Pengelompokan Batik Pada Zaman Penjajahan Belanda

78

b. Pengelompokan Batik

Batik pada hakikatnya dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu: 1. Motif batik yang berinduk pada wahana budaya dan alam pikiran Jawa yang mengetengahkan ragam hias sebagai simbol dan falsafah yang berasal dan dikembangkan oleh kerajaan-kerajaan di Jawa, oleh sebab itu batik dalam kelompok ini sering disebut dengan istilah “batik Keraton”, “batik Solo-Yogya” atau “batik klasik”. Ungkapan corak cenderung simbolis, statis dan magis, baik pada penataannya di atas permukaan bidang kain maupun pewarnaannya. Jumlah warnanya pun terbatas pada coklat soga dan biru nila di atas latar putih atau putih gading ; dan 2. Motif batik yang lebih bebas dan mandiri dalam pengungkapannya, tidak terikat pada alam pikiran atau filsafat tertentu. Ragam hias seperti ini tumbuh dan berkembang di luar batas-batas dinding keraton, khususnya di daerah pesisir utara Jawa. Warnanya tidak terbatas pada coklat dan biru melainkan juga menerapkan merah, hijau, kuning. Batik dalam gaya ini lazim disebut dengan istilah “Batik Pesisiran” Yayasan Taman Mini Indonesia Indah, 1997: 42-44. Dari dua ragam hias di atas, batik klasik merupakan batik yang berinduk pada wahana budaya Jawa, yang berkembang di Keraton Yogyakarta dan Surakarta. Motif pada batik mengandung makna simbolik yang tinggi.

c. Pengelompokan Batik Pada Zaman Penjajahan Belanda

Sejak jaman penjajahan Belanda, pengelompokan batik yang ditinjau dari sudut daerah pembatikan, dibagi dalam dua kelompok besar : 1. Batik Vorstenlanden adalah batik dari daerah Solo dan Yogya. Di jaman penjajahan Belanda, kedua daerah ini merupakan daerah kerajaan dan dinamakan Vorstenlanden. Batik Solo-Yogya Vorstenlanden memiliki ciri-ciri : ragam hias bersifat simbolis berlatarkan kebudayaan Hindu-Jawa serta menggunakan warna : sogan, indogo biru, hitam, putih; dan 2. Batik Pesisir adalah semua batik yang pembuatannya dikerjakan di luar Solo dan Yogya. Pembagian asal batik dalam dua kelompok ini, terutama berdasarkan sifat ragam hias dan warnanya. Batik pesisir memiliki ciri-ciri : ragam hias bersifat naturalistis dan pengaruh berbagai kebudayaan asing terlihat kuat serta warna yang digunakan beraneka ragam. 79 Adanya sifat dan warna ini maka batik dari daerah Garut, Banyumas, Ponorogo dan sejenisnya dimasukkan ke dalam kelompok batik pesisir, meskipun daerah-daerah ini tidak terletak di pesisir. Pada batik pesisir dari berbagai daerah, warna dan tata warna biru putih kelengan, merah putih bang-bangan, merah biru bang-biru, merah-putih-hijau bang-biru-ijo hampir selalu ada, tentu saja dengan perbedaan nuansa warna menurut selera daerah yang bersangkutan. Sebagai contoh, misalnya : warna merah dari Pekalongan bernuansa lebih cerah dan terang dibandingkan dengan warna merah Indramayu yang condong kea rah merah tua. Dilihat dari segi ragam hias, warna dan tata warna serta gayanya, batik pesisir yang menonjol dan yang sampai sekarang masih digemari antara lain, batik dari daerah : Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Laseem, Garut, Madura dan Jmabi. Daerah Madura dan Jambi merupakan daerah di luar pulau Jawa, yang penduduknya menganggap batik sebagai mata pencaharian meskipun jumlah perajin di daerah Jambi tidak banyak Nian S Djumena 1990 : 2-9. Daerah Solo merupakan salah satu dari dua daerah yang pada zaman pemerintahan Belanda disebut Vorstenlanden . Daerah ini merupakan daerah kerajaan dengan segala tradisi serta adat istiadat keratonnya di samping sebagai pusat kebudayaan Hindu-Jawa.keraton bukan hanya sekedar kediaman raja-raja saja, melainkan juga merupakan pusat pemerintahan,agama dan kebudayaan. Keadaan ini mempengaruhi serta tercermin pada seni batik, baik dalam ragam hias maupun warna serta aturan pemakaiannya.

d. Makna Pada Warna Batik