Gambar 2.2. Struktur Kimia Flavonoid Mahmood et al.,2010 Dari senyawa-senyawa polifenol tersebut, flavanol atau yang dikenal
dengan catechin, merupakan senyawa yang memyumbangkan berat 20-30 dari daun teh yang kering. Senyawa catechin tidak berwarna, larut dalam air, dan
berfungsi untuk memberikan rasa pahit pada teh. Modifikasi pada catechin dapat mengubah warna, aroma, dan rasa pada teh. Sebagai contoh, pengurangan kadar
catechin dalam teh dapat menambah kualitas aroma dari suatu teh Mahmood et al., 2010.
Selain flavanol, ada juga senyawa yang disebut dengan flavonol. Quercetin, myricetin, dan kaemferol merupakan contoh flavonol utama yang
menjadi ekstrak cair dari suatu teh. Flavonol biasanya ditemukan dalam bentuk glycosidic karena bantuk yang non-glycosidic tidak dapat larut dalam air. Selain
itu, di dalam teh juga terdapat zat kafein Mahmood et al., 2010 dan Turkoglu et al., 2010.
2.1.4. Efek Biologis Teh Hijau
Semua makhluk hidup baik manusia, hewan, dan tumbuhan setiap harinya rentan terpapar dengan kerusakan yang bersifat oksidatif di lingkungan. Salah satu
efek biologis teh hijau adalah bekerja sebagai antioksidan. Kerusakan oleh karena proses oksidasi berasal dari peningkatan radikal bebas baik yang secara endogen
proses inflamasi, maupun secara eksogen radiasi, polusi, dan asap rokok.
Radikal bebas merupakan senyawa oksigen yang tidak stabil ditandai dengan adanya elektron-elektron yang tidak berpasangan. Penelitian oleh Naghma Khan
dan Hasan Mukhtar 2007 menunjukkan bahwa sediaan teh hijau dapat menangkap Reactive Oxygen Species ROS seperti oksigen yang tidak
berpasangan, radikal superoksida, radikal hydroksil, oksida nitrat, peroksinitrit, dan nitrogen dioksida sehingga mengurangi kerusakan pada protein, membran
lipid, dan asam nukleat pada sel. Teori radikal bebas menunjukkan bahwa stress oksidatif dan paparan lama
terhadap radikal bebas dapat mempercepat proses degenerasi seperti degenerasi neuronal. Parkinson dan penyakit-penyakit kardiovaskular merupakan keadaan
dimana terdapat ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Teh hijau memiliki kemampuan untuk melindungi lipid dalam serum dan protein dari stress
oksidatif yang dapat mempercepat proses penuaan. Selain itu, teh hijau juga menurunkan penanda kerusakan oksidatif pada DNA yaitu 8-oxodeoxyguanosine
8-oxodG di ginjal dan serebrum, sehingga dikatakan memiliki efek untuk mencegah proses penuaan secara dini Mahmood et al., 2010.
Senyawa-senyawa utama yang berperan sebagai pelindung kimiawi dalam teh hijau adalah stuktur kompleks flavonoid seperti epigallocatechin gallate
EGCG, epicatechin gallate ECG, dan epigallocatechin EGC. Akhir-akhir ini, catechin di dalam teh hijau dipercayai dapat mencegah terjadinya kanker dengan
struktur dan fungsi yang sama dengan chaperone.
Gambar 2.3. Struktur Kimia Catechin Carbrera et al., 2006 Teh hijau juga dapat menjadi anti Parkinson, dimana pada proses
Parkinson terjadi suatu reaksi dimana L-dopa akan dikonversi menjadi dopamine dan serotonin oleh enzim dopa dekarboksilase. Enzim tersebut ditemukan banyak
terdapat pada orang yang khususnya sedang dalam pengobatan hipertensi dan juga pada penyakit Parkinson ,sehingga mengembangkan obat yang dapat secara
selektif menghambat enzim tersebut menjadi suatu tantangan yang menarik. Dalam Mahmood et al. 2010, dikemukakan bahwa polifenol dalam teh hijau
memiliki efek untuk berikatan dengan enzim tersebut dan bersifat suatu inaktivator yang irreversible sehingga enzim dopa dekarboksilase tidak dapat
berikatan dam memecah L-dopa menjadi dopamine dan serotonin.
2.1.5. Efek Antimikroba Teh Hijau