal ini, untuk menjawab pertanyaan mengapa.

15

Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung, Alumni, 1983, hlm 15

16


(23)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

tuntutan itu”.17 Sedangkan perjanjian dapat diartikan: “sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.18

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian itu menerbitkan perikatan, sebab perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan selain undang-undang.

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas. Karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja, tetapi mencakup sampai kepada lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, namun memiliki sifat yang berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata buku III kriterianya dapat dinilai secara materiil atau uang.19

Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan di atas, agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu:

1) Syarat subyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan yang meliputi, a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

17

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Internusa, 1992, hlm 1

18

Ibid, hlm 1

19

Mariam Darus Badrulzaman dan kawan-kawan, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung,Citra Aditya Bakti, 2001, hlm 65


(24)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

2) Syarat obyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum yang meliputi,

a) Suatu hal (obyek) tertentu. b) Sebab yang halal.

Kesepakatan di antara para pihak diatur dalam Pasal 1321-1328 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang perorangan diatur dalam Pasal 1329-1331 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Syarat tersebut merupakan syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau orangnya. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat obyektif diatur dalam Pasal 1332-1334 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai keharusannya adanya suatu obyek dalam perjanjian dan Pasal 1335-1337 mengatur mengenai kewajibannya adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Syarat tersebut merupakan syarat objektif, apabila tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum.

Mengenai kapan suatu perjanjian dikatakan terjadi antara para pihak, dalam ilmu hukum kontrak dikenal beberapa teori, yaitu:

1) Teori Penawaran dan Penerimaan

Bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru terjadi setelah adanya penawaran (offer) dari salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan tawaran (acceptance) oleh pihak lain dalam perjanjian tersebut. 2) Teori Kehendak

Teori ini berusaha untuk menjelaskan jika ada kontroversi antara apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan dalam perjanjian, maka yang berlaku adalah apa yang dikehendaki, sementara apa yang dinyatakan tersebut dianggap tidak berlaku.


(25)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Menurut teori ini, apabila ada kontroversi antara apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan, maka apa yang dinyatakan tersebutlah yang berlaku. Sebab masyarakat menghendaki apa yang dinyatakan itu dapat dipegang.

4) Teori Pengiriman

Menurut teori ini suatu kata sepakat dapat terbentuk pada saat dikirimnya suatu jawaban oleh pihak yang kepadanya telah ditawarkan suatu perjanjian, karena sejak saat pengiriman tersebut, sipengirim jawaban telah kehilangan kekuasaan atas surat yang dikirimnya itu.

5) Teori Pengetahuan

Menurut teori ini, suatu kata sepakat telah terbentuk pada saat orang yang menawarkan tersebut mengetahui bahwa penawarannya tersebut telah disetujui oleh pihak lainnya. Jadi pengiriman jawaban saja oleh pihak yang menerima tawaran dianggap masih belum cukup, karena pihak yang melakukan tawaran masih belum mengetahui diterimanya tawaran tersebut. 6) Teori Kepercayaan

Teori ini mengajarkan bahwa suatu kata sepakat dianggap telah terjadi manakala ada pernyataan yang secara obyektif dapat dipercaya.20

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas penting yang perlu diketahui, antara lain:

1) Asas kebebasan berkontrak.

Pasal 1320 angka 4 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan hak kepada para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan apa saja dengan siapa saja, selama dan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

2) Asas Konsensualitas

20

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001, hlm 8


(26)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Dengan sistem terbuka yang dianut Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hukum perjanjian memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para pihak untuk membuat perjanjian yang akan mengikat mereka sebagai undang-undang, selama dan sepanjang dapat dicapai kesepakatan oleh para pihak dan dilaksanakan dengan itikad baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Walaupun demikian, untuk menjaga kepentingan debitur (yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) maka diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan tertentu. Ketentuan mengenai ini dapat ditemui dalam rumusan pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

3) Asas Personalia

Asas ini diatur dan dapat ditemui dalam Pasal 1315 Kitab Undang-undang Hukum Perdata21 yang dipertegas dengan Pasal 1340 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Maksud dari asas ini, bahwa perjanjian itu hanya mengikat para pihak yang membuatnya. Secara spesifik ketentuan pasal ini menunjuk kewenangan bertindak seseorang untuk dan atas nama dirinya sendiri.

Selanjutnya Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak menyebutkan tentang jenis-jenis perjanjian. Jenis-jenis perjanjian hanya ada dalam teori, adapun jenisnya adalah:

1) Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak.

21

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta, Liberty, 1986, hlm 33


(27)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang memenuhi prestasinya atau pelaksanaan hak dan kewajiban secara timbal balik sehingga pada saat yang sama suatu pihak memiliki hak dan sekaligus memiliki kewajiban.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang pemenuhan kewajiban dan haknya hanya sepihak saja. Jadi pihak yang satu hanya berkewajiban saja (tidak berhak) dan pihak yang lain hanya berhak saja (tidak berkewajiban)

2) Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama.

Perjanjian bernama (benoemd) adalah perjanjian yang sudah ada atau sudah ditentukan namanya secara khusus di dalam undang-undang. Hak dan kewajiban para pihakpun sudah diatur dalam undang-undang. Perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perjanjian tidak bernama (onbenoemd overeenskomst) adalah perjanjian yang tidak ditentukan namanya atau tidak diatur dalam undang-undang, tetapi terdapat dan berlaku dalam masyarakat. Perjanjian ini lahir berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak.

