2. Resin akrilik swapolimerisasi yaitu resin akrilik yang mengandung amin tersier atau dimetil-p-toluidin sebagai akselerator kimia untuk mempercepat
proses polimerisasi. Bahan ini memiliki kekuatan dan stabilitas warna yang kurang jika dibandingkan dengan resin akrilik polimerisasi panas. Resin
akrilik swapolimerisasi biasanya digunakan untuk basis gigitiruan sementara, crown atau bridge sementara, serta reline dan rebase basis
gigitiruan.
3,21
3. Resin akrilik polimerisasi panas yaitu resin akrilik yang menggunakan proses pemanasan untuk proses polimerisasi. Resin akrilik polimerisasi
panas memiliki kekuatan yang paling besar, sehingga resin ini banyak digunakan dalam pembuatan hampir semua basis gigitiruan.
3,21
2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas
Resin akrilik polimerisasi panas merupakan polimer yang paling banyak digunakan sebagai bahan basis gigitiruan untuk pembuatan basis gigitiruan saat ini
karena memiliki estetis yang baik, ekonomis, mudah dimanipulasi, dan memiliki sifat fisis dan mekanis yang cukup baik.
3,22
Proses polimerisasi resin ini adalah dengan pengaplikasian panas. Energi termal yang dibutuhkan untuk proses polimerisasinya
adalah dengan menggunakan pemanasan air di dalam waterbath dan atau dapat juga dengan menggunakan pemanasan gelombang mikro microwave.
2,23
2.2.1 Komposisi
Resin akrilik polimerisasi panas tersedia dalam bentuk bubuk dan cairan. Komponen yang terkandung dalam bubuk dan cairan resin akrilik polimerisasi panas
adalah:
21,22,24
a. Bubuk Polimer: partikel- partikel berbentuk beads berisi polimetilmetakrilat
Inisiator: benzoil peroksida 0,5 - 1,5 Pigmen: garam kadmium atau pigmen organik
Opacifier: zinc atau titanium oksida
b. Cairan Monomer: metilmetakrilat
Inhibitor: Hidrokuinon 0,003 – 0,1
Cross- linking agent: glikol dimetakrilat
2.2.2 Manipulasi
Resin akrilik polimerisasi panas diproses dalam sebuah kuvet dengan menggunakan teknik compression molding. Hal- hal yang harus diperhatikan saat
melakukan manipulasi resin akrilik polimerisasi panas antara lain: a. Perbandingan polimer dan monomer
Pencampuran bubuk dan cairan menggunakan perbandingan volume 3:1 atau perbandingan berat 2:1.
2
b. Pencampuran Pada saat pencampuran, bubuk ditambahkan ke dalam cairan secara
perlahan sampai seluruh bubuk terbasahi oleh cairan. Setelah bubuk dan cairan dicampurkan hingga homogen, terdapat beberapa tahapan yang
terjadi, yaitu:
2,21
1. Wet sand stage sandy stage: polimer secara bertahap bercampur dengan monomer seperti pasir basah.
2. Sticky stage: pada tahap ini monomer sudah berpenetrasi dengan polimer. Monomer melarutkan polimer dan membentuk massa yang lengket dan
berserabut ketika ditarik. 3. Dough stage: massa berbentuk seperti adonan dan halus. Massa bersifat
homogen dan tidak melekat pada dinding wadah. Pada tahap ini massa dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam mold.
4. Rubbery stage: tidak terdapat monomer lagi, baik oleh karena penguapan ataupun oleh penetrasi yang lebih lanjut dari polimer. Massa menjadi
lebih kohesif dan rubber-like. Pada tahap ini, massa tidak plastis lagi dan tidak dapat dimasukkan ke dalam mould.
5. Stiff stage: resin akrilik sudah kaku dan tidak dapat dibentuk lagi.
c. Pengisian Setelah adonan mencapai dough stage, adonan dimasukkan ke dalam mold.
Kemudian, pres hidrolik dilakukan sebanyak dua kali agar mold terisi dengan padat. Pada pres pertama, tekanan yang diberikan sebesar 1000 psi,
resin yang berlebih dibuang. Setelah itu, pres kedua diberikan tekanan 2200 psi, kemudian kuvet dikunci. Selanjutnya, kuvet dibiarkan pada suhu kamar
selama 30-60 menit.
23
d. Kuring Kuvet dipanaskan menggunakan waterbath pada suhu 70
o
C selama 90 menit dan dilanjutkan dengan suhu 100
o
C selama 30 menit.
25
2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan