B. PERATURAN – PERATURAN MENGENAI POLUSI UDARA YANG TERDAPAT DI NEGARA – NEGARA ASEAN
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang
Berkaitan dengan Kebakaran hutan dan atau Lahan Selama ini penanganan kebakaran hutan dan lahan dianggap masih bersifat
reaktif, parsial, tidak komprehensif dan jangka pendek. Hampir dapat dipastikan, pendekatan ini tidak akan memecahkan muara persoalan yang menyebabkan serta
memicu kebakaran hutan dan lahan yang dialami Indonesia. Sejak bencana kebakaran hutan yang terjadi awal dekade ini, berbagai
studi dan kajian serta bantuan dari berbagai negara sebenarnya telah dilakukan. Namun pemerintah sampai saat ini tidak mampu memanfaatkan serta
mengoptimalkan berbagai hasil kajian dan bantuan UNDP. Di sisi lain, UU kehutanan No. 41 tahun 1999 tidak memberikan perhatian
yang memadai bagi upaya penanggulangan kebakaran hutan secara terintegrasi. Sebagai contoh, larangan membakar hutan yang terdapat dalam UU kehutanan
ternyata dapat dikecualikan untuk tujuan – tujuan khusus sepanjang mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang pasal 50 ayat 3 huruf d. Pasal ini jelas – jelas
membuka peluang dihidupkannya kembali pembukaan lahan dengan cara pembakaran land clearance by burning.
Dari sini saja dapat kita simpulkan bahwa kita masih memerlukan suatu peraturan yang lebih tegas dalam menjawab masalah tentang kebakaran hutan.
Perbedaan yang paling jelas antara UU Kehutanan No. 41 tahun 1999 dengan PP
Universitas Sumatera Utara
No. 4 tahun 2001 dapat kita lihat dalam pasal 11, yang berbunyi sebagai berikut :
44
Selain itu juga lebih diambil tindakan – tindakan pencegahan kebakaran hutan seperti yang tercantum dalam pasal 12 dan pasal 13. pasal 12 berbunyi
sebagai berikut :
“Setiap orang dilarang melakukan pembakaran hutan dan atau lahan.”
45
Pasal 13 berbunyi sebagai berikut :
“ Setiap orang berkewajiban mencegah terjadinya kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan
atau lahan.”
46
Selain adanya tindakan pencegahan terdapat juga peraturan yang menyatakan kewajiban untuk membayar ganti rugi bagi yang melanggar ketentuan
pasal 11, pasal 12, dan pasal 13 sehingga menimbulkan akibat kerusakan dan atau pencemaran lingkungan.
“ Setiap penanggung jawab usaha yang usahanya dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup
yang berkaitan dengan kebakran hutan dan atau lahan wajib mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan di lokasi usahanya.”
47
Walaupun begitu penetapan besarnya ganti rugi belumlah ditetapkan karena akan diatur secara tersendiri dengan peraturan
pemerintah.
48
44
Pasal 11, Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.
45
Pasal 12, Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2001
46
Pasal 13, Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2001
47
Pasal 49 ayat 1, Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2001
48
Pasal 49 ayat 3, Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 2001
Universitas Sumatera Utara
2. Malaysia Environmental Quality Act 1974 Rencana kerja hukum Malaysia dalam mengendalikan kebakaran hutan
dan polusi asap mencakup denda keras bagi pembakaran hutan yang dilakukan tanpa izin, walaupun hal ini tidak selalu dilaksanakan di daerah – daerah yang
terpencil. Jalan dan infrastruktur komunikasi untuk mencapai daerah yang akan dibuka biasanya dalam kondisi yang sangat baik, hingga sangat menunjang
jalannya kapasitas pemberlakuan peraturan tersebut. Melihat bahwa Malaysia sedang berada dalam proses menguatkan
kapasitas itu untuk mencegah pembakaran tanpa izin, bahwa Malaysia juga mendekati akhir dari proses pembaharuan daerah, baik rencana kerja secara
hukum maupun secara institusional untuk menghadapi masalah kebakaran hutan dan polusi asap nampaknya sangat efektif dalam menghadapi ancaman adanya
kebakaran hutan. Nampaknya tidak ada inkonsistensi antara rencana kerja hukum dan institusionalnya dalam menghadapi maslah itu.
Salah satu hal yang patut dipuji di dalamnya adalah adanya kebijakan tegas tanpa terdapat pengecualian tentang pelarangan pembukaan lahan tanpa
pembakaran. Ancaman hukuman bagi pelanggar pasal ini baik bagi pemilik maupun penggarap
lahan adalah 500.000 Ringgit dan atau 5 tahun penjara.
3. Singapore Environmental Pollution Control Air Impurities 2000 Sebagai suatu negara modern yang padat, hutan alami Singapore hanya
terdiri dari beberapa hektar saja. Kebanyakan infrastruktur manajemen kebakaran
Universitas Sumatera Utara
Singapore ditujukan bagi kebakaran strukural dan bukanlah kebakaran hutan. Industri – industri dan pusat pembangkit tenaga diperlengkapi dengan peralatan
pengendalian polusi agar sejalan dengan standar emisi udara yang diperbolehkan. Standar emisi udara ini telah diperbaiki dan dispesifikasi dalam Environment
Pollution Control 2000 ini, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. Peraturan ini akan menggantikan Clean Air standards regulations, yang telah
berlaku sejak tahun 1978. Industri yang telah ada akan diberikan waktu selama 3 tahun untuk menyesuaikan
standar emisi dari peralatan yang mereka miliki sesuai dengan standar yang baru ini.
4. Philipina
Selain pencegahan terhadap polusi udara lintas batas negara yang disebabkn oleh kebakaran hutan, philpina juga membentuk badan – badan yang
bergerak dalam hal pencegahan pencemaran dan perlindungan lingkungan hidup di philipina. Salah satunya adalah National Environmental Protection Council
NEPC
49
a. Mengadakan rasionalisasi fungsi lembaga – lembaga pemerintah yang
ditugaskan untuk melindungi lingkungan hidup dan untuk menegakkan hukum yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
yang berfungsi sebagai berikut :
b. Merumuskan kebijaksanaan dan mengeluarkan pedoman guna penetapan baku
mutu lingkungan dan analisis mengenai dampak lingkungan.
49
Koesnadi Hardjasoemantri, Loc. Cit., hal. 466
Universitas Sumatera Utara
c. Mengajukan rancangan peraturan perundang – undangan baru atau perubahan
atas peraturan perundang – undangan yang ada guna menghadapi perubahan – perubahan dalam keadaan lingkungan hidup.
d. Menilai analisis mengenai dampak lingkungan dari proyek – proyek yang
diajukan oleh lembaga pemerintahan. e.
Memonitor proyek – proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta guna memperoleh kepastian apakah pelaksanaan
proyek – proyek tersebut sejalan dengan prioritas lingkungan hidup yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
f. Mengadakan konferensi – konferensi mengenai masalah – masalah yang
berkaitan dengan kepentingan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP