172
Buku Guru Kelas V SD
B. Bertemu Penyanyi Ronggeng dan Meninggalkan Cara Bertapa Menyiksa Diri
Pada suatu hari, serombongan penyanyi ronggeng lewat dekat gubuk
Petapa Siddharta. Sambil berjalan mereka bergurau dan bergembira.
Seorang di antara mereka menyanyi dengan syair sebagai berikut.
“Kalau tali gitar ditarik terlalu keras, talinya putus, lagunya hilang.
Kalau ditarik terlalu kendur, ia tak dapat mengeluarkan suara.
Suaranya tidak boleh terlalu rendah atau keras.
Orang yang memainkannya yang harus pandai menimbang dan mengiranya.” Mendengar nyanyian itu, Petapa Siddharta mengangkat kepalanya dan
memandang dengan heran kepada rombongan penyanyi ronggeng tersebut. Dalam hatinya Ia berkata:
“Sungguh aneh keadaan di dunia ini bahwa seorang Bodhisattva calon Buddha mesti menerima pelajaran dari seorang penyanyi ronggeng. Karena
bodoh, Aku telah menarik demikian keras tali penghidupan sehingga hampir- hampir saja putus. Memang seharusnya Aku tidak boleh menarik tali itu
terlalu keras atau terlalu kendur.” Mendengar syair lagu dari serombongan penyanyi ronggeng tersebut, Petapa
Siddharta kemudian menyadari bahwa cara ini tidak membawanya ke Penerangan Agung. Secara tiba-tiba timbul dalam batinnya, tiga buah perumpamaan yang
sebelumnya tak pernah terpikir. Beliau berpikir;
Pertama: “Kalau sekiranya sepotong kayu diletakkan di dalam air dan seorang
membawa sepotong kayu lain yang biasa digunakan untuk membuat api dengan menggosok-gosoknya dan ia pikir: “Aku ingin membuat api, aku
ingin mendapatkan hawa panas.” Maka, orang ini tidak mungkin dapat membuat api dari kayu yang basah dan ia hanya akan memperoleh keletihan
dan kesedihan. Begitu pula para petapa dan brahmana yang masih terikat kepada kesenangan nafsu-nafsu indra dan batinnya masih ingin menikmatinya
pasti tak akan berhasil.”
Kedua: “Kalau sekiranya sepotong kayu basah diletakkan di tanah yang kering dan
seorang membawa sepotong kayu lain yang biasa digunakan untuk membuat
sumber : passurey.wordpress.com Gambar 4 : Petapa Siddharta mendengar
lagu dari penyanyi ronggeng
173
Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
api dengan menggosok-gosoknya dan ia pikir: “Aku ingin membuat api,
aku ingin mendapatkan hawa panas.” Maka orang ini tidak mungkin dapat
membuat api dari kayu yang basah itu dan ia hanya akan memperoleh
keletihan dan kesedihan. Begitu pula para petapa dan brahmana yang masih
terikat kepada kesenangan nafsu-nafsu indera dan batinnya masih ingin Cara
menikmatinya pasti juga tak akan berhasil.”
Ketiga: “Kalau sekiranya sepotong kayu kering diletakkan di tanah yang kering dan
seorang membawa sepotong kayu lain yang biasa digunakan untuk membuat api dengan menggosok-gosoknya dan ia pikir: “Aku ingin membuat api, aku
ingin mendapatkan hawa panas.” Maka, orang ini pasti dapat membuat api dari kayu yang kering itu. Begitu pula para petapa dan brahmana yang tidak
terikat kepada kesenangan nafsu-nafsu indra dan batinnya juga tidak terikat lagi, petapa dan brahmana itu berada dalam keadaan yang baik sekali untuk
memperoleh Penerangan Agung.”
Setelah merenungkan tiga perumpamaan tersebut Petapa Siddharta mengambil keputusan untuk mengakhiri puasa. Sehabis mandi di sungai dan
ingin kembali ke gubuknya, Petapa Siddharta terjatuh pingsan di pinggir sungai. Waktu siuman, Ia sudah tidak bisa lagi berdiri. Untung pada waktu itu
lewat seorang penggembala kambing bernama Nanda yang melihatnya sedang tergeletak kehabisan tenaga di tepi sungai. Dengan cepat ia memberikan susu
kambing sehingga dengan perlahan-lahan tenaga Petapa Siddharta pulih kembali dan Ia dapat melanjutkan perjalanannya ke gubuk tempat Ia bertapa.
Sejak hari itu, Petapa Siddharta diberi makan air tajin air rebusan beras yang agak kental untuk mengembalikan kekuatan dan kesehatannya. Dalam
waktu yang tidak lama, Petapa Siddharta sudah dapat makan makanan yang lain sehingga kesehatannya pulih kembali.
sumber : survival.indonesia.wordpress.com Gambar 5 : Cara membuat api dari kayu