Pertemuan dengan Sujata Kelas 05 SD Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti Guru
187
Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
agak terkejut waktu pelayannya tergesa-gesa kembali dan memberitahukan: “O, Nyonya, dewa pohon itu sendiri telah datang dari kayangan untuk
menerima langsung persembahan Nyonya. Beliau sekarang sedang duduk bermeditasi di bawah pohon. Alangkah beruntungnya bahwa dewa pohon
berkenan untuk menerima sendiri persembahan Nyonya.”
Sujata gembira sekali mendengar berita tersebut. Setelah makanan selesai dimasak, berangkatlah Sujata ke hutan. Sujata merasa kagum melihat dewa
pohon dengan wajah yang agung sedang duduk bermeditasi. Ia tidak tahu, bahwa orang yang dikira sebagai dewa pohon sebenarnya adalah Petapa
Siddharta. Dengan hati-hati, makanan ditempatkan di mangkuk dan dengan hormat dipersembahkan kepada Petapa Siddharta yang dikira Sujata sebagai
dewa pohon.
Petapa Siddharta menyambut persembahan ini. Setelah habis makan, terjadilah percakapan antara Petapa Siddharta dengan Sujata seperti di bawah
ini. “Dengan maksud apakah engkau membawa makanan ini?”
“Tuanku yang terpuja, makanan yang telah aku persembahkan kepada tuanku adalah cetusan terima kasihku karena Tuan telah meluluskan
permohonanku agar dapat diberi seorang anak laki-laki.” Kemudian, Petapa Siddharta menyikap kain yang menutup kepala bayi
dan meletakkan tangannya di dahinya sambil memberi berkah: “Semoga berkah dan keberuntungan selalu menjadi milikmu. Semoga
beban hidup akan engkau terima dengan ringan. Aku bukanlah dewa pohon, tetapi seorang putra raja yang telah enam tahun menjadi petapa untuk mencari
sinar terang yang dapat dipakai untuk memberi penerangan kepada manusia yang berada dalam kegelapan. Aku yakin dalam waktu dekat ini aku akan
memperoleh sinar terang itu. Dalam hal ini persembahan makanmu telah banyak membantu, karena sekarang badanku menjadi kuat dan segar kembali.
Karena itu, dengan persembahanmu ini, engkau akan mendapat berkah yang sangat besar. Tetapi, adikku yang baik, coba katakan apakah engkau sekarang
bahagia dan apakah penghidupan yang disertai cinta saja sudah memuaskan?”
“Tuanku yang terpuja, karena aku tidak menuntut banyak, hatiku dengan mudah mendapat kepuasan. Sedikit tetesan air hujan sudah cukup untuk
memenuhi mangkuk bunga lily, meskipun belum cukup untuk membuat tanah menjadi basah. Aku sudah merasa bahagia dapat memandang wajah
suamiku yang sabar atau melihat senyum bayi ini. Setiap hari dengan senang hati aku mengurus rumah tangga, memasak, memberi sesajen kepada para
dewata, menyambut suamiku yang baru pulang dari pekerjaan, apalagi sekarang dengan dilahirkannya seorang anak laki-laki yang menurut buku-
buku suci akan membawa berkah kalau kami kelak meninggal dunia. Juga
188
Buku Guru Kelas V SD
aku tahu bahwa kebaikan datang dari perbuatan baik dan kemalangan datang dari perbuatan jahat yang berlaku bagi pada semua orang dan pada setiap
waktu, sebab buah yang manis muncul dari pohon yang baik dan buah yang pahit keluar dari pohon yang penuh racun. Apakah yang harus ditakuti oleh
orang yang berkelakuan baik kalau nanti tiba saatnya mesti mati?”
Mendengar penjelasan Sujata itu, Petapa Siddharta menjawab: “Kau sudah mengajar kepada orang yang seharusnya menjadi gurumu.
Dalam penjelasanmu yang sederhana itu terdapat sari kebajikan yang lebih nyata dari kebajikan yang tinggi: meskipun engkau tidak belajar apa-apa
namun engkau tahu jalan kebenaran dan menyebar keharumanmu ke seluruh pelosok. Sebagaimana engkau sudah mendapat kepuasan, semoga Aku pun
mendapatkan apa yang Aku cari. Aku, yang engkau pandang sebagai seorang dewa, minta didoakan supaya Aku dapat berhasil melaksanakan cita-cita-
Ku.”
“Semoga Tuanku berhasil mencapai cita-cita Tuanku sebagaimana aku mencapai cita-citaku.”
Petapa Siddharta kemudian melanjutkan perjalanannya dengan membawa mangkuk kosong. Ia menuju ke tepi Sungai Neranjara dalam perjalanannya
ke Gaya. Tiba di tepi sungai, Petapa Siddharta melempar mangkuknya ke tengah sungai dengan berkata:
“Kalau memang waktunya sudah tiba, mangkuk ini akan mengalir melawan arus dan bukan mengikuti arus.”
Satu keajaiban terjadi karena mangkuk itu ternyata mengalir melawan arus.