Gambar 2.3. Struktur Kimia Catechin Carbrera et al., 2006 Teh hijau juga dapat menjadi anti Parkinson, dimana pada proses
Parkinson terjadi suatu reaksi dimana L-dopa akan dikonversi menjadi dopamine dan serotonin oleh enzim dopa dekarboksilase. Enzim tersebut ditemukan banyak
terdapat pada orang yang khususnya sedang dalam pengobatan hipertensi dan juga pada penyakit Parkinson ,sehingga mengembangkan obat yang dapat secara
selektif menghambat enzim tersebut menjadi suatu tantangan yang menarik. Dalam Mahmood et al. 2010, dikemukakan bahwa polifenol dalam teh hijau
memiliki efek untuk berikatan dengan enzim tersebut dan bersifat suatu inaktivator yang irreversible sehingga enzim dopa dekarboksilase tidak dapat
berikatan dam memecah L-dopa menjadi dopamine dan serotonin.
2.1.5. Efek Antimikroba Teh Hijau
Polifenol yang terdapat di dalam teh hijau dikatakan dapat menjadi antimikroba dalam Mahmood et al 2010. Namun, tidak dapat dipastikan dengan
jelas spesies apa saja yang dihambat oleh polifenol tersebut. Sebagai contohnya, polifenol dapat menghambat pertumbuhan Helicobacter pylori dan Clostridia spp.,
tetapi tidak efektif dalam menghadapi bakteri laktat dalam intestinal.
Penggunaan antioksidan alami seperti polifenol dalam teh hijau merupakan suatu aspek penting dalam mengurangi kemungkinan infeksi yang ditularkan
melalui makanan. Bakteri-bakteri seperti staphylococcus aureus, vibrio cholera, campylobacter jejuni, staphylococcus epidermidis, dan vibrio mimicus sensitif
terhadap polifenol. Namun, pada penelitian didapatkan bahwa bakteri gram positif lebih sensitif daripada bakteri gram negatif Mahmood et al., 2010.
2.1.6. Metode Ekstraksi Soxhletasi
Metode ekstraksi daun teh dilakukan dengan metode soxhletasi, yaitu suatu metode ekstraksi secara berkesinambungan dengan menggunakan pelarut
yang murni. Metode ini memberikan keuntungan bahwa cairan ekstraksi yang dibutuhkan lebih sedikit dan memberikan hasil ekstrak yang lebih pekat. Namun,
kerugian dari metode ini adalah membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu sampai beberapa jam dan tidak cocok untuk mengekstraksi zat yang tidak tahan
terhadap pemanasan Voight, 1994 dan Anonim, 1986. Pada soxhletasi, daun teh yang akan diekstraksi diletakkan dalam kertas
saring Whatman No.1 di bagian dalam alat ekstraksi dan gelas yang bekerja berkesinambungan. Wadah gelas yang mengandung kertas saring tersebut
diletakkan di antara labu penyulingan dengan pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi ethanol, yang
menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik
keluar zat yang akan diekstraksi. Larutan kemudian akan berkumpul di dalam wadah gelas, setelah mencapau tinggi maksimalnya secara otomatis dipindahkan
ke dalam labu Putri, 2008. Proses di atas dilangsungkan beberapa kali sirkulasi sampai terekstraksi
dengan sempurna yang ditandai dengan cairan ekstrak yang jernih. Cairan ekstrak tersebut kemudian dimasukkan dalam Rotaric evaporator untuk membuat cairan
ekstraksi semakin pekat dan menguapkan pelarutnya. Kemudian hasil ekstraksi disimpan dalam botol steril berwarna coklat dalam suhu kamar 25
o
C dan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi oleh sinar matahari Rahayu et al., 2009.
2.2. Bakteri
Bakteri berasal dari bahasa Latin bacterium jamak, bacteria adalah mikroorganisme yang kebanyakan uniseluler bersel satu, dengan struktur yang
lebih sederhana Tamher, 2008. Bakteri dapat dibagi menjadi dua berdasarkan pewarnaan gram yaitu
bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif merupakan bakteri yang dapat mempertahankan zat warna primer yaitu kristal karbon ungu,
sedangkan bakteri gram negatif adalah bakteri yang mampu melepas zat warna primer dan mengikat zat warna sekunder safranin Kumala, 2006. Contoh
bakteri gram positif adalah Staphylococcus, Streptococcus, Bacillus, Corynebacterium, Listeria, dan lain-lain. Bakteri gram negatif contohnya seperti
Neisseriaceae, Escherichia, Shigella, Klabsiella, Salmonella, Vibrio, Pseudomonadaceae, Haemoplilus, Bordetella, Brucella Lucky et al., 1994.
