13
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.
16
Suatu teori harus diuji menghadapkannya kepada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.
17
Teori diperlukan untuk mengembangkan suatu bidang suatu kajian hukum tertentu. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuan dalam penerapan aturan hukum. Didalam teori ini mempunyai pandangan bahwa hukum bukan hanya
merupakan kumpulan norma-norma abstrak atau suatu tertib hukum tetapi juga merupakan suatu proses untuk mengadakan keseimbangan antara kepentingan-
kepentingan yang saling bertentang dan menjamin pemuasan kebutuhan maksimal dengan pengorbanan yang minimal, dimana peraturan yang berlaku harus dipatuhi
dan dijalankan demi terciptanya suatu ketertiban dengan tidak melanggar suatu ketentuan tersebut.
Menurut Tyler Saleh, 2004 terdapat dua perspektif dalam literatur sosiologi mengenai kepatuhan kepada hukum, yang disebut instrumental dan normatif.
Kepatuhan berasal dari kata patuh, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, patuh artinya suka dan taat kepada perintah atau aturan, dan berdisiplin.
16
J J M. Wuisman, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal. 203.
17
Ibid, hal 204.
Universita Sumatera Utara
14
Bahwa tentang hubungan kontraktual para pihak pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan dengan masalah keadilan.
18
Upasianus menggambarkan keadilan sebagai “justitia est constans et pertua voluntas ius suum cuique tribuendi” keadilan adalah kehendak yang terus menerus dan tetap
memberikan kepada masing-masing apa yang menjadi haknya.
19
Rumusan ini dengan tegas mengakui hak masing-masing person terhadap lainnya serta apa yang
seharusnya menjadi bagiannya, demikian pula sebaliknya. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau
petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan
secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami mengenai tanggung jawab notaris terhadap akta fidusia yang dibuat setelah terbit
Permenkumham Nomor 8 Tahun 2013 Tentang fidusia elektronik dan untuk mengetahui Konsekuensi yuridis yang ditanggung oleh notaris dengan lahirnya
Permenkumham Nomor 8 Tahun 2013 Tentang fidusia elektronik. Teori dalam penulisan tesis ini menggunakan teori sistem yang di dalamnya
terdapat asas-asas hukum yang terpadu yang membentuk tertib hukum terhadap hukum jaminan. Asas-asas hukum itu terdapat dalam hukum benda dan hukum
perjanjian. Salah satu asas hukum dalam hukum jaminan kebendaan adalah asas publisitas yang artinya bahwa semua hak yang dijadikan sebagai jaminan harus
18
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2010, hal. 47.
19
O. Notohamidjojo, Masalah Keadilan, Tirta Amerta, Semarang, 1971, Hal. 18-19.
Universita Sumatera Utara
15
didaftarkan, yang maksudnya agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda yang dijadikan jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Sedangkan dalam
hukum jaminan adalah asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, kepastian hukum dan asas kekuatan mengikat. Asas hukum ini menjadi fundamen dan akar
hukum jaminan. Mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia dalam penulisan tesis ini juga
menggunakan kerangka teori sebagai pisau analitis yakni asas publisitas dan kepastian hukum. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian
hukum guna mewujudkan ketertiban tata cara pelaksanaan pendaftaran fidusia melalui jalur elektronik internet. Menurut Radburch menyatakan tentang kepastian
hukum adalah sebagai berikut: “The existence of a legal orders is more important than it’s justice and
expediency, which constitute the second great task of the law, while the first, equally approved by all, is legal certainly, that is order or peace”.
20
eksistensi suatu legal order adalah lebih penting dari pada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum,
sementara yang pertama sama-sama diakui oleh seluruhnya adalah kepastian hukum, yakni ketertiban dan ketentraman.
Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa: “Legal certainty not only requires the validity of legal rules laid down by
power, it also makes demand on their contents, it demands that the law be capable of being administered with certainy, that it be practicable”.
21
kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum
20
Lihat Radbruch, “Legal Philosophy” dalam Wilk Kurt, ”The legal Philosophies of lask”, Radbruch and Dabin, USA: Harvard University Press, 1950, dikutip dalam Endang Purwaningsih,
”Perkembangan Hukum Intellectua Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komperatif Hukum Paten”, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005, hal. 206.
21
Ibid, hal. 206.
Universita Sumatera Utara
16
yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya, dapat diadministrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan.
Menurut Award, sistem diartikan sebagai hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur anorganized, functioning
relationship among units or components.
22
Selanjutnya menurut Mariam Darus suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di
atas mana dibangun tertib hukum.
23
Sebagaimana perjanjian hutang lainnya, seperti perjanjian gadai, hipotik, hak tanggungan, maka perjanjian fidusia juga merupakan suatu perjanjian assesoir
perjanjian buntutan. Maksudnya adalah perjanjian assesoir itu tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikutimembuntuti perjanjian lainnya yang merupakan
perjanjian pokok. Dalam hal ini, yang merupakan perjanjian pokok adalah perjanjian hutang piutang.
24
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal.
25
Dikatakan jaminan secara umum juga oleh karena tidak ada perikatan secara khusus yang dibuat antara kreditur dan debitur untuk mengikat
suatu benda sebagai jaminan. Tanggungan atas segala perikatan seseorang disebut
22
Award,Elis M, dalam Ok. Saidin, Aspek Hukum Haki, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2004, hal. 19.
23
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung: Alumni, 1983, hal. 15.
24
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Cetakan Kedua Revisi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 19.
25
R. Subekti, ”Hukum Perjanjian”, Intermasa, Jakarta, 1976, hal. 1.
Universita Sumatera Utara
17
jaminan secara umum sedangkan tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang disebut sebagai jaminan secara khusus.
26
Pada prinsipnya, sistem hukum jaminan terdiri dari jaminan kebendaan Zakelijkezekerheids dan jaminan perorangan Persoonlijkezekerheids. Jaminan
kebendaan termasuk jaminan fidusia mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat
melekat serta mengikuti benda-benda yang bersangkutan. Karakter kebendaan pada Jaminan Fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat 2, Pasal 20, Pasal 27 UUJF.
Dengan karakter kebendaan yang dimiliki Jaminan Fidusia, penerima fidusia merupakan kreditur yang preferen dan memiliki sifat zaaksgevolg. Dengan demikian,
dapat dipastikan bahwa Jaminan Fidusia memiliki identitas sebagai lembaga jaminan yang kuat dan akan digemari oleh para pemakainya.
27
Pemberi fidusia dilakukan dengan Constitutum Possessorium yang artinya penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik benda sama sekali.
Pasal 1334 KUHPerdata menyebutkan suatu syarat bagi benda agar dapat menjadi objek suatu perjanjian, yaitu benda itu harus tertentu.
28
Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 UUJF mewajibkan benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia
yang terletak di Indonesia. Pendaftaran itu memiliki arti yuridis sebagai suatu
26
Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 14.
27
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2006, hal. 21-22.
28
Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Bandung, Mandar Maju, 2000, Hal. 21
Universita Sumatera Utara
18
rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia. Selain itu, Pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan
kepastian hukum.
29
Jaminan Fidusia. Secara teoritis fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum formalitas causa dan sebagai alat bukti. probationis causa.
30
Jaminan Fidusia bersifat perorangan maksudnya adalah jaminan itu tidak memiliki hak kebendaan, tidak memiliki hak mendahului atas benda-benda tertentu. Jaminan
itu hanya menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap kekayaan debitur seumumnya.
31
2. Konsepsi