76 Cara kedua adalah melalui proses kerokan, setelah diwarna dasar kain
dikerok dengan menggunakan pisau pada bagian yang ingin diwarna soga, sehingga lilin tidak hilang selurunhya tetapi hanya sebagian. Pada akhir proses
pembuatan batik, kain dilorod dengan air panas.
B. Sejarah Penciptaan Motif Batik Kliwonan
1. Motif Batik Surakarta
Motif batik menurut Theresia Widiastuti adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan. Motif batik disebut corak batik atau pola
batik. Menurut unsur-unsurnya, maka motif batik dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu ornament motif batik yang berperan sebagai media untuk
mempercantik dan mengagungkan suatu karya jadi, meskipun ada yang memiliki nilai simbolik tertentu. Jumlah motif saat ini sangat banyak dalam ungkapan seni
rupa yang beragam baik variasi ataupun warnanya.
a. Ragam Hias Batik
Secara garis besar terdapat dua golongan ragam hias batik, yaitu ragam hias geometris dan ragam hias non-geometris.
1 Yang termasuk golongan geometris adalah :
a Garis miring atau Parang pola yang tersusun menurut garis miring
atau garis diagonal b
Garis silang atau Ceplok menggambarkan bunga dari depan, buah dipotong melintang, benang dan daun tersusun roset, binatang tersusun
melingkar dan Kawung pola yang tersusun dari bentuk bundar, lonjong atau elips, susunannya memanjang menurut garis diagonal
miring ke kiri dan ke kanan, berselang-seling. c
Anyaman jlamprang dan Limar Nian S Djumena, 1190: 8. 2
Yang termasuk golongan non-geometris adalah a
Semen merupakan pola klasik yang tersusun secara bebas di dalamnya terdapat ornamen tumbuhan, binatang, gunung api dan pohon hayat,
b Lunglungan merupakan pola dengan motif tumbuhan, dan
c Buketan merupakan pola dengan motif hewan.
77 Para pencipta ragam hias batik pada jaman dahulu tidak hanya
menciptakan sesuatu yang hanya indah dipandang mata saja, tetapi juga member makna atau arti, yang erat hubungannya dengan falsafah hidup yang dihayati. Para
pencipta menciptakan sesuatu ragam hias dengan pesan dan harapan yang tulus dari si pemakai yang dilukiskan dalam motif batik.
Ragam hias yang bersifat simbolis yang erat hubungannya dengan falsafah Hindu-Jawa antara lain : 1 Sawat atau Lar Gb. 1, melambangkan mahkota atau
penguasa tinggi, 2 Meru Gb. 2, melambangkan gunung atau tanah bumi, 3Naga Gb. 3, melambangkan air yang juga disebut tula atau banyu, 4 Burung
Gb. 4, melambangkan angin atau dunia atas, dan 5 Lidah Api atau Modang Gb. 5, melambangkan nyala api yang disebut geni.
Nian S Djumena, 1990: 9.
Gambar 1. Sawat, Lar Gambar 2. Meru gunung
Gambar 3. Naga Gambar 4. Burung
Gambar 5. Lidah Api, Modang
78
b. Pengelompokan Batik
Batik pada hakikatnya dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu: 1. Motif batik yang berinduk pada wahana budaya dan alam pikiran Jawa yang
mengetengahkan ragam hias sebagai simbol dan falsafah yang berasal dan dikembangkan oleh kerajaan-kerajaan di Jawa, oleh sebab itu batik dalam
kelompok ini sering disebut dengan istilah “batik Keraton”, “batik Solo-Yogya” atau “batik klasik”. Ungkapan corak cenderung simbolis, statis dan magis, baik
pada penataannya di atas permukaan bidang kain maupun pewarnaannya. Jumlah warnanya pun terbatas pada coklat soga dan biru nila di atas latar putih atau putih
gading ; dan 2. Motif batik yang lebih bebas dan mandiri dalam pengungkapannya, tidak terikat pada alam pikiran atau filsafat tertentu. Ragam
hias seperti ini tumbuh dan berkembang di luar batas-batas dinding keraton, khususnya di daerah pesisir utara Jawa. Warnanya tidak terbatas pada coklat dan
biru melainkan juga menerapkan merah, hijau, kuning. Batik dalam gaya ini lazim disebut dengan istilah “Batik Pesisiran” Yayasan Taman Mini Indonesia Indah,
1997: 42-44. Dari dua ragam hias di atas, batik klasik merupakan batik yang berinduk
pada wahana budaya Jawa, yang berkembang di Keraton Yogyakarta dan Surakarta. Motif pada batik mengandung makna simbolik yang tinggi.
c. Pengelompokan Batik Pada Zaman Penjajahan Belanda