3) Perjanjian obligator dan kebendaan.

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang baru haknya pada tahap menimbulkan hak dan kewajiban saja. Pada saat perjanjian ini lahir para pihak sudah terikat untuk melaksanakannya, tetapi belum mengakibatkan berpindahnya hak milik atas benda. Hak milik atas benda baru berpindah setelah dilakukan penyerahan benda (levering). Perjanjian penyerahan benda


(28)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

yang mengakibatkan berpindahnya hak milik atas benda itu disebut dengan perjanjian kebendaan.

4) Perjanjian konsensuil, riil dan formil.

Perjanjian konsesuil adalah perjanjian yang sudah lahir pada saat terjadinya kata sepakat artinya sejak terjadi kesepakatan perjanjian, perjanjian itu telah menimbulkan hak dan kewajiban. Kalau perjanjian mensyaratkan harus ada penyerahan atau levering maka perjanjian seperti itu disebut perjanjian riil. Kalau masih disyaratkan perjanjian itu dibuat secara tertulis baik menurut format tertentu atau tidak maka perjanjian seperti ini disebut perjanjian formil.

b. Perjanjian Kredit

Perjanjian pada umumnya dibuat dengan maksud dan tujuan yang beraneka macam, salah satu tujuan tersebut berkaitan dengan pemberian atau permintaan kredit. Istilah kredit dikenal dalam bahasa Yunani “Credere” yang berarti percaya atau to believe atau to trust.22 Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Maksud dari kepercayaan bagi si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit yang merupakan penerima kepercayaan mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati.

22

H. Moh. Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial (Konsep Teknik & Kasus), Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1999, hlm 12


(29)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Sedangkan pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan selanjutnya disebut dengan Undang-undang Perbankan menyatakan:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga”.

Dalam Undang-undang Perbankan tidak ditemukan istilah dari “perjanjian kredit”. Istilah perjanjian kredit dapat kita lihat dalam instruksi pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat bank yang menyatakan bahwa dalam setiap pemberian kredit bentuk apapun bank wajib menggunakan akad perjanjian kredit.23

Secara umum jenis-jenis kredit dapat dibedakan berdasarkan sudut pendekatan yang dilakukan, antara lain:

1) Berdasarkan tujuan/kegunaannya,

a) Kredit konsumtif adalah kredit yang dipergunakan untuk kebutuhan sendiri bersama keluarganya, kredit ini tidak produktif.

b) Kredit modal kerja (kredit perdagangan) yaitu kredit yang dipergunakan untuk meningkatkan modal usaha debitur.

c) Kredit investasi yaitu kredit yang dipergunakan untuk investasi produktif tetapi baru akan menghasilkan dalam jangka waktu yang relatif lama, biasanya kredit ini diberikan graceperiod, misalnya kredit untuk perkebunan kelapa sawit.

2) Berdasarkan sektor perekonomian,

a) Kredit pertanian yaitu kredit yang diberikan kepada perkebunan, peternakan, dan perikanan

b) Kredit perindustrian yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam industri kecil, menengah, dan besar

c) Kredit pertambangan yaitu kredit yang disalurkan kepada beraneka macam pertambangan

d) Kredit ekspor impor yaitu kredit yang diberikan kepada eksportir dan importir beraneka barang

e) Kredit koperasi yaitu kredit yang diberikan kepada jenis-jenis koperasi f) Kredit profesi yaitu kredit yang diberikan kepada beraneka macam

profesi seperti dokter dan guru 3) Berdasarkan agunan/jaminannya,

23

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992, hlm 21


(30)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

a) Kredit agunan orang yaitu kredit yang diberikan dengan agunan seseorang terhadap debitur bersangkutan

b) Kredit agunan efek yaitu kredit yang diberikan dengan agunan efek-efek dan surat-surat berharga

c) Kredit agunan barang yaitu kredit yang diberikan dengan agunan barang tetap, barang bergerak dan logam mulia, kredit ini harus memperhatikan hukum perdata Pasal 1132 sampai dengan 1139

d) Kredit agunan dokumen yaitu kredit yang diberikan dengan jaminan dokumen transaksi, seperti letter of credit (L/C)

4) Berdasarkan penarikan dan pelunasan

a) Kredit rekening koran (kredit perdagangan) kredit yang dapat ditarik dan dilunasi setiap saat, besarnya sesuai dengan kebutuhan; penarikan dengan cek, bilyet giro atau pemindah bukuan. Pelunasannya dengan setoran-setoran bunga dihitung dari saldo harian pinjaman saja bukan dari besarnya plafond kredit. Kredit rekening koran baru dapat ditarik setelah plafond kredit disetujui.

c) Kredit berjangka yaitu kredit yang penarikannya sekaligus sebesar plafondnya. Pelunasan dilakukan setelah jangka waktunya habis. Pelunasan bisa di lakukan secara cicilan atau sekaligus tergantung kepada perjanjian.24

5) Berdasarkan jangka waktunya,

a) Kredit jangka pendek merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun, digunakan untuk keperluan modal kerja.

b) Kredit jangka menengah, jangka waktunya berkisar satu sampai tiga tahun. Biasanya digunakan untuk investasi.

a) Kredit jangka panjang, jangka waktunya berkisar 3 sampai 5 tahun digunakan untuk investasi jangka panjang.25

Tujuan utama dalam pemberian kredit adalah untuk mendapatkan keuntungan atau profitability yang diterima dalam bentuk bunga. Selain itu harus disesuaikan dengan dasar falsafah negara. Khususnya bagi bank pemerintah yang akan melaksanakan tugasnya sebagai agen pembangunan yang artinya :

24

H. Malayu SP. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 2001, hlm 88-90

25

Thomas Suyatno, dan kawan-kawan, Dasar Dasar Perkreditan, Jakarta, STIE Perbanas & Gramedia Pustaka Utama, 1995 hlm 26


(31)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

1) Turut mensukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan.

2) Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

1) Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya.26

Adapun tujuan pemberian kredit yang lainnya adalah: 1) Bagi kreditur (bank)

a) Pemberian kredit merupakan sumber utama pendapatan.

b) Pemberian kredit merupakan perangsang produk-produk lainnya dalam persaingan.

c) Perkreditan merupakan instrumen penjaga likuidasi, solvabilitas dan profitabilitas.

2) Bagi debitur

a) Kredit berfungsi sebagai sarana untuk membuat kegiatan usaha makin lancar dan performance (kinerja) usaha semakin baik daripada sebelumnya. b). Kredit memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dalam perusahaan. 3) Bagi Masyarakat.

a) Kredit mengurangi pengangguran, karena membuka peluang berusaha, bekerja dan pemerataan pendapatan.

e) Kredit meningkatkan fungsi pasar karena adanya peningkatan daya beli.27 Sedangkan kredit itu sendiri memiliki fungsi, sebagai berikut :

26

Ibid, .hlm 15

27


(32)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

1) Untuk meningkatkan daya guna uang, apabila uang disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna, dengan pemberian kredit uang tersebut untuk menghasilkan barang atau jasa oleh penerima kredit.

2) Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, dengan pemberian kredit uang itu akan beredar dari wilayah satu ke wilayah yang lain.

3) Untuk meningkatkan daya guna barang, dengan pemberian kredit kepada debitur dapat digunakan untuk mengelola barang yang tadinya tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.

4) Meningkatkan peredaran barang. Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lain.

5) Sebagai alat stabilitas ekonomi, dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat.

6) Untuk meningkatkan kegairahan berusaha.28

a. Jaminan Fidusia

Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Undang-undang khusus yang mengatur tentang hal ini yaitu Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, juga menggunakan istilah “fidusia”. Dengan demikian fidusia sudah merupakan istilah resmi dalam dunia hukum.

Fidusia, menurut asal katanya berasal dari kata fides yang berarti

“kepercayaan”29. Dari definisi diatas dapat diambil pengertian bahwa fidusia adalah suatu penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan, bukan sebagai gadai dan bukan juga sebagai pemindahan hak milik, tetapi ikatan timbal balik atas dasar kepercayaan.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pengertian dari fidusia adalah: “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.”

28

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, Rajawali Pers, 2003, hlm 97

29

Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Jakarta, Rajawali Pers, 2000, hlm 113


(33)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Sedangkan istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie, mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihan di samping pertanggung jawaban umum debitur terhadap barang-barangnya. Menurut Hartono Hadisoeprapto jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajian yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.30

Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pengertian dari pada jaminan fidusia adalah “hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat di bebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi perlunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.”31

Jaminan fidusia ini demi hukum hapus sebagai mana yang terdapat dalam pasal 25 Undang-undang Fidusia yaitu:

1) Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia.

2) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia. 3) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Adanya jaminan fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya hutang atau karena

30

H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004, hlm 21-22

31

H. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung, Alumni, 2004, hlm 149


(34)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

pelepasan hak maka dengan sendirinya jaminan fidusia yang bersangkutan menjadi hapus. Hapusnya hutang ini antara lain dibuktikan dengan bukti pelunasan atau bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang dibuat oleh kreditur. Apabila objek jaminan fidusia musnah dan benda tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan fidusia tersebut.

2. Konsepsi

Konsep berasal dari bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.32

Konsepsi merupakan salah waktu bagian terpenting deri teori konsepsi yang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit yang disebut dengan operational definition. Pentingnya definisi operasional tersebut adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius), dari suatu istilah yang dipakai dan dapat ditemukan suatu kebenaran.33

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih.

32

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara, 2000, hlm 122

33

Rusdi Malik, Penemu Agama Dalam Hukum Di Indonesia, Jakarta, Universitas Trisakti, hlm 15


(35)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Hukum Jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.34

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi perlunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang di utamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.35

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.36

G. Metode Penelitian

Untuk menjawab permasalahan yang di uraikan di atas maka diperlukan suatu metode penelitian. Kata metode berasal dari bahasa yunani “methods” yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.37 Metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Sifat penelitian

34

Salim HS, Op Cit, hlm 6

35

H. Riduan Syahrani, Op Cit, hlm 149

36

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

37

Koenjtaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm 16


(36)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Sifat penelitian ini adalah Deskriptif yang berupaya memberikan, menghimpun data dan informasi yang telah ada atau telah terjadi di lapangan, bertujuan untuk mengungkapkan atau mendeskripsikan gejala yang telah ada dan atau yang sedang berlangsung.38

2. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan Yuridis Normatif atau penelitian kepustakaan yaitu penelitian hukum dengan melakukan abstraksi melalui proses deduksi dari hukum positip yang berlaku, yang merupakan sistematisasi hukum dan sinkronisasi hukum secara horizontal terhadap perjanjian kredit dengan jaminan fidusia pada koperasi swamitra. Karena merupakan sebuah kegiatan ilmiah yang didasarkan atas metode sistematika serta pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum, sehingga perlu dilakukan proses wawancara untuk mendukung penelitian kepustakaan.

