Patogenitas Streptococcus mutans Patogenitas Shigella dysenteriae

besar, berdinding tebal, terminal, dan memiliki chlamydospore Chander, 2002. Ukuran sel C. albicans 2-5µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28,5 µ tergantung pada umurnya. Spesies Candida dapat dibedakan berdasarkan kemampuan fermentasi dan asimilasi terhadap larutan glukosa, maltosa, sakrosa, galaktosa dan laktosa Suprihatin, 1982. Penambahan 0,1 g klorida tetrazolium triphenyl TTC untuk 100 ml medium sangat memudahkan identifikasi dari genus Candida karena koloni ragi menghasilkan warna yang berbeda seperti putih, mawar merah dan violet Safitri dan Sinta, 2010. Sedangkan pada agar CHROM candida, koloni C. albicans adalah memiliki karakteristik dengan koloni berwarna hijau muda ke hijau kebiruan Chander, 2002. Menurut Alexopoulos dan Mims 1979, taksonomi C. albicans adalah sebagai berikut: Kingdom : Fungi Divisi : Amastigomycota Sub Divisi : Deuteromycotina Kelas : Deuteromycetes Ordo : Cryptococcales Famili : Cryptococcaceae Genus : Candida Spesies : Candida albicans Gambar 2.3.a. Koloni C. albicans pada media Salt-Dextrose Complete SDC b. Sel C. albicans secara mikroskopis Berman dan Peter, 2002

2.4. Patogenitas Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri dominan penyebab karies pada gigi. Karies gigi kavitasi Gambar 2.4. adalah daerah yang membusuk di dalam gigi, terjadi akibat suatu proses bertahap yang dapat melarutkan email permukaan gigi a b Universitas Sumatera Utara sebelah luar yang keras dan terus berkembang ke bagian dalam gigi sehingga pada akhirnya menyebabkan gigi tanggal Yulia, 2006. Gigi merupakan tempat bagi menempelnya mikroba. Ada dua spesies bakteri yang dijumpai berasosiasi dengan permukaan gigi yaitu S. sanguins dan S. mutans yang merupakan penyebab utama kerusakan gigi, atau pembusuk gigi. Tertahannya kedua spesies ini pada permukaan gigi merupakan akibat sifat adhesif baik dari glikoprotein liur maupun dari polisakarida bakteri. Sifat menempel ini sangat penting bagi kolonisasi bakteri di dalam mulut. Glikoprotein liur mampu menyatukan bakteri-bakteri tertentu dan berikatan pada permukaan gigi. S. mutans maupun S. sanguins menghasilkan polisakarida ekstraseluler yang disebut dekstran yang bekerja sebagai zat perekat, mengikat sel-sel bakteri menjadi satu dan juga melekatkan diri pada permukaan gigi. Tertahannya bakteri dapat juga terjadi karena terperangkapnya secara mekanis di celah-celah gusi atau di dalam lubang atau retakan gigi Irianto, 2002. Gambar 2.4. Karies Gigi Hale, 2004

2.5. Patogenitas Shigella dysenteriae

Penyakit yang disebabkan oleh Shigella ditularkan melalui makanan atau air. Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler yang menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri. Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3-5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah dapat terjadi selama 3-4 minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi Zein dkk., 2004. Universitas Sumatera Utara Shigella dysenteriae Shiga bacillus sering menyebabkan penyakit serius dan komplikasi berat seperti toksik megakolon dan sindroma uremia hemolitik, angka kematian rata-rata dari kasus berat mencapai 20 dari kasus yang dirawat dirumah sakit tahun belakangan ini. Penularan penyakit ini dapat terjadi setelah menelan organisme dalam jumlah yang sangat kecil. Penderita dapat menularkan penyakit kepada orang lain secara langsung dengan kontak fisik atau tidak langsung melalui kontaminasi makanan dengan tinja, air dan susu dapat menjadi sumber penularan karena terkontaminasi langsung dengan tinja serta serangga dapat menularkan organisme dari tinja ke makanan yang tidak tertutup Chin, 2000.

2.6. Patogenitas Candida albicans

Dokumen yang terkait

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Batang dan Daun Evodia (Euodia ridleyi Horch.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae dan Candida albicans Secara In Vitro

0 0 13

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Batang dan Daun Evodia (Euodia ridleyi Horch.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae dan Candida albicans Secara In Vitro

0 0 2

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Batang dan Daun Evodia (Euodia ridleyi Horch.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae dan Candida albicans Secara In Vitro

0 0 3

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Batang dan Daun Evodia (Euodia ridleyi Horch.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae dan Candida albicans Secara In Vitro

0 0 10

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Batang dan Daun Evodia (Euodia ridleyi Horch.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae dan Candida albicans Secara In Vitro

2 4 5

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Batang dan Daun Evodia (Euodia ridleyi Horch.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans, Shigella dysenteriae dan Candida albicans Secara In Vitro

0 0 13

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Bunga Tahi Ayam (Tagetes Erecta Linn.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans, Shigella Dysenteriae dan Candida Albicans Secara In Vitro

0 0 11

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Bunga Tahi Ayam (Tagetes Erecta Linn.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans, Shigella Dysenteriae dan Candida Albicans Secara In Vitro

0 0 2

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Bunga Tahi Ayam (Tagetes Erecta Linn.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans, Shigella Dysenteriae dan Candida Albicans Secara In Vitro

1 3 3

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun dan Bunga Tahi Ayam (Tagetes Erecta Linn.) terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans, Shigella Dysenteriae dan Candida Albicans Secara In Vitro

0 0 11