2.2.1. Staphylococcus aureus
Taksonomi dari bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut : Soemarno, 2000 :
Ordo: Eubacteriales Famili: Micrococcacea
Genus: Staphylococcus Spesies: Staphylococcus aureus
Stapylococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus bulat, berdiameter sekitar 1 mikron tersusun dalam kelompok yang tidak teratur seperti
kelompok buah anggur. Bakteri ini dapat dibiakkan baik pada keadaan aerob maupun anaerob dan bersifat tidak bergerak, tidak berkapsul, dan tidak berspora.
Kayser et al., 2005. Suhu optimal bagi bakteri Staphylococcus untuk berkembang adalah pada
suhu 37
o
C, tetapi suhu optimal bagi bakteri ini untuk menghasilkan pigmen adalah pada suhu kamar 20-25
o
C. Pada media agar, bakteri tersebut memiliki karakteristik koloni berbentuk bulat, diameter 1-2 mm, cembung, buram,
mengkilat dan konsistensinya lunak. Warnanya yang khas adalah kuning atau coklat keemasan. Jawetz, 2007
Gambar. 2.4. Koloni Staphylococcus aureus Kayser et al., 2005
Gambar. 2.5. Staphylococcus aureus dilihat dengan mikroskop elektron Food Doctors, 2008
Stapylococcus ditemukan sebagai flora normal pada kulit, saluran pernapasan, dan saluran cerna manusia. Stapylococcus aureus merupakan
penyebab infeksi piogenik kulit yang paling sering dan juga merupakan spesies yang paling patogen. Bakteri tersebut mampu menimbulkan penyakit-penyakit
yang berspektrum luas pada manusia dimulai dari penyakit yang disebabkan oleh toxin, seperti toxic shock syndrome, sampai dengan penyakit-penyakit yang
mematikan seperti septicemia, endocarditis, pneumonia, dan osteomyelitis. Nickerson et al., 2009
Tabel 2.2. Jenis-Jenis dan Karakteristik Staphylococcus spp. yang Sering Menyerang Manusia Kayser et al., 2005
Stapylococcus dapat menyebabkan penyakit baik melalui kemampuannya untuk berkembang biak dan menyebar luas di jaringan serta dengan cara
menghasilkan berbagai substansi ekstraseluler. Beberapa substansi tersebut adalah: Jawetz, 1997 dan Sherris et al., 2004
a. Katalase Stapylococcus menghasilkan katalase, yang mengubah hidrogen peroksida
menjadi air dan oksigen b. Koagulase dan Faktor Pengumpal
Stapylococcus menghasilkan koagulase, suatu protein mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang mengandung oksalat atau sitrat
.
Memproduksi koagulase dianggap sama dengan memiliki potensi menjadi patogen invasif.
Faktor koagulasi adalah kandungan permukaan Staphylococcus aureus yang berfungsi melekatkan organisme ke fibrin atau fibrinogen. Bila berada di
dalam plasma, Stapylococcus aureus membentuk gumpalan.
c. Enzim lain Enzim-enzim lain yang dihasilkan oleh staphylococcus antara lain adalah
hialuronidase, atau faktor penyebar. d. Eksotoksin
Alfa toksin merupakan protein heterogen yang bekerja dengan spektrum luas pada membrane sel eukariot. Alfa toksin merupakan hemolisin yang kuat.
Beta toksin dapat menguraikan sfingomielin sehingga toksin untuk berbagai sel, termasuk sel darah merah manusia. Delta toksin melisiskan sel darah merah
manusia dan hewan. Lamda toksin bersifat heterogen dan terurai menjadi beberapa subunit pada deterjen non ionik. Toksin tersebut mengganggu membrane
biologik dan dapat berperan pada penyakit diare akibat Staphylococcus aureus. e. Leukosid
Toksin Staphylococcus aureus ini memiliki dua komponen. Leukosid dapat membunuh sel darah putih manusia dan kelinci. Kedua komponen tersebut
bekerja secara sinergi pada membran sel darah putih membentuk pori-pori dan meningkatkan permeabilitas kation.
f. Toksin Eksfoliatif Toksin ini menyebabkan pemisahan interseluler lapisan epidermis antara
stratum spinosum dan stratum granulosum, mungkin melalui disrupsi tautan interseluler. Terdapat dua varian toksin eksoliatif, yaitu varian yang bersifat
antigenik pada manusia dan varian yang bertindak sebagai antibodi yang memberi efek anti toksik terhadap toksin itu sendiri.
g. Enterotoksin Enterotoksin merupakan penyebab penting dalam keracunan makanan;
enterotoksin dihasilkan bila Staphylococcus aureus tumbuh di makanan yang mengandung karbohidrat dan protein. Enterotoksin juga tahan terhadap panas dan
resisten terhadap kerja enzim usus.
Gambar 2.6. Struktur Staphylococcus aureus Lowy, 1998
2.2.2. Escherichia coli