3. Alat Pengumpulan Data

Sebagai penelitian hukum normatif, penelitian ini menitikberatkan pada studi kepustakaan yang lebih ditekankan pada pengambilan data sekunder.39 Dari sudut informasi maka bahan pustaka dapat dibagi dalam tiga kelompok, sebagai berikut:

38

Nana Sudjana dan H. Awal Kusumah MS, Proposal Penelitian Di Perguruan Tinggi, Bandung, Sinar Baru Albensindo, 2000, hlm 85-86

39

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali, 1985, hlm 15


(37)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat dengan fokus utama berupa peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dokumen dan lain-lain yang berhubungan dengan jaminan fidusia.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan pustaka yang memberi penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer berupa ulasan hukum dan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier/ bahan penunjang, yaitu bahan hukum primer dan sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal ilmiah.

4. Analisis Data

Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Untuk selanjutnya diadakan pengelompokan data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan penulisan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu yang dilakukan terhadap data yang berupa informasi, uraian dalam bentuk bahasa prosa yang kemudian dikaitkan dengan data lainnya. 40 sampai pada penarikan kesimpulan yang diraih dengan cara deduktif sehingga dapat menjawab permasalahan yang ditetapkan.

40

Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 1999, hlm 106


(38)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

BAB II

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT

DENGAN JAMINAN FIDUSIA PADA KOPERASI SWAMITRA

A. Koperasi Swamitra

1. Sejarah Koperasi Swamitra

Sebagai bank yang memiliki misi berpihak kepada koperasi dan usaha kecil, Bank Bukopin telah merintis dan mengembangkan usaha konsep kemitraan dengan koperasi atau lembaga keuangan mikro (LKM) yang dikenal dengan nama “swamitra”

Melalui kerjasama swamitra, anggota koperasi yang bergabung sebagai anggota swamitra dapat memperoleh akses terhadap permodalan, pengelolaan likuiditas yang efektif, transaksi keuangan yang efisien dan penerapan teknologi yang modern. Selain itu diharapkan dapat menumbuh kembangkan usaha simpan pinjam di kalangan anggota koperasi guna memacu pertumbuhan usaha dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat sekitarnya. Kesemuanya tersebut sangat mendukung pemberdayaan dan pertumbuhan koperasi serta usaha kecil di dalam wadah swamitra. Swamitra merupakan nama dari suatu bentuk kerjasama atau kemitraan antara Bank Bukopin dengan koperasi untuk mengembangkan serta memodernisasi usaha simpan pinjam melalui pemanfaatan jaringan teknologi dan dukungan sistem manajemen sehingga memiliki kemampuan pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(39)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Pada awal berdirinya, unit simpan pinjam swamitra berada di Jakarta yang kemudian berkembang dan membuka cabang di Sumatera Utara. Cabang unit simpan pinjam swamitra yang pertama kali di Sumatera Utara adalah unit simpan pinjam swamitra cabang Simalingkar dan unit simpan pinjam Pusat Pasar, kemudian diikuti dengan unit simpan pinjam swamitra cabang Petisah, cabang Medan Deli, cabang Medan Baru, kemudian berlanjut dibeberapa daerah lainnya seperti misalnya unit simpan pinjam di daerah kabupaten Deli Serdang. Dengan dilakukannya sistem teknologi dan manajemen swamitra, maka diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan anggota kepada koperasi untuk melakukan penghimpunan dana. Swamitra didukung oleh sistem operasional yang memadai dan manajemen yang telah dipersiapkan oleh Bank Bukopin serta dikelola oleh tenaga-tenaga koperasi yang telah dilatih secara khusus, sehingga para nasabah swamitra dapat tetap mempunyai waktu lebih banyak untuk memikirkan kemajuan usaha mereka. Sasaran swamitra adalah pedagang besar, pengrajin, petani, pedagang kecil dan perorangan yang membutuhkan modal untuk keperluan usaha yang produktif.

2. Aktivitas koperasi swamitra

Koperasi swamitra Medan Baru pada awalnya hanya beranggotakan karyawan Bank Bukopin, itulah sebabnya koperasi ini bernama Koperasi Karyawan Bank Bukopin yang telah mendapat pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi oleh Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Republik Indonesia Nomor: 261/BH/PAD/KWK.2/XI/1997 yang ditetapkan di Medan pada tanggal 24 November


(40)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

1997.41 Dalam perkembangannya koperasi tidak hanya menerima anggota yang merupakan karyawan Bukopin saja, tetapi juga menerima masyarakat yang berada di sekitarnya sebagai anggota walaupun bukan merupakan karyawan bukopin. Koperasi ini bergerak dalam bidang simpan pinjam yang bertujuan untuk menumbuh kembangkan usaha simpan pinjam dikalangan anggota koperasi guna memacu pertumbuhan usaha dalam rangka peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat sekitarnya. Selain itu, untuk membuka akses permodalan bagi anggota koperasi yang selama ini banyak menghadapi kendala dalam kerjasama dengan bank atau lembaga keuangan lainnya.42

Koperasi Karyawan Bank Bukopin, sejak berdirinya sampai saat ini telah mempunyai anggota sekitar 150 orang yang merupakan karyawan Bank Bukopin serta masyarakat di sekitarnya, yang menyetujui isi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan koperasi yang berlaku, serta diwajibkan membayar simpanan wajib dan simpanan pokok.43

Meskipun koperasi bukan merupakan kumpulan modal, namun sebagai suatu badan usaha maka di dalam menjalankan usahanya koperasi memerlukan modal. Menurut Pasal 41 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dinyatakan bahwa modal koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari;

41

Wawancara dengan Supriyanto, Manajer Operasional Koperasi Swamitra, di Medan, 07 Agustus 2008

42

Ibid, 12 Mei 2008

43


(41)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

a. Simpanan pokok b. Simpanan wajib c. Dana cadangan d. Hibah

Sedangkan untuk modal pinjaman dapat berasal dari: a. Anggota

b. Koperasi lain dan/atau anggotanya c. Bank dan lembaga keuangan lainnya

d. Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya e. Sumber lain yang sah

Yang dimaksud dengan modal sendiri adalah modal yang menanggung resiko. Untuk koperasi swamitra, para anggota koperasi pada saat masuk menjadi anggota memberikan uang sejumlah Rp 50.000,- yang disebut sebagai simpanan pokok dan tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. Selanjutnya para anggota juga diwajibkan untuk memberikan simpanan perbulan sejumlah Rp 20.000,-. Selain dari kedua simpanan tersebut para anggota juga dapat menyimpan dananya di koperasi dalam bentuk tabungan. Dana-dana tersebutlah yang digunakan oleh koperasi untuk membantu anggotanya yang membutuhkan permodalan baik untuk pengembangan usaha, pembelian barang kebutuhan ataupun untuk hal-hal yang menurut koperasi layak untuk diberikan pinjaman. Dalam perjalanannya didorong oleh kebutuhan anggota yang semakin meningkat maka ketersediaan dana


(42)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

yang dimiliki oleh koperasi semakin dirasakan kurang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya. Selain itu pengelolaan koperasi yang pada saat itu masih bersifat sederhana kurang dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada para anggotanya. Sehingga dirasakan perlunya kerjasama dengan pihak lain yang dalam hal ini Bank Bukopin untuk membantu koperasi dalam hal penyediaan permodalan dan teknologi manajemen. Maka pada tanggal 10 September 2007 dilakukan kerjasama yang bernama Swamitra antara Koperasi Karyawan Bank Bukopin dengan Bank Bukopin.

3. Struktur Organisasi

Dalam menjalankan program-program kegiatannya koperasi swamitra mempunyai beberapa bagian antara lain:

a. Manajer Operasional (MO) b. Credit Support (BCS) c. Operational (Teller) d. Kolektor (Collect) e. Internal Control (IC) f. Manajer Komersial (MK) g. Pembina Kredit (AO)

Adapun tugas masing-masing bagian di atas adalah sebagai berikut: a. Manajer Operasional (MO)


(43)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

1) Bertugas dan bertanggung jawab kepada kepala operasional kantor pusat Bank Bukopin

2) Memimpin koperasi swamitra bidang operasional

3) Menyusun program kerja tahunan untuk pengembangan swamitra

4) Mengelola sumber daya manusia/karyawan yang berada di bawah kepemimpinannya

5) Melaksanakan, memonitoring, dan mengevaluasi pengelolaan likuiditas koperasi swamitra

6) Membina hubungan yang baik dengan pihak terkait

7) Menyusun dan memberikan laporan secara bulanan kepada pengurus koperasi dan Bank Bukopin

b. Credit Support (BCS)

1) Bertugas dan bertanggung jawab langsung kepada manajer operasi

2) Menganalisa dan memberikan laporan dari aspek yuridis mengenai subyek dan obyek hukum calon nasabah

3) Melakukan penilaian terhadap agunan yang dijaminkan oleh nasabah dan membuat memo penilaiannya

4) Mendokumentasikan pinjaman (filling), mulai dari permohonan pinjaman sampai dengan pelunasan pinjaman


(44)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

6) Mempersiapkan akad/perjanjian pinjaman dan jaminan dengan calon nasabah baik secara di bawah tangan maupun secara notaril, setelah mendapat persetujuan dari kredit komite

7) Mempersiapkan dokumen pendropingan pinjaman

8) Mendukung Pembina kredit dalam melakukan proses pinjaman

9) Melakukan tugas-tugas relevan lain yang diberikan oleh manejer operasi 10) Membina hubungan yang baik dengan pihak terkait

11) Menyusun dan memberikan laporan secara bulanan kepada pengurus koperasi dan Bank Bukopin

c. Operational (Teller)

1) Bertugas dan bertanggung jawab langsung kepada manajer operasi 2) Memberikan pelayanan penarikan dan setoran simpanan

3) Melakukan administrasi dan pembukuan simpan pinjam, sampai dengan neraca dan laba/rugi

4) Melakukan pencairan/pendropingan terhadap pinjaman yang telah disetujui 5) Memberikan informasi yang berkaitan dengan koperasi swamitra

6) Melakukan administrasi dan memonitoring surat menyurat intern dan ekstern koperasi swamitra

7) Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh manajer operasi d. Kolektor (Collect)


(45)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

2) Melaksanakan fungsi penagiahan

3) Membantu permodalan kredit (AO) dalam melakukan evaluasi pinjaman 4) Membantu credit support dalam transaksi

