Dilihat dari Tabel 4.4 bahwa dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami peningkatan karena bank yang dikategorikan sehat sebanyak 13
bank pada tahun 2009 dari 12 bank pada tahun 2008 karena memiliki nilai RORA 15,5. Namun hal tersebut berbeda dengan penurunan tarif pajak
tunggal pasal 17 ayat 2a karena jumlah bank yang dikategorikan tetap sebanyak 12 bank. Dapat dilihat pada Tabel 4.3 nilai tertinggi RORA pada
tahun 2010 sebesar 21,73 yang lebih besar dari tahun 2009 sebesar 16,68. Sehingga menjelaskan bahwa kemampuan bank tahun 2010 dalam
mengoptimalkan aktiva beresiko yang dimiliki untuk memperoleh laba kotor mengalami penurunan karena nilai RORA lebih dari 15,5 menyatakan
bank tidak sehat.
c. Management
Penilaian faktor manajemen adalah Net Profit Margin NPM. Net Profit Margin adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengatur
kemampuan bank seberapa efektif dan efisien bank tersebut memanfaatkan potensi yang ada dilihat dari besarnya laba yang diperoleh bank dari
pendapatan yang diterima dalam kegiatan operasionalnya.
Tabel 4.5 Nilai NPM Perusahaan Sampel No.
Nama Bank NPM
2008 2009
2010 1.
Agroniaga 0.2
0.62 0.05
2. ICB Bumiputera
0.27 0.67
1.47 3.
Ekonomi Raharja 17.04
19.26 20.19
4. BCA
29.93 29.69
41.04 5.
BNI 7.35
12.77 18
6. Nusantara Parahyangan
9.48 7.52
10.88 7.
QNB Kesawan 1.49
1.84 8.
Mandiri 19.44
21.95 22
9. CIMB Niaga
6.75 13.86
19 10.
BII 8.09
-0.66 8
11. Windu
1.78 6.36
8.39 12.
Mega 13.56
14.38 23.27
13. Panin Bank
11.67 12.41
13 14.
Saudara 12.43
10.39 13.22
15. Artha Graha
1.82 2.6
5.56 Sumber: Data yang Diolah, 2013
Dari Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa variabel NPM terendah untuk tahun sebelum perubahan tarif pajak tunggal yaitu tahun 2008 adalah
Bank Agroniaga sebesar 0,20 artinya setiap Rp. 1,- pendapatan operasional menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp. 0,002. NPM tertinggi tahun
2008 adalah Bank Central Asia sebesar 29,93 artinya setiap Rp. 1,- pendapatan operasional menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp.
0,2993. Tahun sesudah diberlakukannya tarif pajak tunggal 28 adalah
tahun 2009. Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa variabel NPM terendah untuk tahun sesudah perubahan tarif pajak tunggal adalah BII
sebesar -0,66 artinya setiap Rp. 1,- pendapatan operasional menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp. -0,0066. NPM tertinggi tahun 2008 adalah
Bank Central Asia sebesar 29,69 artinya setiap Rp. 1,- pendapatan operasional menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp. 0,2969.
Penurunan tarif pajak tunggal 28 menjadi 25 adalah tahun 2010. Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa variabel NPM terendah
untuk tahun sesudah penurunan tarif pajak tunggal yaitu tahun 2010 adalah Bank QNB Kesawan sebesar 0,00 artinya setiap Rp. 1,- pendapatan
operasional menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp. 0. NPM tertinggi tahun 2010 adalah Bank Central Asia sebesar 41,04 artinya setiap Rp. 1,-
pendapatan operasional menghasilkan pendapatan bersih sebesar Rp.0,4104. Analisis deskriptif untuk rasio NPM dapat diambil kesimpulan
yaitu, terjadi peningkatan NPM dari tahun 2008 ke tahun 2009. Sehingga pada tahun 2009 NPM lebih baik dibandingkan tahun 2008. Hal ini berarti
tahun 2009 mempunyai kemampuan untuk mendapatkan laba dari kegiatan operasionalnya lebih baik dibandingkan tahun 2008. Saat penurunan tarif
pajak tunggal pasal 17 ayat 2a pada tahun 2010 juga mengalami hal yang sama.
d. Earning