5) Menmbantu Pembina kredit (AO) dalam melakukan monitoring kualitas pinjaman

6) Melakukan administrasi pembukuan tagihan

7) Membantu fungsi pemasaran produk simpan pinjam 8) Menjaga komunikasi dan hubungan baik dengan nasabah

9) Melakukan tugas-tugas relevan lain yang diberikan oleh manajer operasional e. Internal Control (IC)

1) Bertugas dan bertanggung jawab langsung kepada manajer operasi

2) Melakukan kontrol terhadap operasional koperasi swamitra, membantu mengawasi penyusunan laporan serta kegiatan operasional lainnya secara harian, mingguan, bulanan, dan triwulan, berlandaskan pada tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian

3) Memberi informasi dan masukan operasional kepada manajer operasional dan Bank Bukopin

4) Melakukan tugas-tugas relevan lain yang diberikan oleh manajer operasional f. Manajer Komersial (MK)

1) Bertugas dan bertanggung jawab kepada Group Lines Bussiness (GLB) kredit mikro wilayah


(46)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

2) Menyusun program kerja tahunan berupa rencana ekspansi kredit dan mobilisasi dana/simpanan

3) Melakukan pembinaan kepada AO

4) Melakukan penilaian performance AO untuk menangani portofolio kredit 5) Melaksanakan monitoring kredit kepada nasabah

6) Membina hubungan baik dengan pihak ekstern

g. Pembina Kredit (AO)

1) Bertugas dan bertanggung jawab langsung kepada manajer operasi

2) Melaksanakan fungsi pemasaran, menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat melalui produk simpan pinjam

3) Menganalisa pinjaman yang diajukan oleh anggota atau anggota luar biasa khususnya dari aspek karakter dan kapabilitas (kemampuan)

4) Mengevaluasi dan membina nasabah yang terarah mendapatkan pinjaman 5) Memenuhi/mencapai target penyaluran dana dan penagihan pinjaman yang

telah di tentukan sebelumnya

6) Bertugas dan bertanggung jawab langsung kepada manajer komersil

7) Melaksanakan fungsi pemasaran, menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat melalui produk simpan pinjam


(47)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

9) Bersama manajer komersil dan credit support melakukan eksekusi jaminan apabila nasabah wanprestasi dan telah disetujui oleh kredit komite

B. Perjanjian Kredit

1. Perjanjian Kredit Secara Umum

Kebutuhan dana bagi seseorang memang merupakan pemandangan sehari-hari, baik dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari, maupun dalam hal berusaha diberbagai bidang bisnis. Dilain pihak banyak juga orang atau kumpulan orang-orang atau lembaga maupun badan hukum yang justru kelebihan dana meskipun hanya bersifat sementara. Sehingga dana yang berlebihan tersebut perlu diinvestasikan dengan cara yang paling menguntungkan secara ekonomis ataupun sosial. Untuk mempertemukan keduanya terciptalah suatu institusi yang akan bertindak selaku kreditur yang akan menyediakan dana bagi debitur. Dari sinilah timbul perjanjian utang piutang atau pemberian kredit.

Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara pemberi utang (kreditur) di satu pihak dan penerima pinjaman (debitur) dilain pihak. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditur yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debitur dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitur pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak.


(48)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa, “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”

Dapat dikatakan dasar timbulnya kredit menurut Undang-undang Perbankan adalah perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan debitur. Sehingga istilah kredit memiliki arti yang khusus yaitu meminjamkan uang. Dalam Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dikatakan bahwa perjanjian pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak kesatu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

Demikian memberikan suatu wawasan tersendiri bahwa perjanjian kredit merupakan suatu jenis perjanijian tersendiri yang pada umumnya dibentuk oleh ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata. Maka pada prinsipnya perjanjian kredit tidak berbeda dengan perjanjian-perjanjian lainnya, karena di dalam perjanjian kredit juga dijumpai hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak baik kreditur maupun debitur, elemen kesepakatan, kemampuan bertindak dari para pihak, suatu sebab yang halal dan tentang sesuatu yang tertentu. Sehingga perjanjian kredit pun wajib


(49)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

memenuhi ketentuan umum mengenai perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata buku III Pasal 1233-186444

Pada prinsipnya kredit mengandung empat unsur yaitu:

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa yang akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang.

b. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterimanya pada masa yang akan datang. Dalam arti nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang diterima pada masa yang akan datang.

c. Degree of risk, yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakian lama kredit diberikan semakin tinggi tingkat resikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka hasil selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Dengan adanya unsur resiko maka timbul jaminan dalam pemberian kredit.

c. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi dapat juga dalam bentuk barang atau jasa. Namun sekarang didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uang yang sering dijumpai dalam praktek perkreditan45

Sedangkan menurut H. Moh. Tjoekam, unsur-unsur kredit adalah:

a. Waktu, ada jarak antara saat persetujuan pemberian kredit dan pelunasannya

b. Kepercayaan, melandasi pemberian kredit oleh pihak kreditur kepada debitur bahwa setelah jangka waktu tertentu debitur akan mengembalikannya sesuai kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak.

c. Penyerahan, pihak kreditur menyerahkan nilai ekonomi kepada debitur yang harus dikembalikannya setelah jatuh tempo.

d. Resiko, adanya resiko yang akan timbul sepanjang jarak antara saat memberikan dan pelunasannya.

44

Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1997, hlm 23

45


(50)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

b. Persetujuan atau perjanjian, yang menyatakan bahwa antara kreditur dengan debitur terdapat suatu persetujuan dan dibuktikan dengan suatu perjanjian.46

Djuhaendah Hasan menyatakan bahwa antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terdapat perbedaan diantaranya yaitu:

a. Perjanjian kredit selalu bertujuan dan tujuan tersebut biasanya berkaitan dengan program pembangunan, biasanya dalam pemberian kredit sudah ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima tersebut sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam tidak ada ketentuan tersebut dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas.

b. Dalam perjanjian kredit sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank atau lembaga pembiayaan dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu, sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam pemberi pinjaman dapat oleh individu.

c. Pengaturan dalam perjanjian kredit berbeda dengan pinjam meminjam. Perjanjian pinjam meminjam berlaku ketentuan umum dari Buku III, Bab XIII KUH Perdata. Sedangkan perjanjian kredit selain berlaku ketentuan KUH Perdata juga berlaku ketentuan Undang-Undang Perbankan.

d. Pada Perjanjian Kredit telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman harus disertai bunga, imbalan atau pembagian hasil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam hanya berupa bungan saja dan bunga inipun harus ada apabila diperjanjkan.

a. Pada perjanjian kredit bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur akan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan baik materiil maupun immaterial. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam jaminan merupakan pengaman bagi kepastian pelunasan hutang dan inipun baru ada apabila diperjanjikan dan jaminan ini hanya merupakan jaminan secara fisik atau materil saja.47

Menurut Mariam Darus perjanjian kredit adalah “Perjanjian Pendahuluan” dari penyerahan uang, ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan penerima

46

H. Moh. Tjoekam, Op Cit, hlm 2-3

47

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Azas, Pemisahan Horizontal, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hlm 174-175


(51)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antara antara keduanya. Perjanjian ini bersifat konsensual obligatoir, sedangkan penyerahan uang bersifat riil.48

Pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian kredit adalah pemberi dan penerima kredit. Dalam bidang perkreditan, pemberi kredit di sebut kreditur dan yang bertindak sebagai debitur tentunya adalah siapa saja yang mengambil kredit pada kreditur

Bentuk dan format perjanjian ini dalam prakteknya diserahkan sepenuhnya kepada para pihak yang bersangkutan, namun demikian ada hal-hal yang harus menjadi pedoman yaitu bahwa perjanjian tersebut rumusannya tidak boleh kabur atau tidak jelas. Selain itu perjanjian tersebut harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, sekaligus memuat secara jelas mengenai besarnya jumlah kredit serta persyaratan lainnya yang lazim dalam perjanjian kredit.

Bentuk hukum perjanjian kredit tergantung pada sudut pandang mana pendekatan dilakukan. Dilihat dari materi dan isi perjanjian kredit merupakan perjanjian baku maupun perjanjian standar, karena hampir dari seluruh klausul-klasul yang dimuat dalam perjanjian kredit tersebut telah dibakukan, pada dasarnya isi dari perjanjian kredit telah dipersiapkan terlebih dahulu tanpa diperbincangkan dengan pemohon dan pemohon hanya dimintakan pendapat apakah dapat menerima syarat-syarat yang tercantum di dalam perjanjian tersebut.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman,

“Perjanjian kredit tidak mempunyai bentuk yang berlaku umum, hanya saja dalam praktek ada banyak hal yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian

48


(52)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

kredit misalnya berupa definisi istilah-istilah yang akan dipakai dalam perjanjian (terutama dalam perjanjian kredit dengan pihak asing atau dikenal dengan loan agreement), jumlah dan batas waktu pinjaman, pembayaran kembali pinjaman (repayment), mengenai apakah si peminjam berhak mengembalikan dana pinjaman lebih cepat dari ketentuan yang ada, penetapan bunga pinjaman, dan dendanya bila debitur lalai membayar bunga, terakhir dicantumkan berbagai klausula seperti hukum yang berlaku untuk perjanjian tersebut.”49

2. Perjanjian kredit di Swamitra

Untuk memperoleh pinjaman kredit di swamitra selain telah terdaftar sebagai anggota koperasi juga harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan, yaitu:

a. Pas foto 3 x 4 suami isteri sebanyak dua lembar

b. Foto copy Kartu Tanda Penduduk suami isteri sebanyak lima lembar c. Foto copy Kartu Keluarga sebanyak lima lembar

d. Map sebanyak dua lembar e. Foto copy surat izin usaha

f. Foto copy dokumen, bukti kepemilikan yang akan menjadi jaminan

g. Data-data keuangan, laporan rugi laba, catatan penjualan dan pembelian harian dan data harga yang dianggap perlu, akan tetapi dalam proses analisa pihak bank dapat meminta data-data lain yang dibutuhkan sepanjang itu berkaitan dengan proses kredit tersebut

Untuk jenis jaminan yang dapat di agunkan pada koperasi swamitra terdiri dari:

49


(1)

memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.” Irah-irah inilah yang memberikan title eksekutorial, yakni title yang mensejajarkan kekuatan akata tersebut dengan putusan pengadilan apabila debitur melakukan pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditur (parate eksekusi), hal ini sesuai dengan Pasal 15 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Selain itu disarankan agar Departemen Hukum dan HAM memberikan keringanan atau menghapuskan biaya pendaftaran Jaminan Fidusia untuk pinjaman kredit yang besarnya di bawah Rp. 50.000.000,-.

4. Apabila terjadi permasalahan dalam penyelesaian kredit selain melakukan penyelesaian secara kekeluargaan, ada baiknya dalam perjanjian kredit antara para pihak dan dalam pengikatan jaminannya dibuat klausul-klausul yang mengatur mengenai penyelesaian yang dapat dipilih oleh debitur apabila terjadi permasalahan dalam penyelesaian kredit.


(2)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008 DAFTAR PUSTAKA

A. Buku – buku

Badrulzaman, Mariam Darus, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung, Alumni, 1983

_______________________, Bab-Bab Tentang Credit Verband, Gadai dan Fidusia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991

_______________________, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992,

_______________________, dan kawan-kawan, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001

Fathorazzi, M, dan Hendipiris, Kapan dan Bilamana Berkoperasi, UNRI Press, Pekanbaru, 1997

Fuady, Munir, Jaminan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

__________, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001

Firdaus, Muhammad dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian (Sejarah, Teori, &

Praktek), Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002

Hasan, Djuhaendah, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang

Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Azas, Pemisahan Horizontal, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996.

Hendrojogi, Koperasi Azas – azas Teori dan Praktek, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1997

Hasibuan, H. Malayu SP, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 2001 Hutagalung, Arie Sukamti, Transaksi Berjamin, Jakarta, Fakultas Hukum UI, 2005 HS, H. Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo


(3)

Hadikusuma, R.T. Sutantya Rahardja, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo, 2000

Harjono, Dhaniswara K, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, Rajawali Press, 2003 ______, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara, 2000

Kamello, Tan, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Yang Didaftarkan, Bandung, Alumni, 2004

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta, Liberty, 1986

Moleong, J. Lexy, Metodelogi Penelitin Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2000

Moejono,Eugenia Liliawati, Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

Tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, Harvavindo, 2003.

Masjchoen, Soedewi Sri, Hukum Jaminan di Indonesia: Pokok-pokok Hukum Jaminan

dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta, Liberty, 2003

Malik, Rusdi, Penemu Agama Dalam Hukum Di Indonesia, Jakarta, Universitas Trisakti,

Soeprapto, Hartono Hadi, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta, Liberty, 1984

Sinungan, Muchdarsyah, Dasar-Dasar dan Teknik Management Kredit, Bina Aksara, Jakarta, 1989.


(4)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

___________________, Manajemen Dana Bank, Jakarta, Bumi Aksara, 1992

Siregar, Mustafa Pengantar Beberapa Pengertian Hukum Perbankan, Medan, USU-Press, 1991

Subagyo, Joko, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 1999.

Sudjana, Nana, dan H. Awal Kusumah MS, Proposal Penelitian Di Perguruan Tinggi, Bandung, Sinar Baru Albensindo, 2000

Satrio, J, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Jakarta, Citra Aditya Bakti, 2002

Syahrani, H. Riduan, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung, Alumni, 2004

Soekamto, Soerjono, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta, Rajawali, 1985

________________, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-PRESS, 1986 Subekti. R, Hukum Perjanjian, Jakarta, Intermasa, 1992

________, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996

________, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita, 1986 Suyatno, Thomas, dan kawan-kawan, Dasar-Dasar Perkreditan, Jakarta, STIE

Perbanas & Gramedia Pustaka Utama, 1995

Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta, Sinar Grafika, 2008

Supramono, Gatot, Perbankan Dan Masalah Kredit, Jakarta, Djambatan, 1995

Tiong, Oey Hoey, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, Jakara, Ghalia Indonesia, 1985

Tjoekam, H. Moh., Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial (Konsep Teknik & Kasus), Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1999


(5)

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2001

Wasis, Perbankan Pendekatan Managerial, Semarang, Satya Wacana, 1980,

Widiyanti, Ninik, dan Y.W. Sunindia, Koperasi dan Perekonomian Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1988

Widyadharma, Ignatius Ridwan, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1997

Wijaya, Gunawan, dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, Rajawali Press, Jakarta, 2001

B. Peraturan Perundang – Undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata S 1847-23

Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182

Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Koperasi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 02

Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 168 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889

Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia Lembaran Negara republik

Indonesia Tahun 2000 Nomor 170 Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4005

C. Makalah dan Karya Tulis

Panggabean, H.P, Efektifitas Penegakan Hukum Terhadap Lembaga Fidusia (Masalah


(6)

Rumiris Ramarito Nainggolan : Kajian Yuridis Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Pada Koperasi…, 2008

Sjahdeni, Sutan Remy, Hak Jaminan Dan Kepailitan, Jakarta, Makalah yang di sampaikan dalam sosialisasi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, 9-10 Mei 2000, hlm 7 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Creditverband,

Gadai, dan Fidusia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991

Sibarani, Bachtiar Aspek Hukum Eksekusi Jaminan Fidusia, Jakarta, Makalah yang disampaikan pada seminar Sosialisasi Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, 2000

D. Internet

http://www.depkumham.go.id/NR/rdonlyres/F93C4144-9EB1-436A-BCA9-01CC876B4D09/0/TATACARAPENDAFTARANFIDUSIA.html, Tata Cara

Pendaftaran, Perubahan, Penghapusan/Pencoretan Sertifikat Jaminan Fidusia Dan Pengajuan Permohonan Sertifikat Pengganti Jaminan Fidusia, 12